ALAT PROMOSI PENJUALAN Gaya Hidup Hedonis.
antara harga, kebijakan tentang konsumen dan pilihan format. Seiders and Tigert 2000,
dalam Yilmax, Aktas, Celix, 2007 : 171 membandingkan supercenter
shoppers dengan traditional supermarket shoppers.
Supercenter shoppers identik dengan harga rendah dan
adanya keseragaman produk. Sedangkan traditional supermarket shoppers
menekankan pada lokasi dan produk yang berkualitas. Keragaman produk biasanya
diaplikasikan dalam bentuk ritel seperti discount store, hypermarket dan supermarket.
Penelitian yang dilakukan oleh Arnold, Reynolds 2003 tentang atribut toko memperlihatkan bahwa
harga, bermacam-macam produk dan pelayanan konsumen merupakan faktor yang penting dalam
menentukan format pilihan dalam konteks departemen store. Penelitian lain yang dilakukan Chain Store Age
2004, dalam Yilmax, Aktas, Celix, 2007 : 171 dalam
menemukan bahwa dalam literatur yang digunakan sama, yaitu mengidentifikasi keragaman produk,
ketersediaan produk, produk yang sesuai dan harga merupakan motor penggerak pilihan format.
Fox 2004
dalam Yilmax, Aktas, Celix, 2007 : 171
mengidentifikasi bahwa promosi toko dan keragaman produk merupakan faktor yang sangat
berkaitan dengan pilihan format pada toko grosir. Yang menarik harga tidak begitu kentara. Penelitian ini pun
menyarankan bahwa frekuensi pembelian berasal dari mass merchandisers
yang dapat memacu frekuensi pembelian untuk traditional supermarkets.
Koo 2003, dalam Trang, Tho dan Barret, 2006 : 230 mengemukakan 7 tujuh komponen yaitu suasana
toko, lokasi, fasilitas, nilai pelanggan, pelayanan
konsumen, , pelayanan setelah pembelian, dan barang dagangan.
Trang, Tho dan Barret 2006 : 231 menekankan atribut toko pada suasana, lokasi dan fasilitas.
Selanjutnya dikembangkan konsep dari atribut toko menjadi atribut supermarket disesuaikan dengan keadaan
sebenarnya. Atribut ini berkaitan dengan Fasilities, Employee services, After sales services, Merchandise.
Menurut Merrilless dan Miller 2001 : 200 merchandise selection
; personal service; store design and
atmosphere; dan store loyalty merupakan atribut yang dapat digunakan juga untuk Hypermarket.
Sebagai contoh, atribut hypermarket dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 4.1. Atribut hypermarket Sumber : Hasil penelitian, 2010
Pengukuran Atribut Hypermarket
Pedagang eceran kini berupaya untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. Mereka harus mampu
membangun kepercayaan para pelanggan sehingga hal ini dapat mencapai tujuan pedagang secara umum.
Trang, Tho, Barrett 200 : 231 mengemukakan Atribut supermarket terdiri dari Fasilities, Employee
services, After sales services, Merchandise. Fasilitas
supermarket dapat berupa fasilitas pembayaran seperti ATM, Kartu Kredit, Kartu Debet, fasilitas yang
diberikan seperti adanya kamar mandi, sofa dan sebagainya, pelayanan yang diberikan oleh pramuniaga.
Ini berkaitan dengan SDM yang diberikan perusahaan. After sales services
adalah pelayanan setelah pembelian, biasanya berkaitan dengan garansi barang. Terakhir
berkaitan dengan merchandise atau barang dagangan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana penataan barang
sehingga menarik konsumen untuk membelinya.
.Menurut Merrilless dan Miller 2001 : 200 merchandise selection
; personal service; store design and
atmosphere; dan store loyalty merupakan unsur- unsur atribut yang dapat digunakan untuk Hypermarket.
Motivasi Hedonic Shopping dan Impulse Buying Dalam Konsep Penjualan
Perilaku konsumen berhubungan dengan suatu proses seseorang dalam membuat suatu keputusan
membeli, menggunakan dan mengonsumsi, memakai, maemanfaatkan barang dan jasa. Selain itu juga
berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan yang mendahului atau mengikuti
keputusan tersebut.
Perilaku belanja konsumen dan perilaku keputusan konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor :
freddy Rangkuti, 2009 : 96-111
1. Faktor budaya. Faktor ini berkaitan dengan pertama, budaya, yaitu penentu keinginan dan
perilaku yang paling mendasar. Kedua, sub- budaya terdiri dari kebangsaan, agama,
kelompok, ras, dan daerah geografis. Ketiga,
2. kelas sosial adalah pembagian masyarakat yang
relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya menganut nilai,
minat dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi
juga berkaitan dengan pekerjaan, pendidikan dan tempat tinggal.
Faktor sosial. Faktor ini mencakup pertama, kelompok acuan yang terdiri dari kelompok yang
memiliki pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.
Kelompok yang memiliki pengaruh langsung dinamakan kelompok keanggotaan. Kelompok
keanggotaan primer seperti keluarga, teman, tetangga dan rekan kerja, yang berinteraksi
dengan seseorang secara terus-menerus dan informal. Kelompok keanggotaan sekunder
seperti kelompok keagamaan, profesional, dan asosiasi perdagangan yang cenderung lebih
formal dan membutuhkan interaksi yang tidak begitu rutin.
Kedua, adalah keluarga. Anggota keluarga merupakan acuan primer yang paling
berpengaruh.
Ketiga, peran dan status. Kedudukan seseorang dalam kelompok dapat
dipengaruhi oleh peran dan status.
3. Faktor pribadi. Pertama, berkaitan dengan usia dan siklus hidup. Selera seseorang terhadap suatu
barang berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup keluarga mulai dari
bujangan, mencari pasangan hidup, menikah, memiliki anak, sampai akhirnya hidup sendiri.
Kedua, pekerjaan dan lingkungan ekonomi. Pekerjaan
seseorang memengaruhi pola konsumsinya. Pilihan produk sangat dipengaruhi
oleh keadaan ekonomi seseorang : penghasilan yang dapat dibelanjakan level, stabilitas, pola
waktu tabungan, dan aktiva, utang, dan kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap
belanja dan menabung. Ketiga, gaya hidup. Gaya hidup adalah pola
hidup seseorang yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungan.
Keempat,
4. kepribadian dan konsep
diri. Kepribadian adalah karakteristik psikologis
seseorang yang berbeda dari orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten
dan bertahan lama terhadap lingkungannya. Kepribadian biasanya dijelaskan menggunakan
cirri-ciri seperti kepercayaan diri, dominasi, otonomi, kehormatan, kemampuan bersosialisasi,
pertahanan diri dan beradaptasi. Konsep diri seseorang berkaitan dengan kepribadian.
Faktor psikologis. Faktor ini berhubungan dengan pertama, motivasi. Kedua , persepsi yaitu
serangkaian tindakan yang diubah menjadi
informasi dan disimpan dalam memori. Ketiga, pembelajaran meliputi perubahan perilaku
seseorang yang timbul dari pengalaman. Keempat
, keyakinan dan sikap. Keyakinan adalah gambaran pemikiran yang dianut
seseorang tentang suatu hal. Keyakinan ini mungkin berdasarkan pendapat dan kepercayaan.
Semua ini mungkin atau tidak mungkin mengandung faktor emosional. Sikap adalah
evaluasi, perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan dan bertahan lama
dari seseorang terhadap suatu objek atau gagasan. Sikap menempatkan seseorang ke dalam
kerangka pemikiran yang menyukai atau tidak menyukai objek.
Selanjutnya, keputusan konsumen atau dalam melakukan kegiatan berbelanja dimulai ketika seorang
konsumen merasa kebutuhannya yang tidak terpuaskan atau tidak terpenuhi. Ia mencari informasi tentang
bagaimana cara mencukupi kebutuhan itu dengan cara mengevaluasi berbagai sumber alternatif barang
dagangan. Cara pencarian informasi yang dilakukan konsumen adalah :
Personal Impersonal
Sumber yan bisa
dikendalikan pemasar.
Sumber yang tidak bisa
dikendalikan pemasar.
Gambar 4.2. Sumber Informasi
Sumber : Henry Assael, 1992 Consumer behavior and Marketing Action, Hal, 165, PWS-KENT
Dari gambar di atas jelaslah bahwa informasi personal yang dapat dikendalikan perusahaan meliputi
petugas penjualan, pemasaran jarak jauh telepon, internet, dsb, pameran dagang sedangkan yang tidak bisa
dikendalikan perusahaan meliputi komunikasi dari mulut ke mulut teman, keluarga dan tetangga, saran profesional
dan pengalaman mengonsumsi. Informasi impersonal yang dapat dikendalikan perusahaan meliputi iklan, layout toko,
promosi penjualan dan pengemasan, sedangkan yang tidak bisa dikendalikan oleh perusahaan meliputi berita dan
editorial, dan sumber netral majalah surat kabar dan lain- lain.
Selanjutnya
setelah mengevaluasi barang dagangan yang ditawarkan oleh ritel, pelanggan tersebut
dapat memutuskan suatu pembelian atau memutuskan untuk pergi ke ritel lain untuk mengumpulkan lebih
Petugas penjualan Pemasaran jarak jauh
telepon, internet,dsb Pameran dagang.
Iklan layout toko
Promosi penjualan Pengemasan..
Dari mulut ke mulut teman, keluarga
dantetangga Saran profesional
Pengalaman mengonsumsi.
Berita dan editorial Sumber netral
majalah surat kabar dan lain-lain.
banyak informasi. Akhirnya pelanggan mengambil keputusan belanja, menggunakan produk tersebut, dan
kemudian memutuskan apakah produk tersebut memuaskan kebutuhan mereka.
Sebelum melakukan suatu pembelian, biasanya seseorang pelanggan mempunyai sesuatu alasan atau
motivasi tertentu untuk melakukan suatu pembelian. Motivasi ini dapat disebabkan oleh faktor eksternal
maupun faktor internal. Dalam situasi ini, biasanya pelanggan cenderung lebih mengandalkan pengetahuan
pribadi dibandingkan dengan informasi eksternal. Pelanggan pada umumnya memilih suatu ritel dan
barang dagangan yang dibeli berdasarkan pengalaman pada masa lalu. Pelanggan mendapatkan pengalaman
situasional ketika berbelanja pada ritel atau toko tertentu, maupun pengalaman dalam pemilihan dan pembelian
barang dagangan sesuai kebutuhan. motivasi hedonic shopping
Bentuk dari pemecahan masalah terbatas adalah pembelian spontan. Pembelian spontan timbul apabila
pemajangan barang yang menarik sehingga membuat konsumen ingin membelinya.
Motivasi hedonic shopping dan kegiatan impulse buying
tercipta karena karakter konsumen khususnya konsumen Indonesia sebagai berikut Handi Irawan,
2007 :28-29 : 1. Konsumen lebih cenderung mempunyai memori
yang pendek. Mereka adalah konsumen yang lebih fokus kepada manfaat produk jangka
pendek. Tipe konsumen yang pembosan dan cepat lupa. Konsumen akan semakin siap untuk
menerima suatu produk yang memberi manfaat jangka panjang.
2. Konsumen yang tidak mempunyai perencanaan. Mereka tidak mempunyai jadwal yang lebih
teratur. 3. Konsumen yang cenderung berkelompok dan
suka berkumpul. Mereka lebih mudah dipengaruhi oleh perilaku kelompok dalam
menentukan produk atau jasa yang akan mereka beli dan gunakan.
4. Konsumen yang tidak adaptif terhadap teknologi baru.
5. Konsumen yang cenderung focus pada konteks bukan konten. Ini terjadi karena konsumen tidak
bisa mencerna jumlah informasi yang memadai sebelum memutuskan untuk memilih dan
membeli suatu produk.
6. Konsumen yang menyukai produk luar negeri. Konsumen tidak menyukai barang dalam negeri,
otomatis rasa nasionalisme yang tipis. 7. Konsumen yang semakin memperhatikan
masalah religius. Pangsa pasar dari produk mempunyai nilai agama akan semakin besar.
Konsumen akan semakin peka terhadap agama fan kepercayaan yang dianut.
8. Konsumen yang suka pamer dan gengsi. Konsumen lebih suka mendapat pujian dari
lingkungan sekitarnya untuk masyarakat bawah. Mereka akan memamerkan produk yang mereka
beli di mana sebagian masyarakat tidak mampu membelinya. Golongan atas akan
memperlihatkan status mereka.
9. Konsumen akan semakin memperlihatkan persamaan daripada perbedaan karena suku dan
geografis. Mobilitas akan semakin tinggi sehingga mereka cepat belajar keragaman di
antara konsumen yang lain.
10. Konsumen yang tidak peduli terhadap lingkungan.
Selanjutnya pembahasan motivasi hedonic Shopping
dan impulse buying dapat dijabarkan sebagai berikut :
Konsep Motivasi Hedonic Shopping
Motivasi adalah alasan seorang konsumen untuk bersikap dan berperilaku. Motivasi timbul karena
dorongan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan yang tidak terpenuhi. Biasanya melandasi setiap kegiatan
yang dilakukan konsumen dalam mengambil keputusan.
Motivasi tersebut berkaitan dengan motivasi belanja dalam diri konsumen. Motivasi belanja dapat
dibedakan menjadi 2 Sheth, 1983; Kim, 2006, yaitu pertama, utilitarian shopping motivation yang berbasis
pada kebutuhan fungsional atau memberikan manfaat praktis. Kedua
Bila dikaitkan dengan teori motivasi Maslow, maka motivasi hedonik menempati urutan tertinggi yaitu
faktor sosial. Motivasi hedonic lebih menekankan pada penghargaan diri dari orang lain dibandingkan dengan
, hedonic shopping motivation yang berbasis pada kebutuhan nonfungsional. Kebutuhan yang
dimaksud adalah kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan psikologis seperti rasa puas, emosional atau fantasi,
memelihara konsep diri konsumen dan memenuhi kebutuhan sosial, egogengsi, atau estetika.
kebutuhan yang lainnya. Mereka merasa keinginan beraktualisasi dapat mengalahkan keinginan yang
lainnya.
Orang yang mempunyai motivasi hedonic menyukai kegiatan berbelanja. Mereka menyukai
petualangan yang dilakukan ketika berbelanja. Kegiatan ini dapat mendorong untuk berinteraksi dengan yang
lainnya atau dapat menggali informasi yang ada mengenai produk atau jasa yang ditawarkan.
Motivasi hedonic shopping berdasarkan teori Hedonis terdiri dari tiga bagian. Pertama, mengenai
Hedonism yang menerangkan tentang filosofi hedonik.
Kedua, Psychological Hedonism yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk mencari
kesenangan. Teori ini dikenal dengan teori deskriptif. Ketiga ,
Konsep bahwa konsumen didorong oleh sekadar kebutuhan dalam berbelanja telah diakui sejak tahun
1960-an oleh Howard dan Sheth 1969, dalam Arnold dan Reynolds, 2003 : 78. Model perilaku konsumen
mereka bersama dengan motivasi berbelanja tradisional lainnya seperti faktor kebutuhan, gengsi akan barang
bermerek, yaitu kegairahan atau kesenangan dan komunikasi simbolis. Dampak dari bentuk dorongan
semacam ini tidak diteliti dalam kurun waktu satu dekade ke depan dengan pengecualian Grossbart, Curtis
dan Rogers 1975, dalam Arnold dan Reynolds, 2003 yang menyarankan adanya suatu bentuk pencarian
sensasi dalam lingkungan belanja. Ethical Hedonism a prescriptive theory
melihat hedonic dari sudut etika.
Stone 1954, dalam Martin Evans, Ahmad Jamal dan
Gordon Foxall, 2006 mengenalkan dan
mendefinisikan orientasi belanja sebagai konsep yang agak luas, yang merupakan suatu gaya hidup berbelanja
atau gaya pembelanja mencakup aktivitas berbelanja, pendapat dan minat. Selanjutnya Tauber 1972, dalam
Martin Evans, Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 : 18-19 menjelaskan motivasi konsumen didasarkan pada
personal dan kebutuhan sosial.
Darden dan Howell 1987, Gutman dan Mills 1982, Hawkins, Best dan Coney 1989, Lumpkin
1985, Shimp dan Bickle 1994 dalam Arnold dan Reynolds 2003 menggambarkan orientasi belanja
sebagai suatu yang kompleks dan mempunyai fenomena multidimensional motif, kebutuhan, keterkaitan, kondisi
ekonomi dan kelas sosial dan perilaku pasar pilihan sumber informasi, perilaku panutan, dan atribut toko.
Konsep motivasi belanja hedonik menerangkan bahwa proses berbelanja yang dapat mendorong aktivitas
konsumen sehingga berbelanja bukan sekadar akibat dari kebutuhan untuk memperoleh barang tertentu. Selain itu,
tingkat stimulasi optimal juga turut memicu berbagai perilaku konsumen. Hirschman dan Holbrook, 1982.
Motivasi belanja hedonik menurut Hirschman dan Holbrook 1982 mengembangkan konsep dalam
tipe belanja hedonik bahwa konsumen mendapat kepuasan dari pengalaman berbelanja terlepas dari
manfaat yang diperoleh dari pembelian barang. Hirschman dan Holbrook melihat bahwa penekanan
tradisional pada proses informasi terkait atribut produk dan pertimbangan model belanja utilitarian tidak
memberi penjelasan menyeluruh terkait pembelian dan konsumsi.
Pandangan atas proses informasi perlu dilengkapi dengan pertimbangan sebagai berikut : Fenomena yang
diabaikan termasuk berbagai aktivitas bersantai, kenikmatan inderawi, melamun, kegiatan menikmati
estetika, respons emosional. Kegiatan konsumsi melibatkan aliran konstan dari fantasi, perasaan, dan
kesenangan yang dikategorikan sebagai pandangan akan pengalaman. Hal ini merupakan fenomena dalam jiwa
dan memandang kegiatan konsumsi sebagai kondisi subjektif dan kesadaran dengan berbagai artian simbolis,
respons hedonik dan kriteria estetis. Pengakuan atas aspek penting kegiatan konsumsi dikuatkan dengan
membandingkan proses informasi dan pandangan atas pengalaman Hirschman dan Holbrook 1982.
Nilai hedonik dikembangkan oleh penemuan Arnold, Oum, dan Tigert 1983 dalam Martin Evans,
Ahmad Jamal dan Gordon Foxall, 2006 : 18-19 yang meneliti faktor yang memengaruhi penilaian konsumen
terhadap pusat pembelanjaan. Analisis penurunan logistik mengungkap faktor simultan untuk peringkat
dan keseluruhan harga dan penawaran khusus mingguan dalam memprediksi jumlah barang yang terjual. Hal ini
menunjukkan bahwa meski harga rata-rata di toko memperhitungkan pengurangan saat diskon, pengalaman
dalam mendapat kesepakatan harga dengan sendirinya dapat menjadi sangat dihargai oleh beberapa konsumen.
Mengacu pada Hirschman dan Holbrook 1982 Babin, Darden dan Griffin 1994 mengembangkan 53
nilai belanja berdasarkan analisis kepustakaan sebelumnya dan dua konsumen tersebut. Babin, Darden
dan Griffin 1994 menemukan nilai tipe belanja hedonis yang menunjukkan sensasi atau pencarian simultan.
Selanjutnya, memasukkan versi yang telah diperbaharui dari skala dominasi kenikmatan sensasi Pleasure,
arousal dan dominance milik Mehrain dan Russell
1974 sebagai tambahan dari skala nilai belanja hedonik.
Pengalaman belanja dikelompokkan menjadi tiga dimensi, yaitu: Hedonic Shooping Value mencerminkan
instrumen yang menyajikan secara langsung manfaat dari suatu pengalaman dalam melakukan pembelanjaan,
seperti: kesenangan, hal-hal baru, Utilitarian Shooping Value
adalah nilai yang mencerminkan instrumen dari manfaat belanja, seperti contoh: memperoleh beberapa
barang tertentu. Selanjutnya, Resources Expenditure digunakan
untuk menaksir waktu, dana pengeluaran, dan interaksi sosial yang diluangkan untuk belanja. Resources
expenditure merupakan variabel mediator respons
lingkungan belanja dan pengalaman belanja. Hatane, 2005.
Babin dan Darden 1995 menggunakan istilah resources expenditure
untuk menunjukkan tingkat dari sumber daya yang dibelanjakan dan jumlah dari nilai
belanja seseorang. Menurut Babin dan Darden, istilah resources expenditure
dipilih sebab tampak lebih deskriptif dibanding perilaku pendekatan penghindaran
approach avoidance. Dalam studi Babin dan Darden,
resources expenditure diperagakan sebagai suatu
variabel endogen di dalam model dan bertindak sebagai suatu variabel penengah antara emosi belanja
pleasure,arousal , dan dominance dengan pengalaman
belanja hedonic dan utilitarian.
Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa konsumen pleasure dan arousal mempunyai keterkaitan
terhadap variabel kepuasan. Pembelanja shopper dengan kategori relatif pleasure tinggi berhubungan
dengan pernyataan kepuasan pelanggan yang tinggi Dawson, 1990 dalam Millan dan Howard, 2007 : 475.
Lebih lanjut, konsumen mengevaluasi pengalaman belanja melalui dua dimensi yang mewakili betapa
berharganya waktu yang diluangkan untuk belanja Babin, 1994; Holbrook, 1986. Utilitarian value atau
nilai ekstrinsik merefleksikan instrumen keuntungan dari kegiatan belanja tersebut, sedangkan Hedonic value atau
nilai intrinsik yang lebih merefleksikan pengalaman keuntungan yang dinyatakan langsung sebagai
pengalaman belanja. Beberapa penelitian menemukan konsumen
pleasure berhubungan positif
dengan utilitarian shoping value
dan konsumen arousal berhubungan positif dengan hedonic shoping value, yang
menjadikan lingkungan toko sebagai tempat yang menarik untuk menghabiskan waktu luang, Babin,
1994.