Kebiasaan Merokok Keluarga PEMBAHASAN

dan disampaikan. Hal ini di dukung pula dengan pengetahuandan kesadaran ibu yang rendah. Dari tabel 4.5 distribusi penghasilan orangtua responden memilikipenghasilan dibawah Rp 1.201.000,- sebanyak 25 responden 35,7. Inimenunjukkan bahwa penghasilan orangtua responden belum memenuhi standart UMP yang telah ditetapkan oleh pemerintah Aceh. Sehinggapenulis berasumsi bahwa keluarga menggunakan sebagian penghasilannyayang seharusnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan dasar menjadi untukmembeli rokok. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yangdilaksanakan di delapan negara di Asia Tenggara yang menyatakan bahwakaum miskin menghabiskan lebih banyak tembakau daripada mereka yangkaya. Rafei, 2007.

5.2. Kebiasaan Merokok Keluarga

Sosial budaya di dalam keluarga akan memengaruhi perilakuseseorang. Sosialbudaya merupakan kebiasaan, tata kelakuan, norma dan nilaiyang terdapat di dalam keluarga yang membentuk perilaku anggota keluarga.Dapat dilihat juga dari tabel 4.6 bahwa hanya 3 responden 4,3 yangtidak memiliki anggota keluarga perokok. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 67 responden 95,7 memiliki anggota keluarga perokok minimal orang di dalam keluarganya. Hal ini sejalan dengan penelitian Purba 2009yang menyatakan bahwa ada hubungan antara ada atau tidak ada anggota keluarga responden yang merokok dengan kebiasaan merokok di SMUParulian 1 Medan. Hal ini sejalan dengan penelitian Zuliyyati 2003 Hampirdi setiap keluarga siswa terdapat perokok, sebanyak 35 siswa 43,8mempunyai jumlah anggota keluarga perokok 1 orang, kemudian 28 siswa 35,0 perokok 2 orang, kemudian 10 siswa 12,5 perokok 3 orang, dankemudian 5 siswa 6,39 perokok 4 orang di keluarganya. Anggota keluargaperokok terbanyak adalah bapak 50 disusul kakak 20,8 dan semuaorang dewasa merokok lainnya yang ada dalam keluarga 29,2. Dapat juga dilihat pada tabel 4.7 bahwa jumlah keluarga respondenyang merokok sehabis makan sebanyak 54 responden 77,1. Dari tabel 4.8juga dapat dilihat bahwa keluarga responden yang memiliki kebiasaanmerokok saat menonton televisi sebanyak 55 responden 78,6. Sedangkanuntuk jumlah keluarga responden yang merokok saat bersama keluarga dapatdilihat pada tabel 4.9 sebanyak 52 responden 74,3 memiliki keluarga yangmerokok saat bersama anggota keluarga lainnya. Hal ini sejalan dengan hasilpenelitian Ambarita 2010 memperoleh bahwa responden perokok memilikiorangtua saudara yang tidak merokok sebanyak 38,5 dan yang aktifmerokok sebanyak 61,5. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokokdiperoleh dari proses imitasi atau peniruan dimana dalam hal ini yang menjadimodel yang perilakunya akan ditiru adalah orang tua saudara. Bandura menyatakan dalam teori social learning bahwa perilakumodel adalah sumber informasi bagi pihak pengamat. Dimana perilakumerupakan hasil dari interaksi terus menerus antara variable individu danlingkungannya. Artinya proses imitasi dapat terjadi dikarenakan individupengamat mengalami interaksi yang terus menerus dengan model yang dalamhal ini adalah orang tuasaudara yang merupakan perokok. Hal ini didukungoleh pernyataan Eggmose dalam Rochadi 2004 yang menyatakan bahwaperilaku merokok itu menular yaitu bila salah satu anggota keluarga merokokmaka anggota keluarga yang lain akan ikut merokok. Menurut asumsi peneliti,terjadi proses imitasi melalui pengamatan yang cukup lama terhadap anggotakeluarga yang merokok hingga responden mengadopsi perilaku merokok. Pada tabel 4.10 dapat kita lihat bahwa sebanyak 60 responden 85,7tersedia asbak rokok dirumahnya. Peneliti berasumsi bahwa hal ini merupakan wujud positif keluarga tersebut terhadap perilaku merokok. Artinyakeluarga tersebut masih menyediakan fasilitas untuk para perokok, Hal inidapat memicu timbulnya perilaku merokok dalam anggota keluarga tersebut.Hal ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Green dalam Notoatmodjo 2005 bahwa faktor perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor yaitu : 1. Faktor predisposisi yaitu faktor faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap,keyakinan, kepercayaan, tradisi, dll. 2. Faktor pemungkin yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Dalam hal ini adalah tersedianya asbakrokok trsebut. 3. Faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Sikap orang tua yang ditunjukkan dari menyediakan asbak rokok dirumah merupakan salah satu faktor yang memperkuat terjadinyaperilaku merokok tersebut. Wujud permisif anggota keluarga akan memengaruhi perilakumerokok remaja. Salah satu wujud permisif mengenai kebiasaan merokok dikeluarga adalah tindakan orang tua menasehati jika ada anggota keluarga lainyang merokok di keluarga tersebut. Pada penelitian ini dapat kita lihat hasil pada tabel 4.12 bahwa terdapat 78 orang tua responden akan menasihatiresponden jika merokok. hal ini merupakan wujud adanya sikap tidak setuju dari orang tua. Sehingga orang tua akan menasihati anaknya mengenai bahayamerokok itu sendiri. Pada tabel 4.11 dapat kita lihat bahwa terdapat 55,7 anggota keluargaresponden merokok jika ada masalah. Sementara sebanyak 44,3 tidakmerokok jika ada masalah. Asumsi peneliti bahwa perbedaan yang kecilmembuktikan bahwa merokok memberikan efek psikologis terhadap keluargaresponden. Hal ini didukung oleh pernyataan Laventhal dan Cleary dalam Amaliani 2012 yangmenyatakan bahwa motif seseorang terbagi menjadi dua motif utama yaitufaktor psikologis dan faktor biologis. Adapun pembagian faktor psikologisadalah sebagai berikut : 1. Kebiasaan. Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harustetap dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif ataupun positif 2. Reaksi emosi yang positif Merokok digunakan untuk menghasilkan emosi yang positif misalnya rasa senang, relaksasi dan kenikmatan rasa. 3. Reaksi penurunan emosi Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain. Pada poin ini lah keluarga responden merokok untuk menghilangkan kecemasan dari masalah yang di hadapinya. 4. Alasan sosial Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok, identifikasi dengan perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang. Pada tabel 4.13 Dapat dilihat bahwa sebanyak 63 responden 87,1memiliki larangan merokok di keluarganya. Pada tabel 4.14 dapat kita lihat bahwa sebanyak 61 responden 85,9 menyatakan bahwa dalamkeluarganya usia diizinkan merokok adalah 20 tahun keatas. Sehingga dapatkita lihat pada tabel 4.28 yang menunjukkan bahwa sebanyak 51 responden 72,9 tidak merokok di lingkungan rumah. Pada tabel 4.15 dapat dilihat bahwa sebanyak 63 orang tua responden 90,0 akan marah jika mengetahui responden merokok. Pada tabel 4.16 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 29 responden 41,4 mendapatkan sanksi berupa dipukuldicubit oleh orang tua jika ketahuan merokok. Sedangkan 32 responden 45,7 mengungkapkan tidakakan diberi uang saku jika merokok. Dari hasil uji Chi Square ditemukanadanya hubungan antara jenis sanksi yang diberikan dengan tindakanmerokok responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Komalasari 2000 yang menyatakan bahwa sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja merupakan faktor yang cukup baik terhadap perilakumerokok remaja. Hal ini berarti bahwa selain lingkungan teman sebaya,lingkungan keluarga juga memberikan sumbangan yang berarti dalamperilaku merokok remaja. Hasil penelitian ini didukung oleh teori Conditioning Watson bahwatingkah laku terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus dan respon yangbaru melalui “conditioning”. Artinya perilaku individu dapat dibentuk jika adasituasi yang dikondisikan berupa hadiah atau hukuman. Misalnya akanmendapat hukuman atau akan dimarahi oleh orang tua jika merokok, makasebisa mungkin individu tidak akan merokok atau tidak merokok disekitarlingkungan keluarganya. Hal ini diperkuat pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Theodorus1994 yang mengatakan bahwa keluarga perokok sangat berperan terhadapperilaku merokok anak anaknya dibandingkan keluarga non perokok. Dalamhal ini menurut pandangan Social Cognitive Learning Theory merokok bukansemata mata proses belajar pengamatan anak terhadap orang tua atausaudaranya, tetapi adanya pengukuhan positif dari orang tua dan konsekuensi- konsekuensiyang dirasakan menguntungkan. Artinya jika tidak adapengukuhan dari orang tua atau cenderung mendapatkan sikap yangmenyangkal dari orang tua sehingga individu hanya akan merasa memperolehkonsekuensi yang merugikan maka individu tersebut akan memilih untuktidak melakukan tindakan tersebut, dalam hal ini tidak merokok. Jika sumber informasi diperoleh dari sumber yang benar maka perilakumerokok dapat dihindari. Namun jika sumber informasi menyampaikan halyang tidak benar maka perilaku merokok cenderung meningkat. Sesuaidengan teori yang dikemukakan oleh Shenandu B. Kar dalam Notoatmodjo2010 bahwa salah satu determinan perilaku adalah terjangkaunya informasiaccessibility of information yaitu tersedianya informasi- informasi terkaitdengan tindakan yang akan di ambil oleh seseorang. Dari tabel 4.17 diketahui bahwa sebanyak 63 responden 90,0mendapatkan informasi mengenai bahaya rokok dari orang tua mereka. Halini sejalan dengan larangan orang tua responden dalam hal merokok. Penelitiberasumsi hal ini disampaikan oleh sebagian besar orang tua responden ketikaresponden sudah mulai merokok. Jika hal ini disampaikan sebelum respondenmerokok, maka responden dapat menolak perilaku merokok tersebut. Hal ini dapat diketahui dari tabel 4.18 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 60 responden 85,7 mengatakan bahwa mereka mengenalrokok dari temannya. Sumber informasi akan memengaruhi persepsi remajamengenai rokok tersebut. Peneliti berasumsi bahwa kemungkinan kecil jikateman akan menyampaikan informasi mengenai bahaya merokok. Hal inisesuai dengan penelitian Santoso 2008 faktor teman sebaya dan faktor iklanmempunyai pengaruh terhadap perilaku merokok. Hal ini menunjukkanbahwa persepsi yang diiklankan oleh iklan rokok dan nilai nilai yang disampaikan oleh teman diterima oleh remaja tersebut. Jika orang tuamenyampaikan nilai nilai mengenai bahaya merokok lebih awal hal ini dapatmencegah perilaku merokok pada remaja.

5.3. Self Concept