BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG DEFENISI GIMU, GIRI, KOMIK, DAN PENDEKATAN SEMIOTIK.
Manusia adalah makhluk sosial. Kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain menuntutnya untuk berperilaku sesuai
dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat dimana ia tinggal. Karena masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang mempunyai aturan-aturan atau
norma-norma yang berlaku yang dijadikan sebagai konsep moral untuk melaksanakan hidup. Maka Gimu dan Giri merupakan etika yang melandasi
perilaku dalam interaksi sosial orang Jepang. konsep Gimu dan Giri menekankan adanya kewajiban sosial maupun moral yang dipikul seseorang untuk
mengembalikan semua anugerah dan pemberian yang telah diterimanya dari orang lain.
2.1 Konsep Gimu dan Giri
2.1 Konsep Gimu
Gimu adalah pembayaran kembali yang maksimalpun dari kewajiban ini dianggap masih belum cukup, dan tidak ada batas waktu pembayarannya,
Benedict 1982:125. Dengan kata lain kewajiban ini tidah pernah dapat dilakukan sepenuhnya dan tidak pernah berakhir sepanjang hayat seseorang.
Gimu adalah sekelompok kewajiban yang menjadi utang seseorang kepada lingkaran keluarga terdekatnya dan kepada penguasa yang menjadi
lambang negaranya, cara hidupnya, dan cinta kepada negaranya. Gimu ini harus
Universitas Sumatera Utara
dibayar seseorang karena adanya ikatan-ikatan yang kuat dan ketat pada saat ia dilahirkan. Beberapa tindakan ketaatan tertentu mungkin dilaksanakan dengan
enggan sekali, namun Gimu tidak pernah didefenisikan sebagai keengganan. Sehingga orang-orang menganggap tentang Gimu ini adalah pembayaran utang
tanpa batas sehingga disebut “orang tidak pernah dapat membayar kembali sepersepuluh ribu dari On ini”.
Menurut Mattulada dalam Nur Afni, 2005:28 Gimu merupakan sekumpulan kewajiban atau tugas yang dipunyai seseorang sejak kelahirannya
samapai kepada kematiannya untuk dilaksanakan tanpa batas dan tanpa akhir. Gimu merupakan suatu bentuk kewajiban atau tugas kepada lingkungan keluarga
terdekat, kepada penguasa yang menjadi simbol negerinya yang telah mengikat kesetiaannya semenjak seseorang itu lahir dalam lingkungan keluarga dan
bangsanya. On yang diterima dengan pembayaran kembali secara Gimu sama sekali
tidak dapat dihindari oleh setiap orang Jepang. Namun karena tidak ada ketentuan mengenai bentuk, cara dan waktu pembayarannya, maka seseorang tidak merasa
keberatan untuk menerima On dengan resiko gimu ini. Artinya tidak ada rasa terpaksa dan keengganan di dalam melakukan pembayaran terhadap On yang
diterima, karena gimu adalah suatu kewajiban moral yang tidak terlalu mengikat. Kewajiban gimu yang ditujukan kepada kaisar Chu, kepada orang tua Ko, dan
terhadap pekerjaan Nimmu. Jenis kewajiban ini merupakan suatu keharusan dan merupakan nasib universal seseorang. Peristiwa-peristiwa dalam hidup seseorang
dapat mengubah detail-detail gimu orang tersebut, tetapi secara otaomatis Gimu terdapat pada semua orang dan berada di atas semua kejadian yang tidak disengaja.
Universitas Sumatera Utara
Jenis gimu diatas adalah jenis Gimu tanpa syarat. Jenis kewajiban Gimu ada tiga yaitu: Chu, Ko dan Nimmu.
A. Chu
Chu adalah salah satu jenis kewajiban gimu yang ditujukan kepada kaisar, hukum dan negara. Kewajiban Gimu Chu adalah konsep balas budi dari pengikut
terhadap tuan, bukan balas budi terhadap orang tuanya. Dalam zaman edo konsep Chu adalah balas budi bushi terhadap tuan, balas budi tuan terhadap shogun,
sehingga konsep Chu ini bertumpuh ditangan shogun, Situmorang 1995:67. Benedict 1982:133 mengatakan bahwa konsep Chu adalah pemimpin
sekuler yaitu shogun. Kesetiaan pada shogun sering bertentangan dengan kesetiaan bushi kepada tuan. Kesetiaan pada shogun dirasakan sesuatu yang
terpaksa sehingga dikatakan terasa dingin, tidak sehangat kesetiaan terhadap tuan. Oleh karena itu orang Jepang berpendapat bahwa patuh pada hukum merupakan
pembayaran kembali atas utangnya kepada kaisar.
B. Ko
Ko adalah kewajiban terhadap orang tua dan nenek moyang yang dimaksud terhadap keturunannya, Benedict 1982:125. Kewajiban Gimu Ko
adalah pembayaran On kepada orang tua sendiri, yaitu setiap orang Jepang telah menyadari telah menerima On dari orang tuannya masing-masing. On tersebut
adalah segala hal yang telah dilakukan oleh orang tuannya untuk membesarkannya hingga mampu mandiri. Di Jepang tidak ada ungkapan yang
mengatakan “kewajiban bapak terhadap anak-anaknya” dan semua tugas seperti itu dicakup oleh Ko kepada orang tua dan kepada orang tuanya orang tua leluhur.
Bakti filial ini meletakkan semua tanggung jawab yang banyak ke atas pundak
Universitas Sumatera Utara
kepala keluarga untuk mencari nafkah kepada anak-anaknya, mendidik putra- putranya dan adik-adik lelakinya mengurus pengolahan tanah keluarga,
memberikan tempat berlindung kepada sanak keluarga yang memerlukan.
C. Nimmu
Nimmu adalah kewajiban terhadap pekerjaan. Yang dimaksud disini adalah bertanggung jawab atas pekerjaan yang di tugaskan kepadanya sampai
tuntas. Mengutamakan kepentingan umum dibandingkan kepentingan individu atau perseorangan. Contoh perilaku yang mencerminkan adanya budaya Gimu
khususnya di Jepang adalah karoshi. Karoshi adalah mati karena bekerja berlebihan atau overtime working. Para karyawan melakukan karoshi ini adalah
karena mereka merasa berkewajiban atau merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas demi perusahaan mereka.
2.1.1 Konsep Giri
Pengertian Giri bila dilihat dari karakter kanjinya dibagi menjadi Gi dan Ri, yaitu Gi adalah kebenaran, moralitas, kemanusiaan, integritas, keutuhan,
kehormatan, kesetiaan, kesatriaan dan ketaatan. Sedangkan adalah alasan, akal, keadilan, kebenaran dan prinsip. Jadi secara harafiah pengertian giri adalah rasa
tanggung jawab, kehormatan, keadilan, kesopanan, dan berhutang budi, Andrew N Nelson 2006 : 725
Mattulada mengatakan dalam Nur Afni 2005:30 bahwa Giri merupakan hutang yang harus dilunasi dengan perhitungan yang pasti atas suatu
kebajikan yang diterima yang mempunyai batas waktu. Dalam pengertian lain Giri adalah suatu kewajiban untuk membalas sikap atau kebaikan yang telah
diterima dari orang lain dengan setimpal. Oleh karena itu, “Giri” begitu kata
Universitas Sumatera Utara
pepatah orang Jepang adalah “sesuatu yang paling berat untuk ditanggung”. Kemudian Ruth Benedict mengatakan Giri bagi orang Jepang adalah yang paling
berat. Selanjutnya dari segi pertukaran, Giri mempunyai batasan yanng lebih
jelas dari Gimu. On yang berlaku diantara dua pihak yang memiliki hubungan yang hierarkis dalam pengembaliannya tidak mengenal batas. Sedangkan Giri
merupakan kewajiban untuk mengembalikan semua anugrah yang pernah diterima dengan nilai yang sama persis. Sehingga pemenuhan kewajiban Giri yang kurang
dari nilai yang diterima menyebabkan seseorang dicap sebagai orang yang tidak tahu Giri. Sehingga orang Jepang berusaha sebisa mungkin untuk menghindari
celaan yang ditakuti, “orang yang tidak tahu giri”. Jepang mengagungkan tema balas dendam sama seperti
mengagungkan kesetiaan sampai mati. Dan keduannya adalah giri; kesetiaan adalah giri kepada penguasa dan pembalasan dendam atas suatu penghinaan
adalah giri kepada nama baiknya sendiri. Di Jepang, kedua giri itu adalah dua sisi dari perisai yang sama.
Meskipun demikian, sekarang cerita-cerita lama tentang kesetiaan itu merupakan impian di siang hari yang menyenangkan bagi orang jepang, karena
“membayar kembali giri” tidak lagi berupa kesetiaan kepada penguasa seseorang yang sah, melainkan memenuhi segala macam kewajiban terhadap berbagai
macam orang. Orang yang dipojokkan akan merasa sendiri bahwa ia harus patuh, ia
berkata “kalau saya tidak memegang bahu orang- on saya orang dari siapa saya telah menerima on, giri saya mendapat nama jelek. “semua ucapan ini
Universitas Sumatera Utara
mengungkapkan hadirnya suatu keengganan dan kepatuhan hanya “demi kesopanan”, seperti dikatakan kamus bahasa jepang.
Peraturan–peraturan giri hanyalah merupakan peraturan–peraturan pembayaran kembali yang wajib, peraturan-peraturan itu bukan seperangkat
peraturan moral seperti sepuluh perintah Tuhan. Kalau seseorang dipaksa dengan giri, maka dianggap bahwa ia mungkin harus mengesampingkan rasa keadilannya
dan sering berkata, “saya tidak dapat berbuat benar gi karena giri” peraturan– peraturan giri juga tidak ada sangkut–pautnya dengan “cintailah sesama seperti
engkau mencintai dirimu sendiri; peraturan–peraturan itu tidak mengharuskan orang untuk berbuat baik dari dalam hatinya. Mereka mengatakan bahwa orang
harus melakukan giri, karena, “kalau tidak, maka ia akan disebut orang yang idak tahu giri dan ia akan dibuat malu di depan umum.” Yang membuat giri ditaati
adalah apa kata orang tentang itu. Dan memang “giri terhadap dunia” sering muncul dalam terjemahan inggris dengan “sejalan dengan pendapat umum”, dan
kamus menerjemahkan kalimat “memang harus begitu karena itu adalah giri terhadap dunia” dengan “orang tidak menerima tindakan yang lain”.
Bangsa Jepang melarang pemberian hadiah yang bernilai lebih dari hadiah yang diterima sebelumnya. Orang tidak menjadi semakin terhormat dengan
mengembalikan “beludru murni”. Salah satu komentar terburuk yang dikatakan orang tentang suatu hadiah adalah bahwa sipemberi “telah membayar kembali
ikan teri dengan ikan kakap”. Begitu juga hal–hal dengan giri. Bangsa Jepang mempunyai konvensi lain mengenai giri yang analog dengan konvensi-konvensi
barat tentang pembayaran kembali uang. Kalau pembayaran kembali
Universitas Sumatera Utara
ditangguhkan melewati batas waktu jatuh temponya, utangnya bertambah besar seakan-akan terkena bunga.
Seseorang yang “dipojokkan dengan giri” sering terpaksa membayar kembali utang–utang yang semakin membesar dengan berlalunya waktu. Giri
memiliki dua pembagian yang jelas yaitu giri terhadap dunia dan giri terhadap nama baik.
A. Giri Terhadap Dunia
Giri terhadap dunia secara harafiah diartikan “membayar kembali giri” adalah kewajiban seseorang untuk membayar On kepada sesamanya. Menurut
Mattulada dalam Nur Afni 2005:31 Giri kepada dunia adalah kewajiban- kewajiban kepada pertuanan-kaum, kepada hubungan–hubungan keluarga, seperti
pembagian uang guna kebajikan, pemberi bantuan pekerjaan, dan pada teman sekerja. Menurut Benedict 1982:152 giri terhadap dunia adalah suatu kewajiban
untuk membayar kembali semua kebaikan-kebaikan yang telah diterima. Giri terhadap dunia dapat digambarkan sebagai dipenuhinya hubungan-hubungan yang
bersifat kontrak. Berbeda dengan Gimu yaitu suatu pemenuhan kewajiban- kewajiban berdasarkan hubungan akrab yang dialami seseorang sejak lahirnya.
Jadi dapat dikatakan bahwa Giri terhadap dunia mencakup semua kewajiban yang menjadi tanggungan seseorang kepada keluarga mertuanya, sedangkan gimu pada
keluarga kandung. Giri terhadap dunia bila digabungkan pengertiannya dengan linguistik dalam kesetiaan dalam bahasa Jepang dapat berarti terimakasih dan
kesetiaan.
Universitas Sumatera Utara
B. Giri Terhadap Nama Baik
Giri terhadap nama sendiri adalah kewajiban untuk tetap menjaga kebersihan nama dan serta reputasi seseorang dari noda fitnah. Giri yang ini
adalah sederetan kebajikan, yang beberapa diantarannya seakan-akan saling bertentangan dalam pandangan orang barat, tetapi dalam pandangan orang Jepang
mempunyai kesatuan, karena merupakan kewajiban-kewajiban yang bukan pembayaran kembali terhadap kebaikan yang telah diterima, kewajiban-kewajiban
itu berada diluar lingkup On. Kewajiban-kewajiban itu adalah tindakan–tindakan yang tetap menjaga reputasi baik seseorang tanpa mendasarkannya pada suatu
utang tertentu yang sebelumnya dipunyai orang itu terhadap orang lain. Karena itu, tercakup didalamnya melaksanakan segala macam persyaratan etiket menurut
“tempat seseorang sesuai”, misalnya, kalau merasa sakit sama sekali tidak memperlihatkannya dan mempertahankan reputasi dalam profesi dan keahlian.
Giri dalam nama juga menuntut tindakan-tindakan yang yang menghilangkan noda atau cela; noda itu mengotori nama seseorang dan karena itu harus
dihilangkan. Noda itu dapat memaksa seseorang untuk membalas dendam kepada orang yang merugikan namanya atau memaksa seseorang untuk
melakukan bunuh diri, dan diantara kedua ekstrem ini terdapat segala macam kemungkinan tindakan, benedict 1982:152.
Bangsa Jepang tidak memiliki istilah tersendiri untuk “giri terhadap nama”. Mereka hanya melukiskannya sebagai giri “diluar On”. Kemudian selama orang
menjaga Giri dan membersihkan nama dari noda, orang itu tidak melakukan agresi atau perlawanan. Orang itu hanya melakukan hal yang seimbang antara
kewajiban giri dan kewajiban membayar kembali Giri. Mereka berkata bahwa
Universitas Sumatera Utara
“dunia ini miring” selama suatu penghinaan, noda atau kekalahan tidak dapat dibalas atau dihilangkan. Dimana saja kebajikan untuk menghilangkan noda atau
kehormatan seseorang ini diagungkan baik di Jepang maupun di negara barat. Intinya kebajikan itu dinilai lebih tinggi dibandingkan keuntungan material
manapun. Kalau orang mengorbankan miliknya, kelurganya dan hidupnya sendiri demi kehomatan, maka ia adalah orang bajik. Giri terhdap nama juga mencakup
banyak tingkah laku yang tenang dan terkendali, yaitu dengan tidak memperlihatkan perasaan, serta mempertahankan harga diri. Harga diri adalah
salah satu wujud dari giri terhadap nama. Contohnya wanita tidak boleh menjerit ketika melahirkan bayinya, pria harus mengatasi rasa sakit dan bahaya, kalau
banjir melanda sebuah desa di Jepang , maka setiap orang yang mempunyai harga diri , mengumpulkan barang-barang yang bisa ia bawa dan mencari tempat yang
lebih tinggi, tidak ada teriakan-teriakan, tidak ada mondar-mandir dan tidak ada kepanikan. Tingkah laku demikian itu adalah bagian dari rasa hormat seseorang
terhdap dirinya sendiri, meskipun diakui orang tersebut tidak menjiwainya. Harga diri bagi bangsa Jepang memberi kesadaran pada diri mereka bahwa
mereka harus hidup sesuai dengan tempatnya. Orang yang bisa menghargai diri sendiri adalah orang yang mampu memisahkan antara melakukan tidakan yang
sesuai dengan apa yang diharapkan dengan melakukan sesuatu yang tidak diharapkan. Jadi Giri terhadap nama juga mewajibakn sessorang untuk hidup
sesuai dengan tempat dalam hidup ini. Kalau orang gagal dalam Giri terhadap nama ini, makan ia tidak berhak menghormati dirinya sendiri.
Giri terhadap nama berarti juga memenuhi banyak macam ikatan yang ada hubungannya dengan tempat yang sesuai. Seorang yang berutang bisa
Universitas Sumatera Utara
mempertaruhkan giri terhadap namanya ketika ia meminta pinjaman, satu generasi yang lalu dikatakan orang lain bahwa “saya setuju untuk ditertawakan didepan
umum kalau saya gagal membayar kembali jumlah ini.” Kalau ia gagal, ia tidak secara harafiah dijadikan bahan tertawaan umum; di Jepang tidak ada tiang cacian
umum. Tetapi menjelang tahun baru, yaitu tanggal jatuh tempo semua utang, orang yang tidak membayar utang itu, mungkin melakukan bunuh diri untuk
membersihkan namanya. Sifat membela diri di Jepang, adalah suatu kebijaksanaan yang juga
merupakan tata krama universal untuk tidak mengatakan terus terang kepada seseorang bahwa ia telah membuat suatu kesalahan profesional.
Kepekaan ini terutama sangat terlihat dalam situasi–situasi dimana seseorang telah dikalahkan oleh orang lain. Umpamanya, bahwa orang lain lebih
diutamakan untuk suatu pekerjaan, atau bahwa yang bersangkutan telah gagal dalam ujiannya. Orang yang kalah “menyandang malu” untuk kegagalan itu.
Berbagai jenis tata krama diatur untuk menghindarkan situasi-situasi yang dapat menimbulkan rasa malu dan yang mungkin menyangkut giri seseorang terhadap
namanya. Aksi agresif yang paling ekstrem dilakukan oleh orang Jepang modren
adalah bunuh diri. Bunuh diri, kalau dilakukan dengan pantas, menurut adat mereka akan membersihkan nama dan menegakkan kembali citranya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Komik
2.2.1 Defenisi Komik
Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar
tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat
diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.
Di tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, di mana ia mendefinisikan komik sebagai tatanan gambar dan balon kata yang
berurutan, dalam sebuah buku komik. Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan teknis dan struktur komik
sebagai sequential art, susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide.
Kata komik sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “comic” yang berarti segala sesuatu yang lucu serta bersifat menghibur. Pada awalnya, sebutan
komik ditujukan untuk serangkaian gambar yang berurutan dan memiliki keterkaitan antara gambar yang satu dengan lainnya, terkadang dibantu dengan
tulisan yang berfungsi untuk memperkuat gagasan yang ingin disampaikan. Secara bahasa komik yang berasal dari bahasa yunani adalah cerita bergambar
berbentuk dua dimensi yang bercerita bermacam-macam bahkan hal yang dianggap mustahil untuk terjadi dalam kehidupan sehari hari, Rohmansyah,
2009 : 11.
Universitas Sumatera Utara
Dalam bahasa Jepang komik disebut dengan manga. Orang yang membuat manga disebut dengan mangaka. Jenis-jenis komik dilihat dari segi genre adalah
sebagai berikut :
a. Shonen
Shonen adalah sebutan untuk anime atau manga khusus bagi laki-laki. Genre ini mencakup tema yang lebih luas dan karakternnya keras dan
penuh aksi.
b. Shoujo
Shoujo adalah genre dari manga atau anime yang ditujukan untuk perempuan remaja. Biasanya komik ini lebih mengarah ke perasaan dan
drama antar karakternya.
c. Shonen-ai
Shonen-ai adalah genre dari manga atau anime yang bertemakan percintaan antara laki-laki. Genre-nya romantis tapi tanpa ada unsur
seksual.
d. Yaoi