Tanah Peran dan Tanggung Jawab Baitul Mal Dalam Pengelolaan Harta Kekayaan yang Tidak Diketahui Pemilik Dan Ahli Warisnya (Studi di Baitul Mal Kota Banda Aceh)

80 dari zakat, infaq, sadakah, wakaf, hibah, meusara, harta wasiat, harta warisan dan lain-lain. 120 Berdasarkan perumusan dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya juga merupakan bagian dari harta agama, namun disebutkan secara khusus sebagai harta agama yang diperoleh berdasarkan undang-undang nomor 48 tahun 2007 yang terdiri dari, tanah, simpanan nasabah di Bank, dan harta kekayaan yang pemiliknya dan ahli warisnya tidak diketahui keberadaannya, 121 harta agama yang merupakan harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli waris dibagi kedalam 3 tiga kategori:

1. Tanah

Tanah adalah salah satu sumber daya alam yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia, karena tanah berperan penting dalam menentukan kualitas hidup manusia itu sendiri, namun dalam hal menguasai tanah oleh manusia sangat erat dengan permasalahan status tanah tersebut. Permasalahan tanah juga tidak terlepas dari politik pertanahan yang diatur oleh Undang-Undang Pokok Agraria UUPA yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur semua permasalahan yang menyangkut agraria di Indonesia untuk mencapai kemakmuran sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat 120 Pasal 1 poin ke 4 Peraturan Gubernur tentang pengelolaan harta agama yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya serta perwalian. 121 Pasal 1 poin ke 5 Peraturan Gubernur tentang pengelolaan harta agama yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya serta perwalian. Universitas Sumatera Utara 81 Indonesia, kewenangan pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan terbagi didalam 2 bentuk kewenangan, yaitu kewenangan formal dan kewenangan subtansial. 122 Kewenangan formal adalah kewenangan pemerintah untuk mengatur bidang agraria berdasarkan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang dikandung didalamnya dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi kepentingan rakyat. Selanjutnya pasal 33 UUD 1945 ini menjadi dasar dalam pembentukan peraturan-peraturan yang menyangkut Agraria, baik dalam bentuk Perundang-undangan maupun dalam bentuk peraturan yang lain yang lebih rendah sesuai dengan hierarkis peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sedangkan status tanah menurut Undang-undang Pokok Agraria UUPA dibedakan atas dua macam, yaitu tanah hak dan tanah Negara. Tanah hak adalah tanah yang dipunyai oleh orang atau badan hukum dengan jenis-jenis hak seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atau hak pengelolaan. Sedangkan tanah Negara adalah tanah yang belum dimiliki haknya oleh orang atau badan hukum dengan hak-hak yang disebutkan diatas, tanah tersebut ada kualitasnya 122 Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahman Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, Hal. 1. Universitas Sumatera Utara 82 sebagai tanah yang langsung dikuasai oleh Negara dan ada juga yang kualitasnya sebagai kekayaan Negara atau asset instansi pemerintah. 123 Adapun sistematika status tanah dan jenis hak yang melekat pada status tanah dalam sistem hukum agraria di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Hak Bangsa Indonesia, sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, yang beraspek hukum keperdataan dan hukum publik. Semua hak-hak atas tanah, secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa, hak bangsa ini bersifat abadi, artinya hubungannya akan berlangsung terus menerus tiada terputus-putus selamanya. Dan selanjutnya, tidak ada sejengkal tanahpun di Indonesia yang res nullies tidak bertuan, Hak Bangsa meliputi semua tanah di bumi Indonesia. 2. Hak menguasai dari negara yang bersumber dari Hak Bangsa yang beraspek hukum publik semata. Pelaksanaan dari hak menguasai negara ini, kewenangannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain pihak ketiga dalam bentuk hak pengelolaan. 3. Hak Ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada. 4. Hak-hak penguasaan individual, terdiri atas: a. hak-hak atas tanah, meliputi: Primer: hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai yang diberikan oleh negara. Sekunder: Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, yang diberikan oleh pemilik tanah, hak gadai, hak Usaha, hak menumpang, hak sewa dan lain-lain. b. Hak Wakaf, hak individual yang berasal dari hak milik yang sudah diwakafkan dan mempunyai kedudukan khusus dalam hukum tanah nasional. c. Hak Jaminan atas tanah, yang disebut Hak Tanggungan. 124 Dari gambaran tentang status tanah dan jenis hak atas tanah yang kewenangan pengaturannya ada pada negara tersebut, maka peran negara sangatlah besar di dalam pemberian status hak atas tanah berdasarkan status tanah tersebut, namun walaupun 123 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, Hal. 21. 124 Alvi Syahrin, Beberapa Masalah Hukum, Sofmedia, 2009, Hal. 42. Universitas Sumatera Utara 83 telah diatur secara tegas dalam perundang-undangan, permasalahan yang timbul menyangkut tanah yang berstatus hak merupakan permasalahan yang sangat sering dijumpai didalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya dengan permasalahan tanah pasca kejadian tsunami yang menimpa Propinsi Aceh Dan Nias, berdasarkan laporan tahunan Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi di Nanggroe Aceh Darussalam mencatat ada sekitar 20 kabupatenkota, 150 kecamatan, dan 41.500 desa rusak 125 dan akibatnya lebih kurang 180.547 H wilayah yang rusak 126 Tsunami telah menyebabkab hilangnya dokumen-dokumen seperti bukti kepemilikan tanah dan bukti identitas diri yang menunjukkan hak atas tanah tersebut sehingga menyulitkan seseorang membuktikan hak atas tanah yang dimilikinya tersebut, sehingga para pemilik atau para ahli waris tanah rentan akan permasalahan kehilangan hak atas tanah tersebut. Adapun permasalahan tanah yang timbul pasca tsunami tersebut dapat dilihat dari subjek hukum tanah dan objek hukum tanah tersebut: 1. objek hukum tanah a. secara fisik tanahnya ada namun batas tanahnya tidak jelas lagi. Terhadap tanah ini, hak atas tidak menjadi hapus, namun akan diukur kembali dan dikeluarkan sertifikat baru dengan mekanisme penetapan batas tanah berdasarkan ketentuan yang berlaku. 125 Mengisi Bangunan Pemulihan, Laporan Tahunan 2007 Badan Pelaksana Rehabilitasi dan Rekontruksi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias, Mei 2008, hal 162. 126 Kata Hati Institute, Proteksi Hukum atas Stastus Tanah Korban Paska Bancana Gempa Bumi dan Tsunami, laporan Analisis Kebijakan Kata Hati Institute, 2005, Hal. 2. Universitas Sumatera Utara 84 b. Secara fisik tanahnya musnah. Definisi tentang tanah musnah tersebut dapat dilihat dalam pasal 1 poin 2 undang-undang nomor 48 tahun 2007 yang mendefenisikan tanah musnah sebagai tanah yang telah berubah bentuk dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasikan lagi sehingga tidak dapat difungsikan dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, sedangkan menurut Budi Harsono tanah musnah adalah tanah yang hilang karena proses alamiah atau bencana alam, sehingga tidak dapat dikuasai lagi secara fisik dan tidak dapat dipergunakan lagi karena tidak diketahui lagi keberadaannya secara fisik. 127 Terhadap tanah tersebut akan diganti oleh pemerintah melalui pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi yang dilakukan oleh pemerintah. 2. Subjek hukum Subjek hukum adalah setiap orang yang menguasai tanah tersebut, baik terhadap tanah yang telah mempunyai sertifikat maupun belum memiliki sertifikat, dan pemilik tanah tersebut terdiri dari: a. Pemilik tanah yang masih ada. b. Pemilik tanah atau ahli warisnya yang tidak ada lagi. Terhadap tanah ini yang kemudian menjadi objek pengelolaan Baitul Mal. Sebagai solusi terhadap permasalahan tanah tersebut, pemerintah kemudian membuat program rekontruksi sistem administrasi tanah yang disebut dengan 127 Budi Harsono , Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 2003, Hal. 334. Universitas Sumatera Utara 85 RALAS Reconstruction of Aceh Land Administration System, yang mana tujuan dari program ini adalah: 128 1. Pemulihan dan perlindungan hak atas tanah masyarakat di daerah yang terkena dampak tsunami 2. Pembangunan kembali sistem pertanahan 3. Peningkatan jaminan kepastian hak atas tanah dan peningkatan efesiensi dan transparansi serta memperbaiki kualitas pelayanan pemberian hak atas tanah dan pendaftarannya 4. Perbaikan kapasitas pemerintah daerah untuk melaksanakan fungsi manajemen pertanahan secara efesien dan transparan. Adapun program Ralas tersebut merupakan penyelesaian secara hukum Agraria administrasi yang memberikan kewenangan kepada pejabat karena diberikan kewenangan dalam menjalankan praktek hukum negara dan mengambil tindakan dari masalah-masalah agraria yang timbul, antara lain seperti pendaftaran tanah, pengadaan tanah dan pencabutan hak atas tanah. 129 Program ralas ini merupakan salah satu solusi terhadap persoalan pertanahan menyangkut hak-hak keperdataan masyarakat korban tsunami khususnya bagi pemilik yang kehilangan sertifikat tanah, namun tidak semua permasalahan pertanahan dapat diselesaikan melalui program RALAS ini seperti permasalahan hukum yang menyangkut hak-hak keperdataan masyarakat korban tsunami seperti 128 Kata Hati Institute, Op.cit, Hal. 5 129 Urip Santoso. Hukum Agraria dan Hak-hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2008, Hal. 7 Universitas Sumatera Utara 86 permasalahan status hukum atas tanah yang tidak diketahui pemilik atau ahli warisnya, untuk permasalahan tersebut pemerintah melalui undang nomor 48 tahun 2007 memberikan kewenangan kepada Mahkamah Syariah dalam memutuskannya dan menentukan status pemilik tanah tersebut dan kemudian menunjuk Baitul Mal Aceh untuk mengelolanya.

2. Simpanan nasabah di bank