Prosedur Analisa .1 Prosedur Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson [49]
37 7. Sisa hasil distilasi disaring dan diambil padatannya vinasse. Sedangkan
distilat ditampung lalu diukur volume distilat, dan kadar bioetanol yang
diperoleh. 8. Vinasse tersebut dihidrolisis kembali yang kemudian menghasilkan etanol.
3.3.2 Prosedur Analisa 3.3.2.1 Prosedur Analisa Lignin dan Selulosa dengan Metode Chesson [49]
1. Sebanyak 1 g a sampel kering ditambahkan 150 mL akuades lalu direfluks pada suhu 100
o
C dengan water bath selama 1 jam. 2. Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas 300 mL.
3. Residu kemudian dikeringkan dengan oven sampai konstan kemudian
ditimbang b. 4. Residu ditambahkan 150 mL H
2
SO
4
1 N kemudian direfluks dengan water bath selama 1 jam pada suhu 100
o
C. 5. Hasilnya disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral 300 mL lalu
dikeringkan c. 6. Residu kering ditambahkan 10 mL H
2
SO
4
72 dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.
7. Ditambahkan 150 mL H
2
SO
4
1 N dan direfluks pada water bath selama 1 jam pada pendingin balik.
8. Residu disaring dan dicuci dengan akuades sampai netral 400 mL. 9. Kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105
o
C dan hasilnya ditimbang sampai bobot tetap d, selanjutnya residu diabukan dan ditimbang e.
Perhitungan kadar selulosa dan kadar lignin sebagai berikut: Kadar selulosa =
x 100 ………..............................3.1
Kadar lignin = x 100 ………...................................3.2
3.3.2.2 Analisa Kadar Glukosa dengan Metode Luff Schoorl [50] 1. Ditimbang 2 gr sampel berbentuk cairan dan dimasukkan ke dalam labu ukur
250 ml lalu ditambahkan air dan dikocok. 2. Ditambahkan 5 ml Pb
-
asetat setengah basa dan digoyang.
38 3. Diteteskan 1 tetes larutan NH
4 2
HPO
4
10 bila timbul endapan putih maka penambahan Pb asetat setengah basa sudah cukup.
4. Ditambahkan 15 ml larutan NH
4 2
HPO
4
10. Untuk menguji apakah Pb asetat setengah basa sudah diendapkan seluruhnya, teteskan 1-2 tetes
NH
4 2
HPO
4
10. Apabila tidak timbul endapan berarti penambahan NH
4 2
HPO
4
10 sudah cukup. 5. Labu ukur digoyang dan ditepatkan isinya sampai tanda garis dengan air
suling, dikocok 12 kali, dibiarkan dan disaring. 6. Hasil saringan dipipet 50 ml pada penetapan gula pereduksi ke dalam labu
ukur 100 ml. 7. Ditambahkan 25 ml HCl 25, termometer dipasang dan dilakukan hidrolisis
di atas penangas air. Apabila suhu mencapai 68-70 °C, suhu dipertahankan 10 menit tepat.
8. Termometer diangkat dan dibilas dengan air lalu didinginkan. 9. Ditambahkan NaOH 30 sampai netral berwarna merah jambu dengan
indikator fenolftalin. Ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling, dikocok 12 kali.
10. Larutan dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml. 11. Ditambahkan15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff dengan pipet serta
beberapa butir batu didih. 12. Dihubungkan dengan pendingin tegak dan dipanaskan di atas pemanas listrik.
Diusahakan dalam waktu 3 menit sudah harus mulai mendidih. Dipanaskan terus sampai 10 menit pakai stopwatch. Diangkat dan segera didinginkan
dalam bak berisi es jangan digoyang. Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20 dan 25 ml H
2
SO
4
25 hati-hati terbentuk gas CO
2
. 13. Dititrasi dengan larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N V
1
ml dengan memakai larutan kanji 0,5 sebagai indikator.
14. Dilakukan juga penetapan blangko dengan 25 ml larutan Luff. Dikerjakan seperti diatas V
2
ml.
39 Perhitungan :
V
2
– V
1
ml larutan Na
2
S
2
O
3
yang dibutuhkan oleh contoh dijadikan ml larutan Na
2
S
2
O
3
0,1 N kemudian dalam daftar Lampiran L.3.2 dicari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml larutan Na
2
S
2
O
3
yang dipergunakan misalnya x mg. gula sesudah inversi =
V
2
x fp W
x 100 ..............................................3.3 Dimana :
V
1
,V
2
= volume larutan Na
2
S
2
O
3
yang dihasilkan dari daftar, ml fp = faktor pengenceran
W = bobot cuplikan, mg
gula total = 0,95 x gula sesudah inversi sebagai sakarosa sakarosa = 0,95 x gula sesudah-sebelum inversi
Tabel 3.1 Data Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl [50] Na
2
S
2
O
3
, 0,1 N ml
Glukosa, Fruktosa, Gula Inversi mg
Laktosa mg
Maltosa mg
1 2,4
3,6 3,9
2 4,8
7,3 7,8
3 7,2
11,0 11,7
4 9,7
14,7 15,6
5 12,2
18,4 19,6
6 14,7
22,1 23,5
7 17,2
25,8 27,5
8 19,8
29,5 31,5
9 22,4
33,2 35,5
10 25,0
37,0 39,5
11 27,6
40,8 43,5
12 30,3
44,6 47,5
13 33,0
48,6 51,6
14 35,7
52,2 55,7
15 38,5
56,0 59,8
16 41,3
59,9 63,9
17 44,2
63,8 68,0
18 47,1
67,7 72,2
19 50,0
71,1 76,5
20 53,0
75,1 80,9
21 56,0
79,8 85,4
22 59,1
83,9 90,0
23 62,2
88,0 94,6
40 3.3.2.3 Analisa Densitas
Densitas ditentukan dengan cara, mula-mula botol piknometer 25 ml yang kosong ditimbang. Setelah itu ke dalam piknometer tersebut dituangkan sampel
sampai penuh dan ditimbang kembali. Densitas dihitung dengan persamaan:
= ................................................................................3.4 Dimana:
ρ
1
= densitas air grcm
3
m
1
= massa piknometer berisi air – piknometer kosong ρ
2
= densitas distilat grcm
3
m
2
= massa piknometer berisi distilat – piknometer kosong 3.3.2.4 Analisa Kadar Etanol dengan Metode Berat Jenis
Nilai densitas yang telah diperoleh dicocokkan dengan data yang ada pada Tabel 3.1. Kadar etanol kemudian dihitung dengan menginterpolasi data densitas dan
kadar etanol pada tabel.
41 Tabel 3.2 Konversi Berat Jenis-Kadar Etanol [51]
Kadar Larutan
Etanol Berat Jenis Larutan
Etanol pada suhu 30°C
Kadar Larutan Etanol
Berat Jenis Larutan Etanol pada suhu
30°C 0,99568
25 0,95607
1 0,99379
26 0,95442
2 0,99194
27 0,95272
3 0,99014
28 0,95098
4 0,98839
29 0,94922
5 0,98670
30 0,94741
6 0,98507
31 0,94557
7 0,98347
32 0,94370
8 0,98189
33 0,94180
9 0,98031
34 0,93986
10 0,97875
35 0,93790
11 0,97723
36 0,93591
12 0,97573
37 0,93390
13 0,97424
38 0,93186
14 0,97278
39 0,92979
15 0,97133
40 0,92770
16 0,96990
41 0,92558
17 0,96844
42 0,92344
18 0,96697
43 0,92128
19 0,96547
44 0,91910
20 0,96395
45 0,91692
21 0,96242
46 0,91472
22 0,96087
47 0,91250
23 0,95929
48 0,91028
24 0,95769
49 0,90805
42