BAB2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Patent Duktus Arteriosus
2.1.1. Definisi
Patent Duktus Arteriosus PDA adalah penyakit jantung bawaan yang asianotik yang dimana tetap terbukanya duktus arterious setelah lahir, yang
menyebabkan dialirkannya darah secara langsung dari aorta tekanan lebih tinggi ke
dalam arteri pulmoner tekanan lebih rendah Schumacher et al, 2011.
2.1.2. Epidemiologi
Diperkirakan insiden PDA di Korea sekitar 0.02 - 0.04 pada bayi cukup bulan. Pada bayi kurang bulan terjadi sekitar 20-60 pada hari ketiga kehidupan.
PDA terjadi sekitar 6-11 dari semua penyakit jantung bawaan Park et al,2012.
Pada penelitian Sekar dan Corff insiden PDA terjadi pada 70 bayi kurang bulan dengan berat 1000 gram dan usia gestasi 29 minggu. Walaupun penutupan
spontan dari duktus arteriosus akan terjadi sekitar 34 pada berat bayi lahir sangat
rendah, namun kegagalan yang terjadi dapat mengancam nyawa Sekar, 2008 .
Pada penelitian Ronaldet al yang menggunakan ekokardiografi dengan pulsasi doppler yang dilakukan pada bayi cukup bulan menunjukkan penutupan DA terjadi
pada hampir 50 bayi dalam satu hari, 90 menutup pada dua hari dan seluruhnya menutup pada tiga hari kelahiran Clyman et al , 2012.
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata duktus arteriosus terlambat menutup pada bayi kurang bulan, 90 terjadi bersamaan dengan respiratory distress syndrome, pada bayi dengan usia
kehamilan lebih dari 30 minggu, duktus akan menutup empat hari setelah kelahiranClyman et al , 2012.
Bayi kurang bulan dengan severe respiratory distress memiliki insiden sekitar 65 yang menderita PDA lebih dari empat hari setelah kelahiran. Namun
diantaranya, penutupan spontan dapat juga terjadi selama periode neonatus. 67 bayi dengan berat badan lahir 1000dan 1500 gram, DA nya akan menutup secara spontan
dalam tujuh hari setelah kelahiran 94 menutup setelah keluar rumah sakit. Diantara bayi dengan berat bayi lahir sangat rendah1500 gram yang DA nya masih
terbuka setelah keluar dari rumah sakit, 86 menutup spontan pada akhir tahun pertama kehidupan Clyman et al , 2012.
2.1.3. Faktor Resiko