3. Metode harga pengganti subtitute price : jika barang yang akan dinilai
memiliki barang subtitusi dan barang subtitusi tersebut terdapat harganya. Maka nilai barang terrsebut didekati dari harga barang subtitusinya.
4. Metode biaya perjalanan : pendekatan ini biasanya dilakukan untuk menilai jasa hutan berupa rekreasi. Nilai rekreasi diperoleh dari besarnya biaya yang
dikeluarkan oleh seluruh orang yang ber-rekreasi ke tempat tersebut. 5. Metode valuasi kontingensi : metode ini dilakukan dengan cara menanyakan
langsung kepada responden menggunakan kuisionerdaftar pertanyaan tentang kesedian membayar
willingnes to paykesediaan dibayar wilingnes to accept kepadaoleh pihak lain sebagai kompensasi telah memelihara
keadaan hutan sehingga nilai pilihan dan nilai keberadaan hutan tersebut tetap terpelihara.
2.5. Analisis Ekonomi Sumberdaya dalam Daur kebijakan
Manfaat-manfaat sosial sering menjadi pertimbangan dalam proses pembuatan keputusan mengenai aloksi sumberdaya nasional untuk kepentingan
pendidikan, kesehatan, kesenian dan sebagainya. Sulitnya membuat justifikasi politis bagi penetapan kawasan yang dalam hal ini adalah hutan kota, bukan saja
karena adanya kesulitan dalam penilaian serta campur aduknya manfaat yang dimiliki, melainkan karena yang lebih tampak adalah ”biaya jangka panjangnya”.
Oleh karena itu pembangunan hutan kota sering menempati peringkat bawah dibandingkan dengan pembangunan ekonomi yang menghasilkan manfaat
rupiah secara nyata. Begitu suatu kawasan yang dalam hal ini ”Hutan kota” direncanakan
untuk dilindungi, kelompok-kelompok penentang juga akan segera terbentuk. Daerah industri, daerah pemukiman, ataupun pelebaran jalan yang umumnya
lebih memiliki potensi ekonomis akan memiliki akses yang lebih besar dalam proses pembuatan keputusan, dengan kekuatan politis dan argumen yang kuat,
suatu hutan kota dapat berubah peruntukannya. Untuk itulah dibutuhkan suatu argumen dan dasar ekonomi yang cukup kuat dalam suatu proses pembuatan
keputusan mengenai kawasan yang akan dijadikan hutan kota, karena selama ini proses pembuatan keputusan hanya berlandaskan argumen ekologis, hal ini
menyebabkan penentuan kawasan sering kalah oleh argumen yang bersifat politis.
Evaluasi kontribusi kawasan bagi sistem
perlindungan
Menentukan penggunaan yang
konsisten dengan tujuan
Penentuan tujuan perlindungan Hutan kota
berdasarkan pertimbangan biologi, sosial, dan ekonomi
Jika 3 kecil pembangunan
Hutan kota diteruskan
Perkiraan manfaat
kualitatif 2
Jika 3 besar tetapi lebih kecil dari 1
pembangunan Hutan kota
diteruskan Mentukan
kebutuhan anggaran untuk mencapai
tujuan 1
Jika 3 1 evaluasi 3 - 1
vs 2 keputusan politis diperlukn
Jika 1 + 2 kecil Hutan kota dibatalkan
Jika 1 + 2 besar, evaluasi manfaat
penggunan alternatif 3 Perkiraan
manfaat kuantitatif 1
Analisis ekonomi sumberdaya sebenarnya memiliki peran yang lebih besar dalam proses pembuatan keputusan. Sebelum suatu kawasan hutan kota
ditetapkan, pertama-tama harus dibuat kejelasan mengenai tujuan perlindungan kawasan. Begitu tujuan tersebut ditetapkan, selanjutnya dievaluasi untuk
menentukan kontribusinya sehingga ditetapkan sebagai kawasan hutan kota. Dibutuhkan penilaian terhadap sumberdaya hutan kota dan estimasi manfaat-
manfaat yang dapat diberikan dari hutan tersebut, semuanya harus dijelaskan sepraktis mungkin, dengan teknik penilaian ekonomi yang paling tepat. Secara
sederhana dapat digambarkan seperti Gambar 3
Sumber : Dixon dan Sherman 1990 dalam Wiratno dkk 2004
Gambar 3. Dimensi ekonomi proses pembauatan keputusan penetapan kawasan hutan kota
. Jika manfaat perlindungan relatif kecil, maka tidak ada kebutuhan untuk
meneruskan analisis namun sebaliknya, jika manfaat perlindungan cukup besar, maka langkah berikutnya adalah menentukan nilai dari pemanfaatan lain
pemanfaatan alternatif. Jika nilai dari pemanfaatan alternatif yang terbaik masih relatif lebih kecil dari nilai hutan kota yang direncanakan maka kawasan tersebut
harus ditetapkan sebagai hutan kota, namun jika pemanfaatan alternatif lebih besar maka keputusannya menjadi lebih sulit, pada kasus ini manfaat bersih dari
hutan kota akan dibandingkan dengan manfaat bersih dari pemanfaatan. Jika ternyata nilai bersih manfaat kuantitatif hutan kota masih lebih besar
dari manfaat untuk pemanfaatan alternatif maka kawasan tersebut termasuk dalam kategori ”kawasan dengan manfaat sosial” dan karenanya harus dijadikan
hutan kota, tetapi jika manfaat penggunaan alternatif lebih besar dari manfaat kuantitatif hutan kota maka keputusannya akan menjadi lebih sulit lagi. Pada
kondisi ini, perbedaan manfaat kuantitatif dan kedua macam penggunaan tersebut harus dihadapkan dengan pertimbangan akan manfaat kualitatifnya.
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITTIAN