BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Erupsi Obat
2.1.1. Definisi Erupsi Obat
Salah satu bentuk reaksi silang obat pada kulit adalah erupsi obat. Erupsi obat atau drug eruption itu sendiri adalah reaksi pada kulit atau daerah mukokutan
yang terjadi sebagai akibat pemberian obat dengan cara sistemik. Obat ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.
Reaksi silang obat adalah reaksi berbahaya atau tidak diinginkan yang diakibatkan dari penggunaan produk pengobatan dan dari reaksi tersebut dapat
diprediksikan bahaya penggunaan produk itu di masa yang akan datang sehingga dilakukan tindakan penggantian maupun penarikan produk.
4
Reaksi silang obat adalah respon obat yang tidak diinginkan sehingga memerlukan penghentian obat, penggantian obat, perawatan rumah sakit,
pengobatan tambahan, dan menyebabkan prognosis buruk seperti cacat permanen sampai kematian.
9-12
10-13
2.1.2. Epidemiologi Erupsi Obat
Chatterjee et al, menyatakan insidens erupsi obat mencapai 2,66 dari total 27.726 pasien dermatologi selama setahun. Erupsi obat terjadi pada 2-3
pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi hanya 2 yang berakibat fatal. Insidens erupsi obat pada negara berkembang berkisar antara 1-3. Di India, kasus erupsi
obat mencapai 2-5. Erupsi obat terjadi 2-3 dari seluruh reaksi silang obat.
Universitas Sumatera Utara
Hampir 45 dari seluruh pasien dengan erupsi di kulit merupakan kasus erupsi obat. Insidens erupsi obat lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Lebih dari
50 kasus sindroma Stevens-Johnson dan hampir 90 penderita toxic epidermal necrolysis terkait dengan penggunaan obat.
6,14,15
2.1.3. Faktor Risiko Timbulnya Erupsi Obat
Faktor-faktor risiko yang menimbulkan erupsi obat adalah: 1.
Jenis kelamin dan usia Anak-anak lebih jarang tersensitisasi akibat obat jika dibandingkan
dengan orang dewasa, akan tetapi beberapa jenis kasus erupsi obat alergi memiliki prognosis buruk. Pada anak – anak, ruam merah
yang timbul akibat virus sering mengaburkan gambaran klinis erupsi alergi obat akibat antimikroba yang diberikan. Wanita lebih
sering menderita erupsi obat alergi dibandingkan pria.
10-12,16,17
2. Faktor genetik
Erupsi obat alergik berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan. Hal ini berhubungan dengan gen human leukocyte
antigen.
10-12,16,17
3. Pajanan obat sebelumnya
Dapat terjadi pada pajanan obat yang sebelumnya menimbulkan alergi ataupun obat-obatan lain yang memiliki struktur kimia yang
sama. Akan tetapi, alergi obat tidak bersifat persisten. Setelah pajanan, imunnoglobulin E dapat bertahan dari 55 hingga 2000
hari.
10-12,16,17
Universitas Sumatera Utara
4. Riwayat penyakit yang dimiliki
Seperti pasien dengan riwayat penyakit asma cenderung mudah menderita dermatitis atopi.
10-12,16,17
5. Bentuk obat
Seperti beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida memiliki potensial untuk mensensitisasi tubuh.
10- 12,16,17
6. Cara masuk obat
Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan erupsi obat. Antibiotika beta laktam dan sulfonamida
jarang digunakan secara topikal karena alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan dalam timbunya erupsi obat.
10-12,16,17
2.1.4. Patogenesis Erupsi Obat