Gimu Dan Giri Dalam Komik “Say Hello To Black Jack” Edisi 1-4 Karya Syuho Sato Sato Syuho No Dai 1 Kan Kara Dai 4 Kan Made No “Say Hello To Black Jack” Manga Ni Okeru “Gimu” To “Giri”

(1)

SKRIPSI

GIMU DAN GIRI DALAM KOMIK “SAY HELLO TO BLACK JACK” EDISI 1-4 KARYA SYUHO SATO

SATO SYUHO NO DAI 1 KAN KARA DAI 4 KAN MADE NO “SAY HELLO TO BLACK JACK” MANGA NI OKERU “GIMU” TO “GIRI”

Dikerjakan O L E H

KRISTIN JULIANA SARAGIH 070708015

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

GIMU DAN GIRI DALAM KOMIK “SAY HELLO TO BLACK JACK” EDISI 1-4 KARYA SYUHO SATO

SATO SYUHO NO DAI 1 KAN KARA DAI 4 KAN MADE NO “SAY HELLO TO BLACK JACK” MANGA NI OKERU “GIMU” TO “GIRI” Skripsi ini diajukan kepada Panitian Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh :

KRISTIN JULIANA SARAGIH 070708015

Pembimbing I Pembimbing II

Zulnaidi,S.S M.Hum Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum Nip. 196708072004011001 Nip. 196009191988031001

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Disetujui,

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Departemen S-1 Sastra Jepang Ketua Departemen

Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum Nip. 196009191988031001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul Gimu dan Giri dalam Komik “Say Hello to Black Jack” Edisi 1-4 Karya Syuho Sato ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar sarjana di Fakultas Ilmu Budaya Departemen Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih, penghargaan, serta penghormatan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada :

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. Selaku ketua Depertemen Sastra Jepang yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan segala saran dan kritikannya yang membangun.

3. Bapak Zulnaidi,S.S, M.Hum selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk membimbing penulisan skripsi ini. Semoga keiklasan Bapak mendapat balasan dari-Nya.


(5)

4. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum. Selaku dosen pembimbing II yang telah begitu sabar untuk membaca dan mengoreksi skripsi ini agar lebih baik dan benar. Semoga Bapak juga selalu disertai Tuhan.

5. M. Saragih dan E.Pasaribu selaku orang tua yang baik, yang selalu mendukung saya dalam segala hal, baik itu bantuan berupa materi dan spiritual. Semoga Mama dan Bapa sehat selalu, tetap semangat dan diberkati Tuhan.

6. Terima kasih juga buat sahabat dan adik saya, Reminisere Simanjuntak, Lenny F Sihombing, Rani L Simbolon, Eka P Ginting, Wika sevanika Ginting, Kak Dianita, Frandy M Sihombing, Evy, Silvia, Jazman dan seluruh teman-teman stambuk ’07, serta teman-teman yang lain yang tidak bisa saya sebut satu-persatu yang turut membantu dan memberi dukungan kepada saya selama ini. Tuhan memberkti kita semua.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan teman-teman yang merasa tertarik dengan semua hal yang menyangkut kejepangan.

Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, termasuk juga dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu saran dan kritik penulis terima dengan senang hati demi perbaikan untuk masa yang akan datang.

Medan, Oktober 2011 Penulis


(6)

Kristin Juliana Saragih DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………i

DAFTAR ISI…………...………ii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah……….1

1.2Perumusan Masalah…...7

1.3Ruang Lingkup Pembahasan...9

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori...10

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian...14

1.6Metode Penelitian...14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEFENISI GIMU, GIRI, KOMIK DAN PENDEKATAN SEMIOTIK 2.1 Konsep Gimu dan Giri...16

2.1.1 Konsep Gimu...16

2.1.2 Konsep Giri...19


(7)

2.2.1 Defenisi Komik...26

2.2.2 Setting komik “Say Hello To Black Jack” karya Syuho Sato...33

2.3 Pendekatan Semiotik...36

2.4 Biografi Pengarang...39

BAB III GIMU DAN GIRI DDALAM KOMIK “SAY HELLO TO BLACK JACK” KARYA SYUHO SATO 3.1 Ringkasan Cerita...40

3.2 Perilaku Gimu dan Giri dalam komik “Say Hello To Black Jack”...48

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan...63

4.2 Saran...65 DAFTAR PUSTAKA


(8)

ABSTRAK

GIMU DAN GIRI DALAM KOMIK “SAY HELLO TO BLACK JACK” EDISI 1-4 KARYA SYOHO SATO

Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu, yang saling berhubungan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya yang dilatarbelakangi oleh adanya persamaan sejarah, politik, dan kebudayaan, serta memiliki suatu aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku yang dijadikan sebagai konsep moral untuk melaksanakan hidup. Aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku pada dasarnya dapat ditunjukkan dengan adanya perilaku Gimu dan Giri, yang dijadikan konsep moral bagi masyarakat Jepang. Dalam kehidupan masyarakat Jepang konsep Gimu dan Giri dijadikan sebagai etika berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat.

Gimu adalah sekelompok kewajiban yang menjadi utang seseorang kepada negara, hukum, pemerintah, lingkaran keluarga terdekatnya atau orang tua dan kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Pembayaran kembali yang maksimalpun dari kewajiban ini masih dianggap belum cukup dan tidak ada batas jumlah dan waktu pembayarannya. Kewajiban yang ditujukan kepada pemerintah, negara dan kaisar disebut Chu. Kewajiban yang ditujukan kepada orang tua disebut Ko dan kewajiban terhadap pekerjaan disebut Nimmu.

Giri adalah utang-utang yang wajib dibayar dengan jumlah dan waktu yang tepat. Giri terbagi menjadi dua kategori yaitu pertama Giri terhadap dunia yang mencakup kewajiban tehadap Tuan pelindung, sanak keluarga jauh, orang-orang yang bukan keluarga karena On yang diterima dari mereka, dan kepada


(9)

keluarga yang tidak begitu dekat. Kedua Giri terhadap nama, dimana seseorang diwajibkan membersihkan reputasi dari penghinaan atau tuduhan atas kegagalan atau balas dendam. Giri merupakan hal yang paling berat untuk ditanggung.

Gimu dan Giri merupakan konsep-konsep moralitas yang dapat dikatakan sebagai konsep budaya yang muncul dari peringatan-peringatan rasa malu dan pemikiran bahwa rasa malu dapat dihilangkan dengan cara melunasi utang. Ketika seseorang menerima kebaikan dari orang lain, maka seseorang itu harus membayar kebaikan itu. Kalau tidak maka seseorang itu akan menanggung malu, karena budi baik yang dterima merupakan beban berat bagi orang Jepang.

Untuk mengetahui bagaimana Gimu dan Giri dalam kehidupan masyarakat Jepang, penulis menggunakan acuan berupa komik yang berjudul “Say Hello To Black Jack” edisi 1-4 karya Syuho Sato.

Untuk menganalisis komik ini, penulis menggunakan teori Gimu dan Giri untuk melihat bagaimana konsep Gimu dan Giri dalam kehidupan masyarakat Jepang dan bagaimana pencerminan Gimu dan Giri di dalam komik “Say Hello To Black Jack” melalui interaksi para tokoh cerita. Penulis menganalisis apa saja yang dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan Gimu dan Giri tersebut melalui cuplikan-cuplikan pada komik.

Setelah melakukan analisis, penulis menemukan bahwa gimu Chu, Ko, Nimmu, Giri terhadap nama, dan Giri terhadap dunia ditemukan dalam komik ini. Adapun perilaku Gimu dan Giri yang ditemukan adalah sebagai berikut:

1. Selaku mahasiswa kedokteran yang telah mendapat ijin praktek dokter, mengambil sumpah, dan diberi tanggung jawab, Dr. Saito merasa


(10)

2. Perkataan Dr. Saito yang mengatakan “Ingat, kita memegang kedokteran di Jepang”. Hal ini menunjukkan adanya kewajiban mereka terhadap negara Jepang, khususnya dibidang kedokteran. Sebagai seorang dokter Eijiro Saito memiliki kewajiban terhadap kedokteran di negaranya sendiri, untuk merawat dan menyelamatkan para pasien. Kecintaan terhadap bangsa dan negaranya ini merupakan perilaku yang mencerminkan Gimu yaitu Chu.

3. Orang tua Eijiro Saito adalah guru bahasa inggris SMP. Karena anak kedua maka ia diberi dengan nama Eijiro. Saito adalah nama keluarga biasa. Bagi Saito kata biasa menjadi sesuatu yang “kompleks”. Namun karena kesal dibilang anak-anak “biasa” maka Saito masuk fakultas kedokteran universitas Eiroku. Universitas terbaik. Saito ingin jadi yang terbaik. Supaya bisa jadi dokter, orang tua Dr. Saito telah berutang banyak. Maka untuk membalas kebaikan yang diberikan orang tuanya menyekolahkannya, Dr. Saito belajar sungguh-sungguh dan menjadi dokter yang baik. Kewajiban yang dilakukan Dr. Saito ini termasuk Gimu yaitu Ko. Bagi masyarakat Jepang, seseorang menanggung Gimu semenjak seseorang itu dilahirkan ke dalam sebuah keluarga atau bangsa.

4. Selain itu, Dr. Saito juga menunjukkan perilaku yang mencerminkan Giri terhadap nama. Yang mana Dr. Saito ingin memperbaiki namanya dengan cara


(11)

5. Bayi prematur kembar lahir dari keluarga Tanabe. Anak tersebut mengalami kelainan Down Syndrom. Suami istri Tanabe menyuruh Dr. Saito dan Dr. Takasago untuk membiarkan anak mereka meninggal. Dr. Saito, Dr. Takasago, dan seorang perawat tidak sejutu, karena membunuh adalah melanggar hukum. Namun karena tanggung jawab mereka terhadap pekerjaan sebagai dokter, mereka mengoperasi anak itu tanpa ada persetujuan dari orang tua bayi demi keselamatan bayi itu. Namun setelah pasca operasi berjalan lancar, keluarga Tanabe kembali mengakui anaknya dan berjanji membahagiakan anak mereka. dalam hal ini tanggung jawab yang dilakukan oleh Dr. Saito, Dr. Takasago dan perawat itu menunjukkan perilaku yang mencerminkan Gimu yaitu Nimmu.

6. Ketika pulang dari rumah sakit Dr. Saito menolong seorang perawat yang bernama Akagi kembali ke rumahnya. Akagi menerima kebaikan (On) dari Dr. Saito sehingga Akagi menanggung Giri terhadap Dunia. Maka untuk membalas kebaikan yang diberikan Dr. Saito, Akagi mengucapkan “Terimakasih” kepada Dr. Saito.

7. Dr. Saito bertanggung jawab pada Tuan Miyamura (pasien) yang mengalami jantung kronis. Dia tidak boleh mengatakan kalau sebenarnya pasien harus segera dioperasi. Hal itu membuat pasien tidak percaya padanya. Maka untuk mengembalikan kepercayaanya, Dr. Saito mengatakan yang sebenarnya dan


(12)

8. Tuan Miyamura yang telah sembuh dari penyakitnya, menanggung Giri kepada Dr. Saito. Maka untuk membalasnya Tuan Miyamura mengucapkan terima kasih. Dan Dr. Saito menunjukkan perilaku yang mencerminkan Gimu yaitu Nimmu.

Banyak pelajaran yang penulis dapatkan dari penelitian ini. Seperti kita harus mematuhi peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam berinteraksi dengan orang lain dimanapun kita berada. Selanjutnya kita harus mengutamkan kepentingan umum, bukan kepentingan diri sendiri. Bertanggung jawab terhadap pekerjaan kita, melakukan kewajiban-kewajiban yang seharusnya kita lakukan, membayar kembali kebaikan yang telah kita terima dari orang lain dan mengingatnya, serta Membangun perilaku Gimu dan Giri dalam diri kita. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dalam menjalani kehidupan kedepannya.


(13)

SAY HELLO TO BLACK JACK


(14)

SAY HELLO TO BLACK JACK

SAY HELLO TO BLACK JACK


(15)

Down Syndrom


(16)

      


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Masyarakat adalah sekelompok orang yang menempati suatu wilayah tertentu yang secara langsung atau tidak langsung saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhannya yang terkait oleh suatu sistem sosial melalui perasaan solidaritas dengan dilatarbelakangi oleh adanya persamaan sejarah, politik dan kebudayaan (Lukman, 1994 : 93).

Setiap masyarakat yang menempati suatu wilayah tertentu pasti memiliki kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

Kebudayaan adalah hasil budi daya manusia. Namun karena hasil budi daya manusia meliputi sebagian besar dari kehidupan bangsa, maka yang akan dibicarakan dalam skripsi ini adalah kebudayaan Jepang.

Salah satu budaya Jepang yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah budaya Gimu dan Giri. Gimu dan Giri adalah dua cara untuk membayar On.

Bagi orang Jepang, On merupakan perasaan berhutang yang paling utama dan selalu ada dalam kehidupan manusia (Benedict, 1992:121). Dengan kata lain, On adalah nilai-nilai penting yang harus dipertahankan di dalam kehidupan masyarakat Jepang yang berkaitan dengan adanya jaringan hubungan kewajiban yang saling timbal balik. Karena adanya rasa berhutang budi, maka orang Jepang


(18)

merasa berkewajiban untuk membalas budi baik orang tua, para penguasa, masyarakat dan negara. Rasa berkewajiban itu disebut Gimu.

Gimu adalah konsep pembalasan kebaikan setulus hati (Hamzon, 1995:66). Maksudnya adalah kebaikan yang telah diterima tersebut harus dibalas tanpa memikirkan untung rugi.

Gimu adalah pembayaran kembali yang maksimal pun dari kewajiban ini dianggap masih belum cukup, dan tidak ada batas waktu pembayarannya. Gimu terbagi atas tiga kategori yaitu Chu adalah kewajiban terhadap Kaisar, hukum dan negara. Ko adalah kewajiban terhadap orang tua dan nenek moyang (yang dimaksud: terhadap keturunannya), sedangkan Nimmu adalah kewajiban terhadap pekerjaan seseorang ( Benedict, 1982:125).

Giri menurut Mattulada dalam Nur Afni (2005:3) adalah rasa berkewajiban untuk membalas sikap atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain, yang setimpal. Giri adalah hutang yang harus dibayar atau dilunasi dengan perhitungan yang pasti atas suatu kebajikan yang telah diterima oleh seseorang dan kebajikan itu harus dibayar yang mempunyai batas waktu tertentu. Giri terbagi dalam dua kategori yaitu, pertama, giri terhadap dunia yang mencakup kewajiban terhadap pelindung, sanak keluarga jauh, kewajiban terhadap orang orang yang bukan keluarga karena On yang diterima dari mereka, kewajiban terhadap keluarga yang tidak begitu dekat. Kedua, giri terhadap nama seseorang. Kewajiban untuk seseorang untuk “membersihkan” reputasi dari penghinaan atau tuduhan atas kegagalan, yaitu kewajiban membalas dendam, kewajiban seseorang untuk tidak menunjukkan atau mengakui kegagalan atau ketidaktahuannya dalam melaksanakan jabatannya, kewajiban seseorang untuk mengindahkan sopan satun


(19)

Jepang, juga mewajibkan untuk hidup sesuai dengan kedudukan dan tempatnya di dalam kehidupan bermasyarakat.

Gimu dan giri merupakan etika yang melandasi perilaku dalam interaksi sosial orang Jepang. Konsep Gimu dan Giri menekankan adanya kewajiban sosial maupun moral yang dipikul seseorang untuk mengembalikan semua kebaikan dan pemberian dari orang lain. Dengan kata lain Gimu dan Giri berhubungan rasa berhutang sehingga pemenuhan Gimu dan Giri sangat diperhatikan oleh masyarakat Jepang.

Karena Gimu dan Giri adalah konsep etika yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Jepang, maka tidak menutup kemungkinan tercermin dalam sebuah karya sastra seperti dalam kehidupan masyarakat yang di dalamanya terdapat nilai budaya, nilai moral yang dapat dijadikan cerminan dan pengembangan tata kehidupan pembacanya. Nilai–nilai budaya tersebut juga tercermin dalam komik yang berjudul “Say Hello To Black Jack” karya Syuho Sato. Komik ini pernah mendapat penghargaan dalam Media Arts Festival Award dengan predikat Excellence pada tahun 2002. Manga Artis Society juga memilih karya ini sebagai manga (komik) terbaik 2004. (http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=272024)

Komik “Say Hello To Black Jack” mengupas realitas permasalahan kedokteran di Jepang. Kisahnya dimulai dari mahasiswa kedokteran, Eijiro Saito, yang baru lulus dari universitas Eiroku dan menjadi dokter magang di rumah sakit universitas. Ceritanya berjalan dalam divisi-divisi kedokteran, dari bedah jantung, penyakit dalam, perawatan bayi, anak-anak.


(20)

Cuplikan hal 6-7, dan 13 edisi 1

Wisuda fakultas kedokteran universitas Eiroku. Prof. Kasukabe : “8 ribu orang....

tiap tahun 8 ribu orang lulus dari 81 fakultas kedokteran di seluruh Jepang..”

“dan kalian adalah 80 yang terbaik dari 8 ribu tersebut!. Tanggung jawab kedokteran ada di pundak kalian!!” Seluruh mahasiswa kedoteran mengambil sumpah kedokteran. (hal 6-7). Suasana setelah selesai operasi :

Dekune : “hah...”

“aku benci kalau bisa menikmati makan setelah operasi. Ya kan Saito..?

kalau begini terus, aku akan kehilangan perasaan.” Saito : “apa maksud mu?

ingat, kita yang memegang kedokteran di Jepang!.” (hal 13). Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa selaku mahasiswa kedokteran yang telah mendapat ijin praktek dokter, mengambil sumpah dan diberi tanggung jawab, Dr. Saito merasa berkewajiban untuk menyelesaikan tugas sampai tuntas. Bahkan sampai-sampai waktu tidurnya dikurangi. Dr. Saito hanya tidur 2 jam sedangkan Dr. Dekune hanya 3 jam karena harus menyelesaikan tugas. Hal itu menunjukkan perilaku gimu yaitu Nimmu. Nimmu adalah kewajiban untuk bertangung jawab terhadap pekerjaan.

Kemudian Dr. Saito mempertegas dengan berkata “Ingat, kita memegang kedokteran di Jepang”. Hal ini menunjukkan adanya kewajiban mereka terhadap


(21)

negara Jepang khususnya dibidang kedokteran. Hal ini menceritakan Sebagai seorang dokter Eijiro Saito memiliki kewajiban terhadap kedokteran di negaranya sendiri yaitu Jepang, untuk menyelamatkan para pasien sejak mereka diberi sumpah dan ijin praktek. Kewajiban ini tidak ada batas waktu pembayarannya. Kewajiban ini disebut perilaku Gimu yaitu Chu karena kewajiban ini ditujukan untuk negara. Sehingga dapat disimpulkan peristiwa di atas menunjukkan perilaku gimu yaitu Nimmu dan Chu.

Cuplikan hal 15-16 edisi 1. Suasana di rumah sakit Seido :

Profesor RS. Seido : “jadi begini Saito, ... hari ini saya minta bantuan mu kerja

sampingan di rumah sakit ini..”

Saito : “Eijiro Saito, 25 tahun, lulusan Universitas Eiroku,... Pertama kali tugas di rumah sakit ini..”

Profesor RS. Seido : “lulusan Eiroku ya..

Orang terbaik ya...”

Saito : “ya!

Saya berusaha untuk tidak mempermalukan almamater!”

Profesor RS. Seido : “karena ini hari pertama, akan ada satu dokter yang akan


(22)

Dari percakapan diatas dapat dilihat bahwa Saito berusaha untuk mempertahankan nama baik almamater, maksudnya nama baik universitas Eiroku yaitu bekerja dengan baik. Hal ini merupakan tindakan yang mencerminkan Giri terhadap nama baik, yaitu kewajiban untuk menjaga agar reputasinya tidak ternoda. Hal ini merupakan salah satu contoh Giri terhadap nama baik.

Black Jack artinya adalah lingkaran setan yang diibaratkan seperti nebula. Nebula adalah matahari yang sudah mati berubah menjadi magnet yang menyedot benda benda sekitarnya.

Black Jack adalah situasi atau kondisi tatanan masyarakat yang sudah salah dan sudah tidak mengikuti aturan budaya Gimu dan Giri, dan yang telah masuk kealamnya sangat sulit untuk keluar kembali. Sama halnya seperti Korupsi, Nepotisme, dan Korupsi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, pemerintahan dan khususnya di dunia pekerjaan. Sulit bagi mereka yang telah melakukan KKN untuk tidak melakukannya lagi. Situasi dan kondisi inilah yang dihadapi oleh Eijiro Saito sehingga dia berkata “Say Hello To Black Jack” yang artinya “katakan halo kepada Black Jack”. Saito menyapa atau berkenalan dengan situasi, kondisi dan orang-orang yang sudah tidak mementingkan kepentingan masyarakat, melainkan diri sendiri.

Dapat dilihat dalam komik ini menceritakan tentang permasalahan dunia kedokteran di Jepang terutama di universitas Eiroku. Banyak terjadi konflik-konflik antara tokoh cerita yang diakibatkan para dokter atau pihak rumah sakit Eiroku bertindak seenaknya, tidak memikirkan pasien, dan hanya mencari kekuasaan, uang dan ketenaran. Melihat ini Eijiro Saito memberontak dengan cara


(23)

berusaha menyelamatkan pasien, sehingga orang disekitarnya tergerak hatinya untuk ikut menyelamatkan pasien, meskipun masih ada pro dan kontra didalamnya. Dalam perilakunya Eijiro Saito menunjukkan adanya perilaku Gimu dan Giri dalam dirinya. Hal inilah yang ingin disampaikan oleh pengarang dan tujuannya untuk melestarikan budaya Gimu dan Giri dan berharap para pembaca dapat meningkatkan atau melahirkan budaya Gimu dan Giri dalam diri masing-masing pembaca.

Dengan alasan di atas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis membahas tentang Gimu dan Giri dalam komik “Say Hello To Black Jack” edisi 1-4 karya Syuho Sato.

1.2 Perumusan Masalah

Komik yang bejudul “Say Hello To Black Jack” karya Syuho Sato menceritakan kisah permasalahan dunia kedokteran di Jepang. Mengungkapkan perjuangan seorang dokter magang dalam menyelamatkan pasien, kerja keras, membangun kepercayaan seorang pasien, dan menyelesaikan segala masalah yang ia hadapi di rumah sakit.

Dalam komik “Say Hello To Black Jack” banyak terdapat yang menunjukkan perilaku Gimu dan Giri oleh pelaku atau tokoh cerita. Perilaku gimu yang dimaksud adalah adanya rasa kewajiban untuk negara, hukum, dan kaisar, adanya kewajiban terhadap orang tua, terhadap orang yang bukan dikenal, tanggung jawab terhadap pekerjaan, Giri terhadap nama dan giri terhadap dunia.

Reaksi perilaku Gimu dan Giri para tokoh cerita yang dapat dilihat yaitu, pemeran utamanya adalah Eijiro Saito. Eijiro Saito adalah seorang dokter magang


(24)

di rumah sakit terbaik, universitas Eiroku. Selaku dokter yang masih magang, Eijiro Saito menerima gaji 38 Yen tiap bulannya. Eijiro Saito berasal dari keluarga sederhana. ayahnya bekerja sebagai guru SMP dan ibunya seorang petani. Saito sangat menyayangi orang tuanya yang selalu mendukung dalam mencapai cita citanya dan memenuhi kebutuhan hidup dan biaya sekolahnya, sehingga Saito bertekat untuk menjadi dokter yang baik dan hal itu ia raih dengan mendapatkan beasiswa dari universitas Eiroku. Dalam melaksanakan tugasnya Saito mengahadapi berbagai masalah. Saito selalu berusaha untuk menyelamatkan pasien. Bukan hanya itu Saito juga berusaha untuk meyakinkan pasien yang dulunya tidak percaya lagi terhadap rumah sakit Eiroku dan menjaga nama baik rumah sakit Eiroku. Hal ini menunjukkan adanya perilaku Gimu Dan Giri oleh Eijiro Saito sebagai dokter dalam melaksanakan tugasnya dan mempertahankan nama baik universitas Eiroku tempat Saito bekerja.

Pesan pengarang dalam komik “Say Hello To Black Jack” yaitu mengungkapkan budaya Gimu dan Giri dalam masyarakat Jepang dengan tujuan untuk melestarikan budaya tersebut. Diharapkan dapat membangkitkan budaya Gimu dan Giri dalam diri pembacanya.

Gimu dan Giri adalah konsep-konsep moralitas yang dapat dikatakan sebagi konsep budaya yang muncul dari peringatan-peringatan rasa malu dan pemikiran bahwa rasa malu dapat dihilangkan dengan cara melunasi hutang. Ketika seseorang menerima kebaikan maka seseorang itu harus membayar kebaikan itu. Kalau tidak, maka sereorang itu akan menanggung malu (haji), karena budi baik yang diterima merupakan beban terberat bagi orang Jepang. oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini, refleksi perilaku Gimu dan Giri tersebut


(25)

akan dicari dari komik Jepang yang berjudul “Say Hello To Black Jack” karya Syuho Sato.

Adapun rumusan masalah yang akan penulis teliti adalah :

1. Bagaimana konsep Gimu dan Giri dalam kehidupan masyarakat Jepang. 2. Bagaimana pencerminan Gimu dan Giri di dalam komik “Say Hello To

Black Jack” tersebut melalui interaksi para tokoh cerita.

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis memfokuskan pembahasannya pada konsep Gimu dan Giri yang direalisasikan dalam kehidupan dalam dunia pekerjaan masyarakat Jepang. dalam pembahasannya penulis menggunakan acuan berupa komik yang berjudul “Say Hello To Black Jack” edisi 1 sampai dengan 4 karya Syuho Sato. Perilaku Gimu dan Giri ini dapat dilihat dari interaksi para tokoh cerita atau pelaku dalam menghadapi permasalahan dunia kerja di rumah sakit. Dengan kata lain, penulis akan menunjukkan peristiwa yang berkaitan dengan adanya perilaku Gimu an Giri yang dilakukan oleh para tokoh cerita melalui pendekatan semiotik. Dalam hal ini penulis membahas komik ini terfokus pada segi ekstrinsiknya atau nilai budaya yang terkandung dalan komik tersebut. Untuk keakuratan dalam pembahasan maka penulis menjelaskan juga tentang defenisi Gimu dan Giri diambil dari cuplikan yang ada di dalam komik “Say Hello To Black Jack” tersebut.


(26)

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori A. Tinjauan Pustaka

Masyarakat adalah orang yang hidup bersama dan memiliki suatu aturan atau norma norma yang berlaku yang dijadikan sebagai konsep moral untuk melaksanakan hidup. Gimu dan Giri merupakan etika yang mendasari perilaku dalam interaksi sosial orang Jepang. konsep Gimu dan Giri menekankan adanya kewajiban sosial maupun moral yang dipikul seseorang untuk mengenbalikan semua anugrah dan pemberian yang telah diterimanya dari orang lain Benedict (1982 : 105).

Gimu adalah pembayaran kembali yang maksimal pun dari kewajiban ini dianggap masih belum cukup dan tidak ada batas waktu pembayarannya. Kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban kepada kaisar, hukum, negara, kewajiban kepada orang tua nenek moyang dan kewajiban terhadap pekerjaan, Benedict (1982 : 125)

Gimu ini harus dibayar seseorang karena adanya ikatan yang kuat dan ketat pada saat Ia dilahirkan. Gimu yang dirasakan sebagai pemenuhan kewajiban-kewajiban berdasarkan hubungan akrab yang dialami seseorang sejak lahirnya. Benedit(1982:141)

Giri menurut Mattulada dalam skripsi Nur Afni (2005:10) adalah hutang yang harus dibayar atau dilunasi dengan perhitungan yang pasti atas suatu kebajikan yang telah diterima dan memiliki batas waktu.

Pengertian lain, apabila Giri dipisah menjadi dan , maka arti adalah melakukan sesuatu dengan berkorban demi menjaga rasa malu. Walaupun


(27)

sebenarnya tidak senang untuk melakukannya. Sedangkan adalah memikirkan keuntungan dengan bekerja (Situmorang,1995:56)

Giri bisa diartikan sebagai kewajiban sosial yaitu sebuah sebuah kewajiban yang bersifat etis dan moral yang mengharuskan orang Jepang untuk bersikap seperti yang diharapkan oleh masyarakat dalam hubungan dengan individu-individu lain, dengan siapa seseorang menjalin hubungan yang istimewa atau khusus.

Menurut kamus besar Jepang, adalah kebenaran, moralitas, kemanusiaan, integritas, keutuhan, kehormatan, kesetiaan, kesatriaan dan ketaatan. Sedangkan adalah alasan, akal, keadilan, kebenaran dan prinsip.

Jadi pengertian giri adalah rasa tanggung jawab, kehormatan, keadilan, kesopanan, dan berhutang budi, ( Andrew N Nelson 2006 : 725)

Salah satu contoh wujud pengabdian tanpa batas kepada orang Jepang dan Kaisar adalah sebagai seorang dokter Eijiro Saito memiliki kewajiban untuk menyelamatkan pasiennya sejak mereka diberi sumpah dan ijin praktek, Bahwa keselamatan nyawa pasien ada ditangan dokter. Hal ini merupakan salah satu contoh perilaku budaya gimu terhadap kaisar, negara dan hukum yang disebut chu. Dan ada juga Nimmu yaitu kewajiban terhadap pekerjaan. Pasien yang diobati atau yang ditangani oleh dokter harus membayar berupa uang sesuai dengan jumlah pengobatan dan perawatan selama di rumah sakit, sehingga hal ini menimbulkan adanya kewajiban seorang dokter untuk menyelamatkan nyawa pasien. Dalam hal ini terdapat budaya Giri terhadap dunia. Adanya kewajiban


(28)

terhadap orang orang bukan keluarga, karena on yang diterima dari mereka, yaitu berupa uang.

Selain itu Giri adalah aturan pribadi yang merupakan naluri akan tugas, akan kehormatan yang memaksa mereka untuk memenuhi kewajiban-kewajiban demi kebaikan ataupun kejahatan (De Mete, 1988 : 47).

B. Kerangka Teori

Teori meringkas hasil penelitian. Dengan adanya teori, generalisasi terhadap hasil penelitian dapat dilakukan dengan mudah. Teori juga dapat memandu generalisasi-generlisasi satu sama lain secara empiris sehingga dapat diperoleh suatu ringkasan akan hubungan antar generaralisasi atau pernyataan (Nazir, 2006:20).

Teori Gimu adalah pembayaran kembali yang maksimal pun dari kewajiban ini dianggap masih belum cukup dan tidak ada batas waktu pembayarannya. Gimu terdiri atas tiga kategori yaitu: Chu, Ko, dan Nimmu. Sedangkan Giri adalah utang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sama dengan kebaikan yang diterima, dan ada batas waktu pembayarannya. Giri terdiri atas dua kategori yaitu: Giri terhadap nama baik dan giri terhadap dunia, Benedict (1982:125).

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil sebuah rujukan pada sebuah karya fiksi. Karya fiksi adalah suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan terjadi sungguh – sungguh sehingga ia tidak perlu di cari kebenarannya pada dunia nyata. Sebagai sebuah karya imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan


(29)

kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkannnya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.

Menurut Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro (1995 : 2-3) pengertian fiksi dapat diartikan sebagai “prosa naratif yang bersifat imajiner, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendratisasikan hubungan hubungan antar manusia.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan Semiotik. Pendekatan Semiotik adalah ilmu yang mempelajari lambang lambang. Sedangkan karya sastra merupakan sebuah lambang (Luxemburg 1984 : 44).

Lambang di dalam karya sastra adalah lambang bahasa yang mencerminkan sebuah nilai budaya. Sehingga kata-kata atau bahasa yang terdapat dalam komik “Say Hello To Black Jack” tersebut disimbolkan sebagai tanda yang akan diinterpretasikan sebagai wujud refleksi dari adanya perilaku Gimu dan Giri dari para tokoh cerita.

Menurut pandangan ini, sastra merupakan sebuah sistem tanda sekunder karena semiotik mempelajari bahasa alami yang dipakai dalam sastra. Ilmu tanda tanda dianggap bahwa fenomena sosial masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Di dalam karya sastra tanda tanda tersebut disimbolkan dengan kata-kata dan bahasa. Maka kata-kata dan bahasa dalam komik tersebut disimbolkan sebagai tanda yang akan diinterpretasikan. Berdasarkan pendekatan semiotik ini, maka segala hal yang berhubungan dengan nilai budaya dianggap suatu tanda, tanda tersebut akan diinterpretasikan sebagai wujud refleksi dari adanya perilaku Gimu dan Giri. Sehingga dengan pendekatan semiotik penulis


(30)

dapat mengetahui perilaku Gimu dan Giri yang dilakukan pelaku cerita di dalam komik “Say Hello To Black Jack” tersebut.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian adalah :

a. Untuk mengetahui secara umum konsep Gimu dan Giri pada masyarakat Jepang

b. Untuk mengetahui bagaimana pencerminan perilaku Gimu dan Giri yang dilakukan oleh para tokoh cerita dalam komik “Say Hello To Black Jack” tersebut.

2. Manfaat penelitian :

a. Bagi ilmu kesusastraan dapat mengetahui bahwa di dalam sebuah karya sastra terdapat sebuah nilai budaya dan nilai moral sebuah bangsa.

b. Bagi penulis mengetahui sejauh mana nilai budaya dan konsep moral dapat dicerminkan melalui sebuah karya sastra khususnya pada komik c. Bagi pihak-pihak yang sedang meneliti tentang konsep Gimu dan Giri ini

semoga dapat diambil sebuah bahan rujukan.

1.6 Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskritif yaitu menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 1976 : 29).


(31)

Moh. Nazir menerangkan bahwa penelitian deskriptif mempelajari masalah–masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situas-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses–proses yang sedang berlangsung dan pengaruh dari satu fenomena (Nazir, 1988 : 84).

Selain itu penulisan ini akan menyatakan sesuatu dengan memaparkan atau menjabarkan tentang keadaan umum karakter dan ciri-ciri yang dimiliki oleh objek yang akan diteliti. Dalam penulisan skripsi ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yaitu dengan cara mengumpulkan, membaca dan mempelajari buku-buku dan catatan ilmiah yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti, yaitu dengan membaca komik yang menjadi objek utama yang akan dibahas.


(32)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG DEFENISI GIMU, GIRI, KOMIK, DAN PENDEKATAN SEMIOTIK.

Manusia adalah makhluk sosial. Kenyataan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain menuntutnya untuk berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat dimana ia tinggal. Karena masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang mempunyai aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku yang dijadikan sebagai konsep moral untuk melaksanakan hidup. Maka Gimu dan Giri merupakan etika yang melandasi perilaku dalam interaksi sosial orang Jepang. konsep Gimu dan Giri menekankan adanya kewajiban sosial maupun moral yang dipikul seseorang untuk mengembalikan semua anugerah dan pemberian yang telah diterimanya dari orang lain.

2.1Konsep Gimu dan Giri 2.1 Konsep Gimu

Gimu adalah pembayaran kembali yang maksimalpun dari kewajiban ini dianggap masih belum cukup, dan tidak ada batas waktu pembayarannya, Benedict (1982:125). Dengan kata lain kewajiban ini tidah pernah dapat dilakukan sepenuhnya dan tidak pernah berakhir sepanjang hayat seseorang.

Gimu adalah sekelompok kewajiban yang menjadi utang seseorang kepada lingkaran keluarga terdekatnya dan kepada penguasa yang menjadi lambang negaranya, cara hidupnya, dan cinta kepada negaranya. Gimu ini harus


(33)

dibayar seseorang karena adanya ikatan-ikatan yang kuat dan ketat pada saat ia dilahirkan. Beberapa tindakan ketaatan tertentu mungkin dilaksanakan dengan enggan sekali, namun Gimu tidak pernah didefenisikan sebagai keengganan. Sehingga orang-orang menganggap tentang Gimu ini adalah pembayaran utang tanpa batas sehingga disebut “orang tidak pernah dapat membayar kembali sepersepuluh ribu dari On ini”.

Menurut Mattulada dalam Nur Afni, (2005:28) Gimu merupakan sekumpulan kewajiban atau tugas yang dipunyai seseorang sejak kelahirannya samapai kepada kematiannya untuk dilaksanakan tanpa batas dan tanpa akhir. Gimu merupakan suatu bentuk kewajiban atau tugas kepada lingkungan keluarga terdekat, kepada penguasa yang menjadi simbol negerinya yang telah mengikat kesetiaannya semenjak seseorang itu lahir dalam lingkungan keluarga dan bangsanya.

On yang diterima dengan pembayaran kembali secara Gimu sama sekali tidak dapat dihindari oleh setiap orang Jepang. Namun karena tidak ada ketentuan mengenai bentuk, cara dan waktu pembayarannya, maka seseorang tidak merasa keberatan untuk menerima On dengan resiko gimu ini. Artinya tidak ada rasa terpaksa dan keengganan di dalam melakukan pembayaran terhadap On yang diterima, karena gimu adalah suatu kewajiban moral yang tidak terlalu mengikat. Kewajiban gimu yang ditujukan kepada kaisar (Chu), kepada orang tua (Ko), dan terhadap pekerjaan (Nimmu). Jenis kewajiban ini merupakan suatu keharusan dan merupakan nasib universal seseorang. Peristiwa-peristiwa dalam hidup seseorang dapat mengubah detail-detail gimu orang tersebut, tetapi secara otaomatis Gimu terdapat pada semua orang dan berada di atas semua kejadian yang tidak disengaja.


(34)

Jenis gimu diatas adalah jenis Gimu tanpa syarat. Jenis kewajiban Gimu ada tiga yaitu: Chu, Ko dan Nimmu.

A. Chu

Chu adalah salah satu jenis kewajiban gimu yang ditujukan kepada kaisar, hukum dan negara. Kewajiban Gimu Chu adalah konsep balas budi dari pengikut terhadap tuan, bukan balas budi terhadap orang tuanya. Dalam zaman edo konsep Chu adalah balas budi bushi terhadap tuan, balas budi tuan terhadap shogun, sehingga konsep Chu ini bertumpuh ditangan shogun, Situmorang (1995:67).

Benedict (1982:133) mengatakan bahwa konsep Chu adalah pemimpin sekuler yaitu shogun. Kesetiaan pada shogun sering bertentangan dengan kesetiaan bushi kepada tuan. Kesetiaan pada shogun dirasakan sesuatu yang terpaksa sehingga dikatakan terasa dingin, tidak sehangat kesetiaan terhadap tuan. Oleh karena itu orang Jepang berpendapat bahwa patuh pada hukum merupakan pembayaran kembali atas utangnya kepada kaisar.

B. Ko

Ko adalah kewajiban terhadap orang tua dan nenek moyang (yang dimaksud terhadap keturunannya), Benedict (1982:125). Kewajiban Gimu Ko adalah pembayaran On kepada orang tua sendiri, yaitu setiap orang Jepang telah menyadari telah menerima On dari orang tuannya masing-masing. On tersebut adalah segala hal yang telah dilakukan oleh orang tuannya untuk membesarkannya hingga mampu mandiri. Di Jepang tidak ada ungkapan yang mengatakan “kewajiban bapak terhadap anak-anaknya” dan semua tugas seperti itu dicakup oleh Ko kepada orang tua dan kepada orang tuanya orang tua (leluhur). Bakti filial ini meletakkan semua tanggung jawab yang banyak ke atas pundak


(35)

kepala keluarga untuk mencari nafkah kepada anak-anaknya, mendidik putra-putranya dan adik-adik lelakinya mengurus pengolahan tanah keluarga, memberikan tempat berlindung kepada sanak keluarga yang memerlukan.

C. Nimmu

Nimmu adalah kewajiban terhadap pekerjaan. Yang dimaksud disini adalah bertanggung jawab atas pekerjaan yang di tugaskan kepadanya sampai tuntas. Mengutamakan kepentingan umum dibandingkan kepentingan individu atau perseorangan. Contoh perilaku yang mencerminkan adanya budaya Gimu khususnya di Jepang adalah karoshi. Karoshi adalah mati karena bekerja berlebihan atau overtime working. Para karyawan melakukan karoshi ini adalah karena mereka merasa berkewajiban atau merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas demi perusahaan mereka.

2.1.1 Konsep Giri

Pengertian Giri bila dilihat dari karakter kanjinya dibagi menjadi Gi dan Ri, yaitu Gi ( ) adalah kebenaran, moralitas, kemanusiaan, integritas, keutuhan, kehormatan, kesetiaan, kesatriaan dan ketaatan. Sedangkan adalah alasan, akal, keadilan, kebenaran dan prinsip. Jadi secara harafiah pengertian giri adalah rasa tanggung jawab, kehormatan, keadilan, kesopanan, dan berhutang budi, ( Andrew N Nelson 2006 : 725)

Mattulada mengatakan dalam Nur Afni (2005:30) bahwa Giri merupakan hutang yang harus dilunasi dengan perhitungan yang pasti atas suatu kebajikan yang diterima yang mempunyai batas waktu. Dalam pengertian lain Giri adalah suatu kewajiban untuk membalas sikap atau kebaikan yang telah diterima dari orang lain dengan setimpal. Oleh karena itu, “Giri” begitu kata


(36)

pepatah orang Jepang adalah “sesuatu yang paling berat untuk ditanggung”. Kemudian Ruth Benedict mengatakan Giri bagi orang Jepang adalah yang paling berat.

Selanjutnya dari segi pertukaran, Giri mempunyai batasan yanng lebih jelas dari Gimu. On yang berlaku diantara dua pihak yang memiliki hubungan yang hierarkis dalam pengembaliannya tidak mengenal batas. Sedangkan Giri merupakan kewajiban untuk mengembalikan semua anugrah yang pernah diterima dengan nilai yang sama persis. Sehingga pemenuhan kewajiban Giri yang kurang dari nilai yang diterima menyebabkan seseorang dicap sebagai orang yang tidak tahu Giri. Sehingga orang Jepang berusaha sebisa mungkin untuk menghindari celaan yang ditakuti, “orang yang tidak tahu giri”.

Jepang mengagungkan tema balas dendam sama seperti mengagungkan kesetiaan sampai mati. Dan keduannya adalah giri; kesetiaan adalah giri kepada penguasa dan pembalasan dendam atas suatu penghinaan adalah giri kepada nama baiknya sendiri. Di Jepang, kedua giri itu adalah dua sisi dari perisai yang sama.

Meskipun demikian, sekarang cerita-cerita lama tentang kesetiaan itu merupakan impian di siang hari yang menyenangkan bagi orang jepang, karena “membayar kembali giri” tidak lagi berupa kesetiaan kepada penguasa seseorang yang sah, melainkan memenuhi segala macam kewajiban terhadap berbagai macam orang.

Orang yang dipojokkan akan merasa sendiri bahwa ia harus patuh, ia berkata “kalau saya tidak memegang bahu orang- on saya (orang dari siapa saya telah menerima on), giri saya mendapat nama jelek. “semua ucapan ini


(37)

mengungkapkan hadirnya suatu keengganan dan kepatuhan hanya “demi kesopanan”, seperti dikatakan kamus bahasa jepang.

Peraturan–peraturan giri hanyalah merupakan peraturan–peraturan pembayaran kembali yang wajib, peraturan-peraturan itu bukan seperangkat peraturan moral seperti sepuluh perintah Tuhan. Kalau seseorang dipaksa dengan giri, maka dianggap bahwa ia mungkin harus mengesampingkan rasa keadilannya dan sering berkata, “saya tidak dapat berbuat benar (gi) karena giri” peraturan– peraturan giri juga tidak ada sangkut–pautnya dengan “cintailah sesama seperti engkau mencintai dirimu sendiri; peraturan–peraturan itu tidak mengharuskan orang untuk berbuat baik dari dalam hatinya. Mereka mengatakan bahwa orang harus melakukan giri, karena, “kalau tidak, maka ia akan disebut orang yang idak tahu giri dan ia akan dibuat malu di depan umum.” Yang membuat giri ditaati adalah apa kata orang tentang itu. Dan memang “giri terhadap dunia” sering muncul dalam terjemahan inggris dengan “sejalan dengan pendapat umum”, dan kamus menerjemahkan kalimat “memang harus begitu karena itu adalah giri terhadap dunia” dengan “orang tidak menerima tindakan yang lain”.

Bangsa Jepang melarang pemberian hadiah yang bernilai lebih dari hadiah yang diterima sebelumnya. Orang tidak menjadi semakin terhormat dengan mengembalikan “beludru murni”. Salah satu komentar terburuk yang dikatakan orang tentang suatu hadiah adalah bahwa sipemberi “telah membayar kembali ikan teri dengan ikan kakap”. Begitu juga hal–hal dengan giri. Bangsa Jepang mempunyai konvensi lain mengenai giri yang analog dengan konvensi-konvensi barat tentang pembayaran kembali uang. Kalau pembayaran kembali


(38)

ditangguhkan melewati batas waktu jatuh temponya, utangnya bertambah besar seakan-akan terkena bunga.

Seseorang yang “dipojokkan dengan giri” sering terpaksa membayar kembali utang–utang yang semakin membesar dengan berlalunya waktu. Giri memiliki dua pembagian yang jelas yaitu giri terhadap dunia dan giri terhadap nama baik.

A. Giri Terhadap Dunia

Giri terhadap dunia secara harafiah diartikan “membayar kembali giri” adalah kewajiban seseorang untuk membayar On kepada sesamanya. Menurut Mattulada dalam Nur Afni (2005:31) Giri kepada dunia adalah kewajiban-kewajiban kepada pertuanan-kaum, kepada hubungan–hubungan keluarga, seperti pembagian uang guna kebajikan, pemberi bantuan pekerjaan, dan pada teman sekerja. Menurut Benedict (1982:152) giri terhadap dunia adalah suatu kewajiban untuk membayar kembali semua kebaikan-kebaikan yang telah diterima. Giri terhadap dunia dapat digambarkan sebagai dipenuhinya hubungan-hubungan yang bersifat kontrak. Berbeda dengan Gimu yaitu suatu pemenuhan kewajiban-kewajiban berdasarkan hubungan akrab yang dialami seseorang sejak lahirnya. Jadi dapat dikatakan bahwa Giri terhadap dunia mencakup semua kewajiban yang menjadi tanggungan seseorang kepada keluarga mertuanya, sedangkan gimu pada keluarga kandung. Giri terhadap dunia bila digabungkan pengertiannya dengan linguistik dalam kesetiaan dalam bahasa Jepang dapat berarti terimakasih dan kesetiaan.


(39)

B. Giri Terhadap Nama Baik

Giri terhadap nama sendiri adalah kewajiban untuk tetap menjaga kebersihan nama dan serta reputasi seseorang dari noda fitnah. Giri yang ini adalah sederetan kebajikan, yang beberapa diantarannya seakan-akan saling bertentangan dalam pandangan orang barat, tetapi dalam pandangan orang Jepang mempunyai kesatuan, karena merupakan kewajiban-kewajiban yang bukan pembayaran kembali terhadap kebaikan yang telah diterima, kewajiban-kewajiban itu berada diluar lingkup On. Kewajiban-kewajiban itu adalah tindakan–tindakan yang tetap menjaga reputasi baik seseorang tanpa mendasarkannya pada suatu utang tertentu yang sebelumnya dipunyai orang itu terhadap orang lain. Karena itu, tercakup didalamnya melaksanakan segala macam persyaratan etiket menurut “tempat seseorang sesuai”, misalnya, kalau merasa sakit sama sekali tidak memperlihatkannya dan mempertahankan reputasi dalam profesi dan keahlian. Giri dalam nama juga menuntut tindakan-tindakan yang yang menghilangkan noda atau cela; noda itu mengotori nama seseorang dan karena itu harus dihilangkan. Noda itu dapat memaksa seseorang untuk membalas dendam kepada orang yang merugikan namanya atau memaksa seseorang untuk melakukan bunuh diri, dan diantara kedua ekstrem ini terdapat segala macam kemungkinan tindakan, benedict (1982:152).

Bangsa Jepang tidak memiliki istilah tersendiri untuk “giri terhadap nama”. Mereka hanya melukiskannya sebagai giri “diluar On”. Kemudian selama orang menjaga Giri dan membersihkan nama dari noda, orang itu tidak melakukan agresi atau perlawanan. Orang itu hanya melakukan hal yang seimbang antara kewajiban giri dan kewajiban membayar kembali Giri. Mereka berkata bahwa


(40)

“dunia ini miring” selama suatu penghinaan, noda atau kekalahan tidak dapat dibalas atau dihilangkan. Dimana saja kebajikan untuk menghilangkan noda atau kehormatan seseorang ini diagungkan baik di Jepang maupun di negara barat. Intinya kebajikan itu dinilai lebih tinggi dibandingkan keuntungan material manapun. Kalau orang mengorbankan miliknya, kelurganya dan hidupnya sendiri demi kehomatan, maka ia adalah orang bajik. Giri terhdap nama juga mencakup banyak tingkah laku yang tenang dan terkendali, yaitu dengan tidak memperlihatkan perasaan, serta mempertahankan harga diri. Harga diri adalah salah satu wujud dari giri terhadap nama. Contohnya wanita tidak boleh menjerit ketika melahirkan bayinya, pria harus mengatasi rasa sakit dan bahaya, kalau banjir melanda sebuah desa di Jepang , maka setiap orang yang mempunyai harga diri , mengumpulkan barang-barang yang bisa ia bawa dan mencari tempat yang lebih tinggi, tidak ada teriakan-teriakan, tidak ada mondar-mandir dan tidak ada kepanikan. Tingkah laku demikian itu adalah bagian dari rasa hormat seseorang terhdap dirinya sendiri, meskipun diakui orang tersebut tidak menjiwainya.

Harga diri bagi bangsa Jepang memberi kesadaran pada diri mereka bahwa mereka harus hidup sesuai dengan tempatnya. Orang yang bisa menghargai diri sendiri adalah orang yang mampu memisahkan antara melakukan tidakan yang sesuai dengan apa yang diharapkan dengan melakukan sesuatu yang tidak diharapkan. Jadi Giri terhadap nama juga mewajibakn sessorang untuk hidup sesuai dengan tempat dalam hidup ini. Kalau orang gagal dalam Giri terhadap nama ini, makan ia tidak berhak menghormati dirinya sendiri.

Giri terhadap nama berarti juga memenuhi banyak macam ikatan yang ada hubungannya dengan tempat yang sesuai. Seorang yang berutang bisa


(41)

mempertaruhkan giri terhadap namanya ketika ia meminta pinjaman, satu generasi yang lalu dikatakan orang lain bahwa “saya setuju untuk ditertawakan didepan umum kalau saya gagal membayar kembali jumlah ini.” Kalau ia gagal, ia tidak secara harafiah dijadikan bahan tertawaan umum; di Jepang tidak ada tiang cacian umum. Tetapi menjelang tahun baru, yaitu tanggal jatuh tempo semua utang, orang yang tidak membayar utang itu, mungkin melakukan bunuh diri untuk membersihkan namanya.

Sifat membela diri di Jepang, adalah suatu kebijaksanaan yang juga merupakan tata krama universal untuk tidak mengatakan terus terang kepada seseorang bahwa ia telah membuat suatu kesalahan profesional.

Kepekaan ini terutama sangat terlihat dalam situasi–situasi dimana seseorang telah dikalahkan oleh orang lain. Umpamanya, bahwa orang lain lebih diutamakan untuk suatu pekerjaan, atau bahwa yang bersangkutan telah gagal dalam ujiannya. Orang yang kalah “menyandang malu” untuk kegagalan itu. Berbagai jenis tata krama diatur untuk menghindarkan situasi-situasi yang dapat menimbulkan rasa malu dan yang mungkin menyangkut giri seseorang terhadap namanya.

Aksi agresif yang paling ekstrem dilakukan oleh orang Jepang modren adalah bunuh diri. Bunuh diri, kalau dilakukan dengan pantas, menurut adat mereka akan membersihkan nama dan menegakkan kembali citranya.


(42)

2.2 Komik

2.2.1Defenisi Komik

Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.

Di tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, di mana ia mendefinisikan komik sebagai "tatanan gambar dan balon kata yang berurutan, dalam sebuah buku komik." Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku

Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan teknis dan struktur komik

sebagai sequential art, "susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide".

Kata komik sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “comic” yang berarti segala sesuatu yang lucu serta bersifat menghibur. Pada awalnya, sebutan komik ditujukan untuk serangkaian gambar yang berurutan dan memiliki keterkaitan antara gambar yang satu dengan lainnya, terkadang dibantu dengan tulisan yang berfungsi untuk memperkuat gagasan yang ingin disampaikan. Secara bahasa komik yang berasal dari bahasa yunani adalah cerita bergambar berbentuk dua dimensi yang bercerita bermacam-macam bahkan hal yang dianggap mustahil untuk terjadi dalam kehidupan sehari hari, (Rohmansyah, 2009 : 11).


(43)

Dalam bahasa Jepang komik disebut dengan manga. Orang yang membuat manga disebut dengan mangaka. Jenis-jenis komik dilihat dari segi genre adalah sebagai berikut :

a. Shonen

Shonen adalah sebutan untuk anime atau manga khusus bagi laki-laki. Genre ini mencakup tema yang lebih luas dan karakternnya keras dan penuh aksi.

b. Shoujo

Shoujo adalah genre dari manga atau anime yang ditujukan untuk perempuan remaja. Biasanya komik ini lebih mengarah ke perasaan dan drama antar karakternya.

c. Shonen-ai

Shonen-ai adalah genre dari manga atau anime yang bertemakan percintaan antara laki-laki. Genre-nya romantis tapi tanpa ada unsur seksual.

d. Yaoi

Yaoi adalah genre manga atau anime yang fokus pada hubungan homoseksual antara karakter laki-laki pada umumnya eksplisit secara seksual.

e. Shoujo ai

Shoujo ai adalah genre manga atau anime yang bertemakan percintaan antara perempuan. Genrenya romantis tapi ada unsur seksual.


(44)

Yuri adalah genre manga atau anime yang fokus pada hubungan percintaan antara sesama wanita pada umumnya eksplisit secara seksual. Saat pertama kali komik muncul, ceritanya biasanya bertema superhero yang menyelamatkan orang-orang tanpa balas budi, namun sekarang komik telah berkembang menjadi berbagai macam pilihan tema. komik di masa kini sangat berbeda apabila dibandingkan dengan komik-komik pendahulunya. Tulisan yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai pendukung gambar, kini telah berperan lebih dari sekedar pendukung gambar, bahkan tidak jarang memiliki kedudukan yang setara dengan gambar. Gagasan dan gambar menjadi semakin kompleks dengan banyaknya simbol yang harus dipahami terlebih dahulu oleh para pembacanya. Sekarang komik tidak hanya untuk mengisi dan menambah imajinasi saja, tetapi juga dapat memberitahukan sejarah, perekonomian, keadaan masyarakat, budaya, nilai-niali sosial, dan bahkan bisa menjukkan keadaan geografi suatu daerah. Misalnya komik Samurai Deeper Kyo, walaupun hanya sebuah karangan fiksi, tetapi karena ada unsur sejarahnya, maka komik itu dapat menunjukan keadaan Jepang saat setelah adanya perang Sekigahara.

Oleh karena itu sekarang pasar komik bertambah luas karena komik tidak lagi hanya diperuntukkan bagi anak-anak saja, namun juga bagi remaja hingga orang dewasa. Kandungan cerita dalam komik bagi anak-anak dan orang dewasa jelas memiliki perbedaan, baik dari segi tema maupun isi. Komik anak-anak lebih banyak menceritakan kehidupan sehari-hari, pengenalan terhadap lingkungan maupun manusia lainnya. Sedangkan komik bagi remaja, tidak sedikit yang membahas masa-masa puber, berkisah mengenai kehidupan yang harus dijalani, serta langkah-langkah menuju kedewasaan. Kemudian komik untuk orang dewasa


(45)

misalnya berisi mengenai kehidupan berkeluarga, kehidupan wanita maupun pria, karir di tempat kerja. Ini menunjukan bahwa komik semakin banyak digemari dan semakin memasyarakat. Perkembangan ini tentu saja membuat berbagai negara-negara di dunia untuk membuat komik yang berkualitas tinggi dan mengekspornya ke negara lain untuk meningkatkan pendapatannya. Negara-negara yang telah mempunyai industri komik besar adalah Jepang, Amerika, Hongkong dll.

Manga merupakan sebutan untuk komik di Jepang. komik Jepang yang paling tua dan terkenal pertama kali ditemukan di gudang shooshooin di Nara yang memperlihatkan berbagai ekspresi wajah manusia dengan mata yang keluar dan melotot dalam bentuk Fusakumen, ada juga karikatur yang disebut Daidaron, menggambarkan mata yang terbelalak dan orang berjenggot. Ada juga karikatur yaiu gambar yang terdapat pada langit-langit kondoo (gedung utama) kuil Budha

Hooryuuji pada abad ke-7 dan panggung bangunan Barhma dan Indra di kuil

Tooshoodaiji pada abad ke-8. Dalam gambar komik ni terdapat unsur-unsur

religius dan nilai-nilai tradisi.

Di Zaman Heian, terdapat gambar komik yang disebut Oko-e yang populer sebagai hobi kalangan kaum penguasa. Kemudian diakhir zaman Heian juga terdapat gulungan surat bergambar Choju Jinbutsu Giga karya biksu oba Soojoo. Menggambarkan binatang yang bersikap seperti manusia dengan garis artistiknya yang sederhana dan bentuknya dilebih-lebihkan.


(46)

Pada abad ke-12, terdapat gulungan surat bergambar yang terkenal disebut

Shigisan Engi Emaki, menggambarkan gerakan yang dinamis. Dalam gambar

tersebut terdapat adengan pendeta Budha Myoren membuat sebuah panci ajaib terbang ke udara dan membawa gudang beras orang kaya ke puncak gunung.

Kemudian pada zaman Kamakura, (1185-1333) seiring dengan perkembangan agama budha, komik juga terlihat pad gulungan surat bergambar seperti Jigoku Zooshi dalam bentuk adengan gambar neraka dan dalam bentuk penderitaan, yang memperlihatkan adengan yang berhubungan dengan kematian.

Di zaman Edo (1603-1867) pertumbuhan kebudayaan populer memberian semangat baru dalam komik yang merebut daya tarik lebih besar dalam bentuk buku cetakan blok kayu, seperti pada lukisan Ootsure-e yang dibuat dengan tekanan kuasyang kasar, lukisan Toba-e dengan sindirannya terhadap manusia.

Istilah komik pertama kali digunakan oleh pelukis Ukiyo-e yang terkenal yaitu Hokusai Katsushika. Pada zaman Showa (1926-1989) yang dikenal juga abad manga anak-anak, dimana saat itu manga mmulai berkembang pesat, dalam selang waktu satu tahun telah diterbitkan sekitar 500 juta manga. dari prestasi yang dicapai ini Jepang bisa dibilang sebagai “kerajaan manga” yang mulai bangkit setelah melewati masa perang lewat manga anak-anak.

Berkembangnya teknologi produksi manga pada pasca perang dunia II muncul seorang komikus Jepang yang berbakat yaitu Osamu Tezuka. Komik Jepang adalah peniruan dari film animasi Walt Disney oleh Ozamu Tezuka (1928-1989) dan merupakan cikal bakal dari komik Jepang modern. Beliau mengekspresikan gerakan film-film animasi Walt Disney ke dalam komik Jepang.


(47)

Karya-karya beliau setelah akhir perang dunia II membuka era baru untuk komik Jepang.

Karena pada mulanya komik di Jepang adalah peniruan dari film animasi dari Walt Disney maka saat itu para penggemar komik Jepang adalah anak-anak. Namun pada tahun 1959 mulai diterbitkan dua majalah mingguan untuk anak laki-laki yaitu Shonen Magazine dan Shonen Sunday. Saat itu hiburan untuk anak di Jepang hanyalah komik saja, belum ada anime (sebutan untuk film animasi di Jepang) dan tentu saja belum ada game komputer. Sepuluh tahun kemudian, majalah komik untuk remaja mulai terbit, Manga Action (1967), Young Comic (1967), Play Comic (1968) dan Big Comic (1967). Pembaca komik yang usianya kurang lebih sembilan tahun pada tahun 1959, maka pada saat itu (tahun 1967) mereka telah berumur kurang lebih delapan belas tahun dan telah masuk masa remaja sehingga mereka mau membaca komik yang cocok dengan usia dan selera mereka.

Kemudian dari tahun ke tahun komik Jepang terus berkembang dengan munculnya mangaka-mangaka baru yang menghasilkan genre-genre baru yang lebih variatif dan menarik, seperti Gundam, One Piece, Naruto, Bleach, Slam Dunk dan lain-lain.

Selain komik Jepang, majalah mingguan komik yang setiap minggu muncul juga penarik para penggemar manga di Jepang. Majalah mingguan ini biasanya berisi minimal 400 halaman atau lebih dan juga berisi minimal lima judul komik. Di Jepang majalah komik digolongkan menurut usia dan jenis kelamin pembacanya.


(48)

Misalnya ada Shonen Magazine dan Shonen Jump, kedua-duanya mempunyai eksemplar jutaan dan majalah komik yang paling besar di Jepang. Shonen artinya artinya anak laki-laki, berarti shonen manga artinya komik untuk anak laki-laki usia SD dan SMP. Ada juga Nakayoshi (artinya sahabat) dan Shojo Comic, majalah ini diterbitkan untuk anak perempuan usia SD dan SMP. Untuk para remaja diterbitkan juga majalah Young Comic dan Young Jump. Masih ada penggolongan lainnya yaitu Ladies Comic yaitu komik untuk perempuan yang usianya kira-kira 20-30 tahun dan ada juga majalah dewasa umum, yaitu majalah komik yang diterbitkan khusus dewasa dan remaja yang usianya di bawah 18 tahun tidak diperbolehkan untuk membelinya.

Kebanyakan komik dari Jepang telah dibuat anime (film animasi) yang sesuai dengan cerita yang terkandung di dalam komik tersebut sejak tahun 1950 untuk menigkatkan penjualan dan mempromosikan kepada masyarakat, sehingga selain membaca, para penggemar komik juga dapat melihat filmnya. Seperti : Crayon Shinchan, Doraemon, Dragon Ball, Gundam. One Piece dan lain-lain. (Rohmansyah, www.sembaraang.blogspot.com).


(49)

2.2.2 Setting komik “Say Hello To Black Jack” karya Syuho Sato

Setting atau latar adalah situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerit termasuk didalamnya lingkungan geografis, rumah tangga, pekerjaan, benda-benda dan alat-alat yang berkaitan dengan tempat peristiwa cerita waktu, suasana maupun periode sejarah.

A. Latar Tempat

Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang digunakan mmungkin berupa tempat-tempat dengan nama-nama tertentu, ataupun lokasi tertentu tanpa nama yang jelas. Adapun latar tempat terjadinya peristiwa dalam komik “Say Hello To Black Jack” edisi 1-4 adalah sebagai berikut:

1. Universitas Eiroku

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Wisuda fakultas kedokteran universitas Eiroku...” (Hal 6 chapter 1 Edisi 1)

2. Rumah Sakit Universitas Eiroku

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Sudah tiga bulan sejak lulus dari Universitas Eiroku aku magang di rumah sakit universitas ini” (Hal 11 chapter 1 Edisi 1).


(50)

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Rumah sakit Seido, tempat tidur ada 120. Rumah sakit berskala besar yang menopang daerah sini” (Hal 19 chapter 1 Edisi 1).

4. Di perempatan jalan raya

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Pria berumur 60 tahun pingsan tertabrak di perempatan!!” (Hal 24 chapter 1 Edisi 1)

5. Ruang operasi

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Kalau sudah siap, segera ke ruang operasi! Nanti saya jelaskan kalu sudah berkumpul semua.” (Hal 71 chapter 2 Edisi 1).

6. Rumah

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Sampai di rumah ada kartu pos dari tempat aku bekerja sampingan dulu”. (Hal 100 chapter 3 Edisi 1).

7. Pemandian air panas Atami

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Pertemuan perkumpulan dokter bedah pertama universitas Eiroku ke-91 di pemandian air panas Atami”. (hal 151 chapter 5 Edisi 1).


(51)

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “ rumah saya ada di shinano machi” (Hal 186 chapter 6 Edisi 1).

9. Bukit

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Dasar! Kenapa bikin rumah sakit diatas bukit seperti ini? Bis juga datang 30 menit sekali” (Hal 102 Chapter 7 Edisi 1).

10. Di depan stasiun

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Ada klub malam bernama K di depan stasiun” ( Hal 34 chapter 7 Edisi 2).

11.Rumah sakit Minami Rinkan

Hal ini terlihat jelas pada pada gambar pada saat Eijiro Saito menemui Dr. Kita.

(Hal 119 chapter 13 Edisi 2).

12.Kokubunji

Hal ini terlihat jelas pada pada kalimat berikut : “Michiba kalau kau tak mau mengangkat telepon, aku akan ke tempatmu di Kokubunji” (Hal 43 chapter 18 Edisi 2).


(52)

Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan dengan waktu faktual atau waktu yanng ada kaitanya dengan sejarah.

Latar waktu pada cerita ini dimulai dengan suasana upacara wisuda mahasiswa fakultas kedokteran universitas Eiroku pada saat direkturnya melakukan pidato disiang hari. Hal ini dapat dilihat pada hal 6 sampai 7 chapter 1 edisi 1 yang mennyatakan: “8 ribu orang tiap tahun, 8 ribu orang lulus dari fakultas kedokteran di seluruh Jepang. dan kalian adalah 80 yang terbaik dari 8 ribu tersebut! Tanggung jawab kedokteran ada di pundak kalian”.

Latar waktu yang menyatakan bulan juga terdapat dalam cerita ini. Hal ini dapat dilihat pada kalimat : “Sudah 3 bulan sejak lulus dari universitas Eiroku, aku magang di rumah sakit universitas ini”. Hal 11 chapter 1 edisi 1.

Latar waktu yang menggunakan tahun juga ada, Hal ini dapat dilihat pada kalimat : “Untuk jadi dokter, harus kuliah 6 tahun dan lulus ujian negara”. Hal 12 chapter 1 edisi1.

Latar waktu hari dan jam dapat dilihat pada kalimat: “Tiap hari bekerja rata-rata 16 jam”. Hal 14 chapter 1 edisi 1.

Latar waktu malam dapat terlihat pada kalimat berikut : “Piket malam hari hanya ada satu dokter magang, di Jepang hal ini justru sudah umum, kalau tak ingin mati, sebaiknya jangan berkendaraan di malam hari”. Hal 36 chapter 1 edisi 1.


(53)

Latar waktu minggu dapat dilihat pada kalimat : “Sudah seminggu sejak malam itu aku belum menemukan jawabannya”. Hal 65 chapter 1 edisi 1.

Latar waktu yang menunjukkan pagi hari dapat dilihat pada kalimat: “pukul 1 lewat 20 menit dini hari, tubuh tuan Kaneko (75 tahun) menjadi aneh, denyut jantungnya berhenti”. Hal 114 chapter 3 edisi 1.

Latar waktu yang menunjukkan siang hari terlihat pada kalimat berikut : “Sudah makan siang Saito?”. Hal 12 chapter 8 edisi 2.

2.3Pendekatan Semiotik

Ilmu tanda–tanda menganggap fenomena masyarakat dan kebudayaan sebagai tanda–tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan–aturan dan konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut memiliki arti. Dalam pandangan semoitik yang berasal dari teori Saussure, bahasa merupakan sebuah sistem tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna.

Pelekat dasar teori semiotik ada dua orang, yaitu Ferdinand de Sassure dan Charles Sanders Peeirce. Saussure yang dikenal sebagai bapak ilmu bahasa modren mempergunakan istilah semiologi, sedangkan peirce seorang ahli filsafat memakai istilah semiotik. Semiotik model Saussure bersifat semiotik struktural sedangkan semiotik model Peeirce bersifat analitis, yatu memusatkan perhatian pada fungsinya dan tanda pada umunya dengan menempatkan tanda-tanda linguistik pada tempat yang penting.


(54)

Hoed dalam Burhan, (1995:40) mengungkapkan semiotik adalah ilmu atau metode analitis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dll. Jadi, yang dapat menjadi tanda bukan bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melengkapi kehidupan ini, walau harus diakui bahwa bahasa sebuah sistem tanda yang lengkap dan sempurna. Tanda–tanda itu dapat berupa gerakan anggota tubuh, yaitu gerakan mata, mulut, bentuk lisan, warna bendera, bentuk dan potongan rumah, pakaian dan karya seni yang berada di sekitar kita.

Jadi dapat disimpulkan bahwa semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda–tanda dan ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial dan kebudayaan merupakan sebuah tanda. Kemudian semiotik mempelajari sebuah sistem-sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda- tanda tersebut mempunyai arti. Di dalam ilmu semiotik, tanda memiliki dua aspek yang penting yaitu penanda (signifer) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalannya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang ditandai oleh petanda iu yaitu artinya. Contohnya kata “ibu” merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti : “orang yang melahirkan kita”.

Tanda itu tidak satu macam saja, tetapi ada beberapa macam berdasarkan hubungan antara penanda dan petandanya. Jenis–jenis tanda yang utama adalah ikon, indeks, dan simbol.


(55)

Ikon adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan persamaan, misalnya, gambar kuda sebagai penanda yang menandai kuda (petanda) sebagai artinya. Potert menandai orang yang dipotert, gambar pohon menandai pohon.

Indeks adalah tanda yang ditunjukkan hubungan kausal (sebab-akibat) antara penanda dan petandanya. Misalnya, asap menandai api, alat penanda angin menunjuk arah angin.

Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau maunya) arti tanda itu ditentukan oleh konvensi. “ibu” adala simbol artinya ditentukan oleh konvensi masyarakat bahasa (indonesia), orang Inggris menyebutnya mother, perancis menyebutnya Lam mere, dsb (Rachmat, 2001:71).

2.4 Biografi Pengarang

Syuho Sato merupakan salah satu komikus Jepang. Syuho Sato lahir pada tanggal 12 agustus 1973. Bertempat tinggal di Ikeda, Nakagawa, Hokkaido, Japan. Hasil karya Syuho Sato adalah Say Hello To Black Jack, Serial ini Syuho Sato mendapat penghargaan dalam Media Arts Festival Award dengan predikat Excellence pada 2002 dan Manga Artist Society memilih karya ini sebagai Manga Terbaik 2004.


(56)

BAB III

“GIMU” DAN “GIRI” DALAM KOMIK “SAY HELLO TO BLACK JACK”

EDISI 1-4

3.1Ringkasan Cerita

Say Hello To Black Jack adalah cerita mengenai permasalahan dunia kedokteran di Jepang, khususnya di universitas Eiroku. Pemeran utamanya bernama Eijiro Saito. Eijiro Saito adalah seorang mahasiswa fakultas kedokteran universitas Eiroku yang baru saja lulus dan langsung magang di rumah sakit universitas.

Dokter magang pada dasarnya adalah pelatihan. Untuk menjadi dokter, harus kuliah 6 tahun dan lulus ujian negara. Tetapi ujian negara isinya hanya teori kedokteran, sama sekali tidak ada ujian praktek. Makanya sebagian besar yang sudah mendapat ijin, magang di rumah sakit universitas.

Di rumah sakit negeri para dokter magang bekerja rata-rata 16 jam tiap hari dan diberi gaji 38 ribu Yen setiap bulan, sedangkan di rumah sakit swasta membayar dokter magangnya dibawah 100 ribu Yen. Maka untuk memenuhi kebutuhan hidup Eijiro Saito bekerja sambilan di rumah sakit Seido. Satu malam Saito mendapat gaji 80 ribu Yen.

Rumah sakit Seido memiliki tempat tidur 120, namun hanya memiliki 3 orang dokter, yaitu Prof satu orang, Dr.Ushida dan Dr.Saito. Malam pertama tugas di rumah sakit Seido, Saito ditemani oleh Dr.Ushida. Setelah selesai bekerja Saito berkata pada Dr. Ushida


(57)

“Hebat rumah sakit ini tidak pernah menolak pasien”

“Jangan bicara seperti orang bodoh, dengar”.. sahut Dr. Ushida.

“Tindak penanganan dokter itu dihitung dengan sistem poin, enema (pemompa perut) 42 poin, pengambilan darah 12 poin, jumlah poin tersebut dibayar pasien lewat asuransi kesehatan. Satu poin 10 yen. Beda dengan kecelakaan... biaya pengobatan bukan dari asuransi kompensasi korban kecelakaan. Disebut ‘pemeriksaan bebas’. Maksudnya dokter bebas memutuskan berapa biaya satu poin atau ‘one poin unit’. Di rumah sakit ini satu poin nilainya 40 yen. 4 kali lipat dari biasanya dan pasien di rumah sakit adalah hanya korban lalu lintas saja. Semua ini soal uang, bukan pelayanan masyarakat”, Dr.Ushida menjelaskan.

Saito menceritakan tentang kerja sambilannya itu pada temannya Dr. Dekune. Saito merasa uang 80 ribu yen yang diterimanya tidak pantas diterima, karena tidak ingin jadi manusia kotor. Namun Dr. Dekune yang juga merupakan dokter magang mengatakan bahwa Saito pantas menerima uang itu karena uang itu adalah hasil kerjanya. Dekune juga mengatakan bahwa sewaktu ujian masuk universitas memilih jurusan kedokteran hanya sekedar iseng dan agar dikatakan yang terbaik, padahal sebenarnya dia tidak ingin jadi dokter. Mendengar itu muncul di benak Saito sebuah pertanyaan, “dokter itu sebenarnya apa?”.

Malam berikutnya Saito kembali bertugas di rumah sakit Seido. Profesor memintanya bertugas sendirian dan diberi upah sebannyak 100 yen. Dr. Saito agak keberatan karena masih merasa kurang mampu bekerja sendiri, namun Profesor tetap menyuruhnya bertugas sendiri. Malam itu Dr. Saito kedatangan


(58)

pasien korban kecelakaan, pasien itu mengalami luka parah dan seluruh tulang badannya patah, kalau tidak segera dioperasi pasien akan meninggal. Dr. Saito kebingungan karena belum pernah melakukan operasi besar terlebih sendirian. Gugup, bingung apa yang harus dilakukan, takut melakukan kesalahan, sehingga mendorongnya untuk menelepon Dr. Ushida, namun tidak diangkat sama sekali. Saito semakin ketakutan dan terpaku di sudut ruangan. Melihat itu kepala perawat menelepon Profesor untuk segera datang menyelamatkan pasien.

Menurut hasil angket dari 79 rumah sakit universitas di seluruh Jepang, yang melarang dokter magang bekerja sampingan tak lebih dari 2%. Dokter magang yang bekerja sampingan, 80% nya pernah piket sendirian. Terlebih lagi, lebih dari 90% dokter magang yang piket sendirian mengaku pernah mengalami kecemasan saat bertugas. (dari angket lembaga independen mahasiswa kedokteran Jepang).

Profesor datang menemui Saito setelah selesai melakukan operasi.

“Maaf,... bagaimana pasiennya?” Saito langsung bertanya masih dalam keadaan ketakutan.

“Kenapa tidak dioperasi? Kalau dibiarkan juga bisa mati, kalaupun tahu bakal mati, bedah saja perutnya”. Jawab Profesor.

“Tapi kalau gagal, berarti saya membunuhnya” sahut Saito.

“Lebih baik dari pada tidak melakukan apa-apa, kau telah membiarkannya mati.” Kata Profesor lagi.

“Tidak benar!! Ini salah rumah sakit karena dokter magang seperti saya ini disuruh bertugas sendirian!! Kenapa menerima pasien gawat darurat kalau memang kekurangan dokter!! anda hanya ingin uangnya saja kan!?” tambah Saito.


(59)

“Lalu? Aku menyelamatkan nyawanya, apa salahnya aku mengambil uangnya? Lagipula apa hubungannya antara aku ingin uang dengan kau tidak melakukan operasi? Kau itu dokter, tak peduli masih baru atau belum berpengalaman, bagi pasien kamu tetap dokter. kalau gagal membunuh katamu? Kalau boleh jujur, yang salah itu orang yang mennyebabkan kecelakaan, lakukan saja operasi, jagan berargumen seolah-olah mengatakan kebenaran! Benar itu lemah dan kuat itu buruk. Sesaat setelah mendapatkan izin praktek dokter, kau bukan lagi manusia biasa. Kau adalah dokter! kuatkan dirimu” jawab Profesor itu menjelaskan.

Eijiro Saito langsung menceritakan kejadian tersebut kepada Dr.Ushida. Dr. Ushida menasehati Saito yang telah melakukan kesalahan dan telah salah menilai Profesor itu. Walaupun memang benar demikian namun pada kenyataanya Profesor itu telah banyak menyelamatkan nyawa manusia. Contohnya pasien yang seharusnya dioperasi oleh Dr. Saito telah selamat dan akhirnya sembuh. Setelah kejadian itu Saito merasa bersalah, mengurung diri di kamar dan berusaha mencari jawaban “apakah sebenarnya dokter itu?”. Namun belum menemukan jawaban.

Bulan Juli 7 orang dokter magang ditugaskan di divisi bedah. Salah satu diantaranya adalah Dr. Saito. Pasien pertama yang akan mereka operasi adalah pria berumur 75 tahun. Komplikasi kanker pembuluh darah kerongkongan dan tidak berfungsinya hati karena sirosis (pengerasan hati). Operasi dimulai dengan irisan kulit oleh Prof. Kasukabe. Selama 30 tahun Prof. Kasukabe belum pernah gagal melakukan operasi karena yang dilakukannya hanyalah mengiris kulit, sehingga disebut tangan tuhan. Prof. Kasukabe menyebutnya “operasi bedah


(60)

belut”. Selebihnya dikerjakan oleh dokter magang dan Dr. Takahisa Shiratori sebagai supervisor mereka. Dr. Takahisa Shiratori mengatakan Prof. Kasukabe turun tangan karena telah menerima 1 juta yen dari keluarga pasien.

Saito bertanggung jawab untuk merawat pasien yang baru saja selesai di operasi. Toshio Kaneko 75 tahun. Keadaannya stabil namun kemungkinan untuk sadar dari komanya sangat kecil.

“Pertama kalinya aku resmi menangani pasien. Tugasku melindungi jiwa orang ini. Nyawa orang ini ada di tanganku. Ini ujian, ujian untuk menentukan bisa tidaknya aku menjadi dokter”. Batin Dr. Saito dalam hati sembari teringat akan pesan Profesor rumah sakit Seido. Dia berusaha sungguh-sungguh meski senantiasa berhadapan dengan dunia kedokteran Jepang yang kontradiktif dengan bayangannya selama ini.

Dr. Saito mencatat perkembangan pada tuan Kaneko, Dr. Saito melihat bahwa tuan Kaneko tidak mengeluarkan air seni, akibatnya kadar urea dalam tubuh pasien meningkat dapat memperlambat kesembuhan pasien. Dr. Saito hendak melakukan dialisis selaput perut namun dilarang ole Dr. Shiratori karena menurutnya hal itu sia-sia dan menghamburkan anggaran pengobatan negara. Dr. Shiratori juga mengatakan bahwa Profesor memerintah melakukan operasi hanya untuk mendapat uang satu juta yen dari keluarga pasien. Pihak rumah sakit bahkan menghentikan penanganan terhadap pasien yang bernama tuan Kaneko. “Pengobatan yang sia-sia itu musuh masyarakat” , kata Dr. Shiratori.

Dr. Saito tidak setuju dengan hal itu namun tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah tiga hari penanganan dihentikan, namun Dr. Saito tetap memperhatikan tuan Kaneko, akhirnya Dr. Saito memohon agar dibuka kembali penanganan


(61)

terhadap tuan Kaneko. Dr. Saito berprinsip meskipun kemungkinan sembuhnya tinggal 1% pun, menghentikan pengobatan dengan alasan apapun tetap salah.

Penanganan kembali dibuka, dan keluarga tuan Kaneko kembali datang menjenguknya. Beberapa hari kemudian tuan Kaneko meninggal dunia di umur 75 tahun. Keluarga datang mengucapkan terima kasih pada dokter.

Pada bulan September Dr. Saito melanjutkan pelatihan magangnya di divisi penyakit dalam. Pasien yang ditangani oleh Dr. Saito adalah Kazuo Miyamura 38 tahun, memiliki penyakit jantung koroner yang tidak stabil. Sebenarnya pasien ini harus segera dioperasi, namun tidak bisa segera dilakukan karena harus mendapat persetujuan dari pihak divisi bedah jantung dan mereka juga yang menentukan kapan waktunya pasien tersebut dioperasi. Karena kerlambatan operasi sehingga tuan Miyamura mengalami komplikasi sirosis atau pengerasan hati. Persentse keberhasilan operasi tuan Miyamura sangat rendah.

Pihak rumah sakit tidak memperbolehkan Dr. Saito untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya kepada pasien ,hal itu membuat tuan Miyamura tidak percaya kepada Dr. Saito. Saat Dr. Saito menjenguk tuan Miyamura, Dr. Saito membuka pembicaraan.

“anda kelihatan kurus ya... saya akan menganti infus heparin dan memberi nitroglycerin. Kalau ada apa-apa, bilang saja”.

Tuan Miyamura berkata : “Heh... Dokter, dulu waktu ayahku meninggal di rumah sakit, pihak rumah sakit tidak menjelaskan apa-apa, dokter itu memang menakutkan ya. Jadi tidak berani bertanya apa-apa. Begitu sadar, upacara


(62)

pemakaman sudah selesai. Ayah sudah menjadi tulang, akupun sebentar lagi pasti seperti itu kan dokter?”.

Mendengar itu Dr. Saito menangis sambil mengatakan sebenarnya bahwa sebenarnya tuan Miyamura harus segera dioperasi, operasi terlambat karena pihak rumah sakit berindak seenaknya, karena sirosis hati tuam Miyamura semakin parah maka operasi jadi berbahaya”.

Dr. Saito keluar dari ruangan pasien dan saat itu juga supervisornnya mengatakan bahwa hari ini adalah hari terakhir dia merawat tuan Miyamura karena tuan Miyamura akan dipindahkan ke divisi bedah jantung. Saito semakin bingung bagamana cara untuk menyelamatkan pasien ini dan mengembalikan kepercayaannya.

Dr. Saito bertemu dengan seorang perawat yang bernama Akagi. Akagi juga bekerja di rumah sakit Eiroku, dan sebelumnya Saito pernah menolongnya saat pulang dari rumah sakit. Dr. Saito menceritakan apa yang telah terjadi dan Akagi menyarankan untuk segera mengisi formulir kepulangan tuan Miyamura dan membawanya keluar dari rumah sakit agar tuan Miyamura bisa selamat. Karena menurut Akagi dokter rumah sakit universitas Eiroku tidak mampu melakukan operasi itu, hal itu dikatakannya karena ia membandingkan banyaknya jumlah operasi yang dilakukan oleh dokter universitas Eiroku dengan rumah sakit yang lain yang ia kenal sebelumnya. Dokter dirumah sakit Eiroku dalam satu tahun hanya melakukan operasi 12 orang padahal Dr. Kita dari rumah sakit Minami Rinkan dalam setahun melakukan operasi sebanyak 250 kali operasi by pass. Hal itu dilakukan bukan untuk menghianati rumah sakit Eiroku namun untuk menyelamatkan pasien. Dr. Saito meminjam uang pada Akagi untuk ongkos


(63)

taksi ke staiun K, tempat Dr. Kita. Akagi memberikan 14 ribu yen dan telah menghubungi Dr. Kita, dokter yang akan ditemui oleh Dr. Saito.

Dr. Saito memohon agar Dr. Kita mau mengoperasi tuan Miyamura. Pada awalnya Dr. Kita menolak untuk melakukannya namun karena kegigihan Dr. Saito Dr. Kita memenuhi permintaan Dr. Saito.

Keesokan harinya tuan Miyamura dipindahkan ke divisi bedah jantung. Dr. Saito merasa bersalah tidak bisa menyelamatkannya. Karena Dr. Saito bukan lagi dokter tuan Miyamura. Setelah beberapa hari di ruang divisi bedah jantung tuan Miyamura dengan keinginan sendiri keluar dari rumah sakit. Mendengar hal itu, Dr. Saito bersedia untuk mecarikan dokter yang berkualitas yang akan mengoperasi tuan Miyamura. Tuan Miyamura yang pada awalnya tidak mempercayai Dr. Saito kini kembali mepercayaainya.

Dr. Saito kembali menghubungi Dr. Kita dan mempertemukan dengan tuan Miyamura. Dr. Kita bersedia melakukan operasi. Setelah dioperasi, hasilnya tuan Miyamura dapat sembuh kembali dan tersenyum. Kemudian mereka berfoto bersama. Dua hari kemudian Dr. Saito kembali kerumah sakit Eiroku untuk bekerja. Namun sebelumnya Dr. Saito mohon maaf pada semua teman sekerja dan kepada profesor divisi bedah jantung karena selama dua hari tidak masuk kerja. Dr. Saito mengira dia bakal dipecat oleh pihak universitas namun ternyata tidak. Dia masih diperbolehkan bekerja.

Berikutnya Dr. Saito magang di divisi NICU. Nicu adalah tempat pijakan pertama manusia di bumi. Dr. Saito merawat bayi prematur kembar yang beratnya hanya 900 g. Bayi ini adalah hasil pengobatan kemandulan selama empat tahun, anak yang sangat diidamkan. Suami istri Tanabe yang menjadi orang tua bayi


(64)

kembar cacat meminta Dr. Takasago dan Dr. Saito untuk membiarkan anak mereka mati. Anak yang dilahirkan menderita down syndrome. Saito tidak setuju dengan Dr. Takasago yang menyerah untuk membujuk orang tua bayi. Orang tua yang ditekan oleh pengobatan kemandulan, perawatan bayi prematur, kelainan tubuh. Pada akhirnya karena kerja keras Dr. Takasago dan Dr. Saito, kedua orangtuanya akirnya menerima keberadaan anaknya dan mau berjanji akan melindungi serta membahagiakan anaknya. Namun sebelumnya anak kembar yang paling sulung meninggal dunia.

3.2Perilaku Gimu dan Giri dalam Komik “Say Hello To Black Jack” Cuplikan 1 ( Hal 6-9, dan 12 edisi 1)

Wisuda fakultas Universitas Eiroku : Prof. Kasukabe : “8 ribu orang.

Tiap tahun 8 ribu orang lulus dari 81 fakultas kedokteran di seluruh Jepang. Dan kalian adalah 80 yang terbaik dari 8 ribu tersebut!.

Tanggung jawab kedokteran ada di pundak kalian!!” Dr. Dekune : “Kau ngantuk ya Saito?”

Dr. Saito : “Ya, baru saja selesai piket, aku sudah 24 jam disini sejak kemarin pagi.”

Dr. Dekune : “Aku juga. Bantu percobaan Profesor, tidur Cuma tiga jam.”

Dr. Saito : “Kalau begitu aku menang dong. Aku tidur Cuma dua jam.” (Hal 6-9)


(65)

Suasana setelah selesai operasi : Dr. Dekune : “hah...”

“aku benci kalau bisa menikmati makan setelah operasi. Ya kan Saito..?

kalau begini terus, aku akan kehilangan perasaan.” Dr. Saito : “apa maksud mu?

ingat, kita yang memegang kedokteran di Jepang!.” (Hal 12). Analisis

Dari cuplikan di atas dapat dilihat bahwa selaku mahasiswa kedokteran yang telah mendapat ijin praktek dokter, mengambil sumpah dan diberi tanggung jawab, Dr. Saito merasa berkewajiban untuk menyelesaikan tugas sampai tuntas. Bahkan sampai-sampai waktu tidurnya dikurangi. Dr. Saito hanya tidur 2 jam sedangkan Dr. Dekune hanya 3 jam karena harus menyelesaikan tugas. Hal itu menunjukkan perilaku gimu yaitu Nimmu. Nimmu adalah kewajiban untuk bertangung jawab terhadap pekerjaan.

Kemudian Dr. Saito mempertegas dengan berkata “Ingat, kita memegang kedokteran di Jepang”. Hal ini menunjukkan adanya kewajiban mereka terhadap negara Jepang khususnya dibidang kedokteran. Hal ini menceritakan Sebagai seorang dokter Eijiro Saito memiliki kewajiban terhadap kedokteran di negaranya sendiri yaitu Jepang, untuk menyelamatkan para pasien sejak mereka diberi sumpah dan ijin praktek. Kewajiban ini tidak ada batas waktu pembayarannya. Kewajiban ini disebut perilaku Gimu yaitu Chu karena kewajiban ini ditujukan untuk negara. Sehingga dapat disimpulkan peristiwa di atas menunjukkan perilaku gimu yaitu Nimmu dan Chu.


(66)

Cuplikan 2 (Hal 182-183 edisi 1)

Saya ini tidak tahu kenapa memilih menjadi dokter. orang tua saya guru bahasa inggris SMP. Karena saya anak nomor dua, makanya diberi nama Eijiro. Nama saya Eijiro Saito. Kalau Saito, itu nama keluarga biasa. Saya belajar sungguh-sungguh karena merasa kesal, mungkin kesal karena dibilang seperti anak-anak “biasa”, bagi saya adalah suatu hal yang kompleks. Masuk ke fakultas kedokteran universitas Eiroku adalah target saya. Saya tidak pernah memikirkan, kedokteran itu seperti apa, begitu masuk Eiroku, ternyata sekitar saya adalah anak-anak orang berada, yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Kompleksitas dalam diri saya semakin besar, tapi supaya saya menjadi dokter, orang tua telah berutang banyak sekali. Saya ingin jadi dokter yang baik.

Analisis

Dari cuplikan di atas menunjukkan adanya perilaku Gimu yaitu kewajiban yang ditujukan kepada orang tua atau disebut dengan istilah Ko. Orang tua Eijiro Saito telah susah payah menyekolahkannya dan sampai memiliki banyak utang. Untuk membalas kebaikan yang telah diterima dari orang tuanya, Eijiro Saito membalasnya dengan cara belajar sungguh-sungguh demi untuk mencapai cita-citanya untuk menjadi seorang dokter yang baik.

Dalam cuplikan di atas juga terdapat perilaku yang menunjukkan kekesalan karena nama. Yang mana Eijiro Saito kesal karena dianggap anak-anak yang “biasa”, sehingga kata “biasa” menjadi hal yang kompleks bagi Saito. Kemudian Saito balas dendam dengan cara ingin menjadi yang terbaik, masuk kedokteran universitas Eiroku dan menjadi dokter yang baik. Saito balas dendam tanpa


(1)

sebagai dokter, Dr. Saito dan Dr. Kita wajib untuk melaksanakan tugasnya yaitu menyelamatkan pasien.


(2)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Sebagai akhir penulisan skripsi ini, penulis mengambil beberapa poin yang menjadi kesimpulan dari keseluruhan skripsi ini sebagai berikut :

1. Gimu adalah kewajiban-kewajiban untuk mengembalikan kebaikan yang telah kita terima dari orang lain, pembayarran yang maksimalpun dari kewajiban ini masih dianggap kurang, artinya tidak mempunyai batas jumlah dan waktu pembayarannya. Kewajiban ini terdiri dari tiga kategori yaitu, pertama kewajiban terhadap Kaisar, hukum dan negara disebut dengan istilah Chu. Kedua kewajiban terhadap orang tua atau nenek moyang disebut dengan istilah Ko. Dan yang ketiga, yaitu kewajiban terhadap pekerjaan disebut dengan istilah Nimmu.

2. Giri adalah utang-utang yang harus dibayar dengan jumlah dan waktu yang tepat atas kebajikan yang telah diterima. Giri terdiri dari dua pembagian yang jelas yaitu pertama, Giri terhadap dunia. Kewajiban ini ditujukan terhadap tuan pelindung, sanak keluarga jauh, terhadap orang-orang yang bukan keluarga karena On yang diterima dari mereka, dan terhadap keluarga yang tidak begitu dekat. Kedua Giri terhadap nama. Seseorng wajib untuk membersihkan nama atau reputasi atas penghinaan, atau tuduhan atas kegagalan, yaitu kewajiban unutk balas dendam tanpa


(3)

3. Dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang menggunakan Gimu dan Giri sebagai etika dalam berinteraksi di lingkungannya.

4. Komik “Say Hello To Black Jack” adalah komik karya Syuho Sato yang menceritakan tentang kehidupan di dunia kedokteran di Jepang yang tidak lagi mengutamakan pelayanan terhadap masyarakat atau pasien, melainkan mencari kekuasaan, uang, ketenaran. Perjuangan Dr. Eijiro Saito dalam menyelamatkan pasien di rumah sakit universitas Eiroku. Dia merasa sebagai dokter ia harus penyelamatkan pasien meskipun besar resiko yang harus ia hadapi.

5. Dalam komik “Say Hello To Black Jack” terdapat perilaku-perilaku Gimu dan Giri yang diperankan oleh para tokoh cerita terutama Dr. Eijiro Saito. 6. Dalam komik “Say Hello To Black Jack” terdapat 7 cuplikan yang

menunjukkan perilaku yang mencerminkan Gimu dan Giri. Dari seluruh cuplikan ditemukan perilaku Gimu :yaitu Chu : 1, Ko : 1, dan Nimmu : 3 serta perilaku Giri terhadap nama : 2 dan Giri terhadap dunia: 3 yang dilakukan oleh tokoh cerita.


(4)

4.2 Saran

Setelah membaca dan memahami isi dari skripsi ini diharapkan kepada pembaca dapat menyadari untuk mematuhi peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam berinteraksi dengan orang lain dimanapun kita berada. Karena dengan mematuhi aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat khususnya di dunia pekerjaan, maka seseorang tersebut dapat dikatakan memiliki pribadi yang miliki harga diri.

Selanjutnya kita harus menyadari bahwa hidup kita adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, maksudnya kita harus lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi ataupun perseorangan.

Dalam kehidupan berinteraksi dengan orang lain, kita pasti pernah bahkan sering menerima kebaikan dari orang lain. Kebaikan yang diterima dari orang lain tersebut harus dibalas dan diingat. Karena dalam pemberian dan pengembalian melibatkankehormatan kita.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Afni, Nur.2005.Analisis On dan Giri dalam novel kokoro karya natsume soseki. Medan

Benedict, Ruth.1982. Pedang Samurai dan Bunga Seruni ( Pola-Pola

Kebudayaan Jepang), Jakarta : Cahaya Printing Company

De Mete, Boye. 1988. Bisnis Cara Jepang, Jakarta : PT. Pantja Simpati Hakim, Lukman.1994.Sosiologi, Jakarta : PT. Grafindo Media

http://www.suarakarya‐online.com/news.html?id=272024 

http://www.animenewsnetwork.com/encyclopedia/manga.php?id=4059  diakses  tanggal 7 Juni 2011 

http://seinennogakko.blogspot.com/p/manga‐section.html diakses tanggal 7 juni 2011  Koentjaraningrat.1976. Metode Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : PT.

Pantja Simpati

Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal Willem G. Westjern, (Penterjemah : Dick Hartoko) 1984. Pengantar Ilmu Sastra, Jakarta : Gramedia

Nazir, Mohammad.1988.Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia Nazir, Mohammad.2006.metodologi penelitian,

Nelson, Andrew Nathaniel.2006. Kamus Kanji Modern Jepang Indonesia, Jakarta : percetakan KBI

Nurgiyantoro, Burhan.1995. Teori pengkajian Fiksi, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Rohmansyah, Doni. Pengertian Komik dan Sejarah Komik, www.sembaraang.blogspot.com, Rabu, 18 November 2009


(6)

Situmorang, Hamzon.1995. Perubahan Kesetiaan Bushi dari Tuan Kepada