FK Unibaw, 2003. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan
menyebar luas dalam jaringan Jawetz, 2001.
2.4.4.2 Escherichia coli
Klasifikasi Escherichia coli menurut Tjitrosoepomo, 1994 adalah: Divisi
: Schizophyta Kelas
: Schizomycetes Bangsa
: Enterobacteriales Suku
: Enterobacteriaceae Marga
: Escherichia Jenis
: Escherichia coli Morfologi Escheichia coli disebut juga Bacterium coli, merupakan
bakteri gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 mikrometer, lebar 0,4-1,7 mikrometer, berbentuk batang, tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh baik
pada suhu 37 C tapi dapat tumbuh pada suhu 8-40 C, membentuk koloni yang bundar, cembung, halus dan dengan tepi rata. Escherichia coli biasanya terdapat
dalam saluran cerna sebagai floral normal Jawetz, 2001.
2.5 Uji Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri terdiri dari tiga metode yaitu metode difusi agar, metode dilusi dan turbidimetri.
1. Metode Difusi Agar Pengujian ini menggunakan pencadang logam sebagai pencadang
antibakteri. Agar cair yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji dituangkan ke
Universitas Sumatera Utara
dalam cawan petri dan dibiarkan sampai padat. Pencadang logam diletakkan di atas agar, zat antibakteri diteteskan, kemudian diinkubasi pada suhu yang cocok
untuk bakteri pada suhu 36-37 C selama 18-24 jam. Daerah bening yang terdapat disekeliling pencadang logam menunjukkan hambatan pertumbuhan mikroba,
diamati dan diukur menggunakan jangka sorong. 2. Metode Dilusi
Prinsip metode ini adalah sejumlah ekstrak diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, lalu masing-masing konsentrasi diberikan pada
suspensi bakteri dalam media. Setelah diinkubasi, diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri yang ditandai dengan terjadinya kekkeruhan. Konsentrasi
terendah yang menghambat pertumbuhan bakteri yang ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan disebut Konsentrasi Hambat Minimal KHM atau Inhibitor
Minimum Concentration MIC. 3. Metode Turbidimetri
Metode ini menggunakan media cair dengan cara mengukur kekeruhan yang disebabkan pertumbuhan mikroba memakai alat yang cocok seperti
spektrofotometer.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yang meliputi pengumpulan bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia, pemeriksaan
karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak etanol rosela dengan cara perkolasi serta pengujian aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode difusi agar menggunakan pencadang logam.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan terdiri dari: Alat-alat gelas laboratorium, blender, oven listrik, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, alat Stahl,
freeze dryer, inkubator Fiber Scientific, autoklaf, pencadang logam, jarum ose, lampu Bunsen, pinset, Laminar Air Flow Cabinet Astec HLF 1200L, lemari
pendingin Toshiba, hot plate, spatula, mikro pipet Eppendorf, jangka sorong, kain kasa, kapas, kertas saring, aluminium foil, mikroskop, vacum rotary
evaporator Buchi, neraca kasar, neraca analitis Vibra, waterbath Yenaco dan sarung tangan, spektrofotometer visibel Dynamic dan tanur.
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah rosela yang siap panen berumur 4-5 bulan. Bahan-bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis
kecuali disebut lain adalah air suling, etanol 96 hasil destilasi etanol teknis,
Universitas Sumatera Utara
kloralhidrat, asam klorida encer, kloroform, besi III klorida, natrium hidroksida, timbal II asetat, asam asetat anhidrat, asam asetat pekat, natrium klorida, kalium
iodida, iodium, α-naftol, asam nitrat, bismuth nitrat, etil asetat, isopropanol, natrium sulfat anhidrat, serbuk seng, serbuk magnesium, etanol, eter,
Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 25922, NA Nutrient Agar, Aquabidest, NaCl 0,9.
3.2 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.2.1 Larutan Pereaksi Meyer
Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan larutan 1,36 g merkuri II klorida dalam 60 ml air suling. Larutan
dikocok dan ditambahkan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.2.2 Larutan Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismuth III nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml
air suling. Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.2.3 Larutan Pereaksi Timbal II asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g Timbal II asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas CO
2
hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.2.4 Larutan Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian ditambahkan 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling
hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
Universitas Sumatera Utara
3.2.5 Larutan Pereaksi Asam Klorida 2N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.2.6 Larutan Pereaksi Lieberman-Bouchard
Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat pekat kemudian ditambahkan etanol hingga 50 ml Depkes RI, 1995.
3.2.7 Larutan Pereaksi Molish
Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida dan air suling hingga 100 ml Depkes RI,
1995.
3.2.8 Larutan Pereaksi Kloralhidrat
Sebanyak 70 g kloralhidrat dilarutkan dalam 100 ml air Depkes RI, 1995.
3.2.9 Larutan Pereaksi Besi III klorida 1 bv
Sebanyak 1 g besi III klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga volume 100 ml Depkes RI, 1995.
3.2.10 Larutan Pereaksi Natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml Depkes RI, 1995.
3.3 Pengambilan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan
Pengambilan rosela dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Bahan penelitian
Universitas Sumatera Utara
ini adalah rosela yang berwarna merah berumur 4-5 bulan, pengambilan bahan tumbuhan dilakukan pada pagi hari yang diperoleh dari Jln. Prona 3 Kelurahan
Petapahan, Kecamatan Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang.
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan rosela dilakukan di “Herbarium Bogorriense” Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi- LIPI Bogor, Jl. Raya Jakarta-Bogor Km.
46 Cibinong 16911, Indonesia P.O Box 25 Cibinong.
3.3.3 Pengolahan Bahan Tumbuhan
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah rosela yang siap panen berwarna merah dan masih segar, dicuci bersih dan ditiriskan. Rosela yang sudah
bersih disortir basah lalu dilap satu persatu dengan tissue serta ditimbang. Selanjutnya buah tersebut dikeringkan selama 2 minggu dengan cara dikering-
anginkan terlindung dari sinar matahari. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk lalu disimpan di dalam wadah plastik tertutup.
3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari yang larut dalam air,
penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam Ditjen POM, 1995; WHO,
1992.
3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik terhadap rosela segar meliputi pemeriksaan secara organoleptis dan visual. Organoleptis terdiri dari rasa dan bau, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
visual dengan cara memperhatikan bentuk dan warna. Pengukuran pH dilakukan terhadap serbuk simplisia rosela menggunakan pH indikator universal.
3.4.2 Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rosela dengan cara menaburkan serbuk simplisia di atas kaca objek yang telah diteteskan
dengan larutan kloralhidrat dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi Destilasi Toluen. Alat ini meliputi labu alas bulat 500 ml, alat penampung, tabung
penerima 5 ml berskala 0,05 ml pendingin, tabung penyambung, pemanas. Cara Penjenuhan Toluen:
Dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air suling ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Setelah itu didinginkan dan volume air pada tabung
penerima dibaca WHO, 1992. Cara Penetapan Kadar Air Simplisia
Dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama ke dalam labu alas bulat yang berisi dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai
mendidih, kecepatan tetesan diatur kurang lebih 2 tetes tiap detik hingga sebagian besar air terdestilasi. Kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap
detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung
penerima dibiarkan mendingin hingga suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
Universitas Sumatera Utara
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen vb WHO, 1992.
Kadar air = x 100
3.4.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
liter dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring, ditambahkan air-kloroform
hingga 100 ml. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan dalam oven pada suhu 105
o
C sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
Depkes RI, 1989.
3.4.5 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, dan ditambahkan etanol hingga 100 ml.
Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisanya dipanaskan dalam
oven pada suhu 105
o
C sampai diperoleh bobot tetap. Kadarnya dalam persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara Depkes RI, 1989.
Universitas Sumatera Utara
3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600
o
C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara
WHO, 1992.
3.4.7 Penetapan Kadar Abu Yang Tidak Larut Dalam Asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan pada suhu 600
o
C sampai diperoleh bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak
larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara WHO, 1992.
3.5 Skrining Fitokimia 3.5.1 Pemeriksaan Steroid Triterpenoida
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan
2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat pereaksi Lieberman- Bouchard. Terbentuk warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau
biru menunjukkan adanya steroidatriterpenoida Harborne, 1987.
Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Pemeriksaan Alkaloida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloida yaitu :
a. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan
menggumpal berwarna putih atau kuning. b.
Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk ndapan berwarna coklat sampai kehitaman.
c. Filtrat 3 tetes ditambah 2 tetes pereaksi Dragendroff, akan terbentuk
endapan merah atau jingga. Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit dua hari
tiga percobaan diatas Depkes RI, 1989.
3.5.3 Pemeriksaan Flavonoida
Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang
diperoleh kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.
Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Fransworth, 1966.
3.5.4 Pemeriksaan Glikosida
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96 dan 3 bagian volume air suling 7:3 dan
ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan
Universitas Sumatera Utara
disaring. Diambil 20 ml filrat lalu ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M, dikocok,didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari
sebanyak 3 kali, tiap kali dengan 20 ml campuran 3 bagian volume kloroform P dan 2 bagian volume isopropanolol P 3:2. Sari air dikumpulkan dan diuapkan
pada temperatur tidak lebih dari 50 C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol, kemudian diambil 0,1 ml larutan percobaan, dimasukkan dalam tabung reaksi dan
diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molish, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat
melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya gula glikon Depkes RI, 1989.
3.5.5 Pemeriksaan Saponin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air suling panas, dinginkan kemudian
dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes
asam klorida2 N menunjukan adanya saponin Depkes RI, 1989.
3.5.6 Pemeriksaan Tanin Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g disari dengan 10 ml air
suling, disaring lalu filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi III klorida
1. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin Farnsworth, 1966.
Universitas Sumatera Utara
3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Rosela Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi dengan menggunakan
pelarut etanol 96 . Sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca dan dibasahi dengan etanol 96 dan dilakukan maserasi selama 3
jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan dengan hati- hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai
cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan
kecepatan 1 ml tiap menit, cairan penyari ditambahkan berulang- ulang secukupnya dengan memasang botol cairan penyari diatas perkolator dan diatur
kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetes perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi
dihentikan jika 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa Ditjen POM, 1979.
Ekstrak yang diperoleh digabung dan disaring, lalu pelarut diuapkan pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 40 C menggunakan Rotary
evaporator, sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh dikeringbekukan dengan freeze dryer.
3.7 Pembuatan Media 3.7.1 Pembuatan Media Nutrient Agar NA