Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Cita-cita setiap pasangan yang menikah adalah membina rumah tangga yang bahagia dan harmonis. Seiringnya waktu, muncul berbagai masalah yang dihadapi dalam hidup, terlebih dalam menyatukan segala pikiran dan perasaan kedua pribadi tersebut. Bagi beberapa keluarga yang peneliti temui, tidak berat untuk saling menyesuaikan diri, dengan catatan adanya keterbukaan untuk saling memahami dan mengerti segala kelemahan dan kelebihan satu sama lain. Pada umumnya mereka yang menikah mempunyai harapan akan masa depan yang indah dan bahagia. Bahagia dalam arti untuk memperjuangkan dan mewujudkan apa yang ingin dicapai dalam keluarga. Secara khusus, dalam penelitian ini, Peneliti menyoroti realita kehidupan janda. Berdasarkan hasil pendataan dari Badan Pusat Statistik BPS, 2010 dijelaskan bahwa ada 11.168.460 5,8 penduduk Indonesia berstatus janda, dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia sebanyak 191.709.144 jiwa. Selanjutnya di DIY dan Jateng terdapat 1.801.120 6,7 perempuan berstatus janda dari jumlah keseluruhan penduduk 26.842.005 jiwa. Realita ini tentu tidak mudah terlintas pada benak dua pribadi yang menjadi sepasang suami istri yang mengalami peristiwa cerai akibat kematian salah satu pasangan. Artinya, goncangan hidup secara keseluruhan benar- benar dialami oleh seorang janda, apalagi mereka yang masih memiliki tanggung jawab untuk hidup dan berjuang serta terus memperjuangkan kehidupan keluarga kecilnya secara khusus. Realita di atas membuktikan bahwa tidak selamanya kebahagiaan pasangan suami istri harus dibuktikan dengan hidup bersama. Hal ini dikarenakan harapan hidup, peristiwa hidup dan dinamika hidup setiap orang secara khusus pasangan suami istri tidak selalu sesuai dengan prediksi. Lebih dalam peneliti ingin memaparkan potret perubahan psikologis seorang istri setelah terjadi situasi kedukaan suami meninggal. Hal ini selaras dengan pernyataan Santrock 2006 bahwa tidak seorangpun sanggup membayangkan akan ditinggal meninggal oleh orang yang terdekat pasangan hidup. Berdasarkan fakta yang peneliti temui ketika berjumpa dengan seorang janda pada tanggal 27 November 2016 di Paroki Baciro, dijelaskan bahwa ia telah menjanda selama lima tahun. Suaminya meninggal disaat kedua anaknya masih kecil. Kedukaan mendalam yang ia rasakan justru karena peristiwa kematian sang suami yang begitu mendadak akibat serangan jantung. Duka janda tersebut semakin memuncak ketika melihat putrinya selalu mencari dan menyebut ayahnya dalam tangisan. Kutipan kisah di atas sekali lagi menjelaskan bahwa hidup sebagai janda tidak mudah, apalagi negative stereotype mengenai seorang janda. Janda yang kerap kali disebut sebagai perusak rumah tangga orang, tidak hanya sampai disitu, bahkan aksesibilitas di rumahnya sendiripun masih sulit. S tereotype masyarakat semakin negatif dirasakan, tatkala anggota masyarakat setempat memberikan komentar ketika seorang janda hendak menjalin relasi dengan orang lain atau masyarakat pada umumnya. Selanjutnya ada pula janda yang memalsukan identitasnya demi mencari nafkah. Janda yang notabene beragama katolik tersebut terpaksa menggunakan jilbab ketika berjualan di pasar. Hal ini dilakukannya agar pembeli yang mayoritas muslim meras a nyaman membeli dagangannya. “Kalau tidak berjilbab, nanti dikatain warungnya orang kafir, jadi tidak akan lagu dagangan saya”, jelas janda tersebut. Fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat dewasa inilah yang notabene menjadikan kedudukan psychology well being janda semakin terhimpit. Suardiman 2011, memaparkan bahwa perasaan sedih yang dialami oleh setiap istri setelah kematian pasangan biasanya akan kembali dan menghilang seperti sebuah siklus. Perasaan kaget, mati rasa, dan rasa ketidakpercayaan lama-kelamaan akan memudar, hingga akhirnya berubah menjadi perasaan yang lebih baik. Walaupun demikian, tetap bukan hal yang mudah bagi seorang janda untuk dapat menjalani kehidupannya seperti dulu saat masih hidup bersama pasangannya. Selaras dengan pernyataan Suardiman, peneliti meyakini bahwa janda mampu menjalani dinamika hidup sebagai sebuah siklus yang harus dilewati setiap istri yang ditinggal pasangannya. Frankl 2006 meyakini bahwa makna hidup the meaning of life dan kehendak untuk hidup bermakna the will to meaning merupakan motivasi utama setiap manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna the meaningful life . Hal serupa juga diungkapkan oleh Bastaman 2007, bahwa mereka yang berhasil memenuhi pandangan optimis akan mengalami hidup yang bermakna, dan ganjaran dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan, sedangkan mereka yang tidak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa terdapat satu faktor tunggal yang menjadi inti dari keseluruhan fenomena yang ditemui oleh peneliti yakni kebermaknaan hidup. Menemukan makna hidup dan menetapkan tujuan hidup merupakan upaya untuk mengembangkan hidup yang bermakna. Hasrat untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang yang selalu mendambakan hidup yang bahagia Bastaman 2007. Tantangan membuat hidup bermakna dirasakan sebagai sesuatu yang sulit dan berat bagi seorang janda lebih-lebih yang belum lama ditinggal mati suaminya. Penelitian ini secara khusus ditujukan kepada janda-janda di Paroki Baciro Yogyakarta yang menjanda akibat ditinggal mati suami cerai mati. Alasan peneliti menggunakan kawasan Paroki Baciro sebagai area untuk mencari data penelitian adalah karena mudahnya birokrasi yang dapat dijangkau. Selain mengenal Pastor Paroki Baciro, peneliti juga cukup mudah memahami peta persebaran janda di Paroki Baciro berdasarkan informasi yang diporeleh dari sekretariat Paroki. Bertolak dari berbagai paparan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang berjudul “KEBERMAKNAAN HIDUP PARA JANDA DI PAROKI BACIRO, YOGYAKARTA”

B. Identifikasi Masalah