Struktur organisasi dan kewenangan serta kewajiban Baitul Mal Mukim

57 a. Subbidang Perwalian mempunyai tugas melakukan penyusunan dan produk hukum atau petunjuk teknis, sosialisasi dan advokasi dalam rangka memotivasi masyarakat untuk memperjelas status perwalian. b. Subbidang harta agama mempunyai tugas melakukan pendataan asset-aset harta agama untuk dicatat didalam data base sebagai dokumen resmi pemerintah kota didalam mengelola harta agama yang tidak ada pemilik dan ahli warisnya serta mendayagunakan dan melakukan penyimpanan terhadap dana nasabah yang tidak ada pemilik dan ahli warisnya. Dari susunan dan pembagian bidang-bidang organisasi dapat dilihat bahwa kewenangan dari pengelolaan harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya di Baitul Mal Kota Banda Aceh merupakan tugas dan kewenangan dari bidang perwalian dan harta agama serta kewajiban pendataaninventarisir aset-aset harta agama merupakan tugas subbidang harta agama.

4. Struktur organisasi dan kewenangan serta kewajiban Baitul Mal Mukim

dan Gampong Dibawah Baitul Mal Kabupatenkota terdapat Baitul Mal Mukim atau Baitul Mal yang berkedudukan di tingkat mukim, 86 Baitul Mal ditingkat Mukim ini struktur 86 Secara spesifik didalam pasal 2 Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengatur tentang pemerintahan Aceh dibagi dalam 4 tingkatan yakni, Kabupatenkota, Kecamatan, Mukim dan Gampong, masing-masing tingkatan pemerintahan ini mempunyai kewenangan yang berbeda, sesuai dengan pasal 114 UUPA tersebut, mukim merupakan kesatuan masyarakat hukum dibawah Kecamatan yang terdiri dari gabungan beberapa Gampong yang mempunyai wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau bana lain yang berkedudukan langsung di bawah Camat, adapun kewenangan dan urusan pelayanan diatur dalam qanun. Abdur Rozaki, et.al, Mengembangkan Gampong Peduli Hak Anak, Institute For Research and Empowerment IRE, Yokyakarta, 2009, Hal 4. Universitas Sumatera Utara 58 organisasinya agak berbeda dari susunan organisasi di tingkat Propinsi dan tingkat KabupatenKota, struktur organisasi mukim terdiri dari ketua yang dijalankan oleh Imeum mesjid Kemukiman dimana Baitul Mal tersebut berada, dalam pelaksanaannya Imeum Mukim menunjuk dan menetapkan sekretaris, bendahara, seksi perwalian, seksi perencanaan dan perdataan serta seksi pengawasan, Baitul Mal Kota juga bertanggung jawab kepada Baitul Mal Kabupatenkota. Kewenangan dari Baitul Mal Mukim adalah mengelola dan mengembangkan harta agama dan harta waqaf lingkup kemukiman 87 dan kewajibannya adalah menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 enam bulan kepada Baitul Mal kabupatenkota serta menginformasikan pertanggungjawabannya kepada masyarakat. 88 Kemudian selanjutnya barulah kepengurusan Baitul Mal Gampong, untuk susunan organisasi Baitul Mal gampong tidak jauh berbeda dengan Baitul Mal Mukim, hanya saja ketua di Baitul Mal tingkat gampong dilaksanakan oleh Imuem Meunasah atau imuem Mesjid yang tingkatnya dibawah Imuem Mukim, sedangkan struktur organisasi lainnya sama dengan Baitul Mal Mukim dan Baitul Mal Gampong juga bertanggung Jawab kepada Baitul Mal Kabupatenkota. Dibandingkan dengan mukim, kewenangan dari Baitul Mal Gampong lebih luas dan rinci pengaturannya di dalam qanun, adapun kewenangan adalah 87 Pasal 14 qanun nomor 10 tentang Baitul Mal. 88 Pasal 15 qanun nomor 10 tentang Baitul Mal. Universitas Sumatera Utara 59 melaksanakan tugas-tugas perwalian serta mengelola, mengumpulkan dan menyalurkan: 89 a. zakat fitrah di lingkup Gampong yang bersangkutan b. zakat hasil perdaganganusaha kecil, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil perikanan dan hasil perkebunan daru masyarakat setempat c. zakat emas dan perak d. harta agama dan harta waqaf dalam lingkup gampong atau nama lain. Kewajibannya Baitul Mal gampong adalah menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodik setiap 6 enam bulan kepada Baitul Mal kabupatenkota serta menginformasikan pertanggungjawabannya kepada masyarakat.

C. Dewan Pertimbangan Syariah

Untuk menunjang kinerja Baitul Mal maka dibentuklah Dewan Pertimbangan Syariah, dasar pembentukan Dewan Pertimbangan Syariah adalah Peraturan Gubernur Nomor 02 Tahun 2011 tentang Dewan Pertimbangan Syariah Baitul Mal, pengertian Dewan Pertimbangan Syariah terdapat pada pasal 1 angka 6 Peraturan Gubernur tersebut, yang menyebutkan bahwa: Dewan Pertimbangan Syariah yang selanjutnya disebut Dewan Pertimbangan adalah unsur kelengkapan Baitul Mal Aceh yang berwenang memberikan pertimbangan syar”i, pengawasan fungsional dan menetapkan pengelolaan zakat, harta wakaf dan harta Agama kepada Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal KabupatenKota. Pada awal pembentukan Baitul Mal juga telah ada Dewan Syariah yang berkedudukan di tingkat propinsi sebagai pengawas fungsional dan pemberi pertimbangan terhadap pelaksanaan operasional Baitul Mal pada semua tingkatan. 90 89 Pasal 16 qanun Nomor nomor 10 tahun 2007. 90 Amrullah, Op.Cit, Hal. 11. Universitas Sumatera Utara 60 Dasar pembentukan Dewan Syariah pada waktu itu adalah Keputusan Gubernur Nomor 18 tahun 2003 dan qanun provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 7 tahun 2004. Pada awalnya manfaat Dewan Syariah ini dirasakan sangat besar manfaatnya, karena dapat mengakomodir semua permasalahan yang timbul dalam kegiatan pelaksanaan Baitul Mal, 91 namun dalam perjalanan pembentukan dasar hukum Baitul Mal yang berbentuk Qanun seperti yang perintahkan oleh Undang-undang nomor 48 tahun 2007, keberadaan Dewan Syariah ini diusulkan dalam rancangan qanun menjadi Dewan Pertimbangan untuk Provinsi dan Dewan pengawas untuk kabupatenkota, namun ketika rancangan qanun ini dibahas di legislative atau Dewan Permusyawaratan Rakyat Aceh DPRA justru menghilangkan usulan dewan pertimbangan dan dewan pengawas dengan alasan bahwa fungsi tersebut dapat dilaksanakan secara ex officio oleh Majelis Permusyawarata Ulama MPU di masing-masing tingkatan pemerintahan. 92 Sekarang dengan diterbitkannya peraturan gubernur tersebut, maka keberadaan Dewan Syariah tersebut kembali ada, adapun susunan Organisasi Dewan syariah ini adalah sebagai berikut: 93 a. ketua merangkap anggota b. wakil ketua merangkap anggota c. sekretaris bukan anggota, dan 91 Ibid, Hal. 12 92 Ibid 93 Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. Universitas Sumatera Utara 61 d. anggota Sebagai organsasi yang mempunyai fungsi pengawasan dan pertimbangan atas Baitul Mal, maka Dewan Pertimbangan diberikan tugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan pertimbangan syar’i kepada Baitul Mal dalam melakukan pengelolaan zakat, waqaf, infaq dan sadakah serta harta agama lainnya. 94 Sedangkan fungsi Dewan Pertimbangan adalah sebagai berikut: 95 a. Pelaksanaan pemberian pertimbangan syar’i kepada Baitul Mal Aceh. b. Pelaksanaan pemberian pertimbangan, nasehat, baik asistensi maupun advokasi. c. Pelaksanaan penetapan pendayagunaan zakat, wakaf, infaq dan sadaqah serta harta agama lainnya. d. Pelaksanaan pemberian rekomendasi kepada Gubernur terhadap kinerja Baitul Mal Aceh. Selanjutnya kewenangan Dewan Pertimbangan adalah: 96 a. Merumuskan kebijakan umum dibidang pengelolaan zakat, wakaf, infaq dan sadakah serta hart agama lainnya. b. Menetapkan nishab zakat penghasilanprofesi sesuai dengan tingkat perkembangan harga emas dipasaran seluruh aceh; dan c. Menyelesaikan perbedaan penafsiran tentang amil zakat, muzakki, mustahiq dan harta kena zakat, infaq, pengelolaan harta wakaf, serta harta agama lainnya. Dengan adanya peraturan Gubernur ini, maka pengawasan terhadap Baitul Mal semakin dapat dioptimalkan kembali guna terwujudnya efesiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas lembaga Baitul Mal dalam mengelola harta publik yang dipercayakan pengelolaannya kepada Baitul Mal serta dapat menyelesaikan permasalah-permasalahan yang timbul dalam pelaksanaanya melalui pertimbangan-pertimbangan Dewan Syariah. 94 Pasal 4 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. 95 Pasal 5 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. 96 Pasal 6 Peraturan Gubernur Nomor nomor 2 tahun 2011. Universitas Sumatera Utara 62

BAB III PELAKSANAAN PENGELOLAAN HARTA YANG TIDAK DIKETAHUI

PEMILIK ATAU AHLI WARISNYA DI BAITUL MAL BANDA ACEH

A. Tinjauan Terhadap Status Pemilik Harta Yang Tidak Diketahui Pemilik dan Ahli Warisnya.

Permasalahan terhadap harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya ini sangat penting untuk dikaji terlebih dahulu tentang status pemilik harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya itu, pentingnya status pemilik dan ahli warisnya akan menentukan status harta itu sendiri, sebelum membahas tentang pengelolaan harta tersebut oleh Baitul Mal maka akan dibahas dulu tentang status pemilik dan ahli warisnya yang berhubungan dengan harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya. Harta termasuk didalam bidang hukum kekayaan, yaitu bidang hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban atas benda yang bernilai uang atau peraturan- peraturan yang mengatur hubungan hukum antara orang dengan benda atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang, 97 hubungan orang dengan benda tersebut disebut dengan hak kebendaan dan hak kebendaan mempunyai suatu kekuasaan mutlak yang diberikan kepada subjek hukum untuk menguasai benda tersebut secara langsung dalam tangan siapapun benda tersebut berada wajib diakui dan dihormati. Dengan demikian permasalahan harta tidak bisa dipisahkan dengan hubungan hak milik dengan benda tersebut yang diatur dengan perundang-undangan. 97 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, Hal. 13-15. 62 Universitas Sumatera Utara 63 Selama hak atas benda tersebut belum dilepaskan oleh pemiliknya atau dengan kata lain belum adanya peralihan maka hak atas benda tersebut maka masih melekat pada pemiliknya. Pengalihan hak milik atas suatu benda kepada orang lain dapat dilihat dasar hukumnya dalam pasal 584 KUHPerdata yang berbunyi: Hak milik atas suatu kebendaan tidak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pemilikan, karena perlekatan, karena daluarsa, karena perwarisan baik menurut undang-undang maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukan atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas atas kebendaan itu. Pasal tersebut mengatur tentang cara memperoleh hak milik dan pelepasan hak milik kepada orang lain, namun dari pasal tersebut juga diatur bahwa yang dapat memindahkan hak milik tersebut adalah orang yang berhak berbuat bebas atau pemilik atas benda tersebut. Permasalahan baru timbul jika orang yang berhak atas benda tersebut ternyata tidak diketahui, sedangkan terhadap benda tersebut diketahui dilekati oleh hak milik. Di dalam bidang hukum waris perdata misalnya, Harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya dikenal juga dengan istilah harta peninggalan yang tidak ada pengurusnya yang terdapat didalam pasal 1126 KUHPerdata, yang berbunyi: “Apabila, jika suatu warisan terbuka, tiada seseorang yang menuntutnya, apapun apabila semua waris yang menolaknya, maka dianggaplah warisan itu tidak terurus” Dari pasal tersebut diatas dapat dilihat bahwa terhadap suatu harta baru bisa disebut sebagai harta yang tidak terurus adalah jika terbukanya suatu warisan, kemudian tidak ada yang tampil sebagai ahli waris atau semua ahli waris menolaknya, dan dalam hal ini menurut pasal 1127 KUHPerdata menunjuk Balai Universitas Sumatera Utara 64 Harta Peninggalan sebagai pengurus harta tersebut dengan syarat harus memberitahukan kepada Kejaksaan 98 , namun dari tahun 1987 sampai dengan tahun 2010, balai harta Peninggalan tidak pernah ada lagi melaksanakan pengurusan terhadap harta kekayaan tersebut. 99 Adapun teknis pelaksanaan yang dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan adalah: 100 1. Setelah BHP menerima laporan resmi dari lurah atau camat setempat tentang adanya orang yang meninggal tanpa ahli waris atau dengan putusan pengadilan, atau adanya penolakan dari ahli waris, maka BHP segera memberitahukan kepada masyarakat dengan iklan pengumuman di 2 surat kabar lokal dan nasional serta berita Negara RI. 2. Setelah dalam jangka waktu 14 hari sejak iklan pengumuman itu tidak ada masyarakat atau pihak ke tiga yang keberatan, maka BHP segera memberitahukan hal itu kepada instansi-instansi pemerintah terkait yang ada hubungannya dengan diri atau harta kekayaan orang yang tidak hadir, yaitu pengadilan negeri, kantor pertanahan, kejaksaan, BPK, dan lain-lain. 3. Melakukan inventarisasi atas harta kekayaan yang tidak hadir dan membuat perjanjian sewa menyewa dengan pemohon penetapanyang berkepentingan. 4. Mewakili diri dan membela hak-hak orang yang tidak hadir itu baik didalam maupun diluar pengadilan. 5. Apabila kepentingan Boedel menghendaki, Balai Harta Peninggalan dapat melakukan penjualan atas harta kekayaan orang yang tidak hadir tersebut setelah terlebih dahulu mendapat izin dari Pengadilan setempat dan menteri Hukum dan HAM. 6. Apabila dalam tenggang waktu 30 tahun yang dinyatakan tidak hadir tidak muncul juga, maka hasil penjualan harta kekayaan diserahkandisetor ke kas Negara, setelah terlebih dahulu di peroleh persetujuan dari Badan Pemeriksa Keuangan. 98 Subekti, Op. Cit, Hal. 120. 99 Rustani Juliar Berdikari Hutasoit, Pembaharuan Hukum Sebagai Upaya Peningkatan Eksistensi Balai Harta Peninggalan Dalam Pelayanan Hukum, Tesis, Hal. 58 100 Ibid, Hal. 90. Universitas Sumatera Utara 65 Dari sudut subjek hukumnya ketentuan tentang harta yang tidak terurus syaratnya adalah jika ahli waris menolak dan jika harta tersebut tidak ada yang menuntut atau tidak ada yang tampil sebagai ahli waris, namun KUHperdata tidak menjelaskan tentang defenisi “ tidak ada yang menuntut atau tidak ada yang tampil sebagai ahli waris” karena bisa saja pernyataan tidak ada yang menuntut atau tidak ada ahli waris yang tampil dikarenakan tidak diketahui keberadaannya, maka untuk itu terlebih dahulu harus di ketahui keberadaan ahli warisnya Terhadap orang yang tidak diketahui keberadaannya KUHPerdata mengaturnya mengenai permasalahan status orang yang tidak diketahui keberadaaannya. Menyangkut keberadaan orang yang tidak diketahui keberadaannya ini diatur didalam pasal 463 KUHPerdata tentang ketidakhadiran afwezeheid, Pasal 463 KUHPerdata ini membicarakan tentang subjek hukum dan domisilinya yang mana jika ada kepentingan-kepentingan yang tertentu dan mendesak terhadap kepentingan subjek hukum itu sendiri, akan tetapi subjek hukum tersebut tidak ada di domisilinya atau tidak diketahui keberadaannya, maka akan di sebut dalam keadaan afwezigheid. Istilah ketidakhadiran afwezigheid ini diatur didalam buku I Bab XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mulai Pasal 463 KUHPerdata, akan tetapi Pasal 463 KUHPerdata itu sendiri tidak ada memberikan batasan pengertian atau definisi dari kata afwezigheid. Adapun bunyi dari pasal 463 KUHPerdata adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 66 Jika terjadi, seseorang telah meninggalkan tempat tinggalnya dengan tidak memberikan kuasa kepada seorang wakil, guna mewakili dirinya dan mengurus harta kekayaannya, pun ia tidak mengatur urusan-urusan dan kepentingan-kepentingan itu, ataupun, jika pemberian kuasa kepada wakilnya tidak berlaku lagi, maka, jika ada alasan-alasan yang mendesak guna mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaan itu, atau guna mengadakan seorang wakil baginya, pengadilan negeri tempat tinggal yang tak hadir atas permintaan mereka yang berkepentingan, atau atas tuntutan jawatan Kejaksaan, harus memerintahkan kepada Balai Harta Peninggalan, supaya mengurus seluruh atau sebagian harta kekayaan dan kepentingan-kepentingan itu, pula supaya membela hak-hak si yang tak hadir dan mewakili dirinya. Kesemuanya itu dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan istimewa menurut undang-undang dalam hal adanya keadaan pailit. Sekiranya harta kekayaan itu dan kepentingan-kepentingan si yang tidak hadir itu tidak banyak, maka atas permintaan atau tuntutan diatas, ataupun dengan menyimpang dari permintaan ataupun tuntutan karena jabatan, pengadilan negeri baik dengan penetapan sebagaimana yang termaksud dalam ayat kesatu, baik dengan penetapan lebih lanjut yang kemudian masih juga kiranya akan diambilnya, berkuasa pula memerintahkan pengurusan harta kekayaan dan perwakilan kepentingan-kepentingan itu kepada seseorang atau lebih daripada keluarga sedarah atau semenda yang tak hadir yang ditunjuk oleh pengadilan, atau kepada istri atau suaminya, dengan kewajiban satu-satunya ialah apabila si yang tak hadir itu pulang kembali, keluarga, istri atau suami tadi harus mengembalikan kepadanya harta kekayaan itu atau harganya, setelah dikurangi dengan segala hutang yang sementara telah dilunasinya dan tanpa hasil-hasil atau pendapatannya. Terhadap istilah afwezigheid dalam praktek sehari-hari banyak terdapat perbedaan dalam terjemahannya oleh para ahli hukum. Antara lain R. Soebekti menerjemahkan perkataan van afwezigheid yang terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata dengan perkataan keadaan tak hadir, 101 sedangkan dalam salah satu yang lain buku beliau menyebut afwezeheid itu dengan istilah orang hilang. 102 101 R. Soebekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terjemahan ,Pradnya Paramita, Jakarta, 2008, Hal. 142. 102 R. Soebekti, Op.Cit, Hal. 57 Universitas Sumatera Utara 67 Kemudian ahli hukum yang lain menerjemahkan afwezigheid itu dengan istilah keadaan tak hadir dengan mengemukakan unsur-unsur ketidakhadiran itu sebagai berikut: 1. Seseorang, ini menunjuk kepada salah satu anggota keluarga mungkin suami, mungkin istri, mungkin anak. 2. Tidak ada di tempat kediaman, artinya tidak ada di lingkungan keluarga dimana mereka berdiam serta mempunyai hak dan kewajiban hukum. 3. Berpergian atau meninggalkan tempat kediaman, artinya menuju dan berada di tempat lain karena suatu keperluan atau tanpa keperluan. 4. Dengan izin atau tanpa izin, artinya dengan persetujuan dan sepengetahuan anggota keluarga atau tanpa persetujuan dan tanpa diketahui oleh anggota keluarga. 5. Tak diketahui dimana tempat ia berada, artinya tempat lain yang dituju dan dimana ia berada tidak diketahui sama sekali, karena yang bersangkutan tidak memberi kabar atau karena sulit berkomunikasi. Tidak memberi kabar mungkin karena ada halangan, misalnya terjadi perang, pemberontakan, kecelakaan, bencana alam, sakit gila, dan lain-lain, atau memang dengan sengaja supaya tidak berurusan lagi dengan keluarganya putus asa. 103 Sedangkan menurut Sudarsono yang dikutip oleh Syahril Sofyan memberikan gambaran atau definisi dengan menggambarkan afwezigheid itu adalah suatu kondisi apabila suatu keadaan dimana seseorang meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak diketahui dimana seseorang tersebut berada. 104 Walaupun definisi tentang afwezigheid di kalangan para ahli hukum sangat beragam, beberapa penulis di atas pada pokoknya berisi substansi bahwa ketidakhadiran terjadi akibat berpisah atau terpisahnya subjek hukum itu dengan domisilinya sedangkan sepeninggalnya kekayaannya menghendaki perhatian khusus 103 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 53 104 Syahril Sofyan, Op.Cit, Hal. 17. Universitas Sumatera Utara 68 demi kepentingan subjek hukum lain yang berkepentingan dengan kekayaan milik si tak hadir itu. Selanjutnya Pasal 467 KUHPerdata mengatur bahwa jika yang meninggalkan tempat tinggalnya selama 5 lima tahun tanpa menunjuk kuasa untuk mengurus segala kepentingannya, maka atas permohonan pihak yang berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri setempat orang yang bersangkutan boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan melalui panggilan umum selama jangka waktu tiga bulan atau lebih sebagaimana diperintahkan oleh Pengadilan Negeri. Tentang adanya kewenangan dari Balai Harta Peninggalan untuk mengurus harta orang yang tidak hadir ini menurut pasal 463 KUHPerdata harus melalui penetapan Pengadilan bescikking yang diajukan oleh pemohon dari pihak-pihak yang berkepentingan, menyangkut dengan penetapan dari Pengadilan Negeri ini berhubungan dengan permasalahan domisili, karena domisili menyangkut wilayah hukum pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut yaitu kompetensi relative pengadilan dimana seseorang bisa dipanggil oleh pengadilan di tempat dia berada. Domisili adalah tempat dimana seseorang tinggal atau berkedudukan serta mempunyai hak dan kewajiban hukum. Tempat tinggal dapat berupa wilayah, dan dapat pula berupa rumah yang berada di dalam wilayah tertentu, untuk tempat seseorang disebut tempat kediaman, sedangkan untuk badan hukum disebut kedudukan. 105 105 Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, Hal. 35 Universitas Sumatera Utara 69 Namun kenyataannya memang agak susah menentukan domisili seseorang jika selalu berpindah pindah tempat tinggalnya, maka untuk itu undang-undang mengatur tentang bermacam-macam jenis tempat tinggal antara lain: 106 1. Tempat tinggal sesungguhnya Tempat tinggal tinggal sesungguhnya adalah tempat melakukan perbuatan hukum sesungguhnya, tempat tinggal ini dibedakan menjadi 2 jenis tempat tinggal yaitu: a. Tempat tinggal sukarela pasal 17 KUH Perdata Tempat tinggal sukarela adalah tempat tinggal dalam pengertian yuridis, yaitu setiap orang dianggap memiliki tempat tinggal yaitu tempat tinggal yang mempunyai hubungan tertentu secara terus menerus dengan orang yang bersangkutan b. Tempat tinggal wajib Tempat tinggal wajib adalah tempat tinggal yang ditentukan oleh hubungan antara seseorang dengan orang lain. Adapun yang dianggap memiliki tempat tinggal wajib adalah: 107 1. Istri jika dalam keadaan tidak pisah meja dan tempat tidur 2. Anak-anak yang masih dibawah umur yang mengikuti tempat tinggal orang tua atau tempat wali anak tersebut. 3. orang yang berada dibawah pengampuan 4. Buruh jika bertempat tinggal dirumah Majikannya. 2. Tempat tinggal yang dipilih pasal 24 KUHPerdata. 106 Titik Triwulan Tutik, Op. Cit, Hal. 59 107 Djaja S Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga ,Nuansa Aulia Cetakan I, Bandung ,2006, Hal. 30 Universitas Sumatera Utara 70 Dalam urusan-urusan tertentu khususnya dalam membuat suatu perjanjian, para pihak yang berkepentingan berhak memilih tempat tinggal yang lain dari tempat tinggal meraka melalui suatu akta. Biasanya dalam hal ini para pihak memilih domisili di kantor Notaris atau kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Menyangkut domisili ketidakhadiran, tidak diatur secara tegas tentang domisili orang yang telah dinyatakan tidak hadir melalui keputusan pengadilan tersebut, namun jika dilihat dari bunyi pasal 463 KUHPerdata, maka dapat ditarik kesimpulan domisili orang yang tidak hadir tersebut adalah ditempat kediaman atau wakil yang ditunjuk baginya oleh Pengadilan Negeri, orang yang ditunjuk bisa saja BHP yang diwakili oleh anggotanya atau anggota keluarga sedarah atau orang-orang yang dapat menjadi wakilnya terhadap hal-hal tertentu seperti yang disyaratkan oleh pasal 463 KUH Perdata. Didalam aturan tentang afwezigheid ini terdapat fase-fase atau tahap ketidakhadiran, yang kemudian menjadi dasar bagi Balai Harta Peninggalan dalam proses melakukan tindakan terhadap harta tersebut dan tahap ketidakhadiran ini merupakan tahap indentifikasi status terhadap ketidakhadiran itu sendiri, dalam KUHPerdata mengatur 3 fase atau tahap ketidakhadiran, yaitu: 1. Tahap pertama, yaitu tahap awal dimana dimulainya seseorang diputuskan sebagai afwezigheid, tahap ini dimulai dari pasal 463 KUHPerdata yang menggambarkan ketidakhadiran secara umumnya, kemudian pasal 464 KUHPerdata yang mewajibkan BHP untuk membuat daftar lengkap dari harta kekayaan yang diurusnya, kewajiban BHP untuk mematuhi aturan-aturan Universitas Sumatera Utara 71 tentang pengelolaan harta anak dibawah umur jika Pengadilan Negeri tidak mengatur lain, selanjutnya pasal 465 KUHPerdata mewajibkan kepada Balai Harta Peninggalan untuk melakukan pelaporan menyangkut dengan pengurusannya terhadap kepentingan si tak hadir kepada Kejaksaan pada Pengadilan Negeri yang mengangkatnya, kewajiban ini harus dipenuhi setiap tahun dan terhadap setiap pengurusan tersebut tak mengurangi hak si tak hadir atau hak orang yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan-keberatan. 2. Tahap kedua, yaitu tahap dimana jika sesudah lewat 5 tahun sejak tidak diketahuinya keberadaan orang tersebut dari domisilinya, tanpa memberikan kuasa untuk mengurus kepentingan-kepentingannya, dan selama lima tahun tersebut tidak tidak ada kabar yang menunjukkan bahwa si tak hadir masih hidup, maka orang-orang yang berkepentingan dapat meminta penetapan pada pengadilan negeri yang mana penetapan tersebut menerangkan status si tak hadir menjadi dianggap telah meninggal, tahap ini dimulai dari pasal 467 sampai dengan pasal 471 KUHPerdata. Pertama-tama pengadilan memanggil si tak hadir ke pengadilan dengan cara memuat dalam iklan surat kabar dan menempel di pintu depan ruangan sidang, yang diulang paling sedikit tiga kali dalam jangka waktu 3 bulan, setelah panggilan ke tiga tidak ada juga hadir, maka pengadilan dapat memutuskan bahwa si tak hadir dianggap telah meninggal dunia. Namun jika ternyata si tak hadir ternyata ada mengangkat seorang kuasa guna mewakili dirinya dan dalam mengurus harta kekayaannya, maka Universitas Sumatera Utara 72 pengadilan wajib menunda permintaan untuk mengeluarkan penyataan dianggap telah meninggal selama 10 sepuluh tahun dan untuk putusan penyataan telah meninggal tersebut harus diumumkan didalam surat kabar yang sama dengan surat kabar yang mengumumkan pemanggilan si tak hadir tersebut. 3. Tahap ketiga, yaitu tahap perwarisan yang diatur pada pasal 472 sampai dengan pasal 495 KUHPerdata, para ahli waris berhak menuntut BHP untuk memberikan perkiraan dan pertanggung jawaban kepada mereka yang menjadi ahli waris dan sekaligus penyerahan harta kekayaan milik tak hadir yang dikelola oleh Balai Harta Peninggalan, tahap perwarisan ini harus melampaui masa duluarsa yaitu 30 tahun dari waktu penyataan bahwa barangkali telah meninggal dunia yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri, namun jika setelah 30 tahun terhitung dari mulai dari hari dan tanggal putusan dianggap telah meninggal yang diputuskan oleh hakim itu, atau dia kembali umurnya diperkirakan telah mencapai 100 seratus tahun, maka ahli warisnya dapat mengadakan pembagian waris yang tetap. 108 Penggunaan lembaga afwezigheid ini pada dasarnya adalah untuk melaksanakan pengurusan daad van beheer atas harta kekayaan serta mewakili kepentingan orang yang tak hadir selama jangka waktu yang ditentukan oleh undang-undang, walaupun hanya sebatas tindakan pengurusan namun undang-undang juga tidak melarang jika tindakan pengurusan itu 108 Djaja S Meliala, Op.cit, Hal. 34 Universitas Sumatera Utara 73 menjadi tindakan pemilikan dengan syarat kepentingan harta tersebut yang menghendaki. 109 Setelah membahas status pemilik harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya tersebut dari sudut hukum Perdata, maka selanjutnya akan dibahas secara singkat masalah status pemilik harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya dari sudut hukum Islam. Pengertian Harta didalam Islam secara bahasa dikenal sebagai al mal, yang menurut pengertian bahasa arabnya adalah apa saja yang dimiliki manusia, 110 mal dikelompokkan kedalam harta yang tidak bergerak aqar harta yang bergerak mal maqul, mal naqli, dan dapat pula digolongkan kepada harta yang dapat ditukar misli dan yang tidak dapat di tukar qimi, 111 sedangkan bentuk pemilikan dapat dilihat dari asal-usulnya yaitu pemilikan asli dan pemilikan dari orang lain: 112 a. Pemilikan asli diperoleh melalui benda-benda yang tidak ada pemilik sebelumnya res nutlius. b. Pemilikan berasal dari orang lain, terjadi karena beberapa cara: 1. Melalui pemindahan pemilikan dengan jalan pemindahan penguasaan dengan penyerahan taslim dan penerimaan penguasaan qabd, menerima penyerahan tassalum, penerimaan istgfa’, dan 109 Syahril Sofyan, Op.cit, Hal. 64 110 Abdul Mazid bin Aziz Al-Zindani. et al, Mukzizat Al-Qur’an dan As-Sunah tentang Iptek, Jilid 2, Gema Insani Press, Jakarta, 1997. Hal. 179. 111 Joseph Schacht, Pengantar Hukum Islam,Terjemahan, Islamika, Jokjakarta, 2003, Hal. 201 112 Ibid, Hal. 202 Universitas Sumatera Utara 74 penerimaan penguasaan secara timbal balik taqabud, cara pemilikan seperti ini terjadi berkaitan dengan sejumlah kewajiban. 2. Pemilikan melalui transaksi dengan transaksi dengan traksaksi mana menimbulkan hak-hak in rem menimbulkan pemilikan tanpa menerima penguasaan. 3. Jaminan rahn, menempati posisi khusus, karena penguasaan diambil tetapi pemilikan tidak dipindahkan, pemindahan hanya terjadi dibawah kondisi tertentu sebagai akibat dari kontrak. Permasalahan harta tersebut masuk kedalam ruang lingkup hukum keluarga Islam yang didalamnya mencakup perkawinan, perceraian dan perwarisan dan terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya sangat berkaitan dengan permasalahan waris. Didalam hukum Islam dikenal beberapa istilah waris, antara lain adalah: 113 1. Pewaris dalam bahasa Arab muwarrits yakni orang yang meninggal dunia baik secara hakiki maupun hilang mafqud sehingga ditetapkan sebagai telah meninggal dunia secara hukum dan karenanya para ahli warisnya berhak menerima harta peninggalannya. 2. Waris atau ahli waris dalam bahasa Arab warits yaitu yang berhubungan kekerabatan dengan si pewaris dengan salah satu penyebab perwarisan 3. Harta warisan atau harta peninggalan dalam bahasa Arab disebut mirats atau tarikah hakni harta bergerak atau tidak bergerak atau hak yang dapat dipindahkan dari perwaris ke ahli warisnya. Terjadinya perwarisan karena adanya kematian yang merupakan syarat mutlak adanya perwarisan dari yang meninggal kepada yang ditinggalkan, namun 113 Muhammad Bagir , Fiqih Praktis II Menurut Al-Quran, As-Sunah Dan Pendapat Para Ulama, Karisma, Bandung, 2008. Hal. 265 Universitas Sumatera Utara 75 bersyaratan itu saja tidak cukup, ada beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi agar sahnya perwarisan tersebut, adapun hal-hal yang menyangkut sahnya perwarisan tergantung kepada 3 hal, yaitu: 114 1. Kepastian terhadap meninggalnya si pemilik harta peninggalan, baik dengan meninggal secara normal yakni meninggal yang terjadi karena hal yang wajar dikarenakan ajalnya yang dapat dibuktikan dengan keterangan dokter atau pihak yang berwenang untuk itu ataupun kematian berdasarkan keputusan hakim yang berkaitan dengan orang yang dianggap hilang. 2. Kepastian akan masih hidupnya ahli waris setelah meninggalnya sipemilik harta peninggalan, apabila tidak diketahui secara pasti tentang hidup atau matimya si ahli waris setelah kematian sipemilik harta peningalan, seperti dalam keadaan korban kebakaran, kebanjiran, tertimbun rumah yang hancur, dan sebagainya, maka tidak ada perwarisan diantara mereka, dalam hal ini harta peninggalan masing-masing mereka dibagi diantara keluarganya sendiri yang masih hidup. 3. Tidak adanya salah satu diantara penghalang perwarisan. Kepastian kematian tersebut menjadi sangat penting karena bertujuan untuk melindungi harta seseorang, dalam keadaan normal, sesorang dapat disebut meninggal jika dapat dibuktikan dengan tanpa diperlukan dengan putusan hakim maka harta yang ditinggalkan tersebut dapat dibagikan kepada para ahli waris, namun permasalahan status pewaris menjadi masalah ketika tidak diketahui secara pasti 114 Ibid. hal. 267 Universitas Sumatera Utara 76 apakah pemilik harta telah meninggal ataupun belum meninggal karena tidak diketahui keberadaan pemilik harta tersebut dan begitu juga jika si meninggal dapat dibuktikan meninggal akan tetapi para ahli warisnya tidak diketahui masih hidup atau juga telah meninggal dikarenakan tidak diketahui keberadaannya. Permasalahan-permasalah di atas dikenal dengan sebutan mafqud, didalam pengertian hukum waris mafqud itu ialah orang yang hilang dan telah terputus informasi tentang dirinya sehingga tidak diketahui lagi tentang keadaan yang bersangkutan, apakah dia masih hidup atau sudah meninggal, 115 untuk itu harus dipastikan statusnya dengan keputusan hakim. Apabila salah seorang ahli waris mafqud wafat atau dinyatakan wafat oleh hakim, pembagian hak untuk mafqud ditangguhkan karena` statusnya belum jelas apakah ia masih hidup atau sudah meninggal karena orang yang menerima waris adalah orang yang secara jelas masih hidup. Pentingnya akan status mafqud ini dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama, dari sisi harta pribadinya, dan kedua dari sisi harta orang lain. 116 Dari sisi harta pribadinya ia dianggap hidup dan oleh karena itu harta pribadinya belum bisa diwarisi oleh ahli warisnya sampai ada kejelasan status mafqud bersangkutan, apakah ia masih hidup atau sudah meninggal. Sedangkan dari sisi harta orang lain, waris tidak bisa dibagi semenjak pewaris meninggal jika ahli warisnya tidak diketahui keberadaanya, apakah masih hidup atau telah meninggal. Jika hakim memutuskan bahwa yang 115 Rachmadi Usman, Hukum Kewarisan Islam dalam Dimensi Kompilasi Hukum Islam, Mandar Maju ,Bandung, 2009, Hal. 191 116 Hasniah Hasan, Op.Cit. Hal. 44 Universitas Sumatera Utara 77 bersangkutan telah wafat, maka warisannya telah terbuka bagi para ahli warisnya yang masih hidup pada saat putusan hakim dimaksud diputuskan, dan ahli waris yang telah lebih dulu wafat dari terbitnya putusan hakim itu tidak termasuk dalam kelompok ahli waris, sedangkan statusnya sebagai ahli waris, jika ia dianggap telah wafat, maka berarti dia bukan sebagai ahli waris, sampai ada kejelasan bahwa yang bersangkutan masih hidup. Penentuan mafqud dalam pertimbangan hakim juga bisa dilakukan dengan melihat umur ketika dia meningalkan domisilinya, misalnya berdasarkan keterangan saksi bahwa yang bersangkutan ketika dia meninggalkan domisilinya berumur 40 tahun maka harus melihat lazimnya umur orang meninggal, sehingga harus ditunggu 20 tahun lagi untuk menetapkan bahwa yang bersangkutan telah meninggal. 117 Terdapat bermacam-macam pendapat dari mazhab-mazhab para ulama tentang periode yang dapat diputuskan oleh hakim bahwa mafqud itu telah meninggal, adapun pendapat itu adalah: 118 1. Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf Imam Syafi’I dan Muhammad bin al-hasan berpendapat bahwa orang yang hilang diputuskan kematiannya oleh hakim bila tidak ada seorangpun dari kawan sebayanya masih hidup. Secara pasti waktu tersebut tidak dapat ditentukan, oleh karenanya diserahkan kepada ijtihad hakim sendiri. 2. Imam Malik berdasarkan kepada atsar dari Khalifah Umar r.a. menetapkan waktu yang diperbolehkan bagi hakim memberi putusan kematian bagi orang hilang adalah 4 empat tahun. 3. Abdul Malik Ibnul-Majisyun menetapkan orang hilang tersebut mencapai umur 90 sembilan puluh tahun beserta umur waktu kepergiannya, karena menurut kebiasaan seseorang tidak akan mencapai umur melebihi dari 90 117 Wawancara dengan Bapak Armiya Ibrahim, Hakim Mahkamah Syariah Aceh. Tanggal 20 Februari 2011. 118 Rahmadi Usman, Op.cit, Hal. 192. Universitas Sumatera Utara 78 tahun. Ibnul Abdum Hakam menetapkan supaya orang yang hilang ditunggu sampai genap 70 tujuh puluh tahun dengan umur waktu berpergiannya. Penentuan status mafqud, apakah yang bersangkutan masih hidup atau sudah wafat, kian penting karena menyangkut banyak aspek, dalam hukum kewarisan karena jika mafqud sebagai ahli waris, mafqud berhak mendapatkan bagian sesuai statusnya, apakah ia sebagai dzawil furud atau sebagai dzawil arham dan ashabah. Sedangkan sebagai pewaris, tentu ahli warisnya memerlukan kejelasan status kewafatannya, karena status ini merupakan salah satu syarat untuk dapat dikatakan bahwa kewarisan mafqud bersangkutan sebagai telah terbuka, namun walaupun status mafqudnya perwaris telah jelas akan tetapi jika kondisi ahli warisnya adalah satu- satunya ahli waris yang ada maka pembagian warisan tersebut harus ditangguhkan hingga jelas permasalahannya. 119 Didalam hal permohonan harta pasca bencana dan gempa bumi tsunami, terhadap status pemilik dan ahli waris harta tersebut ditetapkan sebagai pemilik atau ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya karena tsunami dan terhadap harta-harta tersebut diidentifikasikan sebagai harta yang tidak ada pemilik atau ahli warisnya dan kemudian menunjuk Baitul Mal sebagai pengelolanya. Status harta tersebut tergantung pada status pemiliknya, jika pemilik dan ahli warisnya tidak diketahui maka status harta tersebut ditangguhkan dahulu hingga jelas permasalahannya, yang mana didalam proses tersebut harta dikelola oleh Baitul Mal selama 25 tahun sebelum 119 H.E Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, Hal. 372. Universitas Sumatera Utara 79 harta tersebut menjadi harta umat jika memang selama masa penangguhan tersebut tidak ada orang atau ahli waris yang muncul sebagai pemilik harta tersebut. Dari paparan tersebut diatas, dapat dilihat bahwa antara peraturan yang diatur di dalam KUHPerdata dengan peraturan yang diatur didalam hukum Islam tidak terdapat perbedaan yang sangat signifikan karena pada intinya tujuannya adalah sama yaitu untuk melindungi harta yang pemilik atau ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya, dengan kata lain status harta tersebut menjadi harta yang terlantar ketika status pemilik atau ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya dan untuk itu undang-undang berkewajiban melindungi harta tersebut dari penguasaan orang yang tidak mempunyai hak atas harta tersebut dengan memberikan tindakan pengurusan harta peninggalan tidak terurus Onbeheerde Nalatenscaap dan pengelolaannya kepada Baitul Mal khusus bagi orang Islam dan kepada Balai Harta Peninggalan bagi orang yang non Islam.

B. Objek harta yang tidak diketahui pemiliknya yang dapat dikelola oleh Baitul Mal.

Didalam peraturan Gubernur nomor 11 Tahun 2010 tentang pengelolaan harta agama yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya serta perwalian menyatakan bahwa semua harta yang dapat dikelola oleh Baitul Mal disebut sebagai harta agama, pengertian harta agama yang dimaksud adalah kekayaan umat islam yang bersumber Universitas Sumatera Utara 80 dari zakat, infaq, sadakah, wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan dan lain-lain. 120 Berdasarkan perumusan dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya juga merupakan bagian dari harta agama, namun disebutkan secara khusus sebagai harta agama yang diperoleh berdasarkan undang-undang nomor 48 tahun 2007 yang terdiri dari, tanah, simpanan nasabah di Bank, dan harta kekayaan yang pemiliknya dan ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya, 121 harta agama yang merupakan harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli waris dibagi kedalam 3 tiga kategori:

1. Tanah