4. Riwayat penyakit yang dimiliki
Seperti pasien dengan riwayat penyakit asma cenderung mudah menderita dermatitis atopi.
10-12,16,17
5. Bentuk obat
Seperti beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida memiliki potensial untuk mensensitisasi tubuh.
10- 12,16,17
6. Cara masuk obat
Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan erupsi obat. Antibiotika beta laktam dan sulfonamida
jarang digunakan secara topikal karena alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan dalam timbunya erupsi obat.
10-12,16,17
2.1.4. Patogenesis Erupsi Obat
Terdapat dua mekanisme yang dikenal yaitu mekanisme imunologis dan mekanisme non imunologis. Umumnya erupsi obat timbul karena reaksi
hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang disebabkan karena toksisitas obat, over
dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme. Terdapat empat mekanisme imunologis. Reaksi pertama yaitu reaksi tipe I
reaksi anafilaksis merupakan mekanisme yang paling banyak ditemukan. Pada tipe ini, imunoglobulin yang berperan ialah imunoglobulin E yang mempunyai
afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi, tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama,
11,17-20
Universitas Sumatera Utara
maka obat tersebut akan dianggap sebagai antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan
heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan menimbulkan bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya
syok. Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II reaksi autotoksis dimana terdapat ikatan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang
melekat pada sel. Aktivasi sistem komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.
11,17-20
Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III reaksi kompleks imun dimana antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen
antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen
merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme keempat adalah reaksi tipe IV reaksi
alergi seluler tipe lambat. Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe
lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen.
21
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Reaksi Imunologis dan Non Imunologis Tipe
Contoh Kasus Imunologis
Reaksi Tipe 1 Anafilaksis antibioktik beta laktam
Reaksi Tipe 2 Anemia hemolitik akibat penisillin
Reaksi Tipe 3 Serum sickness akibat anti-thymocyte
globulin
Reaksi Tipe 4 Dermatitis kontak akibat antihistamin
topikal Aktivasi sel T spesifik
Morbilliform rash akibat sulfonamid
FasFas ligand-induced apoptosis Sindroma Stevens-Johnson
Nekrolisis epidermal toksik
Non imunologis
Efek samping farmakologis Bibir kering akibat antihistamin
Efek samping farmakologis sekunder Thrush akibat pemakaian antibiotik
Toksisitas obat Hepatotoksisitas akibat metotreksat
Overdosis obat Kejang akibat kelebihan pemakaian
lidokain Intoleransi
Tinitus akibat pemakaian aspirin Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan nomor 18
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Gambaran Klinis Erupsi Obat