Tantangan Kehidupan Menjanda Hakikat Kehidupan Menjanda

4. Tantangan Kehidupan Menjanda

Suardiman 2010 menjelaskan kesulitan yang dialami oleh para janda yang ditemui di lapangan pada umumnya ada pada kesedihan, kesepian dan banyak juga yang mengatakan bahwa dengan hidup menjanda yang dialami, ia harus bekerja sendiri untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Selanjutnya Papalia 2001 menegaskan hambatan yang dialami oleh para janda pada umumnya terkait pada rasa sedih yang mendalam akan sepeninggalan suaminya. Tantangan lain yang harus dilalui janda ada pada proses menyesuaikan diri untuk menjadi orangtua tunggal, dimana ia harus menjadi penentu dalam setiap keputusan di keluarga kecilnya. Tantangan besar selanjutnya yang biasanya sulit dan selalu dialami oleh janda adalah untuk menghadapi kenyataan bahwa ia harus menjadi tulang punggung bagi keluarganya, namun jika mereka menghadapi peristiwa traumatis ini dengan optimis dan keyakinan diri untuk mampu melewati setiap kesulitannya Lund, Caserta, 2001 5. Dampak Sosial, Psikologis, Emosional, Ekonomis, Spiritual Hidup Menjanda a. Dampak Sosial Janda akan mengalami ketimpangan sosial, keluarga dan teman- teman biasanya selalu berada di dekatnya hanya pada awal setelah kematian suami, namun setelah itu mereka akan kembali ke kehidupan masing-masing Brubaker, 1993. Selain itu masalah sosial yang sering muncul juga terjadi pada hubungan antar teman maupun kenalannya. Seorang janda sering merasa dilupakan dalan satu kegiatan sosial karena statusnya yang dianggap sebagai ancamana oleh para istri yang takut suaminya direbut oleh janda i Freeman, 2004. b. Dampak Psikologis Suardiman 2011 menjelaskan bahwa dampak psikologis seorang janda muncul pada reaksi yang sangat kuat dari awal rasa dukacita yang secara berangsur-angsur dialami. Contohnya adalah sikap apatis atau tanpa gairah, kekesalan, dan depresi. Ketidakstabilan ini menimbulkan perasaan yang didominasi oleh citra kegagalan atau kesia-siaan. Keadaan lain yang merupakan dampak psikologis juga dialami oleh seorang janda yang masih sering berbicara kepada suaminya yang telah meninggal, terkadang hal ini dianggap sebagai hal yang tidak masuk akal oleh sebagian orang. Artinya janda tersebut dianggap terganggu jiwanya secara emosional. c. Dampak Emosional Barrow 1996 mengungkapkan dampak emosional janda setelah kehilangan suaminya adalah kehilangan dukungan dan pelayanan dari orang yang dekat secara intim dengannya. Selain itu, ada beberapa janda yang merasakan simtom atau gejala terakhir dari penyakit suaminya, ada yang mengenakan pakaian suaminya agar merasa nyaman dan dekat dengan suaminya secara emosional, dan beberapa laiinya masih ada yang tetap memasak dan mengatur meja makan untuk suaminya Heinemann dalam Nock, 1987. d. Dampak Ekonomis Hungerford 2001 menjelaskan bahwa masalah praktis yang kemudian menimbulkan problematika adalah masalah finansial. Janda yang suaminya merupakan pencari nafkah utama atau tulang punggung keluarga mungkin akan mengalami kesulitan ekonomi atau jatuh dalam kemiskinan. Janda sepeninggal suaminya akan dihadapkan oleh masalah keuangan, masalah ini biasanya terjadi akibat perencanaan hidup di awal pernikahan yang kurang matang Conides dan Kalis, dalam Aiken 1993 e. Dampak spritualitas Supratiknya 2003 mengungkapkan bahwa setiap manusia, dalam hal ini janda dapat menderita hingga suatu titik tertentu. Janda dapat menanggung sedemikian banyak kesengsaraan dan dapat menghilangkan kesedihan tersebut dengan proses. Ini suatu hal yang wajar, ada suatu kebutuhan jiwa untuk bersedih, berduka atas hilangnya seseorang yang tercinta. Selanjutnya Disraeli dalam Mancuso, 1997 memaparkan bahwa pengolahan semangat hidup sangat menentukkan pembentukkan budaya positif dalam diri seorang janda. Namun yang perlu ditekankan adalah adanya suatu proses untuk menyadari, bahwa kesedihan merupakan penderitaan yang mendalam saat ini; kesetiaan pada kesedihan adalah kesalahan besar sepanjang hidup. 6. Periodesasi Janda yang merasa kehilangan suami dalam berbagai kategori. a. Janda awal Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menemukan ada beberapa janda yang sudah 1-3 tahun ditinggal mati suami. Suardiman 2011 menjelaskan bahwa janda baru ditinggal meninggal suami, Pada umumnya merasakan kehilangan makna hidup dan di dominasi oleh kegagalan dan kesia-siaan, hingga merasa hidupnya tak berarti. b. Janda menengah Kategori ini pada umumnya ditemukan oleh peneliti di lapangan. Janda yang masuk pada kategori ini adalah mereka yang sudah 4-6 tahun ditinggal mati suami. Suardiman 2011 menjelaskan bahwa janda menengah, pada umumnya mereka sedikit demi sedikit mulai menyadari dan menerima. Kesedihan dan dukacita masih tetap dirasakan tetapi sudah mulai ringan dan frekuensinya makin lama makin menurun. Artinya perasaan sedih, karena suami meninggal lama kelamaan perasaan itu berangsur-angsur hilang. Papalia 2001 menjelaskan bahwa janda memiliki tingkat peningkatan depresi, biasanya diawal kurang lebih lima tahun pertama setelah suaminya meninggal. Artinya wanita mengalami depresi setelah suami meninggal dan mereka masih berjuang untuk menerima. Belum iklas dan banyak yang masih terus membayangkan bahwa suami mereka masih disekitar mereka. c. Janda yang sudah lama ditinggal mati suami Janda pada kategori ini adalah mereka yang sudah lebih dari 7 hingga 12 tahun ditinggal mati suaminya. Pada umumnya kondisi mereka akan menjadi pulih seperti biasanya setelah satu tahun, Suardiman 2011. 7. Kebermaknaan Hidup di Kalangan Janda Bastaman 2007 menjelaskan bahwa kebermaknaan hidup seorang janda dapat ditemukan dalam berbagai situasi, ini semua tentu hanya dapat ditemukan oleh mereka yang berusaha untuk optimis dalam proses hidupnya. Selanjutnya Hernowo dalam Hastjarto, 2006 mengutarakan pula bahwa kebermaknaan hidup bagi seorang janda dapat memunculkan perasaan bangga, bahagia, hal ini tentu didasari oleh penerimaan diri secara utuh atas berlangsungnya proses alami kehidupan setiap orang. Pada umumnya mereka menyadari bahwa tidak mudah bagi mereka untuk bisa dengan cepat memaknai hidup , semua butuh proses hingga menerima diri sebagai janda. Namun mereka berusaha untuk bangkit dan melihat anak-anak yang membutuhkan kehadiran ibu untuk melanjutkan hidup tanpa seorang ayah. C. Hasil Penelitian Relevan Penelitian terdahulu mengenai kebermaknaan hidup janda Melati, 2013 menyimpulkan bahwa keberhasilan mencapai kehidupan bermakna masih menjadi tantangan dan merupakan fenomena yang cukup sukar untuk dilakukan oleh pelakunya, yakni janda. Sukar karena terdapat gejolak dalam proses penyesuaian diri sehingga masih banyak aspek-aspek dalam kebermaknaan hidup yang luput dalam proses atau dinamika hidup janda. Guna menindak lanjuti hasil temuan terdahulu, peneliti kemudian melakukan penelitian terkait kebermaknaan hidup para janda dengan titik fokus pada beberapa aspek yang selama ini masih luput. Artinya janda masih belum sampai pada tataran penerimaan yang utuh setelah peristiwa dukacita Herastuti 2006 dalam penelitian deskriptifnya juga menunjukkan bahwa proses penyesuaian diri pada janda dapat dilihat pada empat tahap yakni, respon awal, kecemasan dan ketakutan, proses kontrol diri, dan penyembuhan. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Setyowati 2014 mengenai hal serupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebermaknaan hidup adalah perasaan syukur dalam setiap peristiwa hidup baik dalam kondisi yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Artinya makna hidup yang dialami oleh setiap janda tidak selalu sama, dalam tahap maupun proses pencapaiannya. Namun dengan menjalani kehidupan dan menerima kondisi kehidupan sekarang dengan rasa syukur dapat dijadikan modal awal untuk melanjutkan fase hidup pasca kematian suami.

D. Kerangka Berpikir