6
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat
Pembangunan model ini dilaksanakan dengan menggunakan data dari Pusat Penelitian
dan Pengembangan Biologi Tropika SEAMEO BIOTROP, Bogor, Jawa Barat mulai Nopember
2005 hingga April 2006. 3.2. Bahan dan Alat
Personal computer PC yang dilengkapi dengan software Visual Basic 6.0. Sebagai data
masukan dalam analisis digunakan data iklim harian dari stasiun PTP. Nusantara VIII di
lokasi Perkebunan Goalpara stasiun 55R terletak pada 6
o
1’7” LS dan 105
o
57’47” BT dengan ketinggian 1000-1300 mdpl. Data iklim
yang digunakan adalah: curah hujan, suhu dan kelembaban udara, serta radiasi surya. Untuk
pengujian model, digunakan data biomassa dan indeks luas daun ILD hasil pengamatan
lapang penelitian sebelumnya yang dilaksanakan pada lahan petani Desa Goalpara,
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan elevasi 1300 m dpl pada
bulan Mei 2005 Sulistiono, 2005. 3.3.
Metode
Penyusunan model ini melibatkan model simulasi pertumbuhan dan perkembangan serta
neraca air tanaman. 3.3.1. Sub Model Perkembangan
Laju perkembangan dan masing-masing kejadian fenologi tanaman kentang didekati
dengan konsep Heat Unit. Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian
melebihi suhu dasar Tb, dalam hal ini suhu dasar tanaman kentang ditentukan sebesar 10
o
C Dalam Arazi et al. [Anonim, 2000] , suhu dasar
tanaman ditentukan sebesar 12.2
o
C. Kejadian fenologi dihitung sejak tanam sampai fase
pematangan umbi dan diberi skala 0-1, yang dibagi menjadi 5 kejadian yaitu Plant –
emergence s=0.16, Vegetative s=0.33, Tuber initiation s=0.44, tuber bulking s=0.8,
maturation s=1Jim Burns et al. 2005. Fase perkembangan sp antara masing-masing
kejadian fenologi tersebut dihitung dengan persamaan berikut Handoko, 1994.
Plant-emergence s1 = s1 + sp1 suhu - Tb TU1
Vegetative s2 = s2 + sp2 suhu - Tb TU2 Tuber inisiasi
s3 = s3 + sp3 suhu - Tb TU3 Pengisian umbi
s4 = s4 + sp4 suhu - Tb TU4 Pematangan umbi
s5 = s5 + sp5 suhu - Tb TU5
Dengan: Sp1 = 0.16
TU1 = 160 Sp2 = 0.17
TU2 = 170 Sp3 = 0.11
TU3 = 110 Sp4 = 0.36
TU4 = 360 Sp5 = 0.2
TU5 = 200 1,2,3,4,5 menyatakan periode antara kejadian
fenologi, Tb adalah suhu dasar tanaman dan TU adalah Thermal Unit d
o
C Jim Burns et al. 2005.
3.3.2. Sub Model Neraca air
Komponen neraca air meliputi curah hujan, intersepsi tajuk, infiltrasi, limpasan permukaan,
kadar air tanah, evaporasi dan transpirasi. Dalam sub model neraca air diperlukan peubah
tanaman indeks luas daun, yang disimulasi pada sub model pertumbuhan. Parameter yang
digunakan meliputi sifat fisik tanah kapasitas lapang, titik layu permanen dan paramet er
penguapan Ritchie, 1972. Intersepsi Tajuk Tanaman
Jumlah air yang diintersepsi tajuk tanaman Ic tergantung oleh curah hujan P dan indeks
luas daun ILD sebagai berikut Handoko, 1994:
Ic = min ILD,P 0ILD=3
= min 1.27,P ILD3
Infiltrasi dan Perkolasi
Infiltrasi Is dihitung dari selisih curah hujan P dengan intersepsi tajuk tanaman
Handoko, 1994: Is = P – Ic
Perkolasi dari tiap lapisan tanah m {Pcm} terjadi bila kadar air tanah { F m} melebihi
kapasitas lapang {F
fc
m} yang dihitung dengan metode jungkitan sebagai berikut Handoko,
1994: Pc m = F m – F
fc
m F mF
fc
m Pc m = 0
F m=F
fc
m
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi potensial ETp dihitung dengan rumus Penman untuk menduga
evapotranspirasi maksimum ETm sebagai batas bawah dari air yang hilang oleh evaporasi
tanah dan transpirasi tanaman. Evapotranspirasi maksimum terbagi atas evaporasi maksimum
tanah Em dan transpirasi maksimum Tm. Berikut adalah perhitungan evaporasi dan
transpirasi maksimum Handoko, 1994: ETm = ETp = {? Qn + ?fues -ea}{ ?? + ?}
Em = ETm e
- kILD
Tm = 1-e
- kILD
Etm
7
Dengan: Qn
: Radiasi bersih Wm
-2
? : Tetapan psikometer 66.1 Pa K
-1
fu : Fungsi aerodinamika MJ m
-2
Pa
-1
es-ea : Defisit tekanan uap Pa ?
: Panas spesifik untuk penguapan 2.454 MJ kg
- 1
Evaporasi Tanah Aktual
Evaporasi tanah aktual dihitung dengan metode Ritchie 1972 yang terdiri dari dua
tingkat evaporasi. Pada tahap pertama, sesaat setelah terjadi hujan atau irigasi, evaporasi
aktual sama dengan nilai maksimumnya sampai nilai evaporasi kumulatif mencapai nilai
parameter penguapan tanah U terlampaui tahap 2, yaitu tanah sudah cukup kering. Pada tahap
2 Ea merupakan fungsi waktu dari Em sebagai ber ikut Handoko, 1994:
Tahap 1 : Ea = Em
S Em U Tahap 2 : Ea = at
2 0.5
– at
2
– t
0.5
S Em = U t
2
= jumlah hari setelah terjadinya evaporasi tahap 2
Transpirasi Aktual
Transpirasi aktual Ta dihitung sebagai total pengambilan air pada zone perakaran,
dengan nilai maksimum Ta=Tm . Berikut perhitungan Ta Handoko, 1994
F
w
= {F – F
wp
}{0.4[F
fc
– F
wp
]} Jika F
fc
=F F
wp
F
w
= 1 F F
fc
F
w
= 0 F F
w p
Laju penyerapan air oleh akar dihitung dengan persamaan:
Ta = F
w
Tm ? T a T m
Ta = 0 ? T a = T m
F
w
= fungsi kadar air tanah F
= kadar air tanah F
fw
= kadar air tanah pada kapasitas lapang F
wp
= kadar air tanah pada titik layu permanen
Ta = laju penyerapan air oleh akar pada
tanah
Gambar 1. Diagram Forrester Sub Model Neraca Air KL
TLP Rain
Inf SWC
Drain Ta
Es Ic
KL U
a Em
Tm ETp
Radiasi surya, Curah hujan,
RH, Suhu, Kecepatan
angin.
ILD
8
3.3.3. Sub Model Pertumbuhan
Pertumbuhan tanaman disimulasi berdasarkan penyerapan energi radiasi surya
serta faktor ketersediaan air yang disimulasi dalam sub model neraca air. Pembagian
biomassa hasil fotosintesis ke berbagai organ tanaman daun, batang, akar dan umbi
merupakan fungsi fase perkembangan tanaman yang dihitung dalam sub model perkembangan.
Selama perkecambahan, tanaman menggunakan cadangan asimilat untuk
menunjang pertumbuhan dan respirasi. Setelah fase vegetatif asimilat pada batang dan daun
dimobilisasi ke umbi dan ini mengakibatkan massa daun dan batang menurun sampi panen.
Produksi Biomassa
Produksi biomassa potensial harian dihitung berdasarkan efisiensi penggunaan
radiasi surya yang diintersepsi tajuk tanaman. Radiasi yang diintersepsi tajuk tanam an Qi
diduga menggunakan hukum Beer sebagai berikut:
Qi = Qo1-t ; t = e
-kILD
Qo = Radiasi yang sampai diatas tajuk
tanaman MJm
-2
Qi = Radiasi yang diserap MJm
-2
t
= Proporsi radiasi surya yang ditransmisi oleh tajuk
k = Koefisien pemadaman tajuk
ILD = Indeks luas daun
Nilai k mer upakan nilai koefisien pemadaman yang nilainya ditentukan sebesar 0.86 Monsi-
Saeki [Anonim], 2000. Produksi biomasa potensial dihitung
berdasarkan hasil kali efisiensi penggunaan radiasi surya e dengan radiasi intersepsi Q i.
Nilai efisiensi penggunaan radiasi surya ditentukan sebesar e = 0.002 kg MJ
-1
. Russel, Jarvis dan Monteith [Anonim, 2000]
menetapkan e sebesar 0.0014 kg MJ
-1
. Bb = e Qi = e 1-e
- kILD
Qo
Bb = Produksi biomassa potensial kg ha
-1
d
-1
e = efisiensi penggunaan radiasi kgMJ
-1
Produksi biomassa potensial tersebut menganggap ketersediaan air bukan merupakan
faktor pembatas. Produksi biomassa aktual dihitung dengan mempertimbangkan
ketersediaan air yang telah disimulasi dalam sub model neraca air sebagai water deficit factor
wdf yang merupakan nilai perbandingan antara transpirasi aktual dan transpirasi maksimal
TaTm .
Produksi biomassa aktual dibagi antara daun, batang, akar dan umbi yang
Gambar 2. Diagram Forrester Sub Model Pertumbuhan GDMa
ILD
W daun Wbatang
Wakar Wumbi
[Suhu] sp
Sla Qs
k
e wdf
Tm Ta
9
perbandingannya bergantung pada fase perkembangan tanaman sp. Sebagian
biomassa masing-masing organ akan berkurang melalui proses respirasi pertumbuhan Rg dan
respirasi pemeliharaan Rm yang dihitung berdasarkan suhu udara dan masing-masing
organ. Pertumbuhan masing-masing organ x dihitung dari selisih antara alokasi bahan kering
ke organ tanaman dan yang hilang melalui respirasi sebagai berikut.
dWx = ?
x
Ba – Rg – Rm = ?
x
1-kgBa – Km Wg Q10
dWx = penambahan massa organ x kg ha
-1
day
-1
?
x
= proporsi biomassa yang dialokasikan ke organ x daun, batang, akar dan
umbi Km = koefisien pemeliharaan
Wx = massa organ x kg ha
-1
Kg = koefisien respirasi pertumbuhan
Rm = respirasi pemeliharaan x kg ha
- 1
d
-1
T = suhu udara
o
C Q10 = 2
T-2010
Proporsi biomassa yang dialokasikan pada masing-masing organ Px yang dihitung
berdasarkan fungsi laju perkembangan tanaman sp, didekati secara empiris berdasarkan data
pengamatan lapang. Selama masa perkecambahan, produksi biomassa hanya
dialokasikan ke daun, akar dan batang dengan alokasi terbanyak pada daun. Hingga fase
matang fisiologis, seluruh hasil asimilat dialoksikan ke organ umbi Gardner et al.
1991. Alokasi biomassa ke setiap organ tanaman dihitung dengan:
pB = 0.3198 Exp-0.3173 sp sp=0.1
pA = 0.3319 Exp-0.4935 sp sp=0.1
pD = 1-pB-pA sp=0.1
PU = 0 sp=0.1
pD = -0.0664 sp + 0.3401 0.1sp=0.44
pB = -0.0333 sp + 0.1674 0.1sp=0.44
pA = -0.034 sp + 0.0806 0.1sp=0.44
pU = 1 - pD - pB – pA 0.1sp=0.44
pD = -0.0664 sp + 0.2 0.44sp0.8
pB = -0.0333 sp + 0.1374 0.44sp0.8
pA = -0.034 sp + 0.0706 0.44sp0.8
pU = 1 - pD - pB – pA 0.44sp0.8
pD = 0 sp=0.8
pB = 0 sp=0.8
pA = 0 sp=0.8
pU = 1 sp=0.8
dengan: sp = laju perkembangan yang telah disimulasi
pada submodel perkembangan. pD, pB, pA, pU masing-masing menyatakan
proporsi pembagian hasil asimilat ke organ daun, batang, akar dan umbi.
Indeks Luas Daun ILD
ILD dihitung dari perkalian antara parameter luas daun spesifik sla dengan laju
pertumbuhan harian dWD sebagai berikut Handoko, 1994:
dILD = sladWD dengan:
dILD = perubahan ILD
sla = luas daun spesifik ha kg
- 1
dWD = perubahan berat daun kg ha
-1
hari
-1
Luas daun spesifik sla dihitung dengan persamaan:
dSla = Rslasp dengan:
Rsla = laju pertambahan luas daun spesifik,
ditetapkan sebesar 0.00005 hakg
-1
Van delden, Pecios Haverkort, 1999.
3.3.4. Pengujian Model
Pengujian secara statistik terhadap hasil simulasi dan data pengukuran lapang
menggunakan uji-t berpasangan untuk P0.05 dan metode grafis. Variabel yang diuji adalah
ILD, biomassa daun, batang, akar dan umbi.
Tahapan pengujian dengan uji-t berpasangan adalah:
Di = pi – mi
1 D
= SDin 2
SE = v{[SD
i 2
– SD
i 2
n][nn – 1] 3
t = DSE
4 D
i
adalah individu dan beda antara prediksi p dan pengukuran m.
SE = standard error t
= t hitung
10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN