Gaya Hidup Hedonis.

(1)

(2)

i


(3)

(4)

iii

RIA ARIFIANTI

DWI KARTINI

TUHPAWANA P. SENDJAJA

YUNIZAR

GAYA HIDUP

HEDONIS


(5)

iv

TIM PENGARAH

Ganjar Kurnia

Mahfud Arifin, Engkus Kuswarno Memed Sueb

TIM EDITOR

Wilson Nadeak (Koordinator), Tuhpawana P. Sendjaja Fatimah Djajasudarma, Benito A. Kurnani

Denie Heriyadi, Wahya, Cece Sobarna Dian Indira

Judul : Gaya Hidup Hedonis Penulis : Ria Arifianti, Dwi Kartini Tuhpawana P. Sendjaja, Yunizar Setting Cover & Layout : R. Irvan Sophian

UNPAD PRESS

Copyrigh © 2010


(6)

v PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan Karunia dan RahmatNya dapat menyelesaikan buku ini dengan baik. Buku ini merupakan bagian dari proses pembelanjaran dalam memahami dan memaknai fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat dan secara jujur diakui terdapat keterbatasan kemampuan penulis, sehingga terdapat banyak kekurangan. Namun atas dukungan dan arahan berbagai pihak,yang dengan tulus memberikan sumbangan pemikiran dari Tim Promotor, Tim Penelaah, Tim Editor dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sehingga karya yang sederhana ini dapat selesai. Untuk itu ucapan terima kasih dan doa semoga segala amal perbuatan itu dapat mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE. Spect.Lic ; Bapak Prof. H. Tuhpawana P. Sendjaja Ir, Ph.D, dan Bapak H. Yunizar, SE, Msc.AD, Ph.D, atas segala bimbingan, dukungan, kesabaran, dan ketulusan hati.

Selain itu penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Tim Penelaah yaitu : Bapak Prof. Dr. H. Ahmadi Rilam, SE, MS ; Bapak Prof. Dr. H. Sucherly, SE, MS.; Bapak Prof. Dr. H. Suryana Sumantri, S.Psi., MSIE.; Bapak Nury Efendy, SE, MA, Ph.D, dan Ibu Popy Rufaidah, SE, MSc, Ph.D.

Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah memberikan izin dan dukungan kepada penulis, antara lain :


(7)

vi

1. Rektor dan Direktur Program Pascasarjaana Universitas Padjadjaran beserta seluruh staf dan dosen.

2. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran beserta staf.

3. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran beserta staf.

4. Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Niaga Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.

5. Manajer Hypermart, Carrefour dan Giant Kota Bandung.

6. Konsumen Hypermart, Carrefour dan Giant Kota Bandung.

Kepada kedua orang tuaku Bapak R Malja Sanoesi SE (alm) dan Ibu Idaningsih Partasasmita beserta kakak-kakakku Tia Diana, SE, Ir. Robi Djohan, dr. Hj. Irma Janthi, SPKK dan adikku Ir. R. Irvan Sophian MT. yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil. Sumber dana penelitian didanai oleh Program Hibah Penelitian Disertasi Program Doktor rahun 2010 Departemen Pendidikan Nasional.

Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan buku ini. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik untuk kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi dab manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bandung, Novembere 2010


(8)

vii DAFTAR ISI

PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Masalah 20

Tujuan 22

Kegunaan 22

Kegunaan Ilmu 22

Kegunaan Praktis 23

BAB II IHWAL BISNIS RITEL ... 25 Hypermarket dalam Konsep Bisnis Ritel 25

A. Pengelompokan berdasarkan unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan

konsumen 25

B. Pengelompokan berdasarkan sarana yang

Digunakan 34

C. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan 36

BAB III KONSEP PROMOSI PENJUALAN ... 45 BAB IV ALAT PROMOSI PENJUALAN


(9)

viii

Konsep Atribut Hypermarket 65

Pengukuran Atribut Hypermarket 69

Motivasi Hedonic Shopping dan Impulse Buying

Dalam Konsep Penjualan 70

Konsep Motivasi Hedonic Shopping 77

BAB V APA BELANJA HEDONIS ITU... 83 BAB VI UKURAN BELANJA HEDONIS ... 95

Konsep Impulse Buying 96

Pengukuran Impulse Buying 107

Keterkaitan Promosi Penjualan dengan Atribut

Hypermarket 108

BAB VII HUBUNGAN PROMOSI

PENJUALAN DAN MOTIVASI BELANJA HEDONIS ... 111 Keterkaitan Promosi Penjualan dengan

Impulse Buying 112

Keterkaitan Attribut Hypermarket dengan

Motif Hedonic Shopping 114

Keterkaitan Attribut Hypermarket dengan

Impulse Buying 115

Keterkaitan antara Motivasi Hedonic Shopping

dengan Impulse Buying 117

Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Variabel Promosi Penjualan, Atribut Hypermarket, Motif Hedonic Shopping dan Impulse Buying 119 Analisis Jurnal Promosi Penjualan 121 Analisis Jurnal Atribut Hypermarket 125 Analisis Jurnal Motivasi Hedonic Shopping 129


(10)

ix

Analisis Jurnal Impulse Buying 136

Kerangka Pemikiran 140

Hipotesis 147

BAB VIII METODE PENELITIAN ... 149

Metode Penelitian 149

Operasionalisasi Variabel 151

Sumber dan Cara Penentuan Data/Informas 156

Sumber Data/Informasi 156

Cara Penentuan Data Sampel/Informasi 157

Teknik Pengumpulan Data 159

Kuesioner 160

Pengujian Kuesioner 162

Pengujian Reliabilitas Kuesioner 163 Rancangan Analisis dan Uji Hipotesis 170

Rancangan Analisis 170

DAFTAR PUSTAKA 185

GLOSARY 201


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Letak Hipermarket di Kota Bandung 4 Gambar 1.2. Kegiatan Promosi Penjualan Yang

disukai Konsumen 17 Gambar 2.1. Supermarket 27 Gambar 2.2. Hypermarket 28

Gambar 2.3. Warehouse 28

Gambar 2.4. Contoh Convenience store 30 Gambar 2.5. Contoh Specialty Store 32 Gambar 2.6. Departemen Store 33 Gambar 2.7. Contoh Pemasaran melalui Katalog 35 Gambar 2.8. Pengelompokkan Bisnis Ritel 36 Gambar 2.9. Bauran Produk Ritel 37 Gambar 2.10. A Classification Method for Retail

Institutions 39

Gambar 2.11. Strategi Roda Eceran 41 Gambar 3.1. Katalog Promosi Penjualan 54 Gambar 3.2. Promosi penjualan 55 Gambar 3.3. Promosi penjualan 56 Gambar 4.1. Atribut hypermarket 69 Gambar 4.2. Sumber Informasi 74 Gambar 5.1. Kegiatan hedonic shopping 84 Gambar 5.2. Kegiatan hedonic shopping 85 Gambar 5.3. Kegiatan hedonic shopping 88


(12)

xi

Gambar 5.4. Kegiatan hedonic shopping 89 Gambar 5.5. Kegiatan hedonic shopping 90 Gambar 5.6. Kegiatan hedonic shopping 91 Gambar 6.1. Kegiatan impulse buying 103 Gambar 6.2. Kegiatan impulse buying 104 Gambar 7.1. Kerangka Pemikiran, 2010 146 Gambar 7.2. Paradigma Penelitian, 2010 147


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bandung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun

2006-2008 (juta rupiah) 6 Tabel 1.2. Prosentase Perkembangan Pasar

Modern di Kota Bandung

(s.d. tahun 2008) 8 Tabel 1.3. Perkembangan Kegiatan Promosi

Penjualan Di Tiga Kota Besar 16 Tabel 2.1. Karakteristik Ritel 29 Tabel 3.1. Definisi Promosi Penjualan

Tabel 5.1. Definisi Motivasi Hedonic Shopping

Tabel 6.1. Definisi Impulse Buying 100 Tabel 7.1. Penelitian Terdahulu yang Berkaitan

dengan Variabel Promosi Penjualan 120 Tabel 7.2. Penelitian Terdahulu yang Berkaitan

dengan Variabel Atribut Hypermarket 123 Tabel 7.4. Penelitian Terdahulu yang Berkaitan

dengan Variabel Impulse Buying 133 Tabel 8.1. Operasionalisasi Variabel 151 Tabel 8.2. Kriteria Standar Validitas dan

Reliabilitas Instrumen Penelitian 164 Tabel 8.3. Hasil Perhitungan Validitas Variabel

Promosi Penjualan 165

Tabel 8.4. Hasil Perhitungan Validitas Variabel


(14)

xiii

Tabel 8.5. Hasil Perhitungan Validitas Variabel

Motif Hedonic Shopping 167 Tabel 8.6. Hasil Perhitungan Validitas Variabel

Impulse buying 168

Tabel 8.7. Hasil Pengujian Reliabilitas 169 Tabel 8.8. Rancangan Analisis 170 Tabel 8.9. Persamaan Model Struktural pada

Diagram Jalur 178

Tabel 8.10 Persamaan Model Pengukuran pada

Diagram Jalur 178


(15)

B

isnis ritel merupakan keseluruhan aktivitas penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk dapat memenuhi hal tersebut dibutuhkan suatu teknologi yang tinggi. Teknologi tinggi ini memudahkan pelayanan, proses, serta pengantaran layanan yang lebih cepat, teliti dan memuaskan dan melayani pelanggan.

Secara garis besar, ritel terbagi dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pengertian pasar tradisional adalah ritel yang sederhana, tempatnya tidak begitu luas, barang yang dijual tidak begitu banyak jenisnya, sistem manajemen masih sederhana, tidak menawarkan kenyamanan berbelanja dan masih ada proses tawar-menawar harga dengan pedagang seperti pasar tradisional dan warung tradisional. Sedangkan pasar modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat yang luas, barang yang dijual banyak jenisnya, sistem manajemen terkelola dengan baik menawarkan kenyamanan berbelanja, harga sudah tetap (fixed) dan adanya sistem swalayan seperti pasar modern (misalnya mall, plaza, International Trade Centre, dll) dan gerai


(16)

tersendiri, misalnya mini market, supermarket, dan hypermarket.

Salah satu bentuk pasar modern adalah Hipermarket. Hipermarket muncul pertama kali pada tahun 1990 dengan dibukanya Makro, yang merupakan ritel dari Belanda. Kemudian pada tahun 1998 muncul bentuk ritel yang lain yaitu Carrefour (ritel dari Prancis), pada tahun 2002 adanya Giant, dan pada tahun 2004 munculnya Hypermart. Untuk hipermarket, performa yang sangat baik terlihat dari kemampuannya menjadi pasar modern dengan pangsa omzet terbesar. Pada 2008 omzet hipermarket adalah Rp23,1 triliun atau 41,7 persendari total omzet seluruh pasar modern di Indonesia. Sementara minimarket 32,1 persen dan supermarket 26,2 persen (http : / / www. indef . or . id / xpload / upload/pubs/exum hypermarket, 2010).

Hypermarketpun menguasai 88,5 persen pangsa omzet hypermarket di Indonesia. Tiga pemain utama tersebut adalah Carrefour yang menguasai hampir 50 persen pangsa omzet hipermarket di Indonesia, Hypermart (Matahari Grup) dengan pangsa 22,1 persen, dan Giant (Hero Grup) dengan 18,5 persen. Sedangkan Makro tidak dapat bertahan, sehingga kepemilikannya diambil alih oleh perusahaan Korea dan berganti nama menjadi Lottemart. Bentuknya pun berubah menjadi

whosesaler

exum hypermarket, 2010).

Gerai-gerai Hypermarket bermunculan di kota-kota besar di Indonesia. Salah satunya adalah Kota Bandung. Berdasarkan Laporan Pasar Modern di Kota Bandung Menurut Jenis dan Luas gerai Tahun 2008 Hipermarket pada tahun 2008 berjumlah sekitar 7 buah


(17)

yang tersebar di beberapa wilayah di Kota Bandung (Pemerintah Kota Bandung, 2009 : 223) Hal ini dapat digambarkan seperti padqa gambar 1.1.

Meningkatnya pasar modern ini mendorong persaingan dunia bisnis yang sangat ketat. Kondisi ini

dilandasi karena pertama bergesernya kebiasaan

masyarakat yang menyukai barang-barang pabrikan membuat arus peredaran uang di sektor jual beli menjadi lebih besar. Kedua meningkatnya jumlah konsumen yang berbelanja di toko modern terutama untuk konsumen yang hidup di perkotaan (M. Taufiq Amir. 2004 : 1-2). Selain daripada itu tren belanja masyarakat lama kelamanan bergeser ke ritel modern seperti supermarket, departemen store, hypermarket dan minimarket. Hal ini dilakukan karena mereka mencari kenyamanan dalam melakukan kegiatan belanja.

Keadaan ini membuat para pengusaha mencari cara agar dapat memenangkan persaingan dan menarik konsumen semakin banyak. Hal ini mendorong suatu perusahaan mengembangkan atau menciptakan strategi yang dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang akan dilakukan perusahaan dengan menggunakan peluang yang ada. Strategi inipun dilakukan untuk menghadapi ancaman dan kemampuan mengarahkan perusahaan dalam menggunakan sumber daya yang tersedia untuk dapat menarik dan mempertahankan pelanggan.

Salah satunya adalah menggunakan strategi roda eceran. Strategi ini menitikberatkan pada pengembangan suatu toko dengan menyediakan barang yang lengkap, pelayanan yang baik disertai strategi harga.


(18)

4

R

ia

A

ri

fi

an

ti

Gambar 1.1 Letak Hipermarket di Kota Bandung


(19)

Salah satu bentuk strategi roda eceran adalah strategi harga naik turun (high-low), dimana harga barang di toko diatur sedemikian rupa sehingga berfluktuasi antara harga normal dan harga diskon, seperti harga yang kian murah, pelayanan barang, pelayanan yang paling baik, lokasi yang strategis. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya permainan harga antar pengusaha ritel (Nurudin Abdullah, Bisnis Indonesia, 2003)

Di sisi lain timbulnya pengecer besar seperti hypermarket secara sosial mampu memberikan dampak positif bagi pemerintah khususnya kota Bandung terutama di dalam menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 17 juta orang (18%) bekerja di sektor ritel, laju pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan pendapatan daerah yaitu sekitar 86 % terhadap total perdagangan nasional. Pemerintah daerah menggunakan instrumen pajak/retribusi yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam mengkompensasi kecepatan perkembangan hypermarket. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :


(20)

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Kota

Bandung Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2008 (juta rupiah)

Lapangan Usaha 2006 2007 2008

(1) (2) (3) (4)

1. PERTANIAN

a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan

d. Kehutanan e. Perikanan

2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN a. Minyak &Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian

3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas

1. Penggilingan Minyak Bumi 2. Gas Alam Cair

b. Industri Tanpa Migas

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik

b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN

6. PERDAG, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel

c. Restoran

7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angkutan Sungai, danau, Penyebrangan

5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi

8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERUSAHAAN a. Bank 128.786,00 48.586,00 - 67.747,00 - 12.453,00 - - - - 12.092.654,2 0 - - - - 12.092.654,2 0 964.317,00 - 106.134,00 1.922.465,50 17.185.897,0 0 15.324.063,0 0 457.655,00 1.404.179,00 4.879.307,00 2.838.575,00 196.776,00 1.561.884,00 - - 881.545,00 141.104,19 50.816,61 - 76.130,32 - 14.157,26 - - - - 13.407.033,00 - - - - 13.407.033,00 1.187.598,54 - 131.803,65 2.306.087,94 20.082.522,76 17.980.390,60 532.108,60 1.570.023,56 5.927.894,43 3.252.186,04 239.073,53 1.854.860,01 - - 930.483,00 227.766,50 2.675.708,38 3.194.468,00 1.510.401,00 465.893,00 - 153.030,35 53.559,51 - 84.798,71 - 14.672,13 - - - - 15.548.704,49 - - - - 15.548.704,49 1.363.364,82 - 163.432,82 2.604.004,33 24.211.804,57 21.782.689,08 578.234,49 1.850.881,00 7.071.588,28 3.091.256,85 255.290,83 2.167.419,59 - - 1.213.827,27 264.719,16 3.170.331,43


(21)

b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA

a. Pemerintah Umum & Pertahanan b. Swasta

1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan & Rumahtangga

198.370,00 2.040.732,00 2.852.505,00 1.306.654,00 423,597,00 - 797.939,00 3.465.448,00 2.306.950,00 1.158.498,00 338.107,00 65.180,00 755.211,00 856.230,00 361.944,00 4.305.473,13 1.252.884,13 353.943,60 76.378,28 822.562,06 3.956.663,75 1.934.462,00 513.323,30 - 997.446,93 511.431,52 5.532.326,25 4.101.834,00 1.430.492,25 421.217,00 87.305,1921.97 0,08

PDRB DENGAN MIGAS 43.491.379,0 0

50.552.181,9 9

60.441.486,84

PDRB TANPA MIGAS 43.491.379,0 0

50.552.181,9 9

60.441.486,84

Sumber : Bandung dalam Angka, Pemerintah Kota Bandung, 2009 : 73

Sedangkan dari sudut produsen dan perusahaan adalah meningkatkan kapasitas pemasaran para distributornya dan pelaku terkait, tetapi pada sisi persaingan usaha memberikan dampak negatif bagi pengecer kecil. Karena hal tersebut, maka pasar modern menjadi berkem-bang pesat. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :


(22)

Tabel 1.2. Prosentase Perkembangan Pasar Modern di Kota Bandung

(s.d. tahun 2008)

Sumber : Pemerintah Kota Bandung (2007 : 216-217, 2008 : 220, 2009 : 223)

Pesatnya perkembangan pasar modern ini mengacu pada perilaku manusia. Pada saat ini dalam perilaku manusia telah terjadi pergeseran perilaku (perubahan perilaku). Perilaku orang yang berbelanja dengan terencana menjadi tidak terencana. Orang yang tidak terencana berfikir pendek dan mencari yang serba instan dan mencari produk yang bisa memberi keuntungan jangka pendek untuk menyelesaikan masalah yang ada di depan mata saja. Salah satu indikasi besarnya konsumen yang punya pikiran jangka pendek

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1

2006 2007 2008

Hypermarket 0.031 0.056 0.035 Supermarket 0.062 0.056 0.051 Minimarket 0.907 0.888 0.914


(23)

adalah maraknya kredit konsumsi yang didorong oleh

perhitungan kebutuhan jangka pendek, yaitu

mendapatkan barang dengan cara cepat. Penurunan daya beli membuat konsumen harus berfikir untuk mencari solusi dalam jangka pendek dulu.

Ini melibatkan perilaku konsumen yaitu untuk mencari barang yang diinginkan, membeli barang, menggunakan barang, mengevalusai dan memuaskan kebutuhannya. Mereka hanya berfikir untuk membuat keputusan yang digunakan untuk menghabiskan sumber-sumber yang dimilikinya seperti uang dengan mengkonsumsi suatu produk.

Keadaan ini melibatkan faktor emosi konsumen dalam pengambilan keputusannya. Mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan segera

atau kebutuhan sesaat. Emosi dapat menjadi dasar dari

pembelian yang dominan. Hal ini mendorong konsumen bertindak karena daya tarik atas sentimen atau gairah tertentu.

Ini berarti terjadinya impulse buying yaitu suatu perilaku orang yang tidak merencanakan sesuatu dalam belanja. Konsumen yang melakukan impulse buying tidak berfikir untuk membeli produk atau merek tertentu. Mereka langsung melakukan pembelian karena ketertarikan pada merek atau produk saat itu atau sedikit membutuhkan pertimbangan atau informasi yang lengkap dalam melakukan keputusan membeli. Selain itu biasanya para konsumen tidak membawa daftar belanjaan mengenai barang-barang yang harus dibeli (Yongki Susilo, 2007 : 15)

Dorongan dalam impulse merupakan hal penting


(24)

Impulse buying menekankan pada minat seseorang akan sesuatu produk yang ditawarkan oleh Hypermarket.

Berdasarkan studi penelitian dikatakan bahwa

kegiatan impulse buying memang banyak dilakukan

orang, sekitar 50 % yang dihabiskan konsumen di dalam toko (Dittmar, Beattie and Friese 1995, dalam Tremblay,

2005 : 4). Kegiatan impulse buying di Hypermarket di

kota-kota besar di Indonesia disinyalir sekitar 35- 41 % dihabiskan di toko pada hari kerja dan pada hari Sabtu dan Minggu jumlah tersebut meningkat menjadi 61 %. (Yadi Budhi Setiawan, Marketing, 2007: 86).

Perilaku impulse buying adalah peluang bagi

peritel untuk memperkenalkan produk-produk baru. Melalui komunikasi yang efektif di dalam toko dan program promosi, akan mempengaruhi pilihan merek yang dibeli konsumen dan mendorong keputusan untuk belanja lebih banyak. Impulse buying terjadi pada konsumen apabila pertama produk yang memiliki harga yang rendah, kedua produk-produk yang memiliki mass marketing, sehingga ketika berbelanja konsumen ingat bahwa produk tersebut tersebar pernah diiklankan di televisi. Ketiga adalah produk-produk dalam ukuran kecil dan mudah disimpan. Biasanya konsumen mengambil produk ini karena dianggap murah dan tidak terlalu membebani keranjang atau kereta belanjanya. Stern (1962, dalam Evans, Jamal, Foxall, 2006 : 88)

Kecenderungan impulse buying merupakan trend

prilaku pembelian yang marak di Supermarket/ Hypermarket (Bayley and Nancarrow, 1998 : 99) Keadaan ini menjadi suatu kebiasaan yang rutin di masyarakat. Hal ini mendorong perubahan prilaku seseorang. Tuntutan kebutuhan yang cepat


(25)

mengakibatkan tingkat prilaku seseorang meningkat dan cenderung merangsang psikologi seseorang menjadi negatif seperti perubahan watak/sifat seseorang atau inginnya mendapat penghormatan dari orang lain. (Silvera, Lavacl, Kropp. 2008 : 23-24, Verplanken,

Herabadi, Perry, dan Silvera, 2005 : , Tafarodi and

Swann, 1995 : 47-48, Huelsman, Nemarick, Munz, 1998 : 54-55).

Keadaan ini terlihat pada situasi Hypermarket yang menyediakan barang yang dapat memenuhi kebutuhan mereka (konsumen) dan memberikan keuntungan bagi mereka secara finansial. Mereka lupa dengan tujuan ketika mereka masuk ke toko tersebut. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya impulse buying. Di samping itu beberapa faktor yang mengakibatkan impulse buying apabila gerai sedang melakukan aktifitas visual merchandising yang menarik minat untuk coba-coba. Biasanya merek-merek ini adalah merek yang sering dibeli dan digunakan (convenience goods), dimana merek ini tidak mahal dan digunakan dengan segera dan membutuhkan pertimbangan atau informasi yang detail dalam melakukan keputusan membeli.

Keputusan pembelian tersebut berkaitan dengan pembelian tidak terencana. Hal ini diakibatkan oleh faktor individu konsumen yang cenderung berperilaku

afektif (pleasure – arousal – dominance), pleasure

mengacu pada tingkat dimana individu merasakan baik, penuh kegembiraan, bahagia, atau puas dalam suatu

situasi; arousal mengacu pada tingkat dimana individu

merasakan tertarik, siaga atau aktif dalam suatu situasi;

dan dominance ditandai oleh perasaan yang direspons


(26)

lingkungan. Perilaku ini kemudian membuat konsumen

memiliki pengalaman belanja, yaitu: hedonic shopping.

Hedonic shopping mencerminkan potensi pembelian dan nilai emosi dari pembelian tersebut yang didasarkan

pada pengalaman berbelanja. (Samuel Hatane, 2005 :

141-142, Adelaar, Chang, Lancendorfer, Lee, Marimoto, 2003 : 247-248).

Dengan adanya pengalaman berbelanja

mengakibatkan suatu kebiasaan dan rutinitas dalam berbelanja. Hal ini terjadi karena adanya kebutuhan

fungsional, adanya keinginan untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, mencari barang yang murah, kenyamanan dalam berbelanja, dan sebagainya.

Selain daripada itu karakter konsumen beraneka ragam. Karakter konsumen, pertama, lebih muda. Pembelanja muda senang dengan outlet swalayan. Bisa sekalian jalan-jalan, melihat-lihat produk baru. Kedua, ibu-ibu yang bekerja. Mereka yang sudah disibukkan dengan tugas kantor ingin belanja yang pasti-pasti saja. Harga pasti, stok pasti, kualitas pasti. Ketiga, terjadi di urban atau kota. Keempat, keluarga mapan. Kelima, sangat responsif. (Yongki Suryo Susilo, 2004 : 1)

Oleh karena itu perusahaan menggunakan berbagai cara untuk dapat membangkitkan pengalaman berbelanja. Cara yang digunakan yaitu dengan memperhatikan kenyamanan berbelanja seperti adanya AC, menyelusuri lorong-lorong yang digunakan untuk kegiatan berbelanja, adanya musik yang menyertai kegiatan berbelanja. Cara lainnya dengan

memperhatikan penataan toko yaitu adanya

pencahayaan yang baik, ruangan toko yang bersih, pelayanan yang ramah. Keadaan ini dilakukan di


(27)

hypermarket dan merupakan keunggulan yang ditonjolkan oleh Hypermarket.

Kondisi ini membuat konsumen tertarik dan menambah wawasan mengenai situasi toko tersebut. Sehingga mereka selalu ingin datang kembali untuk bersenang-senang tanpa melakukan kegiatan pembelian. Merekapun melakukan interaksi dengan konsumen lainnya, bergaul dan memilih produk atau barang yang dapat mengkomunikasikan peran dan status mereka di masyarakat.

Hal ini mengakibatkan terjadinya motivasi

hedonic shopping karena konsumen melakukannya dengan tujuan untuk aktualisasi dengan lingkungan sekitar sehingga mereka mempunyai keinginan untuk membeli sesuatu untuk gengsi atau gaya (Bloch dalam Trang, Tho, dan Barrett (2006 : 228-229). Mereka datang ke Hipermarkert tidak saja untuk berbelanja tetapi untuk aktualisasi diri dengan teman atau lingkungan sekitarnya. Selain itu prilaku mereka dipengaruhi oleh tren belanja yang ada di masyarakat. Mereka lebih suka menghabiskan di tempat perbelanjaan dibandingkan berada di rumah. Dengan kata lain mereka suka berkumpul dengan teman, sahabat atau keluarga. (M. Taufiq Amir, 2004 : 10).

Berdasarkan hasil pra survei, disinyalir status sosial yang dicari para konsumen ternyata tidak berlaku di Bandung. Mereka datang ke Hypermarket sesuai dengan kebutuhan untuk membeli barang (sekitar 85 %),

suasana hypermarket yang dirasakan sangat

menyenangkan mengakibatkan motivasi mereka untuk berbelanja semakin tinggi dan mengejar status sosial hanya sekitar 15 % .


(28)

Oleh karena itu, banyak perusahaan menghabiskan sejumlah besar sumber dayanya untuk melakukan promosi untuk meraih pelanggan. Salah satu bentuk promosi adalah promosi penjualan (sales promotion). Promosi penjualan dilakukan untuk meningkatkan pengenalan produk, melakukan percobaan pasar, dan meningkatkan pangsa pasar. (Abratt. Russell, and Stephen Donald Goodey, 1990)

Perusahaan menghabiskan banyak dana untuk melakukan promosi produknya dalam setiap ruang pajang dalam hypermarket. Keadaan ini mengakibatkan anggaran menjadi membengkak. Menurut Aruman (2007 : 20-21) anggaran promosi penjualan yang tadinya 30 % naik menjadi 70 %.

Untuk itu maka para peritel melakukan usaha-usaha seperti pertama barang diperoleh langsung dari produsen sehingga bisa meminimalkan harga belinya. Pemasok juga berkepentingan dengan peritel besar ini karena bisa menjadi trend center bagi peritel lainnya. Kedua membeli barang dalam jumlah sangat besar sehingga mendapat potongan harga yang spesial.

Ketiga mengambil margin tidak terlalu besar. Kecanggihan mereka dalam komputerisasi akan meminimalkan stok yang mati sehingga modal yang berputar cukup efektif. Disamping itu mereka juga cukup

efektif memanfaatkan space, setiap produk yang masuk

ditentukan target penjualannya dan bila penjualannya rendah dalam kurun waktu tertentu harus angkat kaki dan diganti dengan produk lain yang perputaran penjualannya lebih cepat.

Dalam pelaksanaannya produk yang lewat dari 6 bulan sampai dengan 12 bulan, diskonnya 50 % sampai


(29)

70 %. Untuk produk yang mempunyai jangka waktu 3 bulan sampai 6 bulan ditawarkan dengan potongan harga 10 % sampai dengan 20 %. (Afiff Maulana, 2010 : 42-43)

Langkah terakhir adalah Strategi subsidi silang yaitu menjual item-item tertentu dengan harga murah bila perlu tidak mendapat margin agar menjadi gimmick dan disubsidi dari margin item-item lainnya. Semakin banyak ragam yang dimiliki, semakin fleksibel dalam pengaturan harga. Barang-barang dalam katagori traffic

builder seperti elektronik, food sering digunakan peritel

untuk menstimulasi shopper datang ke outlet (Hengky

Njoto Widjaja, 2008).

Kenyataan ini membuat promosi penjualan

beraneka ragam. Bentuk promosi penjualan untuk

meningkatkan penjualan di toko adalah diskon harga, sampel produk, hadiah gratis, dan penjualan bersama-sama (bundling). Namun dalam berjalannya bentuk-bentuk asli promosi penjualan berkembang dan mengalami modifikasi.

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan volume penjualan jangka pendek untuk perusahaan dengan menciptakan tampilan dan aktivitas yang menarik untuk

mendorong impulse buying. Keuntungan lainnya yang

bersifat jangka panjang adalah mendorong prilaku seseorang untuk mencoba suatu produk atau jasa untuk membuat konsumen menjadi pelanggan jangka panjang dan membina hubungan dengan perusahaan (Cummins dan Mullin, 2004 : 17).

Dalam pelaksanaannya promosi penjualan di Indonesia berkembang pesat. Promosi penjualan meruapakan alat untuk mencapai konsumen lebih besar


(30)

dan meraup keuntungan yang lebih besar. Dalam pelaksanaannya, Bandung merupakan kota besar yang berpotensi melakukan promosi penjualan terbanyak dibandingkan Jakarta dan Surabaya. Hal ini dapat digambarkan dalam tabel berikut ini :

Tabel. 1.3. Perkembangan Kegiatan Promosi Penjualan Di Tiga Kota Besar

Sumber : Yongki

Selain daripada itu Bandung mempunyai populasi penduduknya sekitar 17,84 % merupakan kota yang berpenduduk paling banyak dibandingkan Jakarta (4,03 %) dan Surabaya (16,47 %) serta kota-kota besar lainnya. (Penduduk dan laju pertumbuhan penduduk 2000-2006 : 73-80).

Susilo (2007 : 16)

Sales promotion di dunia ritel modern sangat disukai oleh konsumen. Hal ini dikarenakan konsumen sekarang peka terhadap harga, peka terhadap nilai, dan

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Total Bandung

Kupon Undian Point Reward Branded Product Gift Gratis Harga Diskon


(31)

peka terhadap kualitas atau mutu dari barang yang ditawarkan.

Konsumenpun menyukai low price. Hal ini

mendorong adanya diskon besar-besaran yang terjadi di ritel modern Indonesia khususnya Hypermarket. Sebagai contoh Hipermart pernah mengeluarkan diskon harga sampai 31 %. Padahal marjin peritel umumnya berkisar 2-5 %. (Yadi Budhi Setiawan, 2007 : 16). Karakter lain dari konsumen adalah menyukai aktivitas promosi yang memberikan benefit langsung. Ini terlihat dari 66 % responden yang memilih promosi khusus yang menawarkan tambahan ekstra kuantitas. Mereka juga terbiasa untuk mencari harga spesial di outlet dan tertarik untuk membeli jika sebuah produk ada free sample yang terlampir diproduknya.

Selain itu menurut Lis Hendriani (2007 :10) survey dilakukan di tiga kota menunjukkan bahwa 76 % pembeli menyukai diskon harga dan 18 % menyukai hadiah langsung. Hal ini merupakan daya tarik untuk konsumen Indonesia. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.2. Kegiatan Promosi Penjualan Yang disukai Konsumen

Kegiatan Promosi Penjualan Yang disukai Konsumen

76% 18%

4% 2%

price discount free gift banded others


(32)

Sumber : Lis Indriani, Mix-Marketing (2007 : 10)

Tetapi terdapat keluhan yang mereka dapatkan apabila mereka merasakan kegiatan promosi penjualan :

1. Harga barang yang diberikan diskon di display

dengan harga yang tertera di kasir berbeda

2. Barang yang diberikan diskon tidak tersedia

meskipun tertera dalam katalog promosi

3. Kualitas barang yang mengalami diskon tidak

baik atau barang yang sudah rusak.

4. Harga diskon tidak sesuai. Misalnya diskon 20 %

dari harga awal, ternyata penurunannya tidak 20 % atau membeli barang 1 gratis satu. Pada kenyatannya konsumen tetap harus membayar 2 barang tersebut.

5. Barang yang dijadikan diskon tidak jelas jangka

waktu penawarannya.

6. Harga yang tertera dalam display dalam

kenyataannya tetap terjadi pembulatan harga sehingga konsumen merasa terjebak. Seperti diskon barang Rp. 4990 tetap menjadi Rp. 5000. Kegiatan promosipun tidak terlepas dari atribut yang ditawarkan oleh Hypermarket. Atribut hypermarket selain menunjang promosi penjualan juga dapat mengakibatkan perubahan perilaku konsumen. Atribut yang dimaksud adalah yang Fasilitas yang diberikan, pelayanan yang diberikan, after sales service, penataan barang (merchandise).

Atribut hypermarketpun dapat menimbulkan pengalaman berbelanja dan perilaku seseorang untuk melakukan pembelian tidak terencana. Hal ini didasarkan pada asumsi yang mengatakan bahwa jasa


(33)

layanan fisik menyediakan lingkungan yang mempengaruhi perilaku konsumen, dihubungkan dengan karakteristik lingkungan konsumsi fisik (Bitner, Booms dan Tetreault, 1990; Cole dan Gaeth, 1990; Eroglu dan Machleit, 1990; Iyer, 1989).

Lingkungan konsumsi fisik akan membentuk informasi setelah berada dalam toko. Informasi yang dipersepsikan konsumen dengan fakta yang ditemukan dalam toko akan membentuk pengalaman berbelanja dalam toko. Keadaan hypermarket yang menyenangkanlah yang akan membentuk pengalaman berbelanja konsumen.

Selain daripada itu evaluasi tempat berbelanja yang dapat mempengaruhi suasana hati konsumen/pengalaman berbelanja dan perilaku emosional (Babin, Darden dan Griffin, 1994; Dawson, Bloch dan Ridgway, 1990; Gardner, 1985). Selanjutnya dikatakan bahwa suasana lingkungan belanja dapat mengubah emosi konsumen dan pengalaman berbelanja (Donovan dan Rossiter, 1982; Donovan, Rossiter, Marcoolyn, dan Nesdale, 1994). Toko dapat menawarkan suasana atau lingkungan yang dapat mempengaruhi pola perilaku keputusan konsumen (Baker, Grewal, dan Parasuraman, 1994 : 201-202. Hatane, 2005 : 41-42).

Hal ini membuat pengelola hypermarket berusaha menata atribut yang ditawarkannya. Atribut hypermarket ditata sedemikian rupa untuk pertama untuk dapat menarik konsumen seperti adanya kenyamanan berbelanja, kebersihan toko dan penataan barang yang menarik, juga karyawan yang berpakaian menarik.


(34)

Kedua untuk dapat mempertahankan pelanggan dan konsumen yang biasa berbelanja di tempat tersebut.

Tetapi dalam pelaksanaan atribut Hypermarket menghadapi berbagai keluhan konsumen seperti :

1. Penataan barang yang ada di hypermarket kadang

membingungkan

2. Karyawan yang melayani kadangkala tidak

bersemangat memberikan pelayanan atau dengan muka masam

3. Karyawan memberikan pelayanan kepada

konsumen memakan waktu yang sangat lama.

4. Kurang cekatannya pramuniaga atau karyawan

dalam menanggapi keluhan konsumen.

Oleh karena itu para pengusaha Hypermarket telah berusaha mengembangkan strategi pemasarannya. Namun demikian banyaknya perubahan yang terjadi karena adanya pertama persaingan dan tuntutan

konsumen itu sendiri. Kedua belum dikembangkannya

promosi penjualan dan pelaksanaan atribut hypermarket. Dengan demikian perlu dilakukan suatu penelitian mengenai unsur promosi penjualan dan unsur-unsur atribut hypermarket yang harus dikembangkan atau dikelola oleh pengusaha Hypermarket dalam

mempengaruhi motivasi Hedonic Shopping dan

dampaknya terhadap Impulse Buying pada Hipermaket Kota Bandung.

Masalah

Setelah diteliti dengan seksama, maka

identifikasi masalah adalah maraknya Hipermarket membuat perusahaan melakukan berbagai strategi untuk


(35)

meraih konsumennya dan mempertahankan konsumen yang ada. Salah satunya adalah melakukan dilakukannya promosi penjualan dan penataan atribut hypermarket yang menarik.

Maraknya promosi penjualan dan ditatanya suasana Hipermarket yang menyenangkan membuat orang berbelanja tanpa memedulikan kegunaan atau manfaat produk tersebut. Tetapi keadaan Hipermarket yang menyenangkan ternyata tidak membuat orang mengejar status sosial meningkat atau mengejar gaya hidup. Mereka melakukan kegiatan berbelanja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pembelanjaan sesuai dengan rencana bukan dilakukan secara spontan dan tiba-tiba. Dengan kata lain tidak melakukan kegiatan impulse buying.

Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tanggapan konsumen atas

pelaksanaan promosi penjualan, atribut Hypermarket, motivasi hedonic shopping dan kondisi impulse buying di Kota Bandung.

2. Bagaimana hubungan promosi penjualan dengan

atribut hypermarket pada hypermarket di Kota Bandung.

3. Sejauh mana pengaruh promosi penjualan dan

atribut hypermarket terhadap motif hedonic shopping pada hypermarket di Kota Bandung.

4. Sejauh mana pengaruh promosi penjualan dan

atribut terhadap impulse buying pada


(36)

5. Sejauh mana pengaruh Motif hedonic shopping

terhadap impulse buying pada hypermarket di

Kota Bandung.

Tujuan

Berdasarkan pemahaman atas masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis :

1. Tanggapan konsumen tentang promosi

penjualan, atribut hypermarket, motivasi

hedonic shopping dan kondisi impulse buying di Kota Bandung.

2. Hubungan promosi penjualan dengan atribut

hypermarket pada hypermarket di Kota Bandung.

3. Sejauh mana pengaruh promosi penjualan dan

atribut hypermarket terhadap motivasi hedonic

shopping pada hypermarket di Kota Bandung.

4. Sejauh mana pengaruh promosi penjualan dan

atribut terhadap impulse buying pada

hypermarket di Kota Bandung.

5. Sejauh mana pengaruh Motivasi hedonic

shopping terhadap impulse buying pada

hypermarket di Kota Bandung.

Kegunaan Kegunaan Ilmu

Berdasarkan penelitian, hasilnya diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu manajemen pemasaran khususnya ritel yang berkaitan dengan aspek


(37)

impulse buying. Impulse buying merupakan konsep prilaku konsumen yang tidak direncanakan/berdasarkan emosi dan merupakan dampak terjadinya apabila melakukan promosi penjualan, atribut Hypermarket dan

motivasi Hedonic Shopping. Oleh karena itu, konsep

impulse buying perlu dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.

Kegunaan Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang ritel khususnya Hipermarket bagi mereka yang ingin mengetahui lebih mendalam mengenai dampak dari kegiatan promosi penjualan, atribut Hypermarket dan motivasi hedonic Shopping

terhadap impulse buying yang merupakan faktor

psikologis yang timbul dari diri konsumen berupa emosi seseorang. Kecenderungan ini sedang terjadi sekarang.


(38)

(39)

IHWAL BISNIS RITEL

Hypermarket dalam Konsep Bisnis Ritel

B

isnis ritel merupakan keseluruhan aktivitas

penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dan bukan digunakan untuk keperluan bisnis atau diproses lebih lanjut. Setiap perusahaan yang melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir baik produsen, grosir, maupun pengecer dapat dikatakan bertindak dalam bisnis ritel/eceran.

Bisnis ritel atau eceran mengalami perkembangan cukup pesat, ditandai dengan semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel modern maupun munculnya bisnis modern yang baru. Levy dan Weitz (2004 : 41-45), Christina Whidya Utami (2006 : 12-15), Sopiah dan Syihabudhin (2008 : 42-55) mengemukakan karakteristik dasar usaha ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut : A. Pengelompokan berdasarkan unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen :

1. Supermarket tradisional

Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk non makanan,


(40)

seperti produk kesehatan, kecantikan dan produk umum lainnya. Sedangkan supermarket konvensional yang lebih luas yang juga menyediakan layanan antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah, serta produk non makanan disebut sebagai superstore.

Dalam big-box retailer terdapat beberapa jenis supermarket yaitu :

a. Supercenter adalah supermarket yang mempunyai

luas lantai 3.000 hingga 10.000 meter persegi dengan variasi produk yang dijual, untuk makanan sebanyak 30-40 persen dan produk-produk non makanan sebanyak 60-70 persen. Supermarket jenis ini termasuk supermarket yang tumbuh dengan cepat. Persediaan yang dimiliki berkisar antara 120.000 – 20.000 item. Supermarket jenis ini memiliki kelebihan sebagai tempat belanja dalam satu atap (one stop shopping) sehingga banyak pengunjung yang datang dari tempat yang jauh.

b. Hypermarket merupakan supermarket yang

memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 60-70 persen dan produk-produk umum 30-40 persen. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih sedikit dibanding supercenter, yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik, dan sebagainya. Pendekatan dasar dari hypermarket adalah tampilan besar dan penanganan yang minim oleh pelayan toko,


(41)

dengan potongan harga yang diberikan kepada pelanggan yang bersedia membawa alat rumah tangga dan mebel yang berat keluar dari toko. Hypermarket juga menyediakan kafetaria, bank, bakery, dan salon kecantikan. Dengan demikian, hypermarket adalah toko eceran yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemberi potongan harga.

c. Warehouse merupakan ritel yang menjual produk

makanan yang jenisnya terbatas dan produk umum atau produk manufaktur yang bermerek dengan layanan yang minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil. Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan lokasinya biasanya di luar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya.


(42)

Gambar 2.2. Hypermarket


(43)

Karakteristik ritel dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Tabel 2.1. Karakteristik Ritel

Keterangan Convenienc e Store

Supermarket Supercentre Warehouse Store Hypermarket

Area Penjualan

< 350 m2 1.500-3000 m2

3000-10.000 m2

>1.3000m2 > 18.000 m2

Jumlah Pengecekan

1-3 6-10 >20 >20 >30

Jumlah Barang

3.000-4.000 8.000-12.000 12.000-20.000 5.000-8.000 >25.000

Penekanan Utama

Kebutuhan sehari-hari

Makanan hanya 5 % dari barang dagangan One stop shopping, barang dagangan 20-25 % penjualan

Harga rendah, 60 % non makanan dan 40 % makanan

One stop shopping 40 % penjualan dari item non makanan

Margin kotor

25-30 % 18-22 % 15-18 % 10-11% 12-15 %

Sumber : Levy dan Weitz (2004 : 41)

2. Convenience store

Convenience store memiliki variasi dan jenis produk tang terbatas. Luas lantai ritel jenis ini berukuran kurang dari 350 meter persegi dan didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang perputarannya relatif tinggi. Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk yang diinginkannya. Produk yang dijual biasanya ditetapkan dengan harga yang lebih tinggi daripada harga di supermarket.


(44)

Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4. Contoh Convenience store

3. General merchandise retail

a. Toko Diskon merupakan jenis ritel yang menjual

sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas, dan harga murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu (private label) maupun merek lain yang sudah dikenal luas. Tetapi, merek tersebut kebanyakan bukan merek yang berorientasi fesyen dibandingkan merek barang dagangan yang dijual pada departemen store.


(45)

b. Toko khusus (specialty store) berkonsentrasi pada sejumlah terbatas kategori produk yang komplementer dan memiliki level layanan yang tinggi dengan luas toko sekitar 8.000 meter persegi. Format toko khusus memungkinkan ritel memperhalus strategi segmentasi yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target pasar yang lebih spesifik. Toko khusus tidak hanya merupakan jenis toko namun juga merupakan metode operasi ritel, yaitu hanya mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu, misalnya perhiasan, pakaian anak-anak, produk olahraga, produk perlengkapan bayi dan sebagainya.

c. Toko kategori (category specialist) merupakan toko

diskon dengan variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak.


(46)

Gambar 2.5. Contoh Specialty Store

d. Department store. Jenis ritel yang menjual variasi

produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian di suatu area belanja. Masing-masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktivitas promosi, pelayanan, dan pengawasan yang terpisah pula. Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh buyer. Buyer adalah kepala departemen store yang memilih produk dagangan untuk bagiannya tetapi mungkin juga bertanggung jawab terhadap masalah promosi dan


(47)

personel. Untuk citra toko dan produk yang konsisten dan seragam, manajemen pusat menetapkan kebijakan-kebijakan yang luas tentang jenis produk dagangan yang dijual dan rentang harga jual barang dagangan. Manajemen pusat juga bertanggung jawab atas keseluruhan program periklanan, kebijakan kredit, ekspansi toko, dan layanan konsumen.

Gambar 2.6. Departemen Store

e. Off-price retailing. Ritel jenis ini menyediakan

berbagai jenis produk dengan merek berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fesyen dengan tingkat harga produk yang murah. Ritel off-price dapat


(48)

menjual merek dan label produk dengan harga yang lebih rendah dari umumnya.

f. Value retailing. Toko diskon yang menjual sejumlah

besar jenis produk dengan tingkat harga rendah, dan biasanya berlokasi di daerah pada penduduk. Ritel ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional.

B.Pengelompokan berdasarkan sarana yang digunakan:

1. Penjualan melalui toko

Pada ritel yang menggunakan toko untuk pemasaran produk, jelas bahwa terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen melalui peritel pedagang grosir (wholesaler). Konsumen dapat mendatangi retail seperti layaknya dalam aktivitas jual beli nyata, dalam rangka mendapatkan produk yang diinginkan.

2. Penjualan tidak melalui toko

a. Ritel elektronik adalah format ritel yang

meggunakan komunikasi dengan pelanggan mengenai produk, layanan, dan penjualan melalui internet.

b. Katalog dan pemasaran surat langsung

Pemasaran katalog terjadi ketika perusahaan mengirimkan satu atau bahkan lebih katalog produk kepada penerima yang dipilih. Contoh katalog sebagai berikut :


(49)

Gambar 2.7. Contoh Pemasaran melalui Katalog

Sedangkan pengiriman surat langsung (direct mail) terdiri atas pengiriman tawaran, pemberitahuan, pengingat, atau barang lain kepada seseorang di alamat tertentu.

c. Penjualan langsung (direct selling) adalah sistem

pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan dan atau transaksi yang dapat diukur pada suatu lokasi.

d. Television home shopping merupakan format ritel

melalui TV.

e. Vending machine retailing merupakan format


(50)

suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan ketika pelanggan memasukkan uang tunai atau kartu kredit ke dalam mesin.

C. Pengelompokan berdasarkan kepemilikan

1. Pendirian toko tunggal atau mandiri adalah ritel yang dimiliki oleh seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar.

2. Jaringan perusahaan adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi.

3. Waralaba (franchising) adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.8. Pengelompokkan Bisnis Ritel

Sumber : Levy dan Weitz (2004 : 41-61) dan Christina Whidya Utami (2006 : 12-15)

FORMAT RITEL

STORE

Nonstore

Katalog

Penjualan elektronik Penjualan melalui surat Mesin penjual (vending Machine)

Penjualan langsung Penjualan melalui telepon Penjualan maya / E-Commerce

Ritel Barang Dagangan Umum

• Specialty Store

• Variety Store

• Department Store

• Off Price Store

• Factory Outlet

Ritel Berorientasi Makanan

• Convenience store

• Supermarket

• Supercenter

• Grosir


(51)

Bisnis ritel pun harus memperhatikan keragaman produk yang ditawarkan. Hal ini berkaitan dengan bauran produk. Bauran produk atau kumpulan produk adalah kumpulan semua lini dan jenis produk yang ditawarkan oleh penjual agar dibeli oleh pembeli (Kotler, 2003 : 301). Dimensi bauran produk adalah lebarnya mengacu pada jumlah lini produk, panjangnya mengacu pada jumlah seluruh jenis barang yang dibuat perusahaan, dalamnya merujuk pada jumlah versi yang ditawarkan dari setiap produk dalam lini dan konsistensi bauran produk mengacu pada seberapa dekat hubungan berbagai lini produk dalam pemakaian akhir. Selanjutnya bauran produk dalam bentuk ritel dapat digambarkan sebagai berikut :

Dalam / Banyak Jumlah item dalam setiap kategorii Sedikit

Sempit Jumlah kategori Lebar

Gambar 2.9. Bauran Produk Ritel (Sumber : Mc.Goldrick (2002 : 308)

Contoh : Specialty Store Pasar yang fokus Citra sebagai spesialis Pilihan bagus dalam kategori

Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan

Staf yang berketerampilan khusus Pelanggan biasanya loyal

Contoh : Hypermarket

Daya tarik bagi masyarakat luas Pilihan banyak

Berpeluang besar memenuhi kebutuhan pelanggan

Pelanggan biasanya loyal Potensi lalu lintas mobil yang tinggi

Contoh : Convenience Store

Terunggul dalam pasar convenience

Turnover persediaan tinggi

Konsentrasi pada item yang menguntungkan

Strategi harga rendah

Contoh : General Discounter Daya tarik bagi umum

Bisa focus pada item yang paling menguntungkan atau yang paling murah

Ada potensi cross-selling Strategi harga rendah Potensi lalu lintas mobil tinggi


(52)

Pendapat lain dikemukakan oleh Kotler (2003 : 534) penjualan eceran dapat dibedakan menurut level service :

1. Self-service : self service is the cornerstone of all

discount operations.

2. Self-selection : Customer find their own

locate-compare-select process the save money.

3. Limited serviced : These retailers carry more

shopping goods, and customers need more information and assistance.

4. Full-service : Salespeople are ready to assist in

every phase of the locate-compare-select process. Sedangkan menurut Berman and Evans (2004 : 113-114) tipe atau jenis penjualan eceran terbagi menjadi dua bagian :

1. Food Oriented : Convenience store,

Conventional supermarket, Food-based superstore, Combination store, Box (lomited-line) store, Warehouse store

2. General Merchandise : Specialty store,

Traditional department store, Full-line discount store, Variety store, Off price chain, Factory outlet, Membership club, Flea market.

Dilihat dari kedua pendapat di atas, jelas tampak perbedaannya, yaitu Kotler melihat ritel dari tingkatan pelayanannya. Sedangkan Berman and Evans membagi tipe penjualan eceran menjadi dua bagian yaitu penjualan yang berorientasi makanan dan penjualan barang secara global. Persamaannya mereka mengkelompokan penjualan eceran menjadi beberapa


(53)

bagian tergantung pada jumlah barang atau spesifiknya barang yang ditawarkan oleh pengecer.

Selanjutnya Berman and Evans (2004 : 85) mengklasifikasikan karakteristik kepemilikan pengecer sebagai berikut :

Gambar 2.10. : A Classification Method for Retail Institutions,

Sumber : Berman and Evans (2004 : 85)

Ownership • Independent

• Chain

• Franchise

• Leased department

• Vertical marketing system

• Consumer cooperative Store-based

Retail strategy mix

• Convenience store

• Conventional supermarket

• Food-based superstore

• Combination store

• Box (limited-line) store

• Warehouse store

• Specialty store

• Variety store

• Traditional department store

• Full-line discount store

• Off-price chain

• Factory outlet

• Membership club

• Flea market Nonstore-based

Retail strategy mix and

Nontraditional retailing

• Direct marketing

• Direct selling

• Vending machine

• Worls Wide Web

• Other emerging retail formats

General Merchandise retailers Food Oriented retailers


(54)

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa klasifikasi tersebut terbagi menjadi tiga. Pertama, berkaitan dengan kepemilikan pengecer. Kedua, berkaitan dengan toko yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama orientasinya kepada toko makanan dan bagian kedua berkaitan dengan toko yang menjual berbagai barang yang diedarkan oleh pengecer. Ketiga,

Selanjutnya dalam ritel terkenal dengan The Wheel of Retailing. Menurut Berman dan Evans (2004 :105-106) prinsip The Wheel of Retailing adalah sebagai berikut :

berkaitan dengan bukan toko yang berarti berkaitan dengan pemasaran langsung dengan memperhatikan kecanggihan atau teknologi.

1. There are many price-sensitive shoppers who will

trade customer services, wide-selections, and convenient locations for lower prices.

2. Price-sensitive shoppers are often not loyal and

will switch to retailers with lower price. However, prestige-sensitive customers like shopping at retailers with high-end strategies.

3. New institutions are frequently able to have lower

operating costs than existing institutions.

4. As retailers move up the wheel, they typically do so

to increase sales, broaden sales the target market and improve their image.

Strategi yang terdapat dalam Wheel of Retailing adalah high end strategi. Medium strategy and high end. Strategi ini berkaitan dengan kualitas produk/barang, harga dan pelayanan konsumen. Berdasarkan strategi Wheel of Retailling, maka hypermarket mengacu pada


(55)

medium strategi. Hypermarket menetapkan harga yang moderat yaitu tergantung kebutuhan pasar. Fasilitas yang lebih baik seperti adanya pengiriman barang atau garansi barang dan lebih mengutamakan pelayanan pada konsumen. Strategi ini dapat dijelaskan dengan gambar berikut :

Gambar 2.11. Strategi Roda Eceran

(Wheel of Retailling)

Sumber : Berman dan Evans (2004 : 106)

Selanjutnya, Schoell (1990), Sopiah dan

Syihabudhin (2008 : 123-124) menjelaskan bahwa Wheel of retailing adalah suatu hipotesis yang menjelaskan munculnya institusi ritel yang baru, dan mundurnya ritel

High-end strategy High prices

Excellent facilities and service

Upscale consumers

Medium strategy

Moderate prices Improved facilities Broader base of value and

Service-conscious consumers

Low-end strategy Low price

Limited facilities and services Price sensitives consumers


(56)

yang lama, yang selanjutnya digantikan oleh institusi ritel baru akan masuk ke pasar dengan menempatkan

posisi low margin, low price, dan low status. Mereka

menempatkan fasilitas usaha di kawasan yang berbiaya sewa rendah dan membutuhkan sedikit pelayanan bagi para konsumen. Keberadaannya merupakan tantangan bagi peritel konvensional yang memiliki biaya dan harga yang bergerak meningkat dari waktu ke waktu.

Para peritel selanjutnya melakukan inovasi dan berhasil memindahkan usahanya di tempat yang biaya sewanya lebih tinggi, memperbaiki fasilitas dan perabot toko, serta menambahkan beberapa layanan kepada konsumen. Mereka memperoleh margin yang tinggi, harga yang tinggi, dan status peritel yang juga tinggi, dan dengan segera meninggalkan posisi mereka yang semula low margin, low price dan low status. Kondisi ini berputar sebagaimana siklusnya.

Namun hipotesis ini tidak ada di daerah suburban. Mereka muncul sebagai institusi ritel yang high margin, high price, dan high status. Hipotesis ini juga tidak bisa digunakan untuk meramalkan secara spesifik jenis ritel mana yang akan muncul dan kapan mereka muncul sebagai pemain baru dalam industri ritel.

Selanjutnya, dalam kegiatan ritel dikenal dengan

adanya Scrambled Merchandising. Scrambled

Merchandising terjadi ketika para peritel/perusahaan menambahkan barang dan meningkatkan pelayanan yang kemungkinan tidak berhubungan satu sama lain dan berlaku untuk perusahaan yang murni untuk kegiatan bisnis. Strategi ini dilakukan dengan beberapa alasan : apabila perusahaan/peritel ingin meningkatkan penjualan secara keseluruhan, menambahkan keuntungan dalam


(57)

penjualan barang dan pelayanan, berkaitan dengan konsumen yang melakukan pembelian berdasarkan emosi (impulsif), orang melakukan one stop shopping, pencapaian target pasar yang berbeda, dan memengaruhi suasana dan mengurangi persaingan. Strategi ini juga dilakukan apabila produk yang dikeluarkan perusahaan jatuh di pasaran dan untuk menggaet konsumen. Penerapan strategi ini berlaku di toko buku, penyewaan video, toko bunga atau supermarket yang mencakup aspek tersebut. (Berman dan Evans, 2004 : 106-107).


(58)

(59)

(Sales Promotion)

P

emasaran merupakan suatu fungsi organisasi

dan seperangkat proses untuk menciptakan,

mengomunikasikan dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Saat berhubungan dengan proses pertukaran, harus ada sejumlah besar pekerjaan dan keterampilan potensial berpikir bagaimana tentang makna dari mencapai tanggapan yang diinginkan dari pihak lain. Oleh karena itu, diperlukan seni dan ilmu untuk memilih pasar dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul yang dinamakan manajemen pemasaran (Kotler dan Keller, 2009 : 45)

Manajemen pemasaran ini berkaitan dengan salah satunya yaitu komunikasi pemasaran. Komunikasi yang berbeda-beda disediakan bagi pemasar jasa ketika mereka mencoba untuk menciptakan posisi yang berbeda di pasar baik untuk perusahaan maupun produknya dan untuk menjangkau calon pelanggan. Salah satu bentuk komunikasi pemasaran adalah promosi penjualan. Prinsip dasar dari teori ini adalah pemilihan informasi yang konsisten, yang dapat memberikan keuntungan


(60)

untuk perusahaan dan konsumen (Kwok dan Uncles, 2005). Promosi penjualan ini akan memengaruhi perilaku konsumen dalam menentukan suatu keputusan. (Lovelock dan Wrizt, 2004 : 136) Selain itu akan menumbuhkan suatu persepsi yang berbeda dalam menentukan keputusannya (Lovelock dan Wrizt, 2004 : 137).

Konsep promosi penjualan beranjak dari suatu premis yang mengatakan bahwa suatu merek atau pelayanan tidak dapat dipungkiri berkaitan dengan harga atau nilai. Harga dan nilai berkaitan dengan promosi penjualan. Dalam promosi penjualan adanya perubahan suatu harga atau nilai yang berhubungan dengan nilai yang tinggi atau harga yang rendah. (Burnett, 2010 : 2, dan Chandon, Wansink, Laurent, 2000 : 65).

Promosi penjualan berkembang pesat dari tahun 1980 sampai dengan pertengahan tahun 1990 di negara Amerika Serikat. Adanya kegiatan promosi penjualan memberikan kontribusi sekitar 10 persen pada perusahaan. Pada tahun 1990 promosi penjualan berkembang sangat lamban. Tetapi pada tahun 1997 promosi penjualan berkembang pesat melebihi periklanan dan digunakan untuk kegiatan bisnis di Amerika (Burnett, 2010 : 3).

Roehm Pullins, Rochm (2002, dalam Kwok dan Uncles, 2005 : 171) mengatakan bahwa kesuksesan

program loyalty tergantung penyediaan insentif yang

cocok dengan merek. Penelitian Chandon, Wansink,

Laurent (2000, dalam Kwok dan Uncles, 2005 : 170)

promosi penjualan menjadi dua yaitu promosi moneter dan promosi nonmoneter. Promosi moneter sangat efektif apabila dapat menyediakan keuntungan produk


(61)

yang berguna, sedangkan promosi nonmoneter akan

sangat efektif untuk barang yang hedonik dan

menyediakan keuntungan hedonik. Sebagai contoh potongan harga akan lebih efektif dibandingkan dengan hadiah gratis.

Selanjutnya di bawah ini beberapa definisi dari promosi penjualan :

Tabel 3.1. Definisi Promosi Penjualan

No Pendapat ahli Definisi

1. Lee dan

Johnson: (1999 : 331)

Promosi penjualan adalah sebuah kegiatan atau materi (atau keduanya) yang bertindak sebagai ajakan, memberikan nilai tambah atau insentif untuk membeli produk, kepada para pengecer, penjualan atau konsumen.

2. Shimp (2000) Promosi penjualan mengacu pada setiap

insentif yang digunakan oleh produsen untuk memicu transaksi (pedagang besar atau ritel) dan/ atau konsumen untuk membeli suatu merek serta mendorong tenaga penjualan untuk secara agresif menjualnya.

3. Lovelock dan

Wirtz (2004 : 138)

Sales promotion is as a communication attached to an incentive.

4. Cummins dan

Mullin, 2004 : 1

Promosi Penjualan (Sales Promotion) adalah upaya pemasaran untuk mendorong calon pembeli agar membeli lebih banyak dan lebih sering.


(62)

No Pendapat ahli Definisi

5. Kotler dan

Armstrong (2006 : 441)

promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan dari suatu produk atau jasa.

No Pendapat ahli Definisi

6. Totten & Block

(1994) dalam

Ndubisi (2007 : 170)

promosi penjualan berkaitan dengan insentif pembelian berupa imbalan kepada konsumen yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang bersifat

jangka pendek. Selain daripada itu

promosi penjualan menawarkan alasan untuk membeli sekarang.

7. Kotler dan

Keller (2009 : 554)

Sales promotion, a key ingredient in marketing campaigns, consists of a collection of incentive tools, mostly term, designed to stimulate quicker or greater purchase of particular products or services by consumers or the trade.

Sumber : diolah dari berbagai sumber

Lee dan Johnson (1999 : 331) menekankan promosi penjualan secara efektif dapat memikat para konsumen. Hal ini merangsang para produsen dan pedagang eceran serta konsumen untuk membeli suatu produk dan mendorong tenaga penjual agar agresif menjual produk tersebut.

Selanjutnya, inti definisi dari Shimp (2000) adalah pertama, meliputi insentif (misalnya, bonus, dan imbalan) yang dirancang untuk mendorong konsumen pemakai akhir atau pelanggan perdagangan membeli merek tertentu dengan cepat, lebih sering, dalam jumlah yang lebih besar, terlibat dalam beberapa perilaku lain


(63)

yang akan bermanfaat bagi pengecer atau produsen yang menawarkan promosi.

Kedua,

Lovelock dan Wirtz (2004 : 138) menggambarkan sebagai komunikasi yang dikaitkan dengan insentif. Promosi ini biasanya terbatas pada kurun waktu, harga, atau kelompok pelanggan tertentu. Lazimnya, tujuannya adalah untuk mempercepat keputusan pembelian atau memotivasi pelanggan menggunakan jasa tertentu lebih cepat, dalam volume yang lebih besar pada setiap pembelian atau lebih sering.

adalah insentif ini (undian, kupon, premi, display allowances, dan sebagainya) merupakan tambahan bukan pengganti atas manfaat dasar yang biasanya diperoleh pembeli ketika produk atau jasa tertentu. Makna ketiga sasaran insentif adalah perdagangan, konsumen, tenaga penjualan, atau ketiganya. Terakhir, insentif dapat mengubah harga atau nilai merek yang dirasakan tetapi hanya untuk sementara. Jadi dapat dikatakan bahwa insentif promosi penjualan untuk merek tertentu hanya berlaku pada satu pembelian selama suatu periode, tetapi tidak untuk setiap pembelian dilakukan konsumen selama periode yang lebih lama.

Menurut Cummins dan Mullin (2004 : 1) menjelaskan bahwa promosi penjualan adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk membangun hubungan yang menguntungkan dengan pelanggan dalam jangka panjang. Dengan kata lain promosi penjualan merupakan perangkat yang paling mudah digunakan untuk memberi rasa gembira bagi pelanggan.

Kotler dan Armstrong (2006 : 441) mengatakan bahwa promosi penjualan terdiri dari insentif jangka


(64)

pendek untuk mendorong pembelian atau penjualan dari suatu produk atau jasa. Insentif ini berkaitan dengan imbalan, apakah itu berkaitan dengan pengembalian uang dalam bentuk diskon, jaminan atau dapat berupa

sampel produk dan sebagainya. Dengan kata lain

promosi penjualan berkaitan dengan insentif pembelian berupa imbalan kepada konsumen yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan yang bersifat jangka pendek.

Ini menandakan promosi penjualan merupakan suatu kegiatan promosi untuk memberikan rangsangan kepada konsumen guna melakukan suatu pembelian. Hal ini menjelaskan bahwa sebagian promosi diorientasikan untuk perubahan tingkah laku pembeli dengan segera.

Hal senada Totten & Block (1994, dalam

Ndubisi (2007)) mengungkapkan bahwa promosi

penjualan menawarkan alasan seseorang untuk membeli sekarang. Promosi penjualan mendorong seseorang untuk melakukan pembelian.

Selanjutnya, Kotler dan Keller (2009 : 554) mengatakan bahwa promosi penjualan merupakan kunci dalam komunikasi pemasaran. Promosi penjualan menawarkan insentif untuk membeli. Promosi penjualan mencakup pertama , kiat untuk promosi konsumen (sampel, kupon, penawaran pengembalian uang, potongan harga, premi, hadiah, hadiah langganan, percobaan gratis, garansi, promosi berhubungan, promosi silang, pajangan di tempat pembelian, dan demontrasi).

Kedua, promosi perdagangan (potongan harga, tunjangan iklan dan pajangannya, dan barang gratis). Ketiga, promosi bisnis dan wiraniaga (misalnya, pameran dan konvensi perdagangan, kontes wiraniaga


(65)

dan iklan khusus). Kiat promosi penjualan digunakan oleh sebagian besar organisasi, termasuk produsen, distributor, pengecer, asosiasi perdagangan, dan organisasi nirlaba.

Selanjutnya, Kotler dan Keller (2009 : 554) mengatakan bahwa dalam menggunakan promosi penjualan, perusahaan harus pertama, menetapkan tujuan, kedua, memilih kiat, ketiga, mengembangkan program. Selanjutnya keempat, menguji coba, kelima,

Berdasarkan definisi di atas dapat ditekankan bahwa promosi penjualan bersifat jangka pendek dan memacu konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Promosi penjualan mengakibatkan perubahan perilaku konsumen.

menerapkan dan mengendalikan promosi penjualan dan terakhir mengevaluasi hasilnya.

Dalam pelaksanaannya promosi penjualan semakin lama semakin berkembang karena :

1. Hasrat pemasang iklan yang sering dirisaukan

oleh mahalnya media iklan, misalnya TV, yang tidak sesuai dengan laju inflasi sehingga dicari bentuk promosi yang dapat menghemat biaya.

2. Berkembangnya supermarket raksasa dan toko

raksasa di daerah luar kota/pinggiran.

3. Kebiasaan supermarket dan hypermarket yang

ingin menarik massa yang berada di luar tokonya agar masuk dan membeli di departmen storenya.

4. Meningkatnya kebutuhan untuk mendongkrak

penjualan, baik untuk meraih cashflow yang memuaskan pada pengecer maupun untuk


(66)

menyerap output produksi pabrik yang bervolume tinggi.

5. Berkembangnya berbagai keahlian yang makin

canggih dalam menaikkan angka penjualan yang menimbulkan persaingan yang sangat kompetitif.

6. Dalam promosi penjualan biasanya mengandung

unsur hiburan bagi pembeli.

7. Meluasnya promosi penjualan ke bidang baru,

misalnya bidang keuangan dan perbankan (Freddy Rangkuti, 2009 : 167-168)

Oleh karena itu maka promosi sangat penting dalam membangun hubungan dengan pelanggan. Menurut Julian Cummins dan Roddy (2004 : 4-6) terdapat enam alasan utama bagi para manajer untuk menyatakan bahwa promosi sangat penting dalam membangun hubungan dengan pelanggan :

1. Perusahaan makin lama bekerja makin baik.

Promosi penjualan menawarkan pemutus rantai (chain breaker) di pasar yang sebagian besar produk yang ditawarkannya sempurna.

2. Pelanggan mencari kelebihan dari merek yang

mereka beli. Promosi penjualan menawarkan sesuatu yang baru, kegembiraan dan humor di

tempat pembelian, yang direspons oleh

konsumen. Perusahaan perlu memikirkan

kembali antara sikap dan perilaku. Mencoba menciptakan pengetahuan dan sikap positif terhadap suatu merek dengan beriklan tampak kurang efektif dibandingkan dengan mendukung suatu penjualan yang dapat menghasilkan sikap


(67)

positif terhadap merek. Dukungan itu dapat diperoleh promosi penjualan.

3. Tekanan untuk memperoleh hasil dalam jangka

pendek makin meningkat. Nasib dari suatu merek menjadi tidak pasti. Promosi penjualan dapat direncanakan, diimplementasikan dan menghasilkan pengaruh lebih cepat dibandingkan bentuk pemasaran yang lain. Promosi penjualan semakin penting karena kebutuhan akan performa keuntungan jangka pendek meningkat dibandingkan gambaran jangka panjang.

4. Pemirsa TV terfragmentasi sejalan dengan

meningkatnya jumlah saluran acara sehingga untuk mencapai kelompok pemirsa tertentu menjadi makin mahal. Penurunan identitas komunitas pada tingkat lokal, membuat semakin sulit untuk mencapai kelompok tertentu. (Misalkannya kelompok generasi muda) melalui media lokal.

5. Makin banyaknya merek dan produk yang saling

bersaing membuat orang menutup mata dari pesan iklan yang diarahkan ke mereka.

6. Riset iklan menunjukkan bahwa pengaruh

penjualan dari iklan TV selama periode empat minggu adalah dua sampai tujug kali lebih besar apabila berbarengan dengan promosi.

Sebagai contoh promosi penjualan dapat digambarkan sebagai berikut :


(68)

(69)

Gambar 3.2. Promosi penjualan Sumber : Hasil penelitian, 2009


(70)

Gambar 3.3. Promosi penjualan Sumber : Hasil penelitian, 2009

Promosi penjualan pun mempunyai tujuan (Cummins dan Mullin, 2004 : 35-47) :

1. Meningkatkan volume. Volume produk atau jasa

yang terjual dalam jangka panjang tergantung pada faktor pemasaran seperti kuantitas, biaya, distribusi dan nilai. Perusahaan merasa perlu meningkatkan penjualan dalam jangka pendek karena berbagai alasan :


(71)

a. untuk meningkatkan stok model lama sebelum memperkenalkan model yang baru ;

b. untuk mengurangi inventori sebelum

pembukuan keuangan di akhir tahun ;

c. untuk meningkatkan stok di pengecer

sebelum pesaing memperkenalkan produknya ;

d. untuk mengangkat produksi ke tingkat yang

baru dan lebih tinggi.

2. Meningkatkan Pembelian Coba-coba. Sejumlah

penawaran cukup efektif dalam menghasilkan peningkatan pembelian untuk coba-coba :

a. Memberikan sampel gratis atau kupon untuk

mencoba sehingga orang akan mencoba produk atau jasa.

b. Memberikan manfaat tambahan sehingga

produk dan jasa tampak superior dibandingkan produk yang sejenis di pasar,

c. Memberikan manfaat finansial jangka

pendek, seperti suku bunga kredit yang menarik sehingga tampak memberikan nilai yang lebih baik ketimbang produk yang lain.

d. Melakukan sesuatu yang berbeda dan

imajinatif, seperti penjelasan produk atau acara khusus yang mengubah pandangan umum atas produk atau jasa.

3. Meningkatkan pembelian ulang. Pelanggan yang

sudah ada sangat memungkinkan untuk dipersiapkan meningkatkan pola pembelian regulernya dan membeli dalam jumlah besar. Beberapa penawaran yang cukup efektif dalam meningkatkan pembelian kembali :


(72)

a. Kupon di dalam produk yang memberikan potongan harga bagi pembelian berikutnya.

b. Insentif khusus untuk pembelian dalam

jumlah besar misalnya beli tiga gratis satu.

c. Promosi kolektor, seperti mengumpulkan 10

perangko dan mengirimkannya untuk mendapatkan barang dengan gratis atau pengembalian uang.

4. Meningkatkan loyalitas. Beberapa jenis promosi

yang berhasil dengan baik untuk membangun loyalitas :

a. Promosi kolektor jangka panjang.

b. Klub orang-orang dapat bergabung di

dalamnya ; yang menawarkan manfaat beragam manfaat khusus.

c. Kunjungan pabrik, kunjungan keliling,

promosi yang melakukan kontak langsung dengan konsumen atau pembeli.

5. Memperluas kegunaan, seperti :

a. Menghubungkan secara fisik antara produk

atau jasa dengan sesuatu yang sudah ada dalam wilayah kegunaan yang baru. Misalnya memberikan sampel percobaan digabungkan dengan produk lain.

b. Menawarkan buku atau pamflet yang di

dalamnya memberikan suatu nilai dan menjelaskan cara baru untuk menggunakan produk atau jasa. Misalnya buku masakan.

c. Menciptakan hubungan nonfisik dengan

sesuatu yang sudah ada dalam wilatah kegunaan yang baru melalui kupon atau join promosi dengan perusahaan lain. Misalnya


(73)

kupon dari agen perjalanan untuk peminjaman alat ski.

6. Menciptakan ketertarikan. Biasanya berkaitan

dengan humor, hasil penemuan, menjadi topik pembicaraan dan berhubungan dengan gaya. Contohnya antara lain

a. Menjadi orang pertama dalam menawarkan

suatu produk atau jasa baru merupakan promosi yang terbaik.

b. Menghubungkan dengan selebriti atau

kegiatan sosial yang lebih relevan.

c. Menemukan suatu cara yang sama sekali baru

untuk melakukan sesuatu, dan orang senang melakukannya.

7. Menciptakan kesadaran, seperti :

a. Prpmosi gabungan dengan produk atau jasa

lain yang sudah dikenal pasar tertentu.

b. Menghubungkan dengan kegiatan amal atau

kelompok sukarelawan yang memunyai citra yang relevan.

c. Memproduksi buku atau materi pengajaran

untuk sekolah dan masyarakat umum.

8. Mengalihkan perhatian dari harga. Intinya

menggantikan pertimbangan harga dengan memfokuskan pada keistimewaan seperti mutu, identitas merek, performa dan loyalitas. Dengan cara ini perusahaan dapat bersaing secara efektif dan memperoleh marjin yang menarik. Berbagai penawaran promosi penjualan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian dari segi harga :


(74)

a. Variasi potongan harga, mulai dari potongan harga untuk pembelian berikutnya hingga penawaran uang kembali.

b. Membuat perbandingan harga yang tidak

langsung, misalkan menawarkan kemasan dengan isi lebih banyak.

c. Promosi kolektor jangka panjang.

9. Mendapatkan dukungan dari perantara. Beberapa

produk dan jasa tergantung pada dukungan pedagang grosir, distributor, agen dan pengecer dan perantara lainnya. Sementara produk dan jasa yang dijual langsung pada pengguna akhir, kurang tergantung pada perantara, tetapi tetap mendapatkan manfaat, dukungan, dan rekomendasi dari mulut ke mulut yang disampaikan dari pelanggan yang puas ke pelanggan lainnya. Teknik yang digunakannnya adalah :

a. Program khusus yang ditujukan bagi

pedagang grosir, eceran, agen dan distributor untuk mendapatkan distribusi, displai dan iklan yang kooperatif.

b. Skema ”member get member” yang

memberikan imbalan bagi pelanggan bila membawa orang lain.

c. Kegiatan promosi yang ditujukan pada media

dan kepada orang-orang yang memengaruhi pengambilan keputusan.

10.Melakukan Diskriminasi Para Pengguna. Dalam

menyediakan jasa, mereka mempunyai persentase biaya tetap yang tinggi, dan perbedaan biayanya tidak signifikan dengan jumlah orang


(75)

yang menggunakan jasa mereka. Mekanismenya adalah :

a. Pelanggan yang termotivasi oleh harga

terseleksi dengan sendirinya, mereka melakukan pemesanan lebih awal atau melalui gerai tertentu.

b. Perbedaan antara perjalanan bisnis dan

perjalanan liburan ditandai dengan perlunya melewati malam minggu sebagai persyaratan untuk memberlakukan harga liburan. Sebaliknya para pengguna perjalanan untuk bisnis mendapatkan diskon spesial pada penerbangan liburan.

c. Kelompok tertentu diberikan manfaat

tambahan yang tidak tersedia bagi kelompok lainnya. Misalkan keluarga dan para pensiunan dapat membeli tiket kereta api dengan harga khusus, namun harga tersebut tidak berlaku bagi sekelompok orang dewasa yang melakukan perjalanan bersama-sama.


(76)

(77)

ALAT PROMOSI PENJUALAN DI SEKTOR RITEL

P

romosi penjualan merupakan suatu alat untuk

merangsang pembeli mempercepat pembelian/transaksi. Setelah dengan iklan peritel membangun kesadaran, atau mengingatkan dan mengajak pelanggan, perusahaan ritel memberikan dorongan lebih jauh dengan bentuk promosi penjualan seperti sale/harga diskon, demontrasi, harga premi, kupon atau voucher games, undian, dan kontes, freguents shopper programs, fashion shows, kue ulang tahun, atau kartu ucapan. (M. Taufiq Amir, 2004:89-90)

Kotler dan Amstrong (2006 : 442-445) mengatakan promosi penjualan mencakup berbagai macam alat promosi yang dirancang untuk merangsang respons pasar lebih awal atau lebih kuat. Termasuk di dalamnya promosi konsumen : sampel, kupon, rabat, potongan harga, hadiah, undian dan lain-lain ; promosi dagang : penundaan pembayaran, barang gratis, penambahan jumlah barang yang dibeli, iklan bersama, potongan kalau membayar lebih awal, perlombaan penjualan di antara agen ; dan promosi armada penjualan : bonus, perlombaan mencapai penjualan tertinggi. Alat promosi ini dipakai oleh hampir semua organisasi,


(78)

termasuk manufaktur, distributor, asosiasi perdagangan dan lembaga nirlaba.

Sedangkan menurut menurut Lovelock dan Wirtz (2004 : 135) Sales promotion for service firms may take such forms as samples, coupons and other discounts, gift, and competition of prize. Sampel di sini adalah upaya konsumen merasakan produk atau jasa secara gratis dengan harga miring. Kupon adalah sebuah sertifikat dengan nilai tertulis tertentu yang ditunjukkan kepada toko pengecer guna mendapatkan pengurangan harga produk tertentu selama periode waktu tertentu. Diskon Tawaran khusus berupa potongan harga untuk pembelian selama kurun waktu yang telah ditentukan. Pemberian hadiah merupakan barang yang ditawarkan gratis atau dengan harga miring sebagai insentif karena membeli suatu produk. Dan yang terakhir adalah Competition of Prize yaitu kompetisi harga. Intinya alat promosi penjualan menitikberatkan pada 5 (lima) item.

Alat promosi lainnya diungkapkan Totten &

Block (1994, dalam Ndubisi, 2007 : 170) Typical sales

promotion includes coupons, samples, in-pack

premiums, price-offs, displays, and soon. Kupon adalah

sertifikat dengan nilai tertulis tertentu yang ditunjukkan kepada toko pengecer guna mendapatkan pengurangan harga. Sampel adalah pemberian atau contoh produk

yang diberikan kepada konsumen untuk dicoba. In-pack

premiums adalah sebuah benda yang ditawarkan gratis

atau dengan harga miring. Display adalah pajangan harga barang. Pendapat ini lebih menekankan pada 5 (lima) aspek promosi penjualan.

Dalam pelaksanaanya alat promosi ini dapat


(79)

penawaran cuma-cuma, sampel, demo produk, kupon, pengembalian tunai, hadiah, kontes, dan garansi. Kedua perantara, berupa barang cuma-cuma, diskon, iklan kerja

sama, advertising allowances, distribution contests,

penghargaan. Ketiga tenaga penjual, berupa bonus, penghargaan, contests, dan hadiah untuk tenaga penjual, terbaik (Lupiyanto dan Hamdani, 2006 : 122).

Karena produsen/ pemasok sangat berkepentingan dengan penjualan produknya, banyak di antaranya yang merangkul peritel untuk melakukan promosi bersama, mulai dari pemberian hadiah, aktivitas demo, pengaturan tata letak produk dengan perancangan desain kemasan.

Konsep Atribut Hypermarket

Atribut produk adalah suatu komponen yang merupakan sifat produk yang menjamin agar produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan yang diharapkan oleh pembeli. Adanya atribut yang melekat pada suatu produk dapat digunakan konsumen untuk menilai dan mengukur kesesuaian atribut produk dengan kebutuhan dan keinginan. Bagi perusahaan dengan mengetahui atribut apa saja yang bisa memengaruhi keputusan pembelian maka dapat ditentukan setrategi untuk mengembangkan dan menyempurnakan produk agar lebih memuaskan konsumen. Atribut produk meliputi mutu produk, sifat produk dan rancangan. (Kotler, 2006 : 72)

Selain itu dikenal adanya atribut toko. Atribut toko dipandang sebagai suatu bagian keseluruhan dari


(1)

E

Eroglu, Sevgin. Karen A. Machleit, 19,116,

Evans, Martin. Ahmad Jamal, Gordon Foxall, 79, 80, 95,99, 119, 145,

F

Fandy Tjiptono, 107, Filipina, 137,

Freddy Rangkuti, 52, 70, 87, 92,

G

Giant,2, 132, 156,

Gutierrez. Ben Paul. B, 133, 144,

H

Handy Irawan, 75,

Hatane Semuel, 12, 81, 113, 116, 128, 131, 135, 137, 138, 143, 145,

Hausman, Angela, 118, 119, 133, Hedonik, 47,

Hedonic shopping, 12, 20, 21, 22, 23, 75, 77, 78, 79, 88, 89, 90. 91, 92, 95, 111, 112, 114, 115, 124, 125, 127, 128, 129, 131, 132, 133, 139, 141, 147, 148, 154, 157, 161, 167, 181. 182, 183,

Henky Njoto Widjaja, 13, Henry Ssael, 74,

Hirschman and Holbrook's, 79, 116, Holbrook, Morris B., 79,


(2)

Ho Chi Minh, 125,

Hypermart, 2,3, 5, 12, 20, 21, 143, 156, 157, 158, 159, 160,

Hypermarket,2, 12, 13, 14, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 26, 29, 86, 88, 133, 140, 157, 160,

Huelsman. T.J. Nemarick, R.C. Jr and Munz.D.C. 11, Hungaria, 129,

I

Impulse buying, 9, 10, 11, 15, 20, 21, 22, 23, 06, 97, 100, 103, 104, 105, 106, 107, 115, 116, 117, 118, 119, 127, 133, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 147, 148, 149, 151, 155, 156, 157, 161, 168, 176, 180, 182, 183.

Iyer, Easwar S., 19, 144,

J

Jakarta, 16

Junghun Kim. Robert LaRose, 118,

K Kanada

Kiaracondong, 156, Kinabalu, 121, Kotler, Philip, 38 , 65,

Kotler, Philip. Gary Armstrong, 48, 49, 63, 109, Kotler, Philip. Kevin Lane Keller, 45, 48, 50, 51, Kwok, Simon. Mark Uncles, 46, 112, 121, 127, 130, 142,


(3)

L

Lee, Monle. Carla Johnson, 47, 48,

Lovelock, Christopher. Jochen Wirtz, 46, 47, 48, 64, 113, 141,

Levy, Michael. Barton A. Weitz, 25, 36, Lupiyanto. Hamdani, 65, 111,

M

Malaysia,

Manning, Gerald. L. Barry L. Reece, 108, Merdeka, 156,

Merriless, Mille, 123, 125, 143, Metro, 156,

Miko Mall Kopo

Millan, Elena S. Elizabeth Howard, 129, 132, Moore, Marguerite, 124, 125,

Mowen, Jihn C. Michael Minor,

Mark J, Arnold. Kristy E. Reynolds, 126, 130, 133, Mc. Goldrick, Peter., 37

M. Taufik Amir, 3, 63,

N

Ndubisi, Nelson Oly, 48, 50, 64, 104, 120, 121, 122, 143,

Nilsoon, Caroline. Monica Sparmo. Hendrik Stromqvist., 104,

Nirwana Sitepu, Nurudin Abdullah, 5,


(4)

P

Paris Van Java, 156,

Park, Eun Joo. Eun Young Kim. Judith Cardona Forney, 107, 127, 131, 134, 137, 145,

Pasteur, 156

Pemerintah Kota Bandung, 3, 7, 8,

Promosi penjualan, 14, 15, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 47, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 111, 120, 121, 142, 147, 148, , 149, 151, 165, 176, 180, 181, 182,

R

Rook, Fisher, 100

S

Sales promotion, 14, 15, 47, 64,

Scherhorn, Gerhard, Lucia A. Reisch, Gerhard Raab, Shimp, Terence A, 47, 112,

Shoham, Aviv. Maja Makovec Brecic, 97, Sidney Siegel, 163,

Singapura, 130,

Silvera. David.H. Anne M Lavacl, Fredric Kropp. Smith, Indrajit Sinha, 11,

Simatupang. David. S, 114, Solomon. Michael. R, 92, 119, Sopiah. SyihabudhinSudjana. 25, Surabaya, 16, 128, 131, 137,


(5)

T

Tafarodi. R.W. and Swann. W.B. Jr,

Trang T.M. Nguyen, Tho D. Nguyen, Nigel J. Barrett, 66, 67, 68, 70, 83, 84, 124, 126, 128,

Tremblay, Amelie J, 10, 97, 98, Tsai. Chen, 136,

V

Verplanken, Bas, Astrid Herabadi , Perry, J.A. dan David H. Silvera, 11

Vietnam, 128, 131,

W

Y

Yadi Budhisetiawan,17,

Yilmaz, Veysel, Cengiz Aktas, H. Eray Celik, 66, 67, Yongki Susilo, 9, 12,


(6)