21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOETANOL
Bioetanol pada dasarnya merupakan etanol yang diproduksi dari biomassa [12]. Bioetanol dapat dengan mudah diproduksi dari bahan bergula, berpati dan berserat.
Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar gula dan karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu,
garut, ubi jalar, sagu, jagung, pisang, jerami, bonggol jagung, dan kayu [13].
Gambar 2.1 Diagram Sumber Tanaman Bioetanol [14] Etanol dapat diproduksi secara fermentasi dari bahan baku yang mengandung
gula atau secara sintetis dapat juga diproduksi dari turunan minyak bumi. Tetapi hampir 93 produksi etanol di dunia diproduksi secara fermentasi. Selama ini etanol
diproduksi dari molase limbah proses produksi gula ataupun bahan berpati singkong, jagung. Penggunaan molase sebagai bahan baku pembuatan etanol
berkompetisi dengan kebutuhan molase sebagai bahan baku pembuatan MSG monosodium glutamat, sedangkan penggunaan bahan berpati akan berkompetisi
dengan kebutuhan bahan-bahan tersebut sebagai sumber pangan di Indonesia. Untuk
22 mengatasi kompetisi yang terjadi pada bahan baku etanol, maka perlu ditemukan
sumber bahan baku lain yang mengandung polisakarida dan tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Salah satu bahan yang mengandung rantai polisakarida adalah
selulosa [15].
Etanol yang diproduksi dari bahan berlignoselulosa meliputi dua tahap reaksi. Tahap pertama adalah konversi selulosa menjadi gula. Tahap kedua adalah produksi
etanol dari gula hasil konversi. Konversi selulosa menjadi gula dilakukan melalui reaksi hidrolisis [15].
Etanol pada kondisi biasa bersifat volatil, mudah terbakar, jernih, cairan tidak berwarna. aromanya sedap dan khas. Sifat fisik dan kimia etanol tergantung pada
gugus hidroksil. Gugus ini memberi polaritas molekul dan juga menimbulkan ikatan hidrogen antarmolekul. Atom hidrogen dari gugus hidroksil dapat digantikan oleh
logam aktif , seperti natrium, kalium dan kalsium, untuk membentuk etoksida logam etilet dengan perubahan dari gas hidrogen [16].
Tabel 2.1 Sifat Fisik Etanol [16] Sifat
Nilai Titik didih normal °C
78,32 Temperatur kritis °C
243,1 Densitas gml
0,789 Densitas energi MJkg
25,0 Batas mudah terbakar
Rendah vol 4,3
Tinggi vol 19,0
Panas pembakaran pada 25 °C, Jgr 29676,69
Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan penggunaan etanol pada mesin lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka research
octane 108.6 dan motor octane 89.7 . Angka tersebut terutama research octane melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh bensin walaupun setelah
ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki angka research octane 88 dan umumnya motor octane lebih rendah dari pada
research octane. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40, tercatat
23 peningkatan efisiensi hingga 10. Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan
molekulnya. Oksigen yang berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara dan bahan bakar di dalam
silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran flammability yang lebar, yakni 4.3 – 19 vol dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 –
7.6 vol, pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan
dengan pembakaran udara dan bensin, yakni sekitar 4. Etanol juga memiliki panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJkg. Tingginya panas penguapan ini
menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar dibandingkan bensin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak
di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan bensin [17].
Etanol atau etil alkohol C
2
H
6
O adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak
dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan . dak berasa tapi memilki bau yang khas. Kegunaan etanol
yang lain adalah sebagai bahan aditif untuk menaikkan nilai oktan bensin, bahan campuran bensin, dan untuk jangka panjang diharapkan dapat menggantikan bensin
sebagai bahan bakar [15]. 2.2 AMPAS TEBU
Bagasse ampas tebu merupakan residu padat pada proses pengolahan tebu menjadi gula, yang sejauh ini masih belum banyak dimanfaatkan menjadi produk
yang mempunyai nilai tambah added value. Bagasse yang tergolong biomassa sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi, makanan ternak
atau produk yang berbasis lignoselulosa seperti kertas, biogas, bioetanol dan lain-lain [18].
Bagasse adalah produk sampingan yang utama dari produksi gula tebu. Ampas tebu umumnya dibakar dalam boiler atau sistem kogenerasi dalam industri gula
untuk menghasilkan panas di pabrik pada proses penyulingan gula dan untuk produksi listrik baik untuk digunakan langsung oleh pabrik atau dijual secara
24 nasional sehingga dapat meningkatkan keuntungan pabrik. Sekitar 35 dari berat
gula tebu menjadi ampas tebu [14].
Ampas tebu memiliki beberapa keunggulan pada penggunaannya dalam produksi etanol yaitu tidak seperti brangkasan jagung, ampas tebu diperoleh dari
hasil samping proses produksi gula sehingga tidak memerlukan proses pemanenan lagi [19].
Gambar 2.2 Ampas Tebu [20] Berikut ditampilkan komposisi ampas tebu pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Ampas Tebu [21],[22] Komposisi
Persentase Selulosa
40 Hemiselulosa
24 Lignin
25
Bahan lignoselulosa merupakan substrat yang kompleks karena terdiri dari campuran polimer karbohidrat cellulose dan hemicellulose, lignin dan senyawa-
senyawa yang larut dalam air abu. Dari komponen yang terpenting untuk dikonversi menjadi produk yang berbasis lignoselulosa adalah polisakaridanya.
Namun faktanya lignin dengan struktur yang sangat kuat menjadi penghambat dalam konversi polisakaridanya menjadi produk lain. Oleh karena itu banyak riset dibidang
biomass yang terus mengembangkan upaya untuk mendegradasi lignin tersebut [18]. Bahan lignoselulosa perlu diberikan perlakuan delignifikasi untuk mengurangi atau
25 menghilangkan lignin. Perlakuan pendahulan pada lignoselulosa dapat dilakuakn
secara fisikawi, kimiawi dan biologis [23]. Perlakuan pretreatment delignifikasi secara fisika antara lain berupa pencacahan secara mekanik, penggilingan dan
penepungan untuk memperkecil ukuran bahan dan mengurangi kristalinitas bahan [24]. Proses pretreatment dilakukan untuk mengkondisikan bahan-bahan
lignoselulosa baik dari segi struktur dan ukuran dengan memecah dan menghilangkan kandungan lignin dan hemiselulosa, merusak struktur kristal dari
selulosa serta meningkatkan porositas bahan [22]. Rusaknya struktur kristal selulosa akan mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa. Selain itu, hemiselulosa
akan turut terurai menjadi senyawa gula sederhana glukosa, galaktosa, manosa, heksosa, pentosa, xilosa dan arabinosa [25].
Beberapa faktor yang mendorong makin intensifnya dilakukan pemanfaatan bahan lignoselulosa menjadi sumber energi dalam hal ini etanol adalah pertama,
kebutuhan dan konsumsi energi terus meningkat dari tahun ke tahun sementara sumber daya yang dapat menghasilkan energi makin terkuras karena sebagian besar
sumber energi saat ini berasal dari sumber daya alam yang tidak terbarukan seperti minyak, gas dan batu bara. Kedua, bioetanol memiliki karakteristik yang lebih baik
karena dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dan yang ketiga bahan lignoselulosa tersedia cukup melimpah dan tidak
digunakan sebagai bahan pangan sehingga penggunaannya sebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan [24].
Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan ampas tebu sebagai bahan baku yang merupakan bahan lignoselulosa dengan perlakuan delignifikasi yang dilakukan
adalah secara fisika yaitu dengan cara di-blender.
2.3 VINASSE