ALAT PROMOSI PENJUALAN Gaya Hidup Hedonis.

antara harga, kebijakan tentang konsumen dan pilihan format. Seiders and Tigert 2000, dalam Yilmax, Aktas, Celix, 2007 : 171 membandingkan supercenter shoppers dengan traditional supermarket shoppers. Supercenter shoppers identik dengan harga rendah dan adanya keseragaman produk. Sedangkan traditional supermarket shoppers menekankan pada lokasi dan produk yang berkualitas. Keragaman produk biasanya diaplikasikan dalam bentuk ritel seperti discount store, hypermarket dan supermarket. Penelitian yang dilakukan oleh Arnold, Reynolds 2003 tentang atribut toko memperlihatkan bahwa harga, bermacam-macam produk dan pelayanan konsumen merupakan faktor yang penting dalam menentukan format pilihan dalam konteks departemen store. Penelitian lain yang dilakukan Chain Store Age 2004, dalam Yilmax, Aktas, Celix, 2007 : 171 dalam menemukan bahwa dalam literatur yang digunakan sama, yaitu mengidentifikasi keragaman produk, ketersediaan produk, produk yang sesuai dan harga merupakan motor penggerak pilihan format. Fox 2004 dalam Yilmax, Aktas, Celix, 2007 : 171 mengidentifikasi bahwa promosi toko dan keragaman produk merupakan faktor yang sangat berkaitan dengan pilihan format pada toko grosir. Yang menarik harga tidak begitu kentara. Penelitian ini pun menyarankan bahwa frekuensi pembelian berasal dari mass merchandisers yang dapat memacu frekuensi pembelian untuk traditional supermarkets. Koo 2003, dalam Trang, Tho dan Barret, 2006 : 230 mengemukakan 7 tujuh komponen yaitu suasana toko, lokasi, fasilitas, nilai pelanggan, pelayanan konsumen, , pelayanan setelah pembelian, dan barang dagangan. Trang, Tho dan Barret 2006 : 231 menekankan atribut toko pada suasana, lokasi dan fasilitas. Selanjutnya dikembangkan konsep dari atribut toko menjadi atribut supermarket disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Atribut ini berkaitan dengan Fasilities, Employee services, After sales services, Merchandise. Menurut Merrilless dan Miller 2001 : 200 merchandise selection ; personal service; store design and atmosphere; dan store loyalty merupakan atribut yang dapat digunakan juga untuk Hypermarket. Sebagai contoh, atribut hypermarket dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4.1. Atribut hypermarket Sumber : Hasil penelitian, 2010 Pengukuran Atribut Hypermarket Pedagang eceran kini berupaya untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Mereka harus mampu membangun kepercayaan para pelanggan sehingga hal ini dapat mencapai tujuan pedagang secara umum. Trang, Tho, Barrett 200 : 231 mengemukakan Atribut supermarket terdiri dari Fasilities, Employee services, After sales services, Merchandise. Fasilitas supermarket dapat berupa fasilitas pembayaran seperti ATM, Kartu Kredit, Kartu Debet, fasilitas yang diberikan seperti adanya kamar mandi, sofa dan sebagainya, pelayanan yang diberikan oleh pramuniaga. Ini berkaitan dengan SDM yang diberikan perusahaan. After sales services adalah pelayanan setelah pembelian, biasanya berkaitan dengan garansi barang. Terakhir berkaitan dengan merchandise atau barang dagangan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana penataan barang sehingga menarik konsumen untuk membelinya. .Menurut Merrilless dan Miller 2001 : 200 merchandise selection ; personal service; store design and atmosphere; dan store loyalty merupakan unsur- unsur atribut yang dapat digunakan untuk Hypermarket. Motivasi Hedonic Shopping dan Impulse Buying Dalam Konsep Penjualan Perilaku konsumen berhubungan dengan suatu proses seseorang dalam membuat suatu keputusan membeli, menggunakan dan mengonsumsi, memakai, maemanfaatkan barang dan jasa. Selain itu juga berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang mendahului atau mengikuti keputusan tersebut. Perilaku belanja konsumen dan perilaku keputusan konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor : freddy Rangkuti, 2009 : 96-111 1. Faktor budaya. Faktor ini berkaitan dengan pertama, budaya, yaitu penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Kedua, sub- budaya terdiri dari kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan daerah geografis. Ketiga, 2. kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya menganut nilai, minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga berkaitan dengan pekerjaan, pendidikan dan tempat tinggal. Faktor sosial. Faktor ini mencakup pertama, kelompok acuan yang terdiri dari kelompok yang memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Kelompok yang memiliki pengaruh langsung dinamakan kelompok keanggotaan. Kelompok keanggotaan primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja, yang berinteraksi dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Kelompok keanggotaan sekunder seperti kelompok keagamaan, profesional, dan asosiasi perdagangan yang cenderung lebih formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin. Kedua, adalah keluarga. Anggota keluarga merupakan acuan primer yang paling berpengaruh. Ketiga, peran dan status. Kedudukan seseorang dalam kelompok dapat dipengaruhi oleh peran dan status. 3. Faktor pribadi. Pertama, berkaitan dengan usia dan siklus hidup. Selera seseorang terhadap suatu barang berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga mulai dari bujangan, mencari pasangan hidup, menikah, memiliki anak, sampai akhirnya hidup sendiri. Kedua, pekerjaan dan lingkungan ekonomi. Pekerjaan seseorang memengaruhi pola konsumsinya. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang : penghasilan yang dapat dibelanjakan level, stabilitas, pola waktu tabungan, dan aktiva, utang, dan kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap belanja dan menabung. Ketiga, gaya hidup. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungan. Keempat, 4. kepribadian dan konsep diri. Kepribadian adalah karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dari orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan menggunakan cirri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi, pertahanan diri dan beradaptasi. Konsep diri seseorang berkaitan dengan kepribadian. Faktor psikologis. Faktor ini berhubungan dengan pertama, motivasi. Kedua , persepsi yaitu serangkaian tindakan yang diubah menjadi informasi dan disimpan dalam memori. Ketiga, pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Keempat , keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah gambaran pemikiran yang dianut seseorang tentang suatu hal. Keyakinan ini mungkin berdasarkan pendapat dan kepercayaan. Semua ini mungkin atau tidak mungkin mengandung faktor emosional. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan dan bertahan lama dari seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menempatkan seseorang ke dalam kerangka pemikiran yang menyukai atau tidak menyukai objek. Selanjutnya, keputusan konsumen atau dalam melakukan kegiatan berbelanja dimulai ketika seorang konsumen merasa kebutuhannya yang tidak terpuaskan atau tidak terpenuhi. Ia mencari informasi tentang bagaimana cara mencukupi kebutuhan itu dengan cara mengevaluasi berbagai sumber alternatif barang dagangan. Cara pencarian informasi yang dilakukan konsumen adalah : Personal Impersonal Sumber yan bisa dikendalikan pemasar. Sumber yang tidak bisa dikendalikan pemasar. Gambar 4.2. Sumber Informasi Sumber : Henry Assael, 1992 Consumer behavior and Marketing Action, Hal, 165, PWS-KENT Dari gambar di atas jelaslah bahwa informasi personal yang dapat dikendalikan perusahaan meliputi petugas penjualan, pemasaran jarak jauh telepon, internet, dsb, pameran dagang sedangkan yang tidak bisa dikendalikan perusahaan meliputi komunikasi dari mulut ke mulut teman, keluarga dan tetangga, saran profesional dan pengalaman mengonsumsi. Informasi impersonal yang dapat dikendalikan perusahaan meliputi iklan, layout toko, promosi penjualan dan pengemasan, sedangkan yang tidak bisa dikendalikan oleh perusahaan meliputi berita dan editorial, dan sumber netral majalah surat kabar dan lain- lain. Selanjutnya setelah mengevaluasi barang dagangan yang ditawarkan oleh ritel, pelanggan tersebut dapat memutuskan suatu pembelian atau memutuskan untuk pergi ke ritel lain untuk mengumpulkan lebih Petugas penjualan Pemasaran jarak jauh telepon, internet,dsb Pameran dagang. Iklan layout toko Promosi penjualan Pengemasan.. Dari mulut ke mulut teman, keluarga dantetangga Saran profesional Pengalaman mengonsumsi. Berita dan editorial Sumber netral majalah surat kabar dan lain-lain. banyak informasi. Akhirnya pelanggan mengambil keputusan belanja, menggunakan produk tersebut, dan kemudian memutuskan apakah produk tersebut memuaskan kebutuhan mereka. Sebelum melakukan suatu pembelian, biasanya seseorang pelanggan mempunyai sesuatu alasan atau motivasi tertentu untuk melakukan suatu pembelian. Motivasi ini dapat disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal. Dalam situasi ini, biasanya pelanggan cenderung lebih mengandalkan pengetahuan pribadi dibandingkan dengan informasi eksternal. Pelanggan pada umumnya memilih suatu ritel dan barang dagangan yang dibeli berdasarkan pengalaman pada masa lalu. Pelanggan mendapatkan pengalaman situasional ketika berbelanja pada ritel atau toko tertentu, maupun pengalaman dalam pemilihan dan pembelian barang dagangan sesuai kebutuhan. motivasi hedonic shopping Bentuk dari pemecahan masalah terbatas adalah pembelian spontan. Pembelian spontan timbul apabila pemajangan barang yang menarik sehingga membuat konsumen ingin membelinya. Motivasi hedonic shopping dan kegiatan impulse buying tercipta karena karakter konsumen khususnya konsumen Indonesia sebagai berikut Handi Irawan, 2007 :28-29 : 1. Konsumen lebih cenderung mempunyai memori yang pendek. Mereka adalah konsumen yang lebih fokus kepada manfaat produk jangka pendek. Tipe konsumen yang pembosan dan cepat lupa. Konsumen akan semakin siap untuk menerima suatu produk yang memberi manfaat jangka panjang. 2. Konsumen yang tidak mempunyai perencanaan. Mereka tidak mempunyai jadwal yang lebih teratur. 3. Konsumen yang cenderung berkelompok dan suka berkumpul. Mereka lebih mudah dipengaruhi oleh perilaku kelompok dalam menentukan produk atau jasa yang akan mereka beli dan gunakan. 4. Konsumen yang tidak adaptif terhadap teknologi baru. 5. Konsumen yang cenderung focus pada konteks bukan konten. Ini terjadi karena konsumen tidak bisa mencerna jumlah informasi yang memadai sebelum memutuskan untuk memilih dan membeli suatu produk. 6. Konsumen yang menyukai produk luar negeri. Konsumen tidak menyukai barang dalam negeri, otomatis rasa nasionalisme yang tipis. 7. Konsumen yang semakin memperhatikan masalah religius. Pangsa pasar dari produk mempunyai nilai agama akan semakin besar. Konsumen akan semakin peka terhadap agama fan kepercayaan yang dianut. 8. Konsumen yang suka pamer dan gengsi. Konsumen lebih suka mendapat pujian dari lingkungan sekitarnya untuk masyarakat bawah. Mereka akan memamerkan produk yang mereka beli di mana sebagian masyarakat tidak mampu membelinya. Golongan atas akan memperlihatkan status mereka. 9. Konsumen akan semakin memperlihatkan persamaan daripada perbedaan karena suku dan geografis. Mobilitas akan semakin tinggi sehingga mereka cepat belajar keragaman di antara konsumen yang lain. 10. Konsumen yang tidak peduli terhadap lingkungan. Selanjutnya pembahasan motivasi hedonic Shopping dan impulse buying dapat dijabarkan sebagai berikut : Konsep Motivasi Hedonic Shopping Motivasi adalah alasan seorang konsumen untuk bersikap dan berperilaku. Motivasi timbul karena dorongan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi. Biasanya melandasi setiap kegiatan yang dilakukan konsumen dalam mengambil keputusan. Motivasi tersebut berkaitan dengan motivasi belanja dalam diri konsumen. Motivasi belanja dapat dibedakan menjadi 2 Sheth, 1983; Kim, 2006, yaitu pertama, utilitarian shopping motivation yang berbasis pada kebutuhan fungsional atau memberikan manfaat praktis. Kedua Bila dikaitkan dengan teori motivasi Maslow, maka motivasi hedonik menempati urutan tertinggi yaitu faktor sosial. Motivasi hedonic lebih menekankan pada penghargaan diri dari orang lain dibandingkan dengan , hedonic shopping motivation yang berbasis pada kebutuhan nonfungsional. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan psikologis seperti rasa puas, emosional atau fantasi, memelihara konsep diri konsumen dan memenuhi kebutuhan sosial, egogengsi, atau estetika. kebutuhan yang lainnya. Mereka merasa keinginan beraktualisasi dapat mengalahkan keinginan yang lainnya. Orang yang mempunyai motivasi hedonic menyukai kegiatan berbelanja. Mereka menyukai petualangan yang dilakukan ketika berbelanja. Kegiatan ini dapat mendorong untuk berinteraksi dengan yang lainnya atau dapat menggali informasi yang ada mengenai produk atau jasa yang ditawarkan. Motivasi hedonic shopping berdasarkan teori Hedonis terdiri dari tiga bagian. Pertama, mengenai Hedonism yang menerangkan tentang filosofi hedonik. Kedua, Psychological Hedonism yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencari kesenangan. Teori ini dikenal dengan teori deskriptif. Ketiga , Konsep bahwa konsumen didorong oleh sekadar kebutuhan dalam berbelanja telah diakui sejak tahun 1960-an oleh Howard dan Sheth 1969, dalam Arnold dan Reynolds, 2003 : 78. Model perilaku konsumen mereka bersama dengan motivasi berbelanja tradisional lainnya seperti faktor kebutuhan, gengsi akan barang bermerek, yaitu kegairahan atau kesenangan dan komunikasi simbolis. Dampak dari bentuk dorongan semacam ini tidak diteliti dalam kurun waktu satu dekade ke depan dengan pengecualian Grossbart, Curtis dan Rogers 1975, dalam Arnold dan Reynolds, 2003 yang menyarankan adanya suatu bentuk pencarian sensasi dalam lingkungan belanja. Ethical Hedonism a prescriptive theory melihat hedonic dari sudut etika. Stone 1954, dalam Martin Evans, Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 mengenalkan dan mendefinisikan orientasi belanja sebagai konsep yang agak luas, yang merupakan suatu gaya hidup berbelanja atau gaya pembelanja mencakup aktivitas berbelanja, pendapat dan minat. Selanjutnya Tauber 1972, dalam Martin Evans, Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 : 18-19 menjelaskan motivasi konsumen didasarkan pada personal dan kebutuhan sosial. Darden dan Howell 1987, Gutman dan Mills 1982, Hawkins, Best dan Coney 1989, Lumpkin 1985, Shimp dan Bickle 1994 dalam Arnold dan Reynolds 2003 menggambarkan orientasi belanja sebagai suatu yang kompleks dan mempunyai fenomena multidimensional motif, kebutuhan, keterkaitan, kondisi ekonomi dan kelas sosial dan perilaku pasar pilihan sumber informasi, perilaku panutan, dan atribut toko. Konsep motivasi belanja hedonik menerangkan bahwa proses berbelanja yang dapat mendorong aktivitas konsumen sehingga berbelanja bukan sekadar akibat dari kebutuhan untuk memperoleh barang tertentu. Selain itu, tingkat stimulasi optimal juga turut memicu berbagai perilaku konsumen. Hirschman dan Holbrook, 1982. Motivasi belanja hedonik menurut Hirschman dan Holbrook 1982 mengembangkan konsep dalam tipe belanja hedonik bahwa konsumen mendapat kepuasan dari pengalaman berbelanja terlepas dari manfaat yang diperoleh dari pembelian barang. Hirschman dan Holbrook melihat bahwa penekanan tradisional pada proses informasi terkait atribut produk dan pertimbangan model belanja utilitarian tidak memberi penjelasan menyeluruh terkait pembelian dan konsumsi. Pandangan atas proses informasi perlu dilengkapi dengan pertimbangan sebagai berikut : Fenomena yang diabaikan termasuk berbagai aktivitas bersantai, kenikmatan inderawi, melamun, kegiatan menikmati estetika, respons emosional. Kegiatan konsumsi melibatkan aliran konstan dari fantasi, perasaan, dan kesenangan yang dikategorikan sebagai pandangan akan pengalaman. Hal ini merupakan fenomena dalam jiwa dan memandang kegiatan konsumsi sebagai kondisi subjektif dan kesadaran dengan berbagai artian simbolis, respons hedonik dan kriteria estetis. Pengakuan atas aspek penting kegiatan konsumsi dikuatkan dengan membandingkan proses informasi dan pandangan atas pengalaman Hirschman dan Holbrook 1982. Nilai hedonik dikembangkan oleh penemuan Arnold, Oum, dan Tigert 1983 dalam Martin Evans, Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 : 18-19 yang meneliti faktor yang memengaruhi penilaian konsumen terhadap pusat pembelanjaan. Analisis penurunan logistik mengungkap faktor simultan untuk peringkat dan keseluruhan harga dan penawaran khusus mingguan dalam memprediksi jumlah barang yang terjual. Hal ini menunjukkan bahwa meski harga rata-rata di toko memperhitungkan pengurangan saat diskon, pengalaman dalam mendapat kesepakatan harga dengan sendirinya dapat menjadi sangat dihargai oleh beberapa konsumen. Mengacu pada Hirschman dan Holbrook 1982 Babin, Darden dan Griffin 1994 mengembangkan 53 nilai belanja berdasarkan analisis kepustakaan sebelumnya dan dua konsumen tersebut. Babin, Darden dan Griffin 1994 menemukan nilai tipe belanja hedonis yang menunjukkan sensasi atau pencarian simultan. Selanjutnya, memasukkan versi yang telah diperbaharui dari skala dominasi kenikmatan sensasi Pleasure, arousal dan dominance milik Mehrain dan Russell 1974 sebagai tambahan dari skala nilai belanja hedonik. Pengalaman belanja dikelompokkan menjadi tiga dimensi, yaitu: Hedonic Shooping Value mencerminkan instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan, seperti: kesenangan, hal-hal baru, Utilitarian Shooping Value adalah nilai yang mencerminkan instrumen dari manfaat belanja, seperti contoh: memperoleh beberapa barang tertentu. Selanjutnya, Resources Expenditure digunakan untuk menaksir waktu, dana pengeluaran, dan interaksi sosial yang diluangkan untuk belanja. Resources expenditure merupakan variabel mediator respons lingkungan belanja dan pengalaman belanja. Hatane, 2005. Babin dan Darden 1995 menggunakan istilah resources expenditure untuk menunjukkan tingkat dari sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai belanja seseorang. Menurut Babin dan Darden, istilah resources expenditure dipilih sebab tampak lebih deskriptif dibanding perilaku pendekatan penghindaran approach avoidance. Dalam studi Babin dan Darden, resources expenditure diperagakan sebagai suatu variabel endogen di dalam model dan bertindak sebagai suatu variabel penengah antara emosi belanja pleasure,arousal , dan dominance dengan pengalaman belanja hedonic dan utilitarian. Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumen pleasure dan arousal mempunyai keterkaitan terhadap variabel kepuasan. Pembelanja shopper dengan kategori relatif pleasure tinggi berhubungan dengan pernyataan kepuasan pelanggan yang tinggi Dawson, 1990 dalam Millan dan Howard, 2007 : 475. Lebih lanjut, konsumen mengevaluasi pengalaman belanja melalui dua dimensi yang mewakili betapa berharganya waktu yang diluangkan untuk belanja Babin, 1994; Holbrook, 1986. Utilitarian value atau nilai ekstrinsik merefleksikan instrumen keuntungan dari kegiatan belanja tersebut, sedangkan Hedonic value atau nilai intrinsik yang lebih merefleksikan pengalaman keuntungan yang dinyatakan langsung sebagai pengalaman belanja. Beberapa penelitian menemukan konsumen pleasure berhubungan positif dengan utilitarian shoping value dan konsumen arousal berhubungan positif dengan hedonic shoping value, yang menjadikan lingkungan toko sebagai tempat yang menarik untuk menghabiskan waktu luang, Babin, 1994.

BAB V APA BELANJA HEDONIS ITU :

B eberapa definisi motivasi hedonic shopping sebagai berikut : Tabel 5.1. Definisi Motivasi Hedonic Shopping No Nama pengarang Definisi motivasi Hedonic Shopping 1. Boedeker, dalam Trang, Tho dan Barett, 2006 Hedonic shopping motivations HSM are primarily based on the quality of the shopping experience rather than information gathering or product purchasing. 2. Arnold dan Reynold 2003 hedonic shopping motivations are behavior of customers which views shopping at a store can be activities which are enjoyable and exciting experience. 3. Sproles Kendall, 1986. Hedonic Shopping Motive Recreation and shopping consciousness are defined as pleasant activities, enjoyable shopping as a leisure-time activity, wasting time in stores, shopping just for fun, and fast shopping trips. Sumber : diolah dari berbagai sumber Boedeker dalam Trang, Tho dan Barret, 20006 menjelaskan bahwa motivasi Hedonic Shopping adalah suatu pengalaman berbelanja yang menyenangkan daripada mengumpulkan suatu informasi atau pembelian produk. Ini menandakan bahwa motivasi ini timbul karena suasana toko atau tata letak toko yang ditawarkan menarik. Mereka bisa berlama-lama menikmati suasana toko yang luas dan dapat berlama-lama mengitari toko yang bersangkutan. Selanjutnya, digambarkan lorong- lorong toko yang dimaksud : Gambar 5.1 Kegiatan hedonic shopping Sumber : Hasil penelitian, 2010 Gambar 5.2. Kegiatan hedonic shopping Sumber : Hasil penelitian, 2010 Arnold dan Reynold 2003 menekankan perilaku dari para pelanggan yang memandang berbelanja di toko adalah aktivitas yang merupakan pengalaman yang mengejutkan dan menyenangkan. Pengalaman berbelanja ini berdasarkan pengalaman masa lalu. Pelanggan atau konsumen mendapatkan pengalaman situasional ketika berbelanja pada ritel atau toko tertentu, maupun pengalaman pemilihan dan pembelian barang dagangan sesuai kebutuhan. Pengalaman situasional tercipta dari simbol nilai kelompok rujukan pada suatu produk bedge value serta adanya risiko pembelian. Konsumen akan terlibat secara situasional, pada produk yang ada hubungannya dengan simbol dan nilai kelompok rujukan reference group. Biasanya dalam memilih toko tergantung pada saran atau rujukan dari teman dan keluarga. Kelompok rujukan juga disesuaikan dengan kebiasaan masyarakat atau trend Hal ini terjadi karena karakter konsumen biasanya yang ada pada masyarakat. Misalkan ketika seseorang akan memilih ritel yang dimiliki berdasarkan pendapatan yang dimiliki. Biasanya apabila pendapatan mingguan lebih memilih minimarket. Sedangkan pendapatan bulanan cenderung kepada supermarket atau hypermarket yang lebih segar. pertama, berusia muda. Konsumen yang berusia muda lebih senang dengan swalayan dan bisa melakukan kegiatan jalan-jalan, browsing atau melihat produk-produk yang baru dan sedang trend. Kedua, konsumennya adalah ibu-ibu yang sudah bekerja. Mereka disibukkan dengan pekerjaan dan keinginan mereka menyukai yang pasti seperti harga yang pasti, kualitas yang pasti, dan sebagainya. Ketiga, kegiatan hedonik ini terjadi di perkotaan. Keempat, kegiatan hedonic terjadi untuk kegiatan yang mapan dan kelima Sproles Kendall 1986 mengatakan bahwa motivasi hedonik menitikberatkan pada kegiatan berbelanja yang menyenangkan, menikmati kegiatan berbelanja serta kegiatan yang menghabiskan waktu untuk berbelanja. Ini menandakan kegiatan hedonik terjadi karena adanya kebutuhan fungsional terkait dengan masalah rutinitas, memenuhi kebutuhan , konsumen yang responsif dan adaftif. Mereka sangat memperhatikan promosi dan iklan yang ditayangkan di televisi dan langsung membuktikan promosi atau iklan itu di supermarket atau hypermarket. keluarga, mencari barang yang murah, kenyamanan dan sebagainya. Oleh karena itu, motivasi hedonic shopping terjadi karena pertama, a. Informasi internal. Informasi ini berasal dari pengalaman pribadi konsumen mengenai kebutuhan produk yang mereka rasakan. Apabila mereka mengingat tentang produk pada pengalaman masa lalu memenuhi kebutuhan produk secara memuaskan, maka mereka akan mencantumkan produk tersebut dalam daftar pilihan produk. konsumen memerlukan informasi dan pergaulan di luar lingkungan mereka. Hal ini terjadi karena mereka umumnya masyarakat perkotaan memerlukan pemuasan emosionalnya karena disibukkan dengan rutinitas yang ada. Khusus produk secara garis besar konsumen mempunyai 5 sumber informasi Feddy Rangkuti , 2009 : 94-95 : b. Informasi kelompok. Sumber informasi yang dimaksud adalah keluarga, teman, tetangga, sahabat, teman sekolah, atau teman sejawat. Oleh karena itu hubungan konsumen dengan anggota kelompok mereka itu erat, informasi, pendapat, dan saran yang diberikan kelompok seringkali memengaruhi keputusan. c. Informasi komersial atau pemasaran. Informasi yang dapat diperoleh dari iklan penjelasam sales executive , promosi penjualan perusahaan, pedagang eceran, pameran dan ekshibisi produk. d. Informasi publik. Informasi tentang produk antara lain berupa brosur yang diterbitkan produsen. Dalam brosur atau artikel dimuat