APA BELANJA HEDONIS ITU :

keluarga, mencari barang yang murah, kenyamanan dan sebagainya. Oleh karena itu, motivasi hedonic shopping terjadi karena pertama, a. Informasi internal. Informasi ini berasal dari pengalaman pribadi konsumen mengenai kebutuhan produk yang mereka rasakan. Apabila mereka mengingat tentang produk pada pengalaman masa lalu memenuhi kebutuhan produk secara memuaskan, maka mereka akan mencantumkan produk tersebut dalam daftar pilihan produk. konsumen memerlukan informasi dan pergaulan di luar lingkungan mereka. Hal ini terjadi karena mereka umumnya masyarakat perkotaan memerlukan pemuasan emosionalnya karena disibukkan dengan rutinitas yang ada. Khusus produk secara garis besar konsumen mempunyai 5 sumber informasi Feddy Rangkuti , 2009 : 94-95 : b. Informasi kelompok. Sumber informasi yang dimaksud adalah keluarga, teman, tetangga, sahabat, teman sekolah, atau teman sejawat. Oleh karena itu hubungan konsumen dengan anggota kelompok mereka itu erat, informasi, pendapat, dan saran yang diberikan kelompok seringkali memengaruhi keputusan. c. Informasi komersial atau pemasaran. Informasi yang dapat diperoleh dari iklan penjelasam sales executive , promosi penjualan perusahaan, pedagang eceran, pameran dan ekshibisi produk. d. Informasi publik. Informasi tentang produk antara lain berupa brosur yang diterbitkan produsen. Dalam brosur atau artikel dimuat penjelasan teknik produk, standar mutu, manfaat dan kegunaannya. e. Informasi dari pengalaman. Biasanya dikumpulkan sendiri oleh konsumen dari pengamatan produk di pedagang eceran atau karena mencoba jenis produk yang berlainan. Kedua, konsumen ingin menikmati hidup seperti keinginan untuk jalan-jalan menyelusuri lorong-lorong supermarket atau hypermarket, tidak berdesakan, mencicipi produk, dan sebagainya. Ketig Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut : a, konsumen membutuhkan hiburan, baik untuk anak-anak maupun pasangan. Keempat, make kids happy. Anak-anak membutuhkan ruang tersendiri dalam hiburan. Yongki Surya Susilo, 2007 : 34-35. Gambar 5.3. Kegiatan hedonic shopping Sumber : Hasil penelitian, 2010 Gambar di atas memperlihatkan konsumen wanita, Mereka melakukan kegiatan belanja dengan melihat-lihat barang yang ada. Ini menandakan bahwa mereka melakukan petualangan berbelanja. Gambar 5.4. Kegiatan hedonic shopping Sumber : Hasil penelitian, 2010 Gambar di atas memperlihatkan pramuniaga salah satu hypermarket menawarkan makanan. Konsume, seorang ibu memperlihatkan minat terhadap makanan atau barang yang ditawarkan. Ini menandakan kegiatan hedonik dilakukan yaitu dengan melakukan kegiatan berpetualangan dengan mencoba barang yang ditawarkan. Konsumen tersebut melakukan kegiatan berbelanja dengan keluarga. Gambar 5.5. Kegiatan hedonic shopping Sumber : Hasil penelitian, 2010 Gambar di atas menjelaskan bahwa konsumen yang melakukan petualangan berbelanja dengan keluarga dengan mencoba mencicipi kegunaan barang baru yang ditawarkan. Mereka menikmati kegiatan berbelanja seperti berpetualang dan mencoba sesuatu yang baru. Konsumen tersebut menikmati fasilitas tersebut tanpa terganggu dengan orang lain. Selain daripada itu, mereka melakukan kegiatan interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Hal ini menandakan mereka melakukan kegiatan hedonic shopping . Gambar 5.6. Kegiatan hedonic shopping Sumber : Hasil penelitian, 2010 Salah satu ciri khas dari hypermarket adalah adanya restoran atau tempat makan yang ditempatkan di pusat perbelanjaan. Hal ini yang membedakan dengan bentuk ritel lainnya. Dengan adanya tempat tersebut memungkinkan konsumen untuk menikmati kegiatan belanja mereka. Mereka dapat leluasa melakukan kegiatan belanja dan makan tanpa terganggu dengan orang lain. Selain itu, juga dapat berinteraksi dengan yang lainnya. Dengan kata lain mereka dapat melakukan interaksi sosial atau lingkungan. Ini menandakan kegiatan hedonic shopping telah dilakukan oleh mereka. Oleh karena itu, motivasi hedonic shopping lebih menekankan pertimbangan emosiafeksi, cita rasa dan estetika. Selanjutnya kegiatan dalam motivasi hedonik menurut Solomon 2004 : 351 adalah : 1. Pengalaman sosial. Pusat pembelanjaan telah menjadi tempat berkumpulnya berbagai kelompok. Pembelian yang telah dilakukan akan menjadi pengalaman. Pengalaman akan membentuk kebiasaan atau sikap konsumen akan ritel. Banyaknya orang yang datang dari daerah pinggiran atau daerah tertentu yang tidak mempunyai tempat untuk menghabiskan waktu luang mereka sehingga mereka datang ke pusat perbelanjaan untuk menghabiskan waktu mereka untuk bersosialisasi. Mereka bersosialisasi untuk mendapat penghargaan dari orang lain. Biasanya mereka mengejar status sosial. Ukuran yang digunakan untuk mencari status sosial atau kelas sosial adalah pekerjaan, tingkat penghasilan dan pendidikan. Kelas sosial menurut Feddy Rangkuti 2009 : 98- 99 mempunyai ciri : a. Orang-orang dalam kelas sosial yang sama cenderung bertingkah lebih seragam daripada orang-orang dari dua kelas sosial yang berbeda. b. Orang-orang yang merasa menempati posisi yang rendah atau tinggi di kelas sosial mereka. c. Kelas sosial seseorang lebih ditandai oleh sekumpulan variabel seperti pekerjaan, penghasilan, kesejahteraan, dan pendidikan daripada satu variabel. d. Individu dapat berpindah dari satu kelas sosial ke kelas sosial yang lain, ke atas atau ke bawah, sepanjang hidup mereka. Luasnya mobilitas tersebut tergantung pada kekuatan stratifikasi sosial dalam suatu masyarakat. 2. Bersama-sama menaruh minat. Sebuah toko menawarkan barang spesialis dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehingga menimbulkan adanya ketertarikan untuk berkomunikasi. Ini terjadi karena mereka selalu adaptif dengan kegiatan iklan atau promosi yang dilakukan supermarket atau hypermarket. Mereka menaruh minat terhadap kegiatan yang dilakukan oleh ritel modern tersebut. Adanya stimulus promosi, harga, dan strategi pemasaran lainnya untuk memengaruhi mengingatkan konsumen. Informasi ritel mudah diperoleh, dan tanpa pengorbanan. Informasi ritel baik harga, kelengkapan produk maupun jarak toko yang dekat dengan konsumen, diiklankan di media cetak dan elektronik. Manajemen ritel secara berkala menerbitkan majalah belanja yang dibagikan ke konsumen juga dengan tujuan promosi. 3. Daya tarik perseorangan. Pusat perbelanjaan dijadikan tempat untuk berkumpul. Sebagai contoh para remaja menggunakan tempat perbelajaan sebagai tempat hangout atau melakukan kegiatan browsing, kegiatan jalan- jalan atau melihat produk yang baru. Pusat perbelanjaan dapat dijadikan sebagai tempat untuk bergaul dan mencari informasi. 4. Status sesaat. Setiap bagian penjualan mengetahui bahwa sebagian orang merasakan atau menikmati pelayanan yang diberikan walaupun mereka mungkin tidak melakukan pembelian. Selain daripada itu, dalam kegiatan belanja membuat seseorang berpartisipasi dalam kelompok seperti keluarga, klub atau organisasi. Kedudukan orang dalam kelompok ditentukan salah satunya adalah status. Orang-orang memilih produk yang dapat menaikkan status mereka di masyarakat. 5. Mencari sensasi. Sebagian orang merasa bangga apabila mereka mengetahui lebih banyak tentang tempat perdagangan. Hal ini merupakan suatu dorongan atau sensasi bagi mereka.

BAB VI UKURAN BELANJA HEDONIS

P enelitian pertama mengenai unsur motivasi hedonic shopping dilakukan oleh Tauber 1972, dalam Martin Evans, Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 : 18-19. Inti penelitian ini adalah motivasi yang mengacu pada unsur personal dan unsur sosial. Unsur motivasi personal meliputi role-playing, diversition, self- gratification, learning about new trends, physical activity and sensory stimulation . Unsur motivasi berdasarkan faktor sosial mengacu pada social experiences, communication with others, peer group attractions, status and authority, and pleasure in bargaining . Selanjutnya Westbrook and Balck 1985, dalam Martin Evans, Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 : 18 menekankan pada unsur anticipated utility, role anactment, negotiation, choice optimization, affiliation, power and authority, dan stimulation. Penekanannya adalah berbelanja merupakan hal yang menyenangkan. Hal senada diungkapkan oleh Arnold dan Reynolds 2003 : 79. Mereka menekankan bahwa berbelanja merupakan hal yang sangat menyenangkan. Terdapat 6 dimensi Motivasi Hedonic Shopping yang terdiri dari : 1 adventure shopping 2 gratification shopping 3 role shopping 4 value shopping 5 social shopping 6 idea shopping. Kegiatan adventure shopping berkaitan dengan petualangan seseorang untuk berbelanja. Ini didasarkan pada pengalaman masa lalu. Gratification shopping adalah emosi seseorang untuk berbelanja yaitu berkaitan dengan gairah hati seseorang untuk berbelanja karena suasana yang ditimbulkan. Role shopping adalah alasan seseorang untuk berbelanja yaitu karena salah satunya misalnya untuk memenuhi kebutuhan hidup atau alasan lainnya. Value shopping berkaitan dengan nilai yang didapat dari kegiatan berbelanja. Social shopping yaitu interaksi konsumen dengan lingkungan sekitar, artinya berinteraksi dengan yang lain. Idea shopping yaitu ide berbelanja yaitu ide seseorang berbelanja berasal dari keluarga, saudara atau yang lainnya. Konsep Impulse Buying Impulse buying merupakan bagian dari teori perilaku yang berkembang sekitar tahun 1970 an. Menurut Sherhorn, Reisch dan Rabb 1990, dalam Tremblay, 2005 : 4 Penelitian pertama tentang impulse buying berkaitan dengan konsumsi, dan dilakukan oleh dua tim yang berasal dari Amerika dan Kanada. Kedua tim ini adalah tim American Faber dan O’Guinn dari Amerika dan Canadian Valence dan D’Astous dari Kanada. Penelitian yang dilakukan oleh dua grup tersebut menyediakan informasi tentang kebiasaan mengonsumsi yang dilakukan konsumen. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa impulse buying dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan. Penelitian selanjutnya, yang dilakukan Dittmar and Drury 1999, dalam Tremblay, 2005 : 4 mengatakan bahwa Impulse buying pun dapat memengaruhi aspek sosial dan aspek ekonomi. Menurut Dittmar, Beattie and Friese 1995, dalam Tremblay, 2005 : 4 Impulse buying pun dapat dijabarkan dari teori yang spesifik. Teori Self Completion dapat membantu menjelaskan dari segi psikologi sosial yang merupakan aspek perilaku impulsif Teori Self-Completion menjelaskan bahwa ketika pengalaman individual dapat dikendalikan, maka kegiatan pembelian impulsive rendah, tetapi sebaliknya bila kegiatan pengalaman berbelanja tidak dapat dikendalikan, maka kegiatan impulse buying terjadi. Dittmar, Beattie dan Friese 1995, dalam Tremblay, 2005 : 4 mengembangkan teori yang ada dengan menambahkan faktor emosi berdasarkan perasaan yang merupakan nilai dalam pembelian. Artinya, objek material dari adalah menciptakan perasaan yang penuh kegembiraan untuk bersenang-senang dan pemenuhan kebutuhan dalam jangka pendek. Impulse buying dapat menggambarkan sesuatu perilaku yang tidak terencana, tidak beraturan, dan spontanitas. Sebagai contoh, pembelian impulsif terjadi ketika adanya dorongan untuk membeli sesuatu selain menghabiskan waktu dan perhatian untuk membeli barang ketika masuk ke dalam Baumeister, 2002 : 10. Pembelian yang tidak terencana terjadi ketika konsumen tidak biasa atau tidak akrab dengan tata letak toko atau kendala waktu yang sedikit Shoham, Brencic, 2003 : 45. Dorongan dalam impulse merupakan hal penting dan mempunyai nilai tersendiri untuk individu dan industri pemasaran. Berdasarkan studi penelitian yang dilakukan Dittmar, Beattie dan Friese 1995, dalam Tremblay, 2005 : 4 dikatakan bahwa pembelian impulse sekitar 50 persen yang dihabiskan konsumen di dalam toko. Dittmar, Beattie and Friese 1995, dalam Tremblay, 2005 : 4 mengusulkan bahwa perilaku impulse merupakan pertumbuhan yang significant. Dengan kata lain tergantung dari kondisi yang ada. Impulse purchase dapat dijelaskan sebagai dorongan untuk membeli sesuatu tanpa adanya perhatian atau rencana, kemudian kegiatan impulse terjadi tanpa berkaitan dengan tujuan jangka panjang atau rencana- rencana. Baumeister, 2002 : 10. Perilaku impulse buying terjadi apabila seseorang yang melakukan pembelian impulsif mempunyai pengendalian diri yang minim Faber, O’Guinn, 1989 : 8. Penelitian yang dilakukan oleh Jones, Reynolds, Weun and Beatty 2003 argues that an impulse shopper experiences an immediate gratification upon purchasing. Consumers utilizing cognition will be more likely to make rational purchases, decisions, and make fewer impulse purchases; consumers who are more emotional will be more likely to make impulsive purchases Coley and Burgess, 2003. Tekanan waktu merupakan faktor penting yang berhubungan dengan pembelian atau motif impulse. Iyer 1989 dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya ketidakleluasaan waktu, ketika seseorang menghabiskan waktunya dan berbelanja di toko. Konsumen dalam melakukan pembelian impulsif dibatasi limit waktu dibandingkan waktu yang tidak dibatasi. Stern 1962, dalam Evans, Jamal, Foxall, 2007: 88 mengidentifikasi hubungan sembilan karakteristik produk yang mungkin dapat memengaruhi pembelian impulsif yaitu harga rendah, kebutuhan tambahan produk atau merek, distribusi massa, self service, iklan massa, display produk yang menonjol, umur produk yang pendek, ukuran kecil dan mudah disimpan. Kollat dan Willet 1967, dalam Bayley, Nancarrow, 1998 : 100 memperkenalkan tipologi perencanaan sebelum didasarkan pada tingkat perencanaan sebelum masuk toko, meliputi perencanaan terhadap produk dan merek produk, kategori produk, kelas produk, kebutuhan umum yang ditetapkan, dan kebutuhan umum yang belum ditetapkan. Beberapa peneliti beranggapan bahwa impulse buying sinonim dengan unplanned buying ketika para psikolog dan ekonom memfokuskan pada aspek irasional atau pembelian impulsif murni Bayley dan Nancarrow, 1998. Engel dan Blacwell 1982, dalam Bayley, Nancarrow, 1998 : 100 mendefinisikan unplanned buying adalah suatu tindakan pembelian yang dibuat tanpa direncanakan sebelumnya atau keputusan pembelian dilakukan pada saat berada di dalam toko. Cobb dan Hayer 1986, dalam Bayley, Nancarrow, 1998 : 100 mengklasifikan suatu pembelian impulsive terjadi apabila tidak terdapat tujuan pembelian merek tertentu atau kategori produk tertentu pada saat masuk ke dalam toko. Thomson 1990, dalam Bayley, Nancarrow, 1998 : 101 mengemukakan bahwa ketika terjadi