Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ditinjau dari psikologi perkembangan, masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa dewasa. Secara umum dapat diketahui pada masa transisi tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergolakan-pergolakan fisik, psikis dan sosial dalam rangka remaja mencari jati dirinya. Masa remaja memiliki ciri sebagai masa progresif yang dapat dilihat pada optimalisasi cara berfikir, bersosialisasi dan berbuat sesuai dengan kemampuannya. Sisi lain pada masa remaja belum memiliki kestabilan emosi dan mudah terpengaruh oleh kondisi sekitar, sehingga tidak mengherankan jika hal tersebut membuat remaja bertindak dengan resiko yang paling tinggi. Masa remaja merupakan masa transisi, usianya berkisar antara 13 sampai 17 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan. Pada masa remaja terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik, psikis, maupun secara sosial Hurlock, 1999. Masa remaja memang masa yang menyenangkan sekaligus masa yang tersulit dalam hidup seseorang. Di masa ini seorang anak mulai mencari jati diri. Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dapat dianggap sebagai orang dewasa disatu sisi remaja ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang-tua, disisi lain pada dasarnya remaja tetap membutuhkan bantuan, dukungan serta perlindungan orang-tuanya. commit to user 2 Santrock 2003 mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan sosial-emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar, dalam emosi, kepribadian, dan konsep diri. Pada masa transisi tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang ditandai dengan kecenderungan munculnya perilaku menyimpang. Pada kondisi tertentu perilaku menyimpang tersebut akan menjadi perilaku yang mengganggu Ekowarni, 1993. Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan kondisi kepribadian yang kurang matang akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan- perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat yang biasanya disebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan Remaja dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, remaja mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang atau tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran hingga tindak kriminal Kartono, 2003. Bentuk gangguan-gangguan perilaku yang ditimbulkan remaja antara lain: tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat, tindakan commit to user 3 pelanggaran ringan hingga tindakan pelanggaran yang merujuk pada semua tindakan kriminal Santrock dalam Gunarsa, 2004. Bentuk tindakan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekitar karena bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat seperti berkata-kata kasar kepada guru atau orang tua. Tindakan pelanggaran ringan seperti melarikan diri dari rumah dan membolos dari sekolah, sedangkan tindakan pelanggaran yang merujuk pada semua tindakan kriminal yang dilakukan oleh remaja seperti merampok, menodong, mencuri, memperkosa, membunuh, menganiaya, seks pranikah serta penggunaan dan penjualan obat-obatan terlarang narkoba. Sebuah survei yang dilakukan di 33 provinsi pada pertengahan tahun 2008 yang dilakukan oleh Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN melaporkan bahwa 63 persen remaja di Indonesia usia sekolah SMP dan SMA sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah dan 21 persen di antaranya melakukan aborsi. Secara umum survei itu mengindikasikan bahwa pergaulan remaja di Indonesia makin mengkhawatirkan Suara Karya, 6 Februari 2009. Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN mengatakan, persentasi remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data Departemen Kesehatan hingga September 2008, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV-AIDS di Indonesia, 54 persen adalah remaja Suara Karya, 6 Februari 2009. Hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia SDKI 2007 menunjukkan jumlah remaja di Indonesia mencapai 30 dari jumlah penduduk, yaitu sekitar commit to user 4 1,2 juta jiwa. Hal ini tentunya dapat menjadi aset bangsa jika remaja dapat menunjukkan potensi diri yang positif namun sebaliknya akan menjadi petaka jika remaja tersebut menunjukkan perilaku yang negatif bahkan sampai terlibat dalam kenakalan remaja. Masalah kenakalan remaja juga menjadi masalah yang serius di kota-kota berkembang seperti Bandar Lampung. Mengingat pembangunan kota Bandar Lampung yang berkembang dari budaya agraris menuju budaya industri seiring derap moderenisasi. Kemajuan teknologi yang bertujuan mencapai kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia ternyata membawa dampak yang tidak diharapkan yakni lahirnya kepincangan sosial pathology social seperti: kemiskinan, pengangguran, pelacuran, gelandangan, kenakalan remaja, pemerkosaan dan tindak kekerasan yang menimbulkan kegelisahan, keresahan dan ketidaktentraman Tanpaka, Lampung Post 2004. Setiap tahun masalah kenakalan remaja di Bandar Lampung terus meningkat. Berdasarkan data Reserse dan Kriminal Reskrim Poltabes Bandar Lampung, jumlah kasus penyalahgunaan Narkoba di Bandar Lampung dari tahun 2003-2008 adalah 249 orang, menggambarkan 70 diantaranya berusia antara 15-19 tahun. Kondisi ini mengalami peningkatan 30 dari tahun 1998-2003 sebanyak 172 orang. Data perkelahian pelajar di Bandar Lampung tahun 2004 tercatat 86 kasus perkelahian pelajar. Tahun 2006 meningkat menjadi 102 kasus dengan menewaskan tiga pelajar, tahun 2008 terdapat 127 kasus dengan korban meninggal tujuh pelajar dan satu penduduk sipil. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Dinas Sosial kota Bandar commit to user 5 Lampung memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 dari 532 orang yaitu sebanyak 319 orang. Angka-angka di atas cukup mencengangkan, bagaimana mungkin anak remaja yang masih muda, polos, energik, potensial yang menjadi harapan orangtua, masyarakat dan bangsanya dapat terjerumus dalam limbah kenistaan, sungguh sangat disayangkan, bahkan angka-angka tersebut diprediksikan akan terus meningkat. Berdasarkan data di atas terlihat jumlah kenakalan pada remaja di Bandar Lampung mengalami peningkatan. Untuk itu, Poltabes bekerjasama dengan Pemerintah Kota, Departemen Agama dan Dinas Kesehatan mengadakan sosialisasi dampak kenakalan remaja ditinjau dari sisi hukum, agama dan kesehatan ke sekolah- sekolah dari SMP hingga SMA yang telah dilaksanakan pada tanggal 3-20 Agustus 2009 lalu. Kenakalan remaja di Bandar Lampung, saat ini sedang mendapat perhatian khusus dari Gubernur Lampung, Sjachroedin Z.P yang mencanangkan program pembinaan anggota keluarga masyarakat Lampung dalam rangka memperingati Hari Keluarga Nasional Harganas ke- 16 dan Hari Upaya Kependudukan Dunia 2009. Program dimaksudkan untuk menanggulangi masalah kemerosotan akhlak, perlakuan sewenang-wenang terhadap orang tua, kenakalan remaja yang menjurus ke kriminalitas, kebebasan seks di luar nikah, minuman keras dan penyalahgunaan narkoba BKKBN, 2009. Keluarga menempati posisi penting dalam program tersebut karena lingkungan keluarga menjadi tempat pertama dan utama remaja mendapatkan pendidikan. Selain itu keluarga juga merupakan fondasi primer bagi commit to user 6 perkembangan remaja, karena keluarga merupakan tempat remaja untuk menghabiskan sebagian besar waktu dalam kehidupannya. Keluarga juga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial. Suasana keluarga yang menimbulkan rasa tidak aman dan tidak menyenangkan serta hubungan keluarga yang kurang baik dapat menimbulkan bahaya psikologis bagi setiap usia terutama pada masa remaja. Salah satu faktor penyebab timbulnya kenakalan remaja adalah tidak berfungsinya orangtua sebagai figur tauladan bagi anak Hawari, 1997. Remaja yang hubungan keluarganya kurang baik juga dapat mengembangkan hubungan yang tidak menyenangkan dengan orang-orang di luar rumah Hurlock, 1999. Melihat kondisi tersebut apabila didukung oleh lingkungan yang kurang kondusif dan sifat kepribadian yang kurang matang akan menjadi pemicu timbulnya berbagai penyimpangan perilaku dan perbuatan-perbuatan negatif yang melanggar aturan dan norma yang ada di masyarakat. Perbuatan pelanggaran ternyata bersumber pada keadaan keluarga yaitu suasana rumah yang tidak menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi anak atau orang dewasa yang tidak bertanggung jawab dan melakukan perbuatan anti-sosial dan amoral Gunarsa, 2007. Keluarga dan keharmonisan hidup keluarga berpengaruh atas perkembangan remaja dan menentukan dasar- dasar kepribadian bagi remaja. Persepsi remaja yang berasal dari keluarga yang penuh perhatian, hangat, dan harmonis mempunyai kemampuan dalam menyesuaikan diri dan sosialisasi yang baik dengan lingkungan disekitarnya Hurlock, 1993. Selanjutnya Tallent 1978 commit to user 7 menambahkan anak yang mempunyai penyesuaian diri yang baik di sekolah, pada umumnya memiliki latar belakang keluarga yang harmonis, orang tua menghargai pendapat anak dan hangat. Anak yang berasal dari keluarga yang harmonis akan mempersepsi rumah mereka sebagai suatu tempat yang membahagiakan karena semakin sedikit masalah antara orangtua dengan anak, maka semakin sedikit masalah yang dihadapi anak, dan begitu juga sebaliknya. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kenakalan remaja adalah pengaruh teman sebaya, teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan akan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan Santrock, 2003. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan kemana remaja yang bersangkutan akan dibawa Chomaria, 2008. Konformitas adalah sikap, perilaku atau tindakan yang sesuai dengan norma kelompok, sehingga menjadi harmonis dan sepakat dengan anggota-anggota kelompok Baron Byrne, 2005. Norma norms merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok dan berpeluang untuk menumbuhkan konformitas pada setiap anggota kelompok tersebut Santrock, 2003. Remaja cenderung mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh kelompok bermain remaja. Melihat kondisi tersebut konformitas berpengaruh pada bentuk-bentuk perilaku remaja. Konformitas dilakukan individu segala umur, namun konformitas paling banyak dilakukan individu pada masa remaja Indria dan Nindyati, 2007. commit to user 8 Banyak tujuan yang ingin didapat oleh remaja dengan bersikap konformis, antara lain supaya ada penerimaan kelompok terhadap remaja tersebut, diakuinya eksistensi sebagai anggota kelompok, menjaga hubungan dengan kelompok, mempunyai ketergantungan dengan kelompok dan untuk menghindar dari sanksi kelompok Surya, 1999. Konformitas adalah bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang berperilaku sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat individu tinggal, konformitas berarti proses penyesuaian diri dengan cara mentaati norma dan nilai-nilai masyarakat atau kelompok, konformitas pada umumnya akan melahirkan kepatuhan dan ketaatan Maryati dan Suryawati, 2001. Remaja biasanya melakukan konformitas pada kelompok teman bermain. Konformitas yang remaja lakukan akan mengarahkan perilaku dan pandangan yang ada dalam diri remaja sebelumnya. Berdasarkan data diatas masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti kenakalan remaja, khususnya di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung. Berdasarkan informasi hasil wawancara dengan guru BK setempat memberikan informasi seringnya terjadi perilaku pelanggaran dan penyimpangan di SMA UTAMA 2 Bandar Lampung seperti: membolos sekolah setiap harinya dua hingga lima siswa yang tidak hadir tanpa keterangan, pelanggaran tata-tertib sekolah seperti kerapian dalam berpakaian dan penampilan, merokok, tertangkap lima siswa kelas XI sedang menghirup asap shabu-shabu yang dibakar diatas alumunium foil dibelakang sekolah pada bulan Oktober 2008, dan relasi sosial commit to user 9 yang kurang baik seperti dalam bulan Februari di tahun ini terjadi tiga perkelahian antar siswa. Tahun ajaran 2008-2009 tercatat 23 orang terlibat perkelahian antar siswa. Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa diperlukannya persepsi remaja terhadap keharmonisan keluarga yang diwujudkan dalam hubungan keluarga yang baik dan suasana rumah yang menyokong perkembangan remaja, sehingga remaja menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan terhindar dari perbuatan anti sosial amoral. Selain bersosialisasi di lingkungan keluarga, remaja melakukan salah satu bentuk sosialisasi yang sangat dikenal dalam masa remaja adalah konformitas kelompok remaja. Remaja yang memiliki teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan. Pada umumnya remaja mementingkan konformitas dan penerimaan kelompok, apapun akan dilakukan asalkan diterima oleh kelompok akan diutamakan dan ditaati. Teman atau kelompok yang dipilih akan sangat menentukan arah remaja yang bersangkutan untuk berbuat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Kenakalan Remaja ditinjau dari Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga dan Konformitas Teman Sebaya Studi Korelasi Pada Siswa SMA UTAMA 2 Bandar Lampung ”.

B. Rumusan Masalah