Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan
(2)
Lampiran 2. Gambar makroskopik tumbuhan segar Turbinaria decurens Bory
Keterangan gambar : 1. Daun talus 2. Batang talus 3. Holfast talus
1
3 2
(3)
Keterangan Gambar : 1. Daun talus 2. Batang talus 3. Holfast talus
1
2
(4)
(5)
Lampiran 4. Gambar sel parenkim berisi pigmen warna coklat
Keterangan : 1. Pigmen berwarna coklat
(6)
Lampiran 5. Gambar sel propagule
Keterangan : 1. Sel propagule
(7)
Lampiran 6. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia Turbinaria decurens Bory
1. Perhitungan kadar air
% Kadar air simplisia =
100
%
No. Berat sampel (g) Volume awal (ml) Volume akhir (ml) 1.
2. 3.
5,010 5,000 5,010
2,00 2,50 3,00
2,50 3,00 3,50
% Kadar air =
100
%
1. Kadar air =
x
100%=
9,98 %2. Kadar air =
x
100%= 10
%3. Kadar air=
x
100%=
9,98 %(8)
Lampiran 6. (lanjutan)
2. Perhitungan kadar sari larut dalam air % Kadar sari larut dalam air =
x
x
100%
No. Berat sampel (g) Berat sari (g) 1.
2. 3.
5,003 5,004 5,004
0,1250 0,1330 0,1300
1. Kadar sari larut dalam air =
100
%=
12,49%2. Kadar sari larut dalam air =
100
%=
13,28%3. Kadar sari larut dalam air =
100
%=
12,98%% Rata-rata kadar sari larut dalam air = =12,91%
(9)
Lampiran 6. (lanjutan)
3. Perhitungan kadar sari larut dalam etanol % Kadar sari larut dalam etanol =
x
x
100%
No. Berat sampel (g) Berat sari (g) 1.
2. 3.
5,004 5,003 5,004
0,0210 0,0160 0,0260
1. Kadar sari larut dalam etanol =
100
%=
2,10%2. Kadar sari larut dalam etanol =
100
%=
1,59%3. Kadar sari larut dalam etanol =
100
%=
2,59%% Rata-rata kadar sari larut dalam etanol = = 2,09%
(10)
Lampiran 6. (lanjutan)
4. Perhitungan kadar abu total % Kadar abu total =
x
100%
No. Berat sampel (g) Berat abu (g) 1.
2. 3.
2,004 2,003 2,004
0,3010 0,2890 0,3100
1. Kadar abu total =
x
100%=
15,01%2. Kadar abu total =
x
100%=
14,42%3. Kadar abu total =
x
100%=
15,47%(11)
Lampiran 6. (lanjutan)
5. Perhitungan kadar abu tidak larut asam % Kadar abu tidak larut asam =
x
100%
No. Berat sampel (g) Berat abu (g)1. 2. 3.
2,004 2,003 2,004
0,0120 0,0170 0,0160
1. Kadar abu tidak larutasam =
x
100%=
0,59%2. Kadar abu tidak larut asam =
x
100%=
0,85%3. Kadar abu tidak larut asam =
x
100%=
0,79%% Rata-rata kadar abu tidak larut asam = = 0,74%
(12)
Lampiran 7. Bagan uji aktifitas antibakteri ekstrak etanol rumput laut Turbinaria
decurrens Bory
1 ml inokulum bakteri
Dimasukkan kedalam cawan petri Dituangkan media NA sebanyak 15 ml Dihomogenkan dalam laminer air flow
Diletakkan Pecadang kertas Media Memadat
Ditetesi 0,1 ml ekstrak dengan konsentrasi berbeda
Diukur diameter zona daya hambatnya
Diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam
(13)
Lampiran 8. Tabel hasil uji antibakteri dari ekstrak etanol rumput laut Turbinaria
decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
No.
Konsentrasi Ekstrak
Etanol
Turbinaria decurrens Bory
(mg/ml)
Diameter Hambat Pertumbuhan bakteri (mm)
Staphylococcus aureus Escherichia coli
P.1 P.2 P.3 R P.1 P.2 P.3 R
1. 300 17,65 18,50 17,70 17.95 17,75 18,30 17,80 17.95 2. 250 16,60 17,60 16,40 16.86 15,90 17,25 17,45 16.86 3. 200 15,90 16,75 16,25 16.03 15,40 16,35 16,30 16.01 4. 150 14,80 15,25 15,65 15.23 14,20 13,25 14,25 14.00 5. 100 14,50 15,20 14,80 14.83 14,18 12,85 14,10 13.71 6. 50 13,90 13,45 13,95 13,76 13,70 12,65 12,65 13.00
7 Blanko - - - -
Keterangan: R = Rata-rata Blanko = DMSO
(14)
Lampiran 9.Gambar hasil uji aktivitas anti bakteri dari ekstrak etanol Turbinaria
decurrens Bory terhadap bakteri Escherichia coli
3
2
1
B
6
4 5
Keterangan: B = Blanko
1 = konsentrasi 50 mg/ml 2 = konsentrasi 100 mg/ml 3 = konsentrasi 150 mg/ml 4 = konsentrasi 200 mg/ml 5 = konsentrasi 250 mg/ml 6 = konsentrasi 300 mg/ml
(15)
Lampiran 9. (lanjutan)
3
1
2
B
6
5 4
Keterangan: B = Blanko
1 = konsentrasi 50 mg/ml 2 = konsentrasi 100 mg/ml 3 = konsentrasi 150 mg/ml 4 = konsentrasi 200 mg/ml 5 = konsentrasi 250 mg/ml 6 = konsentrasi 300 mg/ml
(16)
Lampiran 9. (lanjutan)
3
2
1
B
6
4
5
Keterangan: B = Blanko
1 = konsentrasi 50 mg/ml 2 = konsentrasi 100 mg/ml 3 = konsentrasi 150 mg/ml 4 = konsentrasi 200 mg/ml 5 = konsentrasi 250 mg/ml 6 = konsentrasi 300 mg/ml
(17)
Lampiran 13. Gambar hasil uji aktifitas antibakteri dari ekstrak etanol turbinaria
decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus
3
2
1
B
6
5 4
Keterangan: B = Blanko
1 = konsentrasi 50 mg/ml 2 = konsentrasi 100 mg/ml 3 = konsentrasi 150 mg/ml 4 = konsentrasi 200 mg/ml 5 = konsentrasi 250 mg/ml 6 = konsentrasi 300 mg/ml
(18)
Lampiran 10. (lanjutan)
3
2
1
B
6
4 5
Keterangan: B = Blanko
1 = konsentrasi 50 mg/ml 2 = konsentrasi 100 mg/ml 3 = konsentrasi 150 mg/ml 4 = konsentrasi 200 mg/ml 5 = konsentrasi 250 mg/ml 6 = konsentrasi 300 mg/ml
(19)
Lampiran 10. (lanjutan)
3
2
1
B
6
4 5
Keterangan: B = Blanko
1 = konsentrasi 50 mg/ml 2 = konsentrasi 100 mg/ml 3 = konsentrasi 150 mg/ml 4 = konsentrasi 200 mg/ml 5 = konsentrasi 250 mg/ml 6 = konsentrasi 300 mg/ml
(20)
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. (1989). Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Karunika, Jakarta
Anggadiredja, J.T., Achmad, Z., Heri, P., dan Sri, I. (2011). Rumput Laut. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 3, 66 – 67.
Anita. (2005). Karakteristik simplisia dan isolasi triterpenoida/steroida dari talus
Turbinaria decurrens. Medan : Departemen Farmasi FMIPA USU: Hal. 4,
44.
Aslan, L.M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Jakarta: Kanisius. Halaman 16. Atmadja, W.S., Achmad, K., Sulistijo, Rachmaniar, S. (1996). Pengenalan
Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Puslitbang Oseanologi-LIPI.
Halaman 56.
Badan POM RI. (2005). Penyiapan Simplisia untuk Sediaan Herbal. Jakarta: Badan POM RI. Halaman 11 – 12.
Brook. G.F. (1983). Biologi of mikroorganism. Sevent edition. Peaseon Prentice Hal: Michigan: Halaman 483 – 484.
Chung, K.T. (1998). Tannins and Human Health: A Review. Critical Reviews in Food Science and Nutrition. Halaman 35, 421.
Dawes, C.J. (1981). Marine Botany. Florida: A Wiley-Interscience Publication. Halaman 148.
Depkes RI. (1980). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 153 – 158.
Dezen, S.M. (2003). Bakteriology Medik. Edisi I. Cetakan I. Malang: Bayumedia Publishing. Halaman 133 – 135.
Difco Laboratories. (1977). Difco Manual Dehydrated culture Media and Reagent
for Microbiology and clinical Laboratory Procedures. 9th editions.
Michigan. Detriot. Halaman 32 – 33, 323.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 47, 1038.
Dwijoseputro. (1982). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hal 102, 118 – 134.
Harborne. (1987). Metode Fitokimia. Terbitan kedua. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 102 – 103, 147 – 148.
(21)
Harahap, A. (2013). Isolasi dan Karakterisasi Alginat dari Rumput Laut
Sargassum ilicifolium gracilaria gigas Harvey. Skripsi. Medan:
Fakultas Farmasi USU.
Iskandar, Y., Rusmiati, D., dan Rusma R. D. (2010). Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Bakteri Escherichia coli Dan Bacillus cereus. Sumedang : Jatinanggor Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran.
Jawetz. (1982). Mikrobiologi untuk profesi kesehatan. Penerjemah: Gerarbonang. Edisi XIV. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Halaman 256 – 260.
Jawetz, Melnick and Adelberg’s. (2001). Mikrobiologi Kedokteran. Penerjemah
Mudihardi, E., dkk. Surabaya: Salemba Medika: Halaman 323
Lay, W.B. (1994). Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 32,71 – 73.
Lindsay, J.A., and Denise, W.E. (2008). Saul: a Novel Lineage-Specific Type I
Restriction-Modification System That Blocks Horizontal Gene Transfer Into Staphylococcus aureus and Between S. Aureus Isolate of Different Liniages. Journal of Bacteriology. 155 (15) : 5578 – 5580.
Lobban, C.S., dan Wynne, M.J. (1981). The Biology of Seaweeds. Volume 17. Oxford London: Blackwell Scientific Publications. Halaman 357.
Pelczar. (1986). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerjemah: Hadioetomo, R.S., Imas, T., Tjitosomo, S., dan Lestari, S. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal 132, 138 – 144.
Power, D.A., dan Peggy, J.M. (1988). Manual of BBL Products and Laboratory
Procedures. 6th Editions. Maryland: Becton Dickinson Microbiology
Systems. Halaman 67.
Rukmana, R. (1995). Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta: Kanisius: Halaman 191.
Satiadarma, K., Muhammad, M., Daryono, H.T., dan Rahmana, E.K. (2004).
Pengembangan Prosedur Analis. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga
University Press. Halaman 111 – 113.
Tim Mikrobiologi FK Unibraw. (2003). Bakteriologi Medik. Malang: Bayu Media Publishing. Halaman 31 – 33.
Tjitrosoepomo, G. (1994). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta,
Bryophyta, Pteridophyta). Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
(22)
Vijayabaskar, P dan Shiyamala, V. (2011). Antibacterial Activities of Brown Marine Algae (Sargassum wightii and Turbinaria ornata) from the Gulf of Mannar Biosphere Reserve. Advances in Biological Research 5 (2): 99-102.
Winarno, F.G. (1990). Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Halaman 13, 48 – 50.
(23)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dilakukan di laboratorium yang meliputi pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, pemeriksaan karakteristik simplisia, skirining fitokimia. pembuatan ekstrak. Selanjutnya pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan pecadang kertas. Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan bakteri.
3.1 Alat-alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium (erlenmeyer, beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi), cawan porselin berdasar rata, krus porselin bertutup, desikator, tanur (Nabertherm), lemari pengering, oven (Memmert), hot plate (Fissons), mikroskop (Olympus), termometer, penangas air (Yenaco), indikator universal, blender (Philips), spatula, botol timbang, neraca kasar (Home Line), neraca analitis (Vibra AJ), seperangkat alat penetapan kadar air, spektrofotometer UV- Vis (Shimadzu), autoklaf (fisons), inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kamera digital (Casio), kertas saring, Laminar Air Flow Cabinet (Astsc HLF 1200L), Lemari pendingin (Toshiba), Paper disk, pinset, pipet mikro (Eppendorf).
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah algae coklat Turbinaria
(24)
sedangkan bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisis (E. Merck) yaitu toluen, asam klorida, etanol 96%, dimetil sulfoksida (DMSO), asam sulfat, natrium hidroksida, kloralhidrat, kalsium klorida, kloroform, natrium karbonat, isopropanol, dan air suling.
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan 3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan
Pengumpulan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan dari daerah lain. Bahan tumbuhan yang digunakan adalah rumput laut jenis Turbinaria decurens Bory, yang diperoleh dari Pantai Lampu’uk, Kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam, pada bulan Juli 2013.
3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan
Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Oseanografi, Jakarta (Bustami, 2013). Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 36.
3.3.3 Pemeriksaan makroskopik tumbuhan segar
Pemeriksaan makroskopik tumbuhan segar dilakukan terhadap bentuk batang, bentuk daun, warna, bau, rasa dan bentuk percabangan. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari algae coklat Turbinaria
decurrens Bory.
3.3.4 Pengolahan bahan tumbuhan
Bahan tumbuhan yang telah dikumpulkan, direndam dalam air leding kemudian dibersihkan dari kotoran-kotoran dan sisa karang yang melekat. Dicuci berkali-kali dengan air mengalir sampai bersih, ditiriskan dan ditimbang beratnya.
(25)
Berat bahan basah adalah 23,50 kg, bahan tumbuhan disebarkan diatas kertas lalu Dikeringkan dimasukkan ke dalam lemari pengering hingga kering sampai simplisia tersebut bisa dipatahkan. Berat bahan kering adalah 1,83 kg. Simplisia diblender menjadi serbuk, serbuk dimasukkan dalam plastik dan disimpan.
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi asam klorida 5%
Sebanyak 135 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 1 liter (Ditjen POM, 1979).
3.4.2 Pereaksi Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam air suling secukupnya, ditambahkan 2 g iodium, dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.4.3 Pereaksi Dragendorff
Sebanyak 8 g bismuth (III) nitrat dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain ditimbang 27,2 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 50 ml air suling. Campurkan kedua larutan dan diamkan sampai memisah sempurna. Ambil larutan jernih dan encerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989). 3.4.4 Pereaksi Mayer
Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Keduanya dicampur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.4.5 Pereaksi Molicsh
(26)
(Ditjen POM, 1989).
3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air suling bebas karbondioksida hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.4.7 Pereaksi asam sulfat 2 N
Sebanyak 18 ml asam sulfat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.4.8 Pereaksi asam nitrat 0,5 N
Sebanyak 44,7 ml asam nitrat pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1989).
3.4.9 Pereaksi kloralhidrat
Sebanyak 50 g kloralhidrat dilarutkan dalam 20 ml air suling (Ditjen POM, 1989).
3.4.10 Pereaksi asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).
3.4.11 Pereaksi besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1979).
3.4.12 Pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrat dicampur dengan satu bagian asam sulfat pekat (Ditjen POM, 1979).
3.4.13 Pereaksi kalsium klorida 1,0% (b/v)
Sebanyak 1 g Kalsium klorida dilarutkan dalam air suling hingga volumenya 100 ml (Ditjen POM, 1995).
(27)
3.4.14 Pereaksi natrium karbonat 5,0% (b/v)
Sebanyak 5 g Natrium karbonat dilarutkan dalam air suling hingga volumenya 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.4.15 Pereaksi natrium hidroksida 0,1 N (b/v)
Sebanyak 0,40 g Natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling hingga volumenya 100 ml (Ditjen POM, 1995).
3.4.16 Air kloroform
Sebanyak 2,50 ml Kloroform dicampurkan dalam air suling hingga volumenya 1000 ml (Ditjen POM, 1995).
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.5.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik simplisia dilakukan terhadap bentuk “batang” dan “daun”, rasa, bau dan warna simplisia. Gambar makroskopik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 37-38.
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia algae coklat yang dikeringkan. Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi larutan kloralhidrat, kemudian ditutup dengan kaca penutup lalu diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 40-41.
3.5.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen) (WHO, 1998).
(28)
Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluen dan 2 ml air, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan toluen didinginkan selama 30 menit, dibaca volume air pada tabung penerima dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian ke dalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen yang telah dijenuhkan. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. 3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,50 ml kloroform dalam air suling sampai satu liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap (Depkes RI, 1980).
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap (Depkes RI, 1980).
(29)
3.5.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 6 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampel sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).
3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1980).
Hasil pemeriksaan karakteristik dapat dilihat pada Tabel 4.1, halaman 27 dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 42-46.
3.6 Skrining Fitokimia 3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambah 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama dua menit, didinginkan, dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:
(i) Sebanyak 3 tetes filtrat ditambahkan dua tetes larutan pereaksi Mayer, maka akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau putih kekuningan. (ii) Sebanyak 3 tetes filtrat ditambahkan dua tetes larutan pereaksi Bouchardat, maka akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai hitam.
(30)
(iii) Sebanyak 3 tetes filtrat ditambahkan dua tetes larutan pereaksi Dragendorff, maka akan terbentuk endapan merah atau jingga.
Percobaan dilanjutkan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml ammonia pekat dan 10 ml campuran eter-kloroform (3:1), diambil lapisan kloroform, lalu diuapkan diatas penangas air. Sisanya dilarutkan dalam 1 ml asam klorida 2 N, dibagi tiga, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dan ditambahkan dua tetes larutan pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendorff pada masing-masing tabung reaksi. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Ditjen POM, 1995).
3.6.2 Pemeriksaan Flavonoid
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditambah 10 ml metanol, direfluks dengan menggunakan pendingin balik selama 10 menit, lalu disaring panas melalui kertas saring berlipat. Diencerkan filtrat dengan 10 ml air suling, ditambah 5 ml eter minyak tanah setelah dingin, dikocok hati-hati, kemudian didiamkan. Larutan metanol diambil, diuapkan, lalu sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat.
(i) Diambil 1 ml larutan percobaan dan diuapkan hingga kering. Sisa dilarutkan dalam 2 ml etanol 95%, ditambah 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml asam klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit, lalu ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Hasil positif jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif (glikosida-3-flavonol).
(ii) Diambil 1 ml larutan percobaan dan diuapkan hingga kering. Sisa dilarutkan dalam 1 ml etanol 95%, ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat. Hasil positif flavonoid jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu. Sedangkan warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon dan kalkon (Ditjen POM, 1995).
(31)
3.6.3 Pemeriksaan Glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 95%-air suling (7:3) dan 10 ml asam sulfat 2 N, direfluks selama sepuluh
menit, didinginkan, dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M; dikocok, didiamkan selama lima menit, dan disaring. Filtrat dipartisi dengan 20 ml campuran kloroform-isopropanol (3:2), dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali (triplo). Lapisan air dikumpulkan, diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol, dimasukkan kedalam tabung reaksi, selanjutnya diuapkan diatas penangas air. Pada sisanya ditambahkan 2 ml air suling dan lima tetes pereaksi Molish, lalu ditambahkan secara hati-hati 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Apabila terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya glikosida (Ditjen POM, 1989).
3.6.4 Pemeriksaan Glikosida Antrakinon
Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambah 2 ml larutan FeCl3, 8 ml air, dan 5 ml asam klorida pekat, dipanaskan selama 5 menit, didinginkan, ditambahkan 5 ml benzen, dikocok, dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan dicuci dua kali dengan masing-masing 2 ml air sampai lapisan benzen berwarna kuning. Dikocok lapisan benzen ini dengan 2 ml NaOH 2 N lalu didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon (Ditjen POM, 1989).
3.6.5 Pemeriksaan Saponin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama sepuluh detik. Jika terbentuk busa yang stabil setinggi 1-10 cm selama tidak
(32)
kurang dari sepuluh menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N maka menunjukkan adanya saponin (Ditjen POM, 1989).
3.6.6 Pemeriksaan Tanin
Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling, lalu disaring. Filtratnya diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan satu hingga dua tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Apabila terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman, menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1989).
3.6.7 Pemeriksaan Triterpenoid/Steroid
Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama dua jam. Kemudian maserat yang diperoleh disaring, filtrat diuapkan dalam cawan penguap, dan pada sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard. Apabila terbentuk warna biru kehijauan atau merah ungu menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).
3.7 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi. Sebanyak 500 g serbuk simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory dimasukkan kedalam bejana tertutup ditambah etanol 96% sampai seluruh serbuk terendam, ditutup dan dibiarkan selama 3 jam terlindungi dari cahaya kemudian dipindahkan kedalam perkolator. Ditambahkan cairan penyari sampai terendam dan terdapat cairan diatas serbuk, kemudian ditutup dengan aluminum foil, didiamkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dan dibiarkan tetesan ekstrak mengalir. Ekstrak ditambah dengan larutan penyari etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 2000 ml (100 bagian). Perkolasi dihentikan setelah tetesan perkolat terakhir mengeluarkan
(33)
larutan jernih. Selanjutnya ekstrak diuapkan dengan alat rotary evavorator pada suhu 400C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian ekstrak dikeringkan dengan
freeze dryer.
3.8 Pembuatan Media 3.8.1 Media nutrient agar
Komposisi: Lab-lenco powder 1 g Yeast extract 2 g
Peptone 5 g
Sodium chloride 5 g Agar 15 g Cara Pembuatan:
Sebanyak 28 g media nutrient agar (NA) yang telah jadi ditimbang, disuspensikan kedalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna, lalu media dimasukkan dalam labu dan disterilkan didalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 15 menit (Difco, 1977).
3.8.2 Media nutrient borth
Komposisi : Lab-lemco powder 1 g Yeast extract 2 g Peptone 5 g Sodium chloride 5 g Cara pembuatan:
Sebanyak 13 g media nutrient borth (NB) yang sudah jadi ditimbang, disuspensikan kedalam air suling 1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Lalu media dimasukkan dalam labu dan di sterilkan didalam autoklaf
(34)
pada suhu 121ºC selama 15 menit (Power, 1988).
3.9 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, distrelilkan terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170 ºC selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121 ºC selama 15 menit. Jarum ose dan pinset dipijar dengan lampu bunsen (Lay, 1994).
3.10 Pembuatan stok kultur bakteri
Koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian di inkubasi dalam inkubator pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam.
3.11 Penyiapan inokulum bakteri
Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose streril lalu disuspensikan dalam tabung reaksi yang berisi 10 ml media nutrient borth. Kemudian diukur kekeruhan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan 25 % (Ditjen POM, 1995).
3.12 Pembuatan larutan uji (ekstrak etanol) dengan berbagai konsentrasi Ekstrak etanol ditimbang 3 g dilarutkan dengan DMSO hinggah 10 ml maka konsentrasi ekstrak adalah 300 mg/ml kemudian dibuat pengenceran selanjutnya sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 250 mg/ml; 200 mg/ml; 150 mg/ml; 100 mg/ml; 50 mg/ml.
(35)
3.13 Metode pengujian efek antibakteri
Kedalam cawan petri dimasukkan 1 ml inokulum, kemudian ditambahkan 15 ml media nutrient agar steril yang telah dicairkan dan tunggu hingga suhu mencapai 45 ºC, dihomogenkan dalam laminar air flow dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya larutan uji diteteskan pecadang kertas (diameter 6 mm), dikeringkan dan di letakkan diatas permukaan media agar. Kemudian di inkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-24 jam. Selanjutnya diameter daerah hambat disekitar paper disk di ukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Brooks, 1983).
(36)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Bahan Tumbuhan
Identifikasi bahan tumbuhan yang telah dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Indonesia menunjukkan rumput laut yang digunakan adalah Turbinaria decurrens, divisi Phaeophyta, kelas Phaeophyceae, bangsa Fucales, suku Sargassaceae, marga Turbinaria.
4.2 Hasil Karakteristik Tumbuhan Segar dan Simplisia
Hasil pemeriksaaan makroskopik tumbuhan segar yang diperoleh dari
Turbinaria decurrens Bory adalah memiliki bau yang khas, warna coklat
tua, keras dan kasar, “batang” silindris, tegak, terdapat bekas percabangan, panjang sekitar 7 cm, lebar 2 cm, memiliki holdfast bercabang. Bentuk “daun” kerucut segitiga, panjang 11-17 mm dan pinggir “daun” bergerigi tajam.
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia diperoleh berupa “batang” dan “daun” yang menciut, berwarna coklat kehitaman, tidak berbau dan tidak berasa, sedangkan hasil mikroskopik serbuk simplisia Turbinaria decurrens Bory terlihat adanya sel parenkim yang berisi pigmen berwarna coklat keemasan dan terdapat sel-sel propagule yang mempunyai dua sel yang berfungsi untuk menghasilkan cabang pada talus rumput laut (Dawes, 1981).
4.3 Pemeriksaan mikroskopik
(37)
decurrens Bory menunjukkan adanya berisi sel parenkim dan sel
propagule.
Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Turbinaria decurrens Bory
No. Parameter Hasil %
1. Penetapan kadar air 9,98
2. Penetapan kadar sari yang larut dalam air 12,91 3. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol 2,09
4. Penetapan kadar abu total 14,96
5. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,74
Hasil penetapan kadar air yang diperoleh lebih kecil dari 10%, hasil ini memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kadar air dalam simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam simplisia tersebut. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air simplisia sampai tingkat yang diinginkan. Penetapan kadar air dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu, karena kandungan air dalam simplisia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim dan aktivitas mikroba (Badan POM RI, 2005).
Kadar sari yang larut dalam air bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar diantaranya senyawa metabolit primer misalnya karbohidrat, protein. Sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa bersifat polar dan non polar diantaranya senyawa metabolit sekunder yaitu glikosida, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Hasil pemeriksaan kadar sari yang larut dalam air lebih tinggi daripada kadar sari yang larut dalam
(38)
etanol, hal ini disebabkan alga coklat mengandung karbohidrat yang cukup tinggi (Atmadja, 1996).
Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa anorganik dan kandungan mineral dalam simplisia yang biasanya terdiri dari natrium, kalsium, fosfor, magnesium. Kadar abu yang terkandung dalam suatu produk menunjukkan tingkat kemurnian produk tersebut. Tingkat kemurnian ini sangat dipengaruhi oleh komposisi dan kandungan mineral. Hasil pemeriksaan kadar abu total yang diperoleh cukup tinggi, karena umumnya alga coklat mengandung mineral yang tinggi (Satiadarma, dkk, 2004).
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory, dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Skrining Fitokimia Simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory.
No. Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
1. Alkaloid -
2. Flavonoid -
3. Glikosida +
4. Glikosida antrakinon -
5. Saponin +
6. Tanin +
7. Triterpenoid/steroid +
Keterangan: + = mengandung senyawa golongan.
- = tidak mengandung senyawa golongan.
(39)
Turbinaria decurrens Bory. Hal ini dilihat dengan tidak terbentuknya
endapan berwarna putih/putih kekuningan, coklat/hitam, dan merah/jingga dengan penambahan masing-masing larutan pereaksi Mayer, Bouchardat, dan Dragendorff pada simplisia. Penelitian yang dilakukan oleh (Harahap, 2013) memperlihatkan hasil yang sama dengan penelitian ini.
Simplisia rumput laut juga mengandung senyawa golongan glikosida. Dimana glikosida apabila ditambahkan suatu asam pekat dan dibantu pemanasan maka glikosida tersebut akan terhidrolisis menjadi glikon (senyawa gula) dan aglikon (senyawa bukan gula). Dimana pengujian senyawa glikon (gula) dikatakan positif glikosida dengan terbentuknya cincin ungu pada batas cairan. Selain itu juga mengandung senyawa golongan saponin. Hal ini ditunjukkan dengan timbulnya busa yang stabil setinggi 2 cm selama sepuluh menit dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2 N. Terdapat senyawa golongan tanin di dalam simplisia rumput laut. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru yang berarti mengandung tiga buah gugus hiksoksil dan hijau yang mengandung dua buah gugus hidroksil setelah penambahan pereaksi besi (III) klorida 1%. Simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory juga mengandung senyawa golongan triterpenoid/steroid. Hal ini dapat dilihat dengan terbentuknya warna biru kehijauan melalui penambahan pereaksi Liebermann-Burchard.
4.4 Hasil Pembuatan Ekstrak Turbunaria decurrens Bory
Hasil penyarian 500 g simplisia Turbinaria decurrens Bory dengan menggunakan pelarut etanol 96%, perkolat diuapkan dengan rotary evaporator, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer dan ditimbang hasilnya, diperoleh ekstrak kental sebanyak 3,5 g. Ekstrak etanol ini kemudian digunakan untuk
(40)
uji aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol talus Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol rumput laut Turbinaria
decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. No. Konsentrasi Ekstrak Etanol Turbinaria decurrens Bory (mg/ml)
Diameter Hambat Pertumbuhan bakteri (mm)*
Staphylococcus aureus
Escherichia coli
1. 300 17.95 17.95
2. 250 16.86 16.86
3. 200 16.03 16.01
4. 150 15.23 14.00
5. 100 14.83 13.71
6. 50 13.76 13.00
7 Blanko - -
Keterangan: * = Rata-rata tiga kali pengamatan - = Tidak ada hambatan
Metode yang digunakan adalah metode difusi agar dengan mengukur diameter zona hambat. Batas daerah hambat dinilai efektif apabila memiliki diameter daya hambat 14 mm sampai 16 mm, dimana pada kedua bakteri uji ini membuktikan bahwa peningkatan konsentrasi terhadap ekstrak etanol rumput laut
Turbinaria decurrens Bory memiliki korelasi positif terhadap peningkatan zona
(41)
Pada bakteri Staphylococcus aureus konsentrasi daya hambat efektif sebesar 100 mg/ml, 150 mg/ml, sedangkan pada bakteri Escherichia coli konsentrasi daya hambat efektif sebesar 150 mg/ml. Data hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory dapat menghambat pertumbuhan kedua bakteri uji, sedangkan pada blanko tidak menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap kedua bakteri uji yang digunakan.
Aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory ini kemungkinan karena adanya senyawa-senyawa yang terkandung didalam
Turbinaria decurrens Bory seperti adanya tanin yang terdapat pada ekstrak etanol,
karena senyawa kimia tanin merupakan salah satu senyawa aktif anti mikroba. Pemilihan bakteri uji didasarkan pada adanya pertumbuhan beberapa bakteri pada infeksi kulit yang salah satunya berupa jerawat yang dapat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang dipicu oleh bakteri
Staphylococcus aureus. Dan pada pemilihan bakteri uji dengan memproduksi
entrotoksin melepas toksin yang dapat menyebabkan sekresi elektrolit dan cairan kesaluran pencernaan yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan diare yang diakibatkan adanya bakteri Escherichia coli (Chung, 1998).
(42)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan : a. Karakteristik dari simplisia rumput laut Turbinaria decurens Bory memenuhi
persyaratan yang mutu, diperoleh kadar air 9,98%; kadar sari yang larut dalam air 12,91%; kadar sari yang larut dalam etanol 2,09%; kadar abu total 14,96%; dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,74%.
b. Golongan senyawa metabolit skunder yang terkandung di dalam simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory adalah senyawa golongan glikosida, saponin, tanin, dan triterpenoid/steroid.
c. Ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Stahpylococcus aureus dan Escherichia coli. Konsentrasi hambat yang efektif dari ekstrak etanol rumput laut Turbinaria
decurrens Bory pada bakteri Stahpylococcus aureus adalah konsentrasi 100
mg/ml, 150 mg/ml, pada bakteri Escherichia coli konsentrasi daya hambat efektif sebesar 150 mg/ml. Ekstrak etanol talus Turbinaria decurrens Bory menunjukkan aktivitas antibakteri paling kuat adalah terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil uji antibakteri dari ekstrak etanol rumput laut
Turbinaria decurrens Bory disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk
(43)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan
Rumput laut tergolong tumbuhan berderajat rendah, umumnya tumbuh melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang, maupun daun sejati. Tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda keras lainnya (Pelczar, 1988).
2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut
Algae hijau banyak yang hidup dan berkembang di air tawar. Sedangkan algae coklat (kelp/rockweed) dan algae merah hampir secara eksklusif sebagai habitat laut dan kelompok ini yang lebih banyak dikenal sebagai rumput laut atau
seaweed (Winarno, 1990). Turbinaria sp. tersebar luas di Indonesia, tumbuh di
perairan yang terlindung maupun yang berombak besar pada habitat batu (Aslan, 1998). Rumput laut jenis ini mampu tumbuh pada substrat batu karang di daerah berombak. Indikator jenis untuk jenis ini antara lain Turbinaria sp., Gelidium sp.,
Caulerpa sp., dan Padina sp (Anggadiredja, dkk., 2011).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Ciri-ciri jenis ini yaitu “batang” silindris, kasar, terdapat bekas-bekas percabangan. Holdfast berbentuk cakram kecil dengan terdapat perakaran yang berekspansi radial. Percabangan berputar sekeliling batang utama. Bentuk “daun” menyerupai kerucut segitiga, pinggirnya bergerigi (Atmadja, 1996).
2.1.3 Sistematika tumbuhan
(44)
diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Phaeophyta Subdivisi : Phaeista Kelas : Phaeophyceae Bangsa : Fucales Suku : Sargassaceae Marga :Turbinaria
Jenis :Turbinaria decurrens 2.1.4 Nama daerah
Nama daerah dari Turbinaria decurrens Bory adalah Jamrud (Aceh). 2.1.5 Nama asing
Nama asing dari Tubinaria decurrens Bory adalah Turbinaria J.V
Lamouroux (Afrika).
2.1.6 Kandungan kimia Turbinaria decurrens Bory
Turbinaria decurrens Bory merupakan rumput laut penghasil alginat.
senyawa kimia yang terkandung dalam rumput laut Turbinaria decurrens Bory adalah senyawa saponin, tanin, triterpenoida/steroida dan glikosida (Anita, 2005). 2.1.7 Manfaat Turrbinaria decurrens Bory
Rumput laut jenis Turbinaria sp mengandung beberapa sumber bioaktif alami yang berguna, dan juga bermanfaat dalam dunia kesehatan yaitu sebagai antibiotik, antikoagulan, antioksidan, anti-tukak lambung. Rumput laut yang segar biasa dikonsumsi manusia yang tinggal di pesisir pantai (Vijayabaskar, 2011).
2.2 Ekstraksi
(45)
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.
Ekstrak adalah sedian yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, sampai semua atau hampir pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1980).
Metode ekstraksi terdiri atas dua cara (Depkes RI, 1980), yaitu: 1. Cara dingin
a. Maserasi adalah pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut yang beberapa kali pengocokkan atau pengadukkan pada temperatur ruangan (kamar).
b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna. Yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Tahap perkolasi sebenarnya (Perendaman, maserasi antara, penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).
2. Cara panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Sokhletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari tempertatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40 – 50ºC
(46)
menit
e. Dekoktasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90ºC selama 30 menit.
2.3 Uraian Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut kelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berkrolofil. Berbiak dengan pembelahan diri (Anita, 2005).
Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya ukuran bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 µm dengan panjang sekitar 1-6 µm. Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan basil (bentuk batang), golongan kokus (bentuk bulat) dan golongan spiral (bentuk bengkok). Bentuknya bermacam-macam, tetapi pada dasarnya struktur terdiri atas dinding sel, sitoplasma serta inti sel. Selain struktur dasar tersebut, bakteri juga memiliki stuktur tambahan misalnya pili, kapsul, flagela, serta spora yang tidak selalu dimiliki oleh setiap bakteri (Dwijoseputro, 1982).
Berdasarkan perbedaannya dalam menyerap zat warna gram bakteri dibagi dua golongan yaitu bakteri gram positif dan gram negatif. Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang menyebabkan berwarna ungu (Dwijoseputro, 1982). Bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan yang tinggi (dapat mencapai 50%) bakteri gram negatif (sekitar 10%). Kandungan lipida dinding sel bakteri gram positif rendah sedangkan pada dinding sel bakteri gram negatif tinggi yaitu sekitar 11-22 (Lay, 1994).
(47)
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri
Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dipengaruhi oleh: 1. Suhu
Setiap spesies bakeri tumbuh pada satu kisaran suhu tertentu. Atas dasar ini maka bakteri diklasifikasikan sebagai: psikrofil, yang tumbuh pada 0 sampai 20ºC; mesofil, yang tumbuh pada 25 sampai 40ºC; dan termofil, yang tumbuh pada suhu 50ºC atau lebih (Pelczar, 1988).
Suhu terendah dimana bakteri dapat tumbuh disebut minimum growth
temperatur. Sedangkan suhu tertinggi dimana bakteri dapat tumbuh dengan
sempurna diantara kedua suhu tersebut disebut suhu optimum (Tim Mikrobiologi FKU, 2003).
2. Derajat Keasaman
pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakkan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun, beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam atau sangat alkalis (alkalinofil). Pada kebanyakkan spesies, nilai pH minimum dan maksimum ialah antara 4 dan 9. Bila bakteri dibiakkan dalam medium yang mula-mula disesuaikan pHnya maka pH ini berubah karena adanya senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhan (Jawetz, 2001).
3. Oksigen
Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan menjadi: Bakteri aerob mutlak, yaitu bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen; Bakteri anaerob fukultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya oksigen; Bakteri anaerob aerotoleran, yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen tetapi tidak mati dengan adanya oksigen; Bakteri anaerob mutlak, yaitu bakteri yang hidup bila
(48)
tidak ada oksigen; dan Bakteri mikroaerofilik, yaitu bakteri yang kebutuhan oksigennya rendah (Tim Mikrobiologi FKU, 2003).
4. Nutrisi
Sumber zat makanan (nutrisi) bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen, sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium mangan, besi, tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Dwijoseputro, 1982).
5. Pengaruh kelembaban dan kekeringan
Bakteri adalah makhluk hidup yang suka akan keadaan basah atau lembab, bahkan dapat hidup didalam air, hanya didalam air yang tertutup mereka tidak dapat hidup subur, hal ini disebabkan karena kekurangan udara. Tanah yang basah baik untuk kehidupan bakteri (Dezen, 2003).
6. Tekanan osmosa
Medium yang paling cocok untuk kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Bakteri yang dapat hidup pada larutan garam contohnya bakteri halophyl (Dwijoseputro, 1982).
2.3.2 Media pertumbuhan bakteri
Perkembangbiakan mikroorganisme membutuhkan media yang berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikoorganisme. Media dapat dibagi berdasarkan (Lay, 1994):
1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Media padat
b. Media cair
c. Media semi padat
(49)
merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu di bawah 45ºC. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media adalah 1,5-2%.
2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua macam: a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan kimia atau bahan
yang bukan berasal dari alam. Pada media ini kandungan dan isi bahan yang di tambahkan diketahui secara terperinci.
b. Media nonsintetik, menggunakan bahan yang dapat di alam biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci. Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi dan kaldu daging.
3. Berdasarkan fungsinya, media dapat dibagi menjadi:
a. Media selektif, yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit satu bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak diinginkan dan spesifik terhadap perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin disiolasi.
b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan kelompok mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Jika terdapat berbagai kelompok mikroorganisme tumbuh pada media differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikroorganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau koloninya.
c. Media diperkaya, yaitu dengan menambahkan bahan-bahan khusus pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus.
2.3.3 Bakteri Staphylococcus aureus
2.3.3.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus
(50)
Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Bangsa : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae Marga : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
2.3.3.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus berasal dari kata staphyle yang berarti kelompok buah anggur dan kokus yang berarti bulat. Bakteri ini sering ditemukan sebagai bakteri flora normal kulit dan selaput lendir pada manusia yang dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat dan merupakan patogen utama pada manusia. Diameter bakteri ini antara 0,8-1,0 mikron. Bakteri ini berbentuk speris, tidak bergerak, tidak berspora, tumbuh dengan baik pada temperatur 37ºC dan bersifat anaerob fakultatif (Tim Mikrobiologi FKU, 2003).
Infeksi lokal pada kulit, uretra dan saluran pencernaan (Dezen, 2003). 2.3.4 Bakteri Escherichia coli
2.3.4.1 Sistematika bakteri Escherichia coli
Sistematika bakteri Escherichia coli (Lindsay, 2008) adalah: Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria Bangsa : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia
(51)
2.3.4.2 Uraian bakteri Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli ini adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya ditemukan didalam usus besar manusia. Kebanyakan bakteri Escherichia coli tidak berbahaya, tetapi dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare. Bakteri Escherichia
coli merupakan gram negatif, aerob atau anaerob fakultatif, panjang 1-4 µm, lebar
0,4-1,7 µm, berbentuk batang, tidak bergerak. pH optimum untuk pertumbuhan
Escherichia coli adalah 7-7,5. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 8-40ºC,
membentuk koloni bundar, cembung, halus dengan tepi yang nyata. Penyakit yang dapat ditimbulkan oleh infeksi bakteri Escherichia coli antara lain infeksi saluran kemih, diare (Jawetz, 2001).
2.3.5 Uji aktivitas antibakteri
Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi (pengenceran) atau dengan metode difusi (permbesan) (Jawetz, 2001) adalah: a. Metode Difusi
Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar dengan menggunakan pecadang kertas yang telah direndam kedalam larutan uji berbagai konsentrasi diletakkan diatas media agar padat yang sebelumnya telah disuspensikan dengan inokulum. Zona hambatnya dihitung dari daerah yang bening disekitar pecadang kertas.
b. Metode Dilusi
Dibuat beberapa seri pengenceran larutan uji kemudian dimasukkan kedalam media cair yang telah disuspensikan dengan bakteri, tabung reaksi yang bening dengan konsentrasi rendah itulah khmnya. Metode dilusi ini membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya sehingga jarang digunakan.
(52)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Di Indonesia banyak tumbuhan yang telah digunakan untuk tujuan pengobatan. Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tumbuhan sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan kesehatan. Peluang budidaya dan produksi tanaman obat makin besar dan sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat negara-negara maju
tentang “Back to Nature” kembali ke alam (Rukmana, 1995).
Algae atau rumput laut yang juga dikenal dengan seaweed merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Perairan Indonesia yang merupakan 70 % dari wilayah Nusantara, mempunyai potensi rumput laut yang cukup besar (Winarno, 1990). Algae yang hidup di perairan Indonesia sangat beragam sekitar 782 jenis, 134 diantaranya merupakan jenis algae coklat. Di Indonesia jenis algae diatas bernilai ekonomis dan telah diperdagangkan sejak dahulu, yaitu dari golongan algae coklat yaitu Hormophysa sp., Padina sp., Sargassum sp. dan Turbinaria sp (Anggadiredja, dkk., 2011).
Tubinaria adalah genus dari ganggang coklat di temukan terutama di
perairan tropis (Lobban dan Wayne, 1981; Marpaung, 2005). Selain itu rumput laut jenis Turbinaria sp ini di kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh besar Nanggroe Aceh Darussalam di buat sebagai bahan tambahan makan seperti agar-agar untuk memperlancar pencernaan. Salah satu algae coklat yang bersifat ekonomis yang terdapat di pantai Lampu’uk, kecamatan Lhok Nga, Kabupaten Aceh besar Nanggroe Aceh Darussalam adalah Turbinaria sp yang mengandung
(53)
tanin dan fenolat dimana menurut Achmad (1989) senyawa fenol seperti flavonoid dan tanin memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Flavonoid dapat mendenaturasi dan mengkoagulasi protein serta merusak membran dinding sel. Oleh karena itu flavonoid dapat digunakan sebagai antibakteri. Menurut (Jawetz, 2001), pengujian aktivitas anti bakteri dilakukan terhadap bakteri gram positif dan gram negatif.
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif yang biasa terdapat pada kulit,
selaput lendir, bisul, dan luka. Escherichia coli adalah bakteri gram negatif yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan, Escherichia coli juga dapat menyebabkan diare. Menurut Anita (2005), golongan senyawa kimia yang terdapat di dalam rumput laut Turbinaria decurrens Bory adalah senyawa saponin, tanin, triterpenoida/steroida dan glikosida.
Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan karakteristik simplisia dan skrining fitokimia serta uji antibakteri ekstrak etanol rumput laut Turbinaria
decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan etanol 96%.
1.2Perumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. apakah karakteristik dari simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory memenuhi persyaratan mutu?
b. apakah golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory?
c. apakah ekstrak etanol dari simplisia Turbinaria decurrens Bory mempunyai sifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
(54)
1.3Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
a. karakteristik dari simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory memenuhi persyaratan mutu.
b. simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory memiliki golongan senyawa metabolit sekunder.
c. ekstrak etanol dari simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory bersifat antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri
Escherichia coli.
1.4Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini adalah:
a. untuk mengetahui karakterisasi simplisia rumput laut Turbinaria
decurrens Bory.
b. untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalam simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory.
c. untuk mengetahui informasi aktifitas antibakteri ekstrak etanol dari simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang aktivitas antibakteri dari simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri
(55)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RUMPUT LAUT
Turbinaria decurrens BORY TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus
ABSTRAK
Algae coklat merupakan sumber produksi alginat yang cukup potensial, salah satu jenisnya adalah Turbinaria decurrens Bory yang belum banyak dimanfaatkan dan terdapat diperairan pantai Indonesia, khususnya di pantai
Lampu’uk, kecamatan Lhok Nga, kabupaten Aceh Besar, di Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitian ini untuk melakukan karakterisasi simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory serta melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Uji anti bakteri dengan metode difusi agar.
Hasil pemeriksaan organoleptis simplisia adalah berwarna coklat kehitaman, tidak berasa dan tidak berbau. Hasil mikroskopik serbuk simplisia terlihat adanya sel-sel parenkim yang berisi pigmen berwarna coklat dan terdapat sel propagule yang memiliki dua sel. kadar air 9,98%, kadar sari larut air 12,91%, kadar sari larut etanol 2,09%, kadar abu total 14,96%, kadar abu tidak larut asam 0,74%. Hasil skrining fitokimia simplisia mengandung senyawa golongan glikosida, saponin, tanin dan triterpenoid/ steroid.
Hasil uji antibakteri dari Turbinaria decurrens Bory ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory mempunyai aktivitas antibakteri dengan konsentrasi 50 mg/ml, 100 mg/ml, 150 mg/ml, 200 mg/ml, 250 mg/ml, 300 mg/ml. Daya hambat yang paling baik terhadap bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml dengan diameter 14,83 mm,
150 mg/ml dengan diameter 15,23 mm dan sedangkan pada bakteri Escherichia
coli daya hambat yang paling baik pada konsentrasi 150 mg/ml dengan diameter
14,00 mm.
Kata kunci : Turbinaria decurrens Bory, karakterisasi, skrining fitokimia,
(56)
CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING OF SIMPLICIA AND ANTIBACTERIAL TEST OF ETHANOL EXTRACT
OF SEAWEED Turbinaria decurrens BORY AGAINS THE BACTERIA Escherichia coli AND Staphylococcus aureus.
ABSTRACT
Brown algae is a source of alginate production potential, one of the species is Turbinaria decurrens Bory which had not been used widely and available in the coastal region of Indonesia, especially in on the beach Lampu'uk, subdistrict of Lhok Nga, Aceh Besar district, in Nanggroe Aceh Darussalam. The purpose of this study was to characterize simplicia Turbinaria decurrens Bory seaweed as well as to test the antibacterial activity of ethanol extract Turbinaria decurrens Bory against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. This antibacterial with agar diffusion method.
The result of simplex organoleptic identification is brownish black, tasteless and odourless. The microscopic result of simplex powder is seen by presence of parenchymal cells which contain brown pigmen and propagule cells which have two cells. The simplex contain the water content 9.98 %, water soluble exctract content 12.91 %, ethanol solubleextract content 2.09 %, total ash content 14.96 %, acid insoluble extract content 0.74 %. The result of phytochemical screening of simplex contain glycoside, saponin, tannin and triterpenoid/steroid.
The result of antibacterial test of Turbinaria decurrens Bory showed that it has an antibacterial activity with concentrations 50 mg/ml, 100 mg/ml,150 mg/ml, 250 mg/ml, 300 mg/ml. Affective inhibitory againt Staphylococcus aureus growth 100 mg/ml with a diameter of inhibition zone about 14.83 mm, 150 mg/ml with a diameter of inhibition zone 15.23 mm, 200 mg/ml with a diameter of inhibition zone 16.03 mm, 250 mg/ml with a diameter of inhibition zone 16.86 mm, and while the bacteria Escherichia coli, effective inhibitory concentration of 150 mg/ml with a diameter of inhibition zone 14.00 mm.
Keywords: Turbinaria decurens Bory, characterization, phytochemical
(57)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RUMPUT
LAUT Turbinaria decurrens Bory TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus
SKRIPSI
OLEH :
RUDIANTO
NIM 111524066
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(58)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RUMPUT
LAUT Turbinaria decurrens Bory TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH :
RUDIANTO
NIM 111524066
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(59)
PENGESAHAN SKRIPSI
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA
SERTA UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RUMPUT
LAUT Turbinaria decurrens BORY TERHADAP BAKTERI
Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus
OLEH:
RUDIANTO
NIM 111524066
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal: 9 November 2015
Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. NIP 195107231982032001 NIP 195709091985112001
Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001 Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Dra. Herawaty Ginting, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001 NIP 195112231980032002
Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002
Medan, Januari 2016 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan
Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001
(60)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta Shalawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang berjudul: “Karakterisasi simplisia dan skrining fitokimia serta uji antibakteri ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus”
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt. selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan, kepada Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., dan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Dra. Herawati Ginting, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt selaku penasehat akademik
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada orang tua, Ayahanda Kasio dan Ibunda Samiyah atas doa dan dukungan baik moril maupun materil, abang dan kakak tersayang atas doa,
(61)
dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Januari 2016 Penulis,
Rudianto
(62)
KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN SKRINING FITOKIMIA SERTA UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RUMPUT LAUT
Turbinaria decurrens BORY TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus
ABSTRAK
Algae coklat merupakan sumber produksi alginat yang cukup potensial, salah satu jenisnya adalah Turbinaria decurrens Bory yang belum banyak dimanfaatkan dan terdapat diperairan pantai Indonesia, khususnya di pantai Lampu’uk, kecamatan Lhok Nga, kabupaten Aceh Besar, di Nanggroe Aceh Darussalam. Tujuan penelitian ini untuk melakukan karakterisasi simplisia rumput laut Turbinaria decurrens Bory serta melakukan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. Uji anti bakteri dengan metode difusi agar.
Hasil pemeriksaan organoleptis simplisia adalah berwarna coklat kehitaman, tidak berasa dan tidak berbau. Hasil mikroskopik serbuk simplisia terlihat adanya sel-sel parenkim yang berisi pigmen berwarna coklat dan terdapat sel propagule yang memiliki dua sel. kadar air 9,98%, kadar sari larut air 12,91%, kadar sari larut etanol 2,09%, kadar abu total 14,96%, kadar abu tidak larut asam 0,74%. Hasil skrining fitokimia simplisia mengandung senyawa golongan glikosida, saponin, tanin dan triterpenoid/ steroid.
Hasil uji antibakteri dari Turbinaria decurrens Bory ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory mempunyai aktivitas antibakteri dengan konsentrasi 50 mg/ml, 100 mg/ml, 150 mg/ml, 200 mg/ml, 250 mg/ml, 300 mg/ml. Daya hambat yang paling baik terhadap bakteri
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml dengan diameter 14,83 mm,
150 mg/ml dengan diameter 15,23 mm dan sedangkan pada bakteri Escherichia
coli daya hambat yang paling baik pada konsentrasi 150 mg/ml dengan diameter
14,00 mm.
Kata kunci : Turbinaria decurrens Bory, karakterisasi, skrining fitokimia,
(63)
CHARACTERIZATION AND PHYTOCHEMICAL SCREENING OF SIMPLICIA AND ANTIBACTERIAL TEST OF ETHANOL EXTRACT
OF SEAWEED Turbinaria decurrens BORY AGAINS THE BACTERIA Escherichia coli AND Staphylococcus aureus.
ABSTRACT
Brown algae is a source of alginate production potential, one of the species is Turbinaria decurrens Bory which had not been used widely and available in the coastal region of Indonesia, especially in on the beach Lampu'uk, subdistrict of Lhok Nga, Aceh Besar district, in Nanggroe Aceh Darussalam. The purpose of this study was to characterize simplicia Turbinaria decurrens Bory seaweed as well as to test the antibacterial activity of ethanol extract Turbinaria decurrens Bory against Staphylococcus aureus and Escherichia coli. This antibacterial with agar diffusion method.
The result of simplex organoleptic identification is brownish black, tasteless and odourless. The microscopic result of simplex powder is seen by presence of parenchymal cells which contain brown pigmen and propagule cells which have two cells. The simplex contain the water content 9.98 %, water soluble exctract content 12.91 %, ethanol solubleextract content 2.09 %, total ash content 14.96 %, acid insoluble extract content 0.74 %. The result of phytochemical screening of simplex contain glycoside, saponin, tannin and triterpenoid/steroid.
The result of antibacterial test of Turbinaria decurrens Bory showed that it has an antibacterial activity with concentrations 50 mg/ml, 100 mg/ml,150 mg/ml, 250 mg/ml, 300 mg/ml. Affective inhibitory againt Staphylococcus aureus growth 100 mg/ml with a diameter of inhibition zone about 14.83 mm, 150 mg/ml with a diameter of inhibition zone 15.23 mm, 200 mg/ml with a diameter of inhibition zone 16.03 mm, 250 mg/ml with a diameter of inhibition zone 16.86 mm, and while the bacteria Escherichia coli, effective inhibitory concentration of 150 mg/ml with a diameter of inhibition zone 14.00 mm.
Keywords: Turbinaria decurens Bory, characterization, phytochemical
(64)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Uraian Tumbuhan ... 4
2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut ... 4
2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 4
2.1.3 Sistematika tumbuhan ... 4
2.1.4 Nama daerah ... 5
2.15 Nama asing ... 5
(65)
2.1.7 Manfaat Turbinaria decurrens Bory ... 5
2.2 Ekstraksi ... 5
2.3 Uraian Bakteri ... 7
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri ... 8
2.3.2 Media pertumbuhan bakteri ... 9
2.3.3 Bakteri Staphylococcus aureus ... 10
2.3.3.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus ... 10
2.3.3.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus ... 11
2.3.4 Bakteri Escherichia coli ... 11
2.3.4.1 Sistematika bakteri Escherichia coli ... 11
2.3.4.2 Uraian bakteri Escherichia coli ... 12
2.3.5 Uji aktivitas antibakteri ... 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Alat-alat ... 13
3.2 Bahan ... 13
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 14
3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 14
3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan ... 14
3.3.3 Pemeriksaan makroskopik tumbuhan segar ... 14
3.3.4 Pengolahan bahan tumbuhan ... 14
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 15
3.4.1 Pereaksi asam klorida 5% ... 15
3.4.2 Pereaksi Bouchardat ... 15
3.4.3 Pereaksi Dragendorff ... 15
(66)
3.4.5 Pereaksi Molish ... 15
3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 16
3.4.7 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 16
3.4.8 Pereaksi asam nitrat 0,5 N ... 16
3.4.9 Pereaksi kloralhidrat ... 16
3.4.10 Pereaksi asam klorida 2 N ... 16
3.4.11 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 16
3.4.12 Pereaksi Lieberman-Bouchard ... 16
3.4.13 Pereaksi kalsium klorida 1,0% ... 16
3.4.14 Pereaksi natrium karbonat 5,0% ... 17
3.4.15 Pereaksi natrium hidroksida 0,1N ... 17
3.4.16 Pereaksi air kloroform ... 17
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 17
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 17
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 17
3.5.3 Penetapan kadar air ... 17
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 18
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 18
3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 19
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 19
3.6 Skrining Fitokimia ... 19
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid ... 19
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid ... 20
3.6.3 Pemeriksaan glikosida ... 21
(67)
3.6.5 Pemeriksaan saponin ... 21
3.6.6 Pemeriksaan tanin ... 22
3.6.7 Pemeriksaan triterpenoid/steroid ... 22
3.7 Pembuatan Esktrak ... 22
3.8 Pembuatan Media ... 23
3.8.1 Media nutrient agar ... 23
3.8.2 Media nutrient borth ... 23
3.9 Sterilisai alat ... 24
3.10 Pembuatan stok kultur bakteri ... 24
3.11 Penyiapan inokulum bakteri ... 24
3.12 Pembuatan larutan uji (ekstrak etanol) dengan berbagai konsentrasi ... 24
3.13 Metode pengujian efek antibakteri secara invitro ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Hasil Identifikasi Bahan Tumbuhan ... 26
4.2 Hasil Karakteristik Tumbuhan Segar dan Simplisia ... 26
4.3 Hasil Pemeriksaan mikroskopik ... 26
4.4 Hasil Skrining Fitokimia ... 28
4.5 Hasil Pembuatan ekstrak Turbinaria decurrens Bory ... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
5.1 Kesimpulan ... 32
5.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
(68)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Turbinaria decurrens Bory ... 27 4.2 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Turbinaria
decurrens Bory ... 28
4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol rumput laut
Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus
(69)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 36
2. Gambar makroskopik tumbuhan segar Turbinaria decurrens Bory ……….. 37
3. Gambar serbuk simplisia Turbinaria decurrens Bory ... 39
4. Gambar sel parenkim berisi pigmen warna coklat ... 40
5. Gambar sel propagule ... 41
6. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia Turbinaria decurrens Bory ………... 42
7. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory ... 45
8. Tabel hasil uji antibakteri dari ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ... 48
9. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Escherichia coli ... 49
10. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus ... 52
(1)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Uraian Tumbuhan ... 4
2.1.1 Habitat dan sebaran rumput laut ... 4
2.1.2 Morfologi tumbuhan ... 4
2.1.3 Sistematika tumbuhan ... 4
2.1.4 Nama daerah ... 5
2.15 Nama asing ... 5
(2)
2.1.7 Manfaat Turbinaria decurrens Bory ... 5
2.2 Ekstraksi ... 5
2.3 Uraian Bakteri ... 7
2.3.1 Perkembangbiakan bakteri ... 8
2.3.2 Media pertumbuhan bakteri ... 9
2.3.3 Bakteri Staphylococcus aureus ... 10
2.3.3.1 Sistematika bakteri Staphylococcus aureus ... 10
2.3.3.2 Uraian bakteri Staphylococcus aureus ... 11
2.3.4 Bakteri Escherichia coli ... 11
2.3.4.1 Sistematika bakteri Escherichia coli ... 11
2.3.4.2 Uraian bakteri Escherichia coli ... 12
2.3.5 Uji aktivitas antibakteri ... 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 13
3.1 Alat-alat ... 13
3.2 Bahan ... 13
3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ... 14
3.3.1 Pengumpulan bahan tumbuhan ... 14
3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan ... 14
3.3.3 Pemeriksaan makroskopik tumbuhan segar ... 14
3.3.4 Pengolahan bahan tumbuhan ... 14
3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 15
3.4.1 Pereaksi asam klorida 5% ... 15
3.4.2 Pereaksi Bouchardat ... 15
3.4.3 Pereaksi Dragendorff ... 15
(3)
3.4.5 Pereaksi Molish ... 15
3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M ... 16
3.4.7 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 16
3.4.8 Pereaksi asam nitrat 0,5 N ... 16
3.4.9 Pereaksi kloralhidrat ... 16
3.4.10 Pereaksi asam klorida 2 N ... 16
3.4.11 Pereaksi besi (III) klorida 1% ... 16
3.4.12 Pereaksi Lieberman-Bouchard ... 16
3.4.13 Pereaksi kalsium klorida 1,0% ... 16
3.4.14 Pereaksi natrium karbonat 5,0% ... 17
3.4.15 Pereaksi natrium hidroksida 0,1N ... 17
3.4.16 Pereaksi air kloroform ... 17
3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 17
3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 17
3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 17
3.5.3 Penetapan kadar air ... 17
3.5.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 18
3.5.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 18
3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 19
3.5.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam ... 19
3.6 Skrining Fitokimia ... 19
3.6.1 Pemeriksaan alkaloid ... 19
3.6.2 Pemeriksaan flavonoid ... 20
3.6.3 Pemeriksaan glikosida ... 21
(4)
3.6.5 Pemeriksaan saponin ... 21
3.6.6 Pemeriksaan tanin ... 22
3.6.7 Pemeriksaan triterpenoid/steroid ... 22
3.7 Pembuatan Esktrak ... 22
3.8 Pembuatan Media ... 23
3.8.1 Media nutrient agar ... 23
3.8.2 Media nutrient borth ... 23
3.9 Sterilisai alat ... 24
3.10 Pembuatan stok kultur bakteri ... 24
3.11 Penyiapan inokulum bakteri ... 24
3.12 Pembuatan larutan uji (ekstrak etanol) dengan berbagai konsentrasi ... 24
3.13 Metode pengujian efek antibakteri secara invitro ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
4.1 Hasil Identifikasi Bahan Tumbuhan ... 26
4.2 Hasil Karakteristik Tumbuhan Segar dan Simplisia ... 26
4.3 Hasil Pemeriksaan mikroskopik ... 26
4.4 Hasil Skrining Fitokimia ... 28
4.5 Hasil Pembuatan ekstrak Turbinaria decurrens Bory ... 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
5.1 Kesimpulan ... 32
5.2 Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
(5)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Turbinaria decurrens Bory ... 27 4.2 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia Turbinaria
decurrens Bory ... 28
4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol rumput laut
Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 36
2. Gambar makroskopik tumbuhan segar Turbinaria decurrens Bory ……….. 37
3. Gambar serbuk simplisia Turbinaria decurrens Bory ... 39
4. Gambar sel parenkim berisi pigmen warna coklat ... 40
5. Gambar sel propagule ... 41
6. Perhitungan hasil karakterisasi simplisia Turbinaria decurrens Bory ………... 42
7. Bagan uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory ... 45
8. Tabel hasil uji antibakteri dari ekstrak etanol rumput laut Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ... 48
9. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Escherichia coli ... 49
10. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol Turbinaria decurrens Bory terhadap bakteri Staphylococcus aureus ... 52