Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki

(1)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

GAMBARAN PERILAKU MEROKOK

PADA REMAJA LAKI-LAKI

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh :

ADISTI AMELIA

051301020

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Maret 2009 Adisti Amelia : 051301020

Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja Laki-Laki 1xxx + 133 Halaman + 3 Tabel + 2 Lampiran

Perilaku merokok merupakan sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap tembakau serta menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang disekitarnya (Levy, 1984). Prevalensi perokok laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan, dimana prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15 – 19 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki. Pengambilan data menggunakan metode kualitatif dengan jumlah responden sebanyak tiga orang remaja akhir laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga subjek mempunyai persamaan faktor yang menyebabkan perilaku merokok yaitu pengaruh orangtua, pengaruh teman sebaya dan faktor kepribadian. Ketiga subjek melewati tahapan perilaku merokok yaitu tahap persiapan, tahap permulaan, tahap menjadi seorang perokok dan tahap mempertahankan perilaku merokok melalui proses yang hampir sama.


(3)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur marilah kita panjatkan kepada Allah Subhanallahu Wata’ala yang telah memberikan begitu banyak rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dengan judul ”Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja Laki-laki”. Tak lupa shalawat beriring salam saya haturkan kepada Baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang Insya Allah menjadi suri teladan dalam setiap langkah kehidupan kita semua.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta, Zumar Fitri; dan Ayahanda tersayang Sri Sujarwo atas segala cinta, kasih sayang, do’a serta dukungannya baik moril maupun materil yang selalu menyertai langkah penulis walaupun berada jauh di kota yang terpisah. Semoga Allah SWT selalu mencurahkan kebahagiaan kepada keduanya, di dunia maupun di akhirat. Tak lupa pula kepada adik-adikku, Dimas Pangestu dan Widya Pangestika yang selalu memberikan kekuatan dan menjadi penghibur di saat-saat penuh tantangan. Semoga kita selalu berada dalam lindungan-Nya dan menjadi keluarga yang harmonis dan saling mendukung satu sama lain. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp.A.(K), selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.


(4)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

2. Ibu Eka Ervika, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi. Terimakasih telah bersedia meluangkan waktu dan menjadi pembimbing bagi penulis dengan penuh kesabaran, pengertian dan semangat memberikan masukan, arahan, saran dan kritikan serta energi baru sehingga sangat membantu penulis dalam memahami dan menemukan esensi dari sebuah penelitian dan pada akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini meskipun berada di tengah-tengah kesibukan yang sangat padat dan rintangan yang sangat berat.

3. Ibu Elvi Andriani Yusuf, M.Si, selaku dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas perhatian, bimbingan, masukan dan nasehat ibu dari awal saya kuliah sampai saat ini.

4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama perkuliahan: Pak Iskandar, Pak Aswan, Pak Wanto, Kak Ari, Kak Devi, Bang Ali, Bu Ila dan Bu Ida yang selama ini membantu dalam urusan administrasi. Terima kasih ya.

5. Bunda Nana (guru dan bunda terbaik) yang telah bersedia mendengarkan keluh kesah ku, walaupun jauh tapi tetap memberikan doanya, makasih bunda. 6. Para senior Psikologi, terutama K’Kiki, K’Kaka (maaf ya kak atas telponnya

malam-malam), K’Indi, K’Ikun, yang telah bersedia mendengarkan keluh kesah penulis serta berbagi ilmu dan memberikan masukan bagi penyelesaian skripsi ini.

7. Sahabat-sahabatku, Roro, Kinan, Sevi, Mita, Acid, Enoq, Eca, Mirna, Vicky, terimakasih untuk brainstorming, dukungan, semangat, kritik,


(5)

marah-Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

marahnya dan semuanya, kalian yang terbaik. Mbak, Rayi, Acido, Noka, Mair, Pikang, Kina cepat nyusul ya...

8. Teman seperjuangan angkatan 2005, terutama dini dan tika, ayo semangat!!! 9. Hery, Rama, Nanda, Niko, Dema, Ayu, Mas Sunarto, Heri, terimakasih

banyak atas kritik, dukungan, waktunya untuk menjadi tempat curahanku (dari mulai aku good mood sampai bad mood). Boy, Ais dan Ari, terimakasih atas dukungannya.

10. Anak kos 10 M, Kak Andre, Kak Ana, Ririn dan Sari terima kasih atas dukungannya selama hampir 4 tahun menjalani kehidupan sebagai anak kos.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Medan, Maret 2009

Penulis Adisti Amelia


(6)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Kata Pengantar... i

Daftar Isi ... iv

BAB I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian... 15

D. Manfaat Penelitian... 15

1. Manfaat Teorits ... 15

2. Manfaat Praktis ... 15

E. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II. LANDASAN TEORI ... 18

A. Perilaku Merokok... 18

1. Definisi Perilaku Merokok... 18

2. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja... 19

3. Tahap dalam Perilaku Merokok ... 21

4. Tipe-tipe Perokok ...25

5. Tipe Perilaku Merokok... 26

6. Dampak Perilaku Merokok ... 28

B. Remaja...29

1. Definisi Remaja ...29


(7)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

3. Remaja dan Teman Sebaya ...32

C. Gambaran Perilaku Merokok pada Remaja Laki –Laki...34

D. Paradigma Perilaku Merokok pada Remaja Laki -Laki ...37

BAB III. METODE PENELITIAN ...38

A. Pendekatan Kualitatif...38

B. Subyek Penelitian ...40

1. Karakteristik Subjek Penelitian ... 40

2. Jumlah Subjek Penelitian ...40

3. Teknik Pengambilan Sampel ...41

4. Lokasi Penelitian ...42

C. Metode Pengumpulan Data...42

1. Wawancara ...42

D. Alat Bantu Pengumpulan data ...43

1. Pedoman Wawancara...44

2 Alat Perekam (Tape Recorder) ...44

E. Kredibilitas Penelitian... 45

F. Prosedur Penelitian...46

1. Tahap Persiapan Penelitian...46

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian...47

3. Tahap Pencatatan Data...49

G. Prosedur Pengolahan Data...49

BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI...51


(8)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

1. Subjek I... ...51

2. Subjek II ... .... 51

3. Subjek III...51

B. Analisa Data 1. Subjek I ... ...53

2. Subjek II ... ...69

3. Subjek III... ...87

C. Interpretasi Data...104

1. Subjek I...104

2. Subjek II...108

3. Subjek III...114

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN...123

A. Kesimpulan...123

B. Diskusi ... ..125

C. Saran ... ..127

1. Saran Praktis... ...127

2. Saran Penelitian Selanjutnya ... ..128 DAFTAR PUSTAKA


(9)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap individu dan masyarakat dunia tahu bahwa merokok itu mengganggu kesehatan. Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional. Sering sekali kita melihat orang merokok dimana-mana dalam kehidupan sehari-hari baik di kantor, di pasar ataupun tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah tangga sendiri (Aditama, 1996). Jumlah konsumsi rokok di Indonesia, menurut Tobacco 2002, menempati posisi tertinggi di dunia, yaitu sebesar 1, 634 triliun batang. Mengikuti China sebanyak 451 miliar batang, Amerika Serikat sebanyak 328 miliar batang, Jepang sebanyak 286 miliar batang, dan Rusia sebanyak 215 miliar batang.

Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut jika dilihat dari sisi individu yang bersangkutan. Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonosikda) dan tar dapat menimbulkan berbagai penyakit jika dilihat dari sisi kesehatan. Bahan kimia ini akan memacu kerja susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal & Hammen dalam Komasari & Helmi, 2000), menstimuli penyakit kanker dan juga berbagai penyakit lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru dan


(10)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

bronkitis kronis (dalam Komasari & Helmi, 2000). Bagi Ibu hamil, rokok dapat menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat, dan mengalami gangguan dalam perkembangan (Davidson & Neal dalam Komasari & Helmi, 2000).

Merokok juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi orang yang berada di sekeliling perokok. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Sarafino, 1994). Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku merokok tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan ‘fenomenal. Artinya, meskipun sudah diketahui akibat negatif dari merokok tetapi jumlah perokok bukan semakin menurun tetapi semakin meningkat.

Masalah rokok sudah menjadi masalah nasional. Pemerintah Provinsi DKI telah menerbitkan Peraturan Gubernur No.75/2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Peraturan ini merupakan turunan dari Perda No.2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (“Peraturan Gubernur Larangan Merokok Mulai Disosialisasikan”, 2005). Peraturan ini sudah mulai disosialisasikan dari tahun 2005, tapi hingga saat ini masih banyak kita melihat orang merokok dimana saja tanpa mempedulikan peraturan yang telah dikeluarkan. Langkah selanjutnya dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan mengeluarkan fatwa yang menyebutkan bahwa “Merokok itu Haram” pada tanggal 12 Agustus 2008. Fatwa ini dikeluarkan dengan alasan merokok itu hukumnya makruh dan mendekati haram, banyak dilanggarnya peraturan pemerintah tentang merokok melalui PP/Perda yang dikeluarkan, merokok tidak memiliki manfaat apapun khususnya


(11)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

pada anak-anak, dan lain-lain (”MUI akhirnya mengeluarkan fatwa merokok itu haram”, 2008). Banyak terjadi pro dan kontra terhadap fatwa yang dikeluarkan ini. Orang yang pro terhadap fatwa ini berpendapat bahwa fatwa ini tidak perlu dikeluarkan, karena merokok itu tidak merugikan orang lain. Hal ini diungkapkan oleh Hendra (dalam ”MUI akhirnya mengeluarkan fatwa merokok itu haram”, 2008):

“MUI mestinya membuat fatwa kalau orang koruptor dipotong tangannya, tempat pelacuran di tutup jangan di legalkan, ngapain urusin orang merokok, perokok yang matikan dirinya sendiri tidak merugikan orang lain. malah membuat lapangan pekerjaan”.

Ada juga yang kontra terhadap dikeluarkannya fatwa ini. Mereka beranggapan bahwa rokok itu tidak ada gunanya jika dilihat dari segala sisi. Hal ini diungkapkan oleh Heru (dalam ”MUI akhirnya mengeluarkan fatwa merokok itu haram”, 2008):

“Saya sangat setuju, karena merokok perbuatan mubazir, dan mubazir itu adalah kawannya setan. Oleh karenanya sangat setuju apabila MUI mengeluarkan fatwa rokok hukumnya haram. Ditinjau dari segi manapun tidak ada manfaatnya”.

Fatwa yang dikeluarkan oleh MUI ini merupakan salah satu cara yang dijalankan agar orang dapat berhenti mengkonsumsi rokok, tapi pada kenyataan orang yang mengkonsumsi rokok terus meningkat. Kebiasaan merokok dimulai dengan adanya rokok pertama. Smet (1994) mengatakan, bahwa mulai merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino, 1994). Merokok bukan hanya identik dengan pria dewasa, tapi juga pada remaja laki-laki. Smet (dalam Komasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa usia pertama kali


(12)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

merokok pada umumnya berkisar antara 11 – 13 tahun dan pada umumnya individu pada usia tersebut merokok sebelum usia 18 tahun. Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan mereka mengalami ketergantungan nikotin (Laventhal dan Cleary dalam Oskamp, 1984).

Penelitian yang dilakukan oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) WHO pada 2006 mengungkap bahwa 37,3% anak-anak usia 13 hingga 15 tahun di Indonesia pernah merokok. Penelitian lanjutan dilakukan GYTS pada tahun 2007 yang manghasilkan bahwa jumlah perokok anak usia 13-18 tahun di Indonesia menduduki peringkat pertama di Asia. Bahkan tiga dari sepuluh pelajar SMP di Indonesia (30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah ini diperkirakan terus meningkat 4% tiap tahunnya (“Identitas sebatang rokok”, 2008). Menurut hasil survei yang dilaksanakan oleh GYTS di Jakarta, Bekasi dan Medan, didapatkan bahwa di Jakarta didapatkan 34 % murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 16,6 % saat ini masih merokok. Terdapat 33 % murid sekolah usia SMP di Bekasi pernah merokok dan sebanyak 17,1 % saat ini masih merokok. Demikian halnya di Medan, didapatkan 34,9 % murid sekolah usia SMP pernah merokok dan sebanyak 20,9 % saat ini masih merokok (“Survei merokok pada remaja, 2007”).

Sirait (2001) menyatakan bahwa perokok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan, jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15-19 tahun. Remaja laki-laki-laki-laki pada umumnya


(13)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

mengkonsumsi 11-20 batang/hari (49,8%) dan yang mengkonsumsi lebih dari 20 batang/hari sebesar 5,6%. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) menemukan 27,1% dari 1961 responden pelajar pria SMA/SMK sudah mulai merokok atau bahkan terbiasa merokok, umumnya siswa kelas satu menghisap satu sampai empat batang perhari, sementara siswa kelas tiga mengkonsumsi rokok lebih dari sepuluh batang perhari.

Perilaku merokok banyak dilakukan pada masa remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Terdapat berbagai pendapat tentang pembatasan usia remaja, rata-rata dimulai dari usia 12 tahun sampai akhir usia belasan. Periode remaja merupakan periode yang penting karena pada masa ini terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang pesat (Atkinson dkk, 1993). Hurlock (1999) membagi perubahan fisik pada remaja menjadi 2 (dua) jenis perubahan, yaitu perubahan eksternal dan perubahan internal. Perubahan eksternal meliputi perubahan tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks dan ciri-ciri seks sekunder. Perubahan internal juga terjadi, misalnya terjadi perubahan di sistem pencernaan, sistem peredaran darah, sistem pernapasan, sistem endokrin dan jaringan tubuh. Remaja juga akan mengalami perubahan emosional yang kemudian tercermin dalam sikap dan tingkah laku. Perkembangan kepribadian pada masa ini dipengaruhi tidak saja oleh orang tua dan lingkungan keluarga, tetapi juga lingkungan sekolah maupun teman-teman pergaulan di luar sekolah.

Erikson (Papalia, 2008) mengatakan remaja mengalami krisis aspek psikososial pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang


(14)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

mencari jati dirinya. Masa remaja sering dilukiskan sebagai masa storm dan stress karena ketidaksesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang dan belum diimbangi oleh perkembangan psikososial. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Remaja sering bertingkah laku yang membuat mereka merasa seperti orang dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI tahun 1999 menghasilkan bahwa remaja yang pemah menggunakan narkoba 5,8 % dari total responden 8.058 orang, 15 % pernah minum-minuman keras dan sebesar 46,6 % merokok (Rozy, 2001). Hal-hal seperti ini membuat remaja sering dibicarakan dan menjadi sorotan. Secara psikologis masa remaja merupakan masa persiapan terakhir dan menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan kepribadian selanjutnya yaitu menjadi dewasa.

Prevalensi perokok remaja laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Hal ini dapat dikaitkan dengan stres yang dialami oleh remaja. Sebuah studi menemukan bahwa bagi kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stres yang mereka alami. Semakin besar stres yang mereka alami, semakin banyak rokok yang mereka konsumsi. Compas (dalam Ormachea, 2004) mengatakan bahwa remaja laki-laki paling sering mengalami konflik dengan orangtua dan guru. Mereka sering menentang aturan-aturan yang ada, baik itu peraturan-aturan yang ada di sekolah maupun di rumah. Remaja laki-laki sering tidak mengerjakan tugas-tugas di sekolah, tidak masuk sekolah,


(15)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

dan melakukan kenakalan-kenakalan lain seperti merokok, menggunakan obat terlarang dan berkelahi dengan teman-temannya.

Menurut Baldwin (2002) sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki-laki cenderung lebih berperilaku agresif. Remaja laki-laki yang mengalami stres akan melakukan perbuatan negatif seperti mengkonsumsi rokok dan alkohol (Hurrelmann dalam Welle, 2004). Perbedaan ketika berada didalam kelompok teman sebaya juga diperlihatkan antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih mudah untuk terpengaruh teman-temannya dalam hal perilaku menyimpang seperti merokok, minum minuman keras dan juga bolos dari sekolah (”Nge-geng, 2008). Hal ini sejalan dengan pernyataan Toni (”Nge-geng, 2008), yaitu:

“Waktu SMP, akibat pengaruh teman-teman, gue sering cabut, merokok, dan minum-minuman keras. Gue nggak mau aja dibilang aneh ma temen gue kalo gue nolak”.

Remaja perempuan biasanya lebih ingin menjalin hubungan harmonis dan hidup sesuai harapan teman sebayanya seperti cara berpakaian yang sama. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Kara (”Nge-geng, 2008):

“Gara-gara satu geng, suka ikut ketularan. Kita kadang beli baju yang modelnya sama. Kita juga sering hunting-hunting sepatu yang lucu-lucu dan beli sama-sama”.

Menurut Lewin (dalam Komasari & Helmi, 2000) perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan faktor lingkungan.


(16)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

Faktor dalam diri remaja seperti perilaku memberontak dan suka mengambil risiko turut mempengaruhi apakah remaja akan mulai merokok. Faktor lingkungan seperti orangtua yang merokok dan teman sebaya yang merokok juga mempengaruhi seorang remaja merokok atau tidak (Sarafino, 1994). Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab perilaku merokok pada remaja adalah pengaruh orangtua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.

Perilaku merokok pada dasarnya adalah perilaku yang dipelajari. Salah satu temuan tentang remaja merokok adalah bahwa remaja yang orangtuanya merokok merupakan agen imitasi yang baik bagi remaja untuk merokok. Orangtua yang merokok akan memberi pengaruh tehadap anak remajanya untuk merokok lebih besar dari pada orangtua yang tidak merokok (“Step parents influence teenage smoking behavior”, 2008). Prokop (1981) (dalam Agriawan, 2001) menyatakan bahwa remaja yang berasal dari keluarga perokok dimana kedua orangtua dan saudara yang lebih tua merokok akan cenderung menjadi perokok 4 kali dibanding anak yang berasal dari keluarga bukan merokok. Suatu riset nasional di Amerika Serikat, diketahui bahwa 14% dari anak-anak yang orangtuanya merokok juga menjadi perokok, sedangkan anak-anak yang merokok dari orangtua yang tidak merokok hanya 6 %.

Hal ini dapat dijelaskan dengan social learning theory. Bandura (dalam Sigelman & Rider, 2003) menyatakan orang dapat belajar mengobservasi perilaku orang lain dan mempraktekkan perilaku tersebut. Peran kognitif sangat penting dalam belajar yang menekankan pada observational learning sebagai mekanisme yang sangat penting pada perubahan perilaku manusia. Observational learning


(17)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

adalah perilaku yang dihasilkan dari mengobservasi perilaku orang lain (disebut model) dengan belajar. Observational learning tidak akan terjadi jika proses kognitif tidak bekerja. Kita harus memberikan perhatian yang penuh terhadap perilaku model, secara aktif mengkoding apa yang kita observasi dan menyimpan informasi ini didalam memori. Faktanya, banyak perilaku yang diingat dan ditampilkan oleh anak hasil dari mengobservasi perilaku model seperti belajar berbicara, makan sambil berbicara dan merokok (dalam Sigelman & Rider, 2003). Jadi, ketika seorang anak mengobservasi perilaku orangtuanya yang merokok, maka anak tersebut akan cenderung menjadi seorang perokok juga.

Pengaruh teman juga menjadi faktor yang menyebabkan remaja merokok, bukan hanya pengaruh orang tua saja. Hal ini sejalan dengan pendapat Abi (bukan nama sebenarnya) yang mengatakan:

“ Bapak, mamak, dan abang Abi nggak merokok kak, Abi pertama kali merokok karena ditawarin kawan kak. Yauda la Abi coba karena nggak enak ma kawan kan, coba-coba-coba teros sampe sekarang Abi merokok kak”. (Komunikasi Personal, 16 Okteber 2008).

Diantara remaja perokok terdapat 87 % mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri dalam Mu’tadin, 2000). Sebuah studi yang dilakukan oleh pusat Nasional untuk penggunaan obat di Universitas Kolombia (dalam Richmond, 2004) menemukan bahwa anak yang mempunyai teman-teman perokok memiliki kemungkinan 9 kali lebih besar untuk menjadi perokok daripada anak yang memiliki teman yang tidak merokok.

Remaja yang melewati perubahan fisik yang cepat mendapatkan kenyamanan dengan bersama orang lain yang juga sedang melewati perubahan


(18)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

yang sama (Papalia, 2008). Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya. Kelompok teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan penting bagi perkembangan kepribadiannya. Ketika remaja berada didalam kelompok teman sebaya, remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Remaja dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya ketika remaja berada didalam kelompok teman sebaya.

Pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh orang tua. Misalnya bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri akibatnya (Hurlock, 1980). Hal ini dapat dijelaskan dengan konsep konformitas yang terjadi pada remaja. Menurut Santrock (1998) konformitas terjadi ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain karena adanya tekanan baik secara langsung atau tidak. Remaja menyerah pada tekanan kelompok secara langsung karena adanya permintaan secara langsung untuk mengikuti apa yang telah dibuat oleh kelompok tersebut. Remaja mengikuti apa yang dibuat oleh kelompok walaupun bukan dasar keinginan dirinya untuk mempertahankan kedudukannya didalam kelompok dan juga agar sama seperti sikap dan perilaku teman-temannya dan agar dirinya tidak dianggap aneh oleh teman-temannya. Santrock juga menambahkan bahwa konformitas kepada norma kelompok terjadi apabila norma tersebut jelas dinyatakan dan individu berada dibawah pengawasan kelompok.


(19)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

Konformitas juga dijelaskan oleh Syamsu (2000) sebagai motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Remaja yang berada didalam kelompok teman sebaya cenderung untuk menyamakan kebiasaan dan budaya temannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan perilaku merokok, dimana remaja akan merokok jika teman sebaya mereka juga merokok. Hal ini sejalan dengan penelitian Nicher (dalam Kimberly, 2003) yang menyebutkan bahwa remaja yang merokok dipengaruhi oleh teman yang berada dikelompoknya yang juga merokok.

Faktor kepribadian juga merupakan faktor yang menyebabkan remaja merokok, karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit, membebaskan diri dari kebosanan (Mu’tadin, 2002). Hasil penelitian Pederson (1997) (dalam Murray, 2000) menyebutkan bahwa remaja yang merokok memiliki skor yang tinggi pada depresi, suka memberontak dan konformitas sosial. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tschann (1994) (dalam Murray, 2000) yang mengatakan bahwa remaja yang menunjukkan emosi stress kemungkinan besar akan menjadi perokok.

Iklan juga memiliki andil dalam menyebabkan remaja merokok. Iklan merupakan media promosi yang sangat ampuh dalam membentuk opini publik di bidang rokok. Iklan-iklan rokok dapat dijumpai dimana saja, mulai dari billboard, spanduk, umbul-umbul, iklan dimedia cetak ataupun elektronik. Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk


(20)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut (Mari Juniarti, 1991 dalam Mu’tadin, 2000).

Iklan rokok tidak henti-hentinya mempengaruhi remaja agar mengkonsumsi rokok. Remaja tidak dapat menghindar dari serbuan 14.249 iklan rokok di media elektronik, diluar ruang dan media cetak (BPOM, 2006 dalam “Masih remaja kok sudah merokok?, 2008”). Gencarnya iklan yang dilakukan oleh industri rokok membuat Global Youth Tobacco Survey Indonesia melakukan survei pada tahun 2006 yang menghasilakan bahwa sebanyak 92,9 % anak-anak terekspos dengan iklan yang berada di papan reklame dan 82,8 % terekspos iklan yang berada di majalah dan koran (“Remaja sasaran empuk industri rokok”, 2007).

Seto Mulyadi (dalam “Anak-anak, merokoklah”, 2007) menyatakan industri rokok memahami teori psikologi perkembangan psikososial Erikson, yang menurut teori ini remaja sedang pada tahap krisis identitas, tahap mencari identitas, termasuk meniru dan mengikuti perilaku merokok model yang menjadi idolanya. Adanya serangan iklan dan menampilkan identitas yang dicari remaja, maka remaja akan terpengaruh iklan dan merasa lebih hebat dengan merokok.

Pengaruh orangtua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan adalah faktor – faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. Tidak semua remaja yang memiliki orangtua perokok, teman sebaya perokok dan adanya iklan rokok menyebabkan remaja menjadi perokok. Ovine dan Cynthia Pomerleau (1989) (dalam Sarafino, 1990), mengatakan orang tidak akan meneruskan merokok atau berusaha keras untuk tidak merokok karena mereka


(21)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

memiliki sikap yang teguh pada akibat-akibat yang ditimbulkan dari nikotin. Hal ini sejalan dengan pernyataan Bayu (bukan nama sebenarnya) yaitu:

“Bayu nggak mau merokok kak, karena merokok kan bisa bikin penyakit aja, paru-paru rusak, banyak lah sakit nya. Ayah aja udah sakit pun, sering batuk-batuk, pasti karena rokoknya. Tapi Ayah tetap aja merokok. Rokok emang nggak ada gunanya kak”. (Komunikasi Personal, 19 Oktober, 2008)

Leventhal dan Clearly (dalam Oskamp, 1984) menyebutkan ada 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu tahap persiapan (preparatory), tahap permulaan (initiation), tahap menjadi seorang perokok (becoming a smoker), dan tahap mempertahankan merokok (maintenance of smoking). Tahap yang pertama adalah tahap persiapan, dimana pada tahap ini seseorang belum mencoba rokok. Tahap ini meliputi perkembangan sikap dan informasi tentang merokok. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan cara mendengar, melihat (observasi) dari orang tua atau dari media masa, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

Tahap yang kedua adalah tahap permulaan. Seseorang sudah mencoba untuk merokok. Tahap ini juga disebut tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok. Reaksi negatif terhadap rokok seperti rasa rokok yang tajam dan panas merupakan faktor yang menyebabkan seseorang untuk tidak meneruskan perilaku merokok. Kebanyakan dari remaja mengacuhkan rasa ini dan meneruskan perilaku merokok mereka (Leventhal & Everhart, 1979). Hal ini sejalan dengan pernyataan Abi (bukan nama sebenarnya) yang mengatakan:


(22)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

“ Pertama kali Abi coba rokok, Abi batuk-batuk kak. Nggak enak kali lah rasanya, panas ditenggorokan, pokoknya nggak enak lah. Tapi tu pertama-tama aja kak, terus dicoba lagi terus-terusan udah nggak gitu lagi. Apalagi sekarang udah enak kali merokok itu.”. (Komunikasi Personal, 16 Okteber 2008).

Tahap ketiga adalah tahap menjadi perokok. Seseorang menjadi perokok apabila orang tersebut telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari. Individu yang telah mencoba sampai rokok ke 4, cenderung menjadi perokok tetap. Tahap yang terakhir adalah tahap mempertahankan perilaku merokok. Tahap ini merupakan tahap akhir, ketika faktor psikologis dan mekanisme biologis menyatu agar perilaku merokok dipelajari terus-menerus.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana perilaku merokok pada remaja laki-laki.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Faktor apa yang menyebabkan remaja laki-laki merokok? 2. Bagaimana tahap persiapan merokok pada remaja laki-laki? 3. Bagaimana tahap permulaan merokok pada remaja laki-laki? 4. Bagaimana tahap menjadi seorang perokok pada remaja laki-laki?


(23)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberi dua manfaat, yaitu: manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi, khususnya ilmu Psikologi Perkembangan yang terkait dengan perilaku merokok. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan sumbangan informasi bagi remaja laki-laki yang merokok maupun yang tidak merokok untuk dapat lebih memahami gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki.

b. Sebagai referensi bagi orangtua dan pemerintah agar dapat mengetahui gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki.

c. Sebagai sumbangan informasi bagi masyarakat tentang gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki.


(24)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

I.D SISTEMATIKA PENULISAN

Penelitian ini terdiri dari lima bab dimulai dari bab I sampai bab III. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah :

Bab I Pendahuluan

Memuat latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori

Memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori tentang perilaku merokok termasuk definisi perilaku merokok, faktor penyebab perilaku merokok pada remaja, tahapan perilaku merokok, tipe-tipe perokok, faktor yang mempengaruhi perilaku merokok dan dampak perilaku merokok. Teori remaja termasuk didalamnya definisi remaja, ciri-ciri masa remaja dan remaja dan teman sebaya.

Bab III Metodologi Penelitian

Menjelaskan Karakteristik Subjek dan Jumlah Subjek, Metode Pengambilan Data, Teknik Pengambilan Sampel, dan Alat Bantu Pengambilan Data.

Bab IV Analisa Data dan Interpretasi Data

Mendeskripsikan data responden, analisa dan interpretasi data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan dan


(25)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

pembahasan data-data penelitian sesuai dengan teori yang relevan.

Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Menguraikan mengenai kesimpulan, diskusi dan saran mengenai gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki.


(26)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PERILAKU MEROKOK 1. Definisi Perilaku Merokok.

Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada zaman Tiongkok kuno dan Romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso, 1991). Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang lain yang berada disekitarnya.

Menurut Sitepoe (2001), merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Levy (1984) mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap tembakau serta menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang disekitarnya. Armstrong (1990) mengatakan bahwa perilaku merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar kedalam tubuh dan menghembuskannya kembali keluar.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perilaku merokok adalah suatu aktivitas membakar dan menghisap


(27)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

tembakau kemudian mengeluarkan asapnya yang dapat terhisap oleh orang disekitarnya, baik menggunakan rokok maupun pipa.

2. Faktor – Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja

Smet (1994) mengatakan, bahwa permulaan untuk merokok terjadi akibat pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain) menjadi salah satu determinan dalam memulai perilaku merokok (Sarafino, 1990). Sejalan dengan pernyataan diatas, Lewin (Komasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya perilaku merokok selain disebabkan faktor dalam diri (seperti perilaku memberontak dan suka mengambil resiko) dan faktor lingkungan (seperti orang tua yang merokok dan teman sebaya yang merokok).

Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab remaja merokok adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman, faktor kepribadian dan pengaruh iklan. a. Pengaruh Orang Tua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson, 1999). Remaja yang berasal dari keluarga konservatif yang menekankan nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif


(28)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

dengan penekanan pada falsafah “kerjakan urusanmu sendiri-sendiri", dan yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi figur contoh yaitu sebagai perokok, maka anak-anaknya akan memiliki kemungkinan besar untuk mencontohnya dan menjadi perokok.

b. Pengaruh Teman Sebaya

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Fakta tersebut menunjukkan dua kemungkinan yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991).

c. Faktor Kepribadian

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna rokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999).


(29)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

d. Pengaruh Iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.

Berdasarkan pemaran diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab perilaku merokok adalah pengaruh orang tua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian dan pengaruh iklan.

3. Tahap dalam Perilaku Merokok

Saat pertama kali menkonsumsi rokok, gejala-gejala yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa getir, dan perut terasa mual, tetapi sebagian dari pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut, biasanya berlanjut menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi ketergantungan. Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep tobacco dependency (ketergantungan rokok). Artinya, perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi aktivitas yang bersifat obsesif.

Secara manusiawi, orang cenderung untuk menghindari ketidakseimbangan dan lebih senang mempertahankan apa yang selama ini dirasakan sebagai kenikmatan sehingga dapat dipahami jika perokok sulit untuk berhenti merorok. Klinke & Meeker (dalam Komasari & Helmi, 2000) mengatakan bahwa motif para perokok adalah relaksasi. Dengan merokok dapat


(30)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

mengurangi ketegangan, memudahkan berkonsentrasi, pengalaman yang menyenangkan, dan relaksasi.

Leventhal dan Clearly (dalam Oskamp, 1984 ) mengungkapkan 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu:

a. Tahap Persiapan (preparatory).

Seseorang belum mencoba rokok pada tahap ini. Tahap ini meliputi perkembangan sikap dan informasi tentang merokok. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan tentang merokok dengan cara mendengar, melihat (observasi) dari orang tua atau dari media masa atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. Leventhal dan Clearly (1980) mengatakan terdapat tiga perangkat sikap terhadap merokok pada remaja. Perangkat sikap yang pertama adalah gambaran keren dari merokok. Penelitian menunjukkan bahwa hanya sedikit murid sekolah yang mempersepsikan perokok sebagai orang bodoh, kurang perhatian, keras, easygoing, pemalas, bermasalah, dan sebagainya. Kebanyakan murid memandang bahwa perokok itu sebagai orang yang bebas (independent), jantan, dan pemberontak tehadap otoritas (Bland, Bewley, & Day, 1975 dalam Oskamp, 1984).

Perangkat sikap yang kedua adalah merokok sebagai bentuk kecemasan dan mencari perhatian. Ini memberikan kesempatan untuk anak muda mencoba merokok untuk mendapat penerimaan teman sebaya dan menjadi anggota sebuah kelompok. Perangkat sikap yang ketiga adalah gambaran bahwa merokok dapat membantu tetap tenang dalam kondisi stres dan tampil baik dalam pekerjaan atau situasi akademis.


(31)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

b. Tahap Permulaan (initiation)

Seseorang sudah mencoba untuk merokok. Tahap ini juga disebut tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan merokok ataukah tidak meneruskan merokok. Teman sebaya adalah tempat eksperimen pertama yang memungkinkan remaja untuk mencoba rokok. Sebuah studi oleh Leventhal dkk (1967) menemukan bahwa pada umumnya anak-anak muda mencoba rokok pertama mereka pada saat bersama dengan teman – teman sebayanya dan disertai dengan dukungan dari teman-teman tersebut.

Data menunjukkan bahwa remaja yang merokok sebanyak 4 batang per hari memiliki 80 % kesempatan untuk menjadi seorang perokok regular. Jumlah remaja yang pernah mencoba rokok setidaknya 1 batang perhari adalah 70 % sampai 80%, namun setengahnya saja yang menjadi perokok regular (Grant & Weitman, 1968 dalam Oskamp, 1984). Reaksi negatif terhadap rokok seperti rasa rokok yang tajam dan panas merupakan faktor yang menyebabkan seseorang untuk tidak meneruskan perilaku merokok. Namun kebanyakan dari remaja mengacuhkan rasa ini dan meneruskan perilaku merokok mereka (Leventhal & Everhart, 1979).

Sarafino (1994) menyatakan bahwa seseorang memutuskan untuk meneruskan perilaku merokok jika individu:

• memiliki setidaknya salah satu orang tua yang merokok

• merasa bahwa orang tuanya tidak peduli dan mendorong mereka untuk merokok


(32)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

• merasa ada tekanan dari teman sebaya untuk merokok, seperti “Kamu akan ditertawakan orang-orang bila tidak merokok” atau “Kamu harus merokok bila sedang berada dengan teman-teman yang merokok” • memiliki sikap yang positif terhadap rokok, misalnya “Merokok sangat

menyenangkan” atau “Merokok dapat membantu orang-orang menghilangkan rasa bosan, stres dan kecemasan”

• tidak percaya kalau merokok dapat membahayakan kesehatan mereka, misalnya merasa bahwa merokok hanya akan berbahaya bagi orang-orang yang telah tua, atau merokok hanya akan berbahaya jika telah mengkonsumsinya dalam waktu yang cukup lama.

c. Tahap menjadi seorang perokok (becoming a smoke).

Oskamp (1984) mengatakan bahwa seseorang menjadi perokok apabila orang tersebut telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari. Individu yang telah mencoba sampai rokok ke 4 cenderung menjadi perokok tetap. Banyak penelitian mengindikasikan bahwa secara tipikal seorang menjadi perokok regular menghabiskan waktu selama 2 tahun. Hal ini belum begitu jelas, apakah kebanyakan individu mengalami transisi ini dalam waktu yang sama, lebih lama atau bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Leventhal dan Clearly (1967) melihat tahap ini sebagai suatu proses belajar, kapan dan dimana merokok dan memasukkan peran dari seorang perokok kedalam didirinya. Selama tahap ini , toleransi berkembang sebagai efek fisiologis dari merokok (Russell, 1979). Remaja secara umum tidak menyadari bagaimana bergantungnya orang dewasa


(33)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

terhadap rokok dan memandang rokok tidak baik bagi orang yang sudah tua bukan untuk dirinya sendiri (Leventhal & Everhart, 1979).

d. Tahap mempertahankan perilaku merokok (maintance of smoking).

Tahap ini merupakan tahap akhir, ketika faktor psikologis dan mekanisme biologis menyatu agar perilaku merokok dipelajari terus-menerus. Penelitian menemukan berbagai variasi alasan psikologis untuk terus merokok (Ikard, Green & Horn, 1969), diantaranya adalah:

• kebiasaan • ketergantungan

• penurunan kecemasan dan tensi • relaksasi

pergaulan dan social reward

stimulasi dan keterbangkitan (arousal).

4. Tipe-tipe Perokok

Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adalah bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi. Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara 6 - 30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 21 batang dengan selang waktu 31 - 60 menit setelah bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok kurang dari 10 batang dengan selang waktu setelah 60 menit dari bangun pagi (Mohammad Efendi, 2002).


(34)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

Sitepoe (1997) membagi perokok menjadi 2 jenis berdasarkan asap yang dihisap, yaitu:

a. Perokok Aktif

Perokok aktif adalah perokok yang menghisap asap rokok melalui mulut langsung dari rokok yang dibakar (asap mainstream).

b. Perokok Pasif

Perokok pasif adalah orang-orang yang disekitar perokok aktif yang menghisap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan keudara oleh perokok aktif (asap sidestream).

5. Tipe Perilaku Merokok

Menurut Tomkins (dalam berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut adalah :

a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Mu’tadin, 2002) menambahkan ada 3 sub tipe ini :

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

2) Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

3) Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan


(35)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia nyalakan dengan api.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang adiktif. Green menyebutnya sebagai psychological Addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.

d. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu telah benar-benar habis.


(36)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

5. Dampak Perilaku Merokok

Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi 2, yaitu: a. Dampak Positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapi keadaan-keadaan yang sulit. Graham juga menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu mengurangi ketegangan, membantu berkonsentrasi, dukungan sosial dan menyenangkan.

b. Dampak Negatif

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah sebagai penyebab suatu penyakit, tetapi dapat menimbulkan suatu jenis penyakit sehingga dapat dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Terdapat berbagai jenis penyakit yang dapat ditimbulkan karena merokok, dimulai dari penyakit dikepala sampai dengan penyakit kardiovaskuler, kanker, saluran pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menurunkan fertilitas (kesuburan) dan nafsu seksual, sakit maag, gangguan pembuluh darah, menghambat pengeluaran air seni serta polusi udara dalam ruangan sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokan.


(37)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

B. REMAJA 1. Definisi Remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut WHO (World Health Organization) batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.

Masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu jika dilihat dari siklus kehidupan. Masa ini dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan pada tahap-tahap kehidupan selanjutnya. Hal ini dikarenakan pada masa inilah terjadi begitu banyak perubahan dalam diri individu baik itu perubahan fisik maupun psikologis. Perubahan dari ciri kanak-kanak menuju pada kedewasaan. Perubahan pada wanita ditandai dengan mulainya menstruasi atau buah dada yang membesar. Perubahan pada pria antara lain ditandai dengan perubahan suara, otot yang semakin membesar serta mimpi basah. (United Nation Population Fund (UNFPA), 2001).

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Papalia (2008) membagi masa remaja menjadi 2 bagian, yaitu masa remaja awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal berlangsung kira-kira dari 11 tahun atau 12 tahun sampai 14. Masa remaja akhir berlangsung kira-kira 15 tahun sampai 20 tahun.


(38)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (1999), seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentang kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut adalah:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

Dianggap periode yang penting karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan karena akibat-akibat jangka panjang. Awal masa remaja ditandai dengan perkembangan fungsi fisik disertai perkembangan mental yang cepat, mengakibatkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan.

Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari yang telah terjadi sebelumnya, melainkan peralihan dari satu tahap ke tahap perkembangan berikutnya. Perubahan fisik yang terjdi sebelum tahun awal masa remaja mempengaruhi tingkat perilaku individu dan mengakibatkan diadakannya penilaian kembali penyesuaian nilai-nilai yan telah tergeser.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

Ada empat perubahan yang hampir bersifat universal, yaitu:

1) Meninggginya emosi yang intesitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

2) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial menimbulkan masalah baru.


(39)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

3) Perubahan minat dan pola perilaku mengakibatkan perubahan nilai-nilai.

4) Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan sikap. Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan tapi takut bertanggung jawab.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah.

Kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah namun merasa dirinya mandiri untuk mengatasi masalahnya sendiri sehingga menolak bantuan orang lain. Ketidakmampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri mengakibatkan penyelesaian tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri.

Erikson menjelaskan bahwa identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya didalam masyarakat, apakah ia seorang anak-anak atau orang dewasa. Awal masa remaja diperlihatkan dengan penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting namun lambat laun mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama seperti temannya dalam segala hal.

Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengan menggunakan simbol status dalam menggunakan mobil, pakaian dan barang-barang mewah lain, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya didalam kelompok dengan mengikuti apa yang dilakukan kelompok seperti merokok dan minum minuman keras.


(40)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.

Stereotip yang berlaku dalam masyarakat berfungsi sebagai cermin yang ditegakkan masyarakat bagi remaja yang menggambarkan citra diri remaja sendiri yang lambat laun dianggapnya sebagai gambaran yang asli dan remaja membentuk perilakunya sesuai gambaran ini. Dengan menerima stereotip tersebut dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, membuat peralihan kemasa dewasa menjadi sulit. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.

Remaja cenderung melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang diinginkannya dan bukan sebagaimana dirinya.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku tersebut akan memberikan citra yang mereka inginkan.

3. Remaja dan Teman Sebaya

Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan dan rasa saling memiliki yang penting dalam setiap situasi apapun (Santrock, 1998). Kelompok teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral; tempat bereksperimen;


(41)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

dan setting untuk mendapatkan otonomi dan independensi dari orangtua (Papalia, 2008).

Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Misalnya bila anggota kelompok mencoba minum alkohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan perasaan mereka sendiri akibatnya (Hurlock, 1980). Hal ini dijelaskan Syamsu (2000) sebagai konformitas, dimana konformitas diartikan sebagai motif untuk menjadi sama, sesuai, seragam, dengan nilai-nilai, kebiasaan, kegemaran (hobi), atau budaya teman sebayanya. Remaja yang berada didalam kelompok teman sebaya cenderung untuk menyamakan kebiasaan dan budaya temannya.

Santrock (1998) menjelaskan bahwa konformitas terjadi ketika remaja mengadopsi sikap atau perilaku remaja lain karena adanya tekanan baik secara langsung atau tidak. Remaja mengikuti apa yang dibuat oleh kelompok walaupun bukan dasar keinginan dirinya untuk mempertahankan kedudukannya didalam kelompok dan juga agar sama seperti sikap dan perilaku teman-temannya dan agar dirinya tidak dianggap aneh oleh teman-temannya. Hal ini dapat dikaitkan dengan perilaku merokok, dimana remaja akan merokok jika teman sebaya mereka juga merokok.


(42)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

C. GAMBARAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional. Sering sekali kita melihat orang merokok dimana-mana dalam kehidupan sehari-hari baik di kantor, di pasar ataupun tempat umum lainnya atau bahkan dikalangan rumah tangga sendiri (Aditama, 1996). Mulai dari orang dewasa sampai dengan anak kecil mengkonsumsi rokok. Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonosikda) dan tar dapat menimbulkan berbagai penyakit jika dilihat dari sisi kesehatan. Merokok juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi orang yang berada disekeliling perokok. Risiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah (Sarafino dalam Komasari & Helmi, 2000).

Perilaku merokok banyak dilakukan pada usia remaja. Masa remaja adalah masa peralihan dari usia kanak-kanak ke usia dewasa. Erikson (Papalia, 2008) mengatakan bahwa remaja mengalami krisis aspek psikososial pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Remaja sering berusaha memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa dengan bertingkah laku seperti orang dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, dan menggunakan obat-obatan (Hurlock, 1999). Perokok laki-laki jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan dimana jika diuraikan menurut umur, prevalensi perokok laki-laki paling tinggi pada umur 15 - 19 tahun. Hal ini dapat dikaitkan dengan stres yang dialami oleh remaja. Sebuah studi menemukan bahwa bagi


(43)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka konsumsi berkaitan dengan stres yang mereka alami.

Menurut Baldwin (2002) sumber stres pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, hanya saja remaja perempuan sering merasa cemas ketika sedang menghadapi masalah, sedangkan pada remaja laki-laki cenderung lebih berperilaku agresif. Remaja laki-laki yang mengalami stres akan melakukan perbuatan negatif seperti mengkonsumsi rokok dan alkohol (Hurrelmann dalam Welle, 2004). Perbedaan ketika berada didalam kelompok teman sebaya juga diperlihatkan antara remaja laki-laki dengan remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih mudah untuk terpengaruh teman-temannya dalam hal perilaku menyimpang seperti merokok, minum minuman keras dan juga cabut dari sekolah. Remaja perempuan biasanya lebih ingin menjalin hubungan harmonis dan hidup sesuai harapan teman sebayanya seperti cara berpakaian yang sama.

Menurut Mu’tadin (2002) faktor penyebab perilaku merokok pada remaja adalah pengaruh orangtua, pengaruh teman sebaya, faktor kepribadian, dan pengaruh iklan. Keempat faktor ini yang menyebabkan remaja merokok. Tidak semua remaja yang memiliki orangtua yang merokok, memiliki teman sebaya yang merokok dan adanya iklan rokok mempengaruhi mereka untuk merokok. Ovine & Cynthia (1989) mengatakan bahwa sseorang yang memiliki sikap yang teguh pada akibat-akibat yang ditimbulkan dari nikotin berusaha keras untuk tidak merokok.


(44)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

Terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok (Leventhal dan Clearly, 1984 ). Pertama adalah tahap persiapan (prepatory) dimana seseorang belum mencoba merokok. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok. Kedua adalah tahap permulaan (initiation), pada tahap ini seseorang sudah mencoba untuk merokok dan menentukan apakah seseorang akan menjadi perokok ataukah tidak. Ketiga adalah tahap menjadi perokok (becoming a smoker) dimana seseorang dikatakan sebagai perokok bila telah mengkonsumsi 4 batang per hari. Keempat adalah tahap mempertahankan perilaku merokok (maintenance of smoking) dimana ketika faktor psikologis dan mekanisme biologis menyatu agar perilaku merokok dipelajari terus-menerus.


(45)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

D. PARADIGMA PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA LAKI-LAKI

Ciri-ciri masa remaja • Masa remaja sebagai

periode perubahan

• Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri. • Masa remaja sebagai

ambang masa dewasa

Tahap merokok • Persiapan • Permulaan • Menjadi seorang

perokok

• Mempertahankan perilaku merokok

merokok Tidak merokok

Sikap teguh terhadap akibat

dari rokok Remaja

Faktor penyebab perilaku merokok pada remaja

• Pengaruh orang tua • Pengaruh teman

sebaya

• Faktor kepribadian • Pengaruh iklan


(46)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN KUALITATIF

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000) metode penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini juga digunakan untuk menggambarkan dan menjawab pertanyaan seputar subyek penelitian beserta konteksnya.

Menurut Poerwandari (2001) pendekatan kualitatif dipandang sebagai pendekatan yang lebih sesuai untuk penelitian yang tertarik dalam memahami manusia dengan segala kompleksitasnya sebagai makhluk subjektif. Untuk itu peneliti berusaha untuk menangkap, memahami dan menaksirkan apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan oleh subjek penelitian. Maka kemudian yang dianggap penting adalah pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuan subjek yang ditelitinya. Hasil dari pendekatan tersebut dapat diperoleh dari bagaimana perilaku merokok pada remaja laki-laki.

Beberapa alasan peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif untuk melihat gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki dikarenakan tema tersebut tidak umum dikaji dalam penelitian psikologi perkembangan dan bersifat masih baru. Menurut peneliti, metode kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dapat menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku yang dapat diamati sehingga data-data tersebut


(47)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

dapat digunakan untuk mengetahui perilaku merokok pada remaja laki-laki. Peneliti juga tertarik menggunakan metode kualitatif ini karena perilaku merokok dalam hal ini faktor penyebab dan tahapan menjadi perokok pada setiap individu bersifat subjektif dan unik, berbeda antara satu individu dengan individu yang lain.

Hal ini sejalan dengan Padgett (1998) mengemukakan beberapa alasan mengapa menggunakan penelitian kualitatif. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penelitian kualitatif digunakan jika peneliti ingin menggali suatu topik yang masih sedikit diketahui.

2. Jika topik yang ingin diteliti memiliki tingkat kedalaman sensitivitas dan emosional.

3. Penelitian tersebut diharapkan dapat menggambarkan “pengalaman hidup” dari perspektif orang yang hidup di dalamnya dan menciptakan arti darinya.

Poerwandari (2001) menambahkan bahwa salah satu tujuan penting penelitian kualitatif adalah diperolehnya pemahaman yang menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti, sebagian besar aspek psikologis manusia juga sangat sulit direduksi dalam bentuk elemen dan angka sehingga akan lebih ‘etis’ dan kontekstual bila diteliti dalam setting alamiah. Artinya tidak cukup mencari “what” dan “how much”, tetapi perlu juga memahaminya (“why” dan “how”) dalam konteksnya.


(48)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

Peneliti berharap, dengan menggunakan metode kualitatif dapat menggali informasi yang lebih kaya dan mendalam tentang bagaimana gambaran perilaku merokok pada remaja laki-laki.

B. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian untuk penelitian kualitatif adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan bisa memberikan sebanyak mungkin data yang dibutuhkan. Dengan persetujuan yang sudah diperoleh maka peneliti bisa mengatur waktu dan tempat untuk melakukan wawancara yang disertai dengan observasi yang mendukung (Gay & Airasian, 2003).

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Adapun karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian telah disesuaikan dengan tujuan penelitian yang akan diteliti adalah:

a. Jenis kelamin laki-laki. b. Remaja akhir (15-20 tahun).

Sirait (2001) menyatakan bahwa prevalensi remaja merokok paling besar adalah pada usia 15 – 19 tahun.

c. Perokok (yang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari).

Oskamp (1984) mengatakan bahwa seseorang menjadi perokok apabila orang tersebut telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari.

2. Jumlah Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif tidak mementingkan jumlah subjek penelitian, yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah subjek yang bisa memberikan


(49)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

sebanyak mungkin informasi yang ingin didapatkan. Waktu, biaya, kemampuan partisipan, ketertarikan partisipan dan faktor lain yang mempengaruhi banyaknya subyek menjadi hal yang harus diperhatikan dalam mengambil sampel penelitian (Gay dan Airasian, 2003).

Sarantakos (1993) (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa pengambilan sampel secara teoritis menambahkan unit-unit baru dalam sampelnya, sampai penelitian tersebut mencapai titik jenuh (saturation point), saat dimana penambahan data dianggap tidak lagi memberikan tambahan informasi baru dalam analisis.

Pada penelitian ini jumlah partisipan yang direncanakan sebanyak 3 orang remaja akhir laki-laki, dengan pertimbangan 3 orang subyek tersebut dapat mewakili tipe-tipe perokok agar hasil penelitian ini dapat lebih bervariasi serta dengan pertimbangan keterbatasan dari peneliti sendiri baik waktu, biaya maupun kemampuan peneliti.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional (theory based/ operasional construct sampling), yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai dengan studi-studi sebelumnya, atau sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2001).


(50)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Medan, karena terdapat alasan kemudahan bagi peneliti dalam menemukan sampel, mengingat peneliti juga berdomisili di kota Medan sekaligus menghemat biaya penelitian. Lokasi penelitian dapat berubah sewaktu-waktu dan disesuaikan dengan keinginan dari responden penelitian agar responden merasa nyaman.

C. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Hal ini sesuai dengan pendapat Padgett (1998) yang mengatakan bahwa ada tiga bentuk dasar metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, yaitu: (a) observasi, (b) wawancara dan (c) analisis dokumen. Namun metode observasi dan analisis dokumen tidak dijadikan metode pengumpulan data dalam penelitian ini karena peneliti mempertimbangkan faktor efektifitas dan keterbatasan peneliti.

1. Wawancara

Penelitian ini menggunakan metode pengambilan data melalui wawancara. Peneliti menggunakan metode wawancara ini agar dapat mengetahui secara mendalam mengenai perilaku merokok pada remaja laki-laki. Bungin (dalam Poewandari, 2001) mendefinisikan wawancara sebagai metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab antara pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai. Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini sifatnya tidak


(51)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

terstruktur. Metode wawancara ini berbeda dari wawancara terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respons, yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Wawancara tidak terstruktur memberi kesempatan pada subjek untuk mengeluarkan buah pikiran, pandangan dan perasaannya dengan bebas (Moleong, 2006).

Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Banister (1994) menjelaskan bahwa wawancara mendalam adalah wawancara yang tetap menggunakan pedoman wawancara, namun penggunaannya tidak sekedar wawancara terstruktur. Pedoman wawancara berisi “open-ended question” yang bertujuan agar arah wawancara tetap sesuai dengan tujuan penelitian (Poerwandari, 2001).

D. ALAT BANTU PENGAMBILAN DATA

Alat bantu pengambilan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan alat perekam (tape recorder). Hal ini sejalan dengan pendapat Moleong (2002) yang menyatakan menyatakan bahwa pencatatan data selama penelitian penting sekali karena data dasar yang akan dianalisis berdasarkan kutipan hasil wawancara. Oleh karena itu, pencatatan data harus dilakukan dengan cara yang sebaik dan setepat mungkin. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit, untuk itu diperlukan instrumen atau alat penelitian agar dapat membantu peneliti dalam pengumpulan data (Moleong, 2002).


(52)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

1. Pedoman wawancara

Penelitian ini menggunakan pedoman wawancara sebagai salah satu alat pengambil data. Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan dapat dijadikan Pedoman umum wawancara memuat isu-isu yang berkaitan dengan tema penelitian tanpa menentukan urutan pertanyaan karena akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat wawancara berlangsung. Pedoman ini digunakan untuk mengingatkan sekaligus sebagai daftar pengecek bahwa semua aspek yang relevan telah dibahas atau ditanyakan.

Poerwandari (2001) menyatakan bahwa pedoman wawancara ini juga sebagai alat bantu untuk mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap analisis data. Pedoman ini disusun tidak hanya berdasarkan tujuan penelitian, tapi juga berdasarkan pada berbagai teori yang berkaitan dengan masalah yang ingin dijawab.

2. Alat perekam (tape recorder)

Penelitian ini juga menggunakan alat perekam sebagai alat pengambil data agar memudahkan peneliti untuk mengingat kembali apa yang telah dikatakan subjek. Peneliti menggunakan alat perekam dengan seizin subjek.

Hal ini sejalan dengan pendapat Poerwandari (2001) yang menyatakan bahwa sedapat mungkin wawancara perlu direkam dan dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata), sehingga tidak bijaksana jika peneliti hanya mengandalkan ingatan. Untuk tujuan tersebut, perlu digunakan alat perekam agar


(53)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

peneliti mudah mengulang kembali rekaman wawancara dan dapat menghubungi subjek kembali apabila ada hal yang masih belum lengkap atau belum jelas. Penggunaan alat perekam ini dilakukan dengan seizin subjek. Penggunaan tape recorder memungkinkan peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang dikatakan oleh subjek, tape recorder dapat merekam nuansa suara dan bunyi serta aspek-aspek dari wawancara seperti tertawa, desahan dan sarkasme secara tajam (Padgett, 1998).

E. KREDIBILITAS PENELITIAN

Kredibilitas adalah istilah yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk menggantikan konsep validitas (Poerwandari, 2001). Deskripsi mendalam yang menjelaskan kemajemukan (kompleksitas) aspek-aspek yang terkait (dalam bahasa kuantitatif: variabel) dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif. Kredibilitas penelitian ini nantinya terletak pada keberhasilan penelitian dalam mengungkapkan faktor apa yang menyebabkan remaja laki-laki merokok dan bagaimana tahapan-tahapan perilaku merokok pada remaja laki-laki.

Menurut Poerwandari (2001), kredibilitas penelitian kualitatif juga terletak pada keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah dan mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks.


(1)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55

R E

R E

R E

R E

R E

Waktu pertama kali melihat teman merokok ma teman, bagaimana reaksi odoy?

Yang pertama kali terlintas ya..perasaan

ingin mencoba. Pengen tahu apa rasa itu,

dah jelas kalau kita pengen tahu ya pengen coba. Ini loh rokok yang biasanya ayah hisap, ya pengen coba aja...

Sebelum odoy mencoba rokok, bagaimana gambaran odoy tentang rokok?

e... ya Cuma tahu rokok itu dihisap aja

yang kayak ayah hisap, bisa dibilang odoy nggak tahu gambaran lain atau informasi-informasi tentang rokok itu, em....mungkin

karena dulu tidak terlalu peduli, jadi nggak ngerti.. tapi setelah tau-tau bahwa merokok itu membahayakan, ya jadi tau..

tahu bahaya rokok itu dari mana?

Tahu bahaya rokok itu setelah odoy coba rokok pertama-tama itulah...em..tahu dari bacaan di bungkusannya dan tahu dari iklan-iklan yang lain, atau dari pelatihan-pelatihan yang pernah dijumpai..

Bagaimana perasaan odoy ketika tahu bahaya merokok itu? hm...kalau bisa dibilang sih, ada rasa takut

gitu ada, tapi kecil.. karena mungkin bisa

dibilang e....belum pernah, mungkin...kalau orang belum ngerasai pahitnya, mereka akan terus melakukan itu. Ya jadi karena odoy

belum merasa kan sakitnya, ya terus merokok... sebenarnya rasa ingin tidak

meneruskannya itu ada, tapi karena pengaruh lingkungan itu lah...

Lingkungan yang bagaimana maksud odoy? Mungkin kalau menurut odoy sendiri,

lingkungan odoy itu nggak bisa jauh dari rokok, karena setiap orang dilingkungan odoy merokok. Terpengaruh-terpengaruh dan selanjutnya makin banyak.. tapi kalau aku gitu pergi ama teman yang nggak merokok gitu kan, ada sekitar 3 orang yang

nggak merokok, kami hanya 4 orang, jadi Cuma aku yang merokok, kadang aku dengan...dengan melakukan aktifitas yang lain seperti ya ketawa-ketawa kan, jauh dari warung kan supaya bisa beli rokok, itu

Reaksi pertama kali subyek melihat teman merokok adalah perasaan ingin mencoba.

Sebelum mencoba rokok, subyek tidak memiliki gambaran tentang rokok.

Subyek mengetahui bahaya merokok dari bacaan, iklan adn pelatihan.

Subyek memiliki sedikit rasa takut terhadap bahaya rokok karena subyek belum merasakan efek rokok

Pengaruh lingkungan disekitar subyek yang membuat subyek tetap merokok dan

subyek tidak merokok ketika

sedang bersama temannya yang tidak merokok dan subyek akan merokok ketika bersama teman yang merokok.


(2)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101

R

E

R E

R

E

R E

nggak merokok. Tapi kalau disaat e...disaat bersama dengan kawan yang merokok, aku pasti merokok...

Bagaimana rasanya ketika odoy tidak merokok ketika bersama teman yang tidak merokok itu?

e...terkadang sih ada dirasain itu..e..macem

satu kejenuhan gitu.. tapi ya.aku emang

kayak gitu orang nya kak, kalau dengan teman yang tidak merokok, aku tetap nggak merokok walaupun jenuh.. karena kan disaat jenuh itu kan kita bisa terlupa lagi kan, misalnya e...disaat ini saya merasakan jenuh, rupanya beberapa detik kemudian kalau saya melakukan suatu hal yang lucu, itu bisa lupa gitu....

waktu pertama kali ketahuan merokok sama mama itu kapan?

Itu dah lama lah... em....setelah 5 tahunan

jadi perokok gitu, ya waktu tamat-tamat STM gitu lah...

odoy kan waktu pertama merokok pernah ketahuan ma mama, kalau sama papa pernah ketahuan?

e...kalau sama papa belum pernah ketahuan..mungkin kalau dibilang dari mama, misalnya mama bilang ke papa gitu

pernah, tapi kalau ketahuan di depan mata

gitu belum pernah... hm...oh...tapi pernah sekali, itu..kebetulan itu lagi ngumpul-ngumpul sama kawan gitu dirumah kawan, rupanya tanpa disangka-sangka si Bapak itu lagi didalam rumah itu, pas dia keluar dan dia liat aku lagi merokok gitu...

lalu bagaimana reaksi papa?

e...karena dia..mungkin dia udah tahu dari mama kan bahwasannya aku udah merokok gitu udah-udah.. itu kejadiannya aku udah tamat sekolah, baru-baru tahun lalu gitu kan...e... dia pertama biasa aja gitu, biasa aja, dengan ekspresi wajah yang terkejut gitu kan..e....tapi selanjutnya kan aku ngerti sendiri, aku buang rokok itu, aku buang rokok itu yaudah aku matiin. Terus dia,

e....bilang seperti mama bilang gitu jangan merokok banyak-banyak gitu, Cuma gitu

Subyek merasa jenuh ketika tidak merokok.

Subyek ketahuan merokok oleh orangtuanya setelah 5

tahun merokok.

Subyek pernah ketahuan sedang

merokok oleh ayahnya dan reaksi ayahnya hanya menasehati subyek.


(3)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147

R E

R E

R E R E

R E

aja sih...

hubungan odoy dengan orangtua bagaimana? e...dengan ayah kalau dibilang deket

sih..e..nggak juga, Cuma disaat dia lagi

santai gitu, sering juga ngomong-ngomong sama dia, dalam arti kata, sering itu bukan berarti tiap hari atau sangat dekat gitu kan asal ada apa-apa ngomong sama ayah gitu, jarang kalau yang kayak gitu...kalau mama e...lebih dekat kak, lebih sering ngomong-ngomong ma mama.. misalnya kalau minta duit gitu lebih sering minta ma mama..(sambil tersenyum)

kalau odoy berbuat salah, bagaimana tindakan orang tua odoy?

e..contohnya mungkin seperti shalat ya... e..itu dulu pernah waktu lagi aku beranjak dewasa itu waktu SMP kelas 1 atau kelas 2 gitu..e.... pernah tu orangtua menerapkan wajib shalat tiap hari, e..pernah disitu aku masih pengen bermain-main terus dan bermain terus, disaat maghrib aku pulang..e...disaat maghrib aku pulang, aku nggak shalat gitu kan, mandinya lama gitu kan, disitu aku pernah nggak dikasih

makan malam... (sambil tersenyum)...

o gitu...lalu ada cerita yang laen mungkin? Ehm...oya dulu waktu kecil aku juga sering

dipukul gitu.(sambil tersenyum)

Gimana ceritanya?

Kalau aku nggak salah itu SD gitu, tapi aku lupa kelas berapa. Itu gara-gara e...maen di

paret (sambil tertawa kecil), jadi

pulang-pulang pada basah semua nya, baju-baju sekolahnya basah gitu, jadi dicubit pantatnya dan dilibas...(sambil tersenyum).. dulu aku bandel gitu waktu kecil, sering maen paret, terus disuruh tidur siang aku lari entah kemana, kalau udah dilibas baru pulang (sambil tersenyum)

Odoy merokok nya 1 hari pasti 8 batang? Iyap... bisa dibilang pasti kak,tapi bisa juga lebih...

Lebih maksudnya bagaimana?

e...disaat aku banyak diluar, banyak melakukan aktifitas diluar rumah

Hubungan subyek dengan ayahnya tidak begitu dekat tetapi dengan mama nya subyek lebih dekat.

Ketika subyek berbuat salah, orangtua subyek menghukumnya.

Subyek sering dipukul waktu kecil karena berbuat salah.


(4)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193

R E

R E

R

E

R

E

bersama teman-teman yang lagi merokok itu..bisa jadi mungkin bisa dihitung

misalnya, disaat e...malam 17 an gitukan begadang sampe lama gitu kan, mungkin bisa dibilang kalau dalam 24 jam itu aku kerja dari pagi sampe malam, e...kalau ditambah-tambahin bisa jadi sebungkus e...sekitar 16 batang lah.. tapi itu disaat tertentu aja

yang banyak kali aktifitas kayak itu lah...

tapi biasanya juga 8 – 10 batang lah.. tapi bisa juga kurang..

kurang nya gimana?

e...kurangnya itu...kalau kebanyakan lagi

dirumah. Misalnya tu dari pagi sampe sore

dirumah, itu jarang untuk terpikir merokok, mungkin saat malamnya gitu, disaat keluar, malam paling, jalan-jalan gitu, jalan itu paling ngga tunggu sampe jam 10 gitu kan, paling ada 1hm...4 batangan lah...

waktu pertama kali nyoba itu kan baru 2 – 3 batang, itu nyobanya dimana aja?

Ehm...disekolah...itu kan didepan sekolah

kan ada warung, ya di warung itu lah sama teman-teman...

Dari awal merokok kan semakin lama semakin bertambah jumalah rokok yang odoy hisap, itu bagaimana kalau diceritakan? e....mungkin kalau dibilang dari 3 batang

bertambah terus sampe sekarang itu, e...itu bisa dibilang kerena kebiasaan..

karena kebiasaan, itu mungkin pengaruhnya nggak pernah odoy rasain sendiri gitu,

karena semakin banyak kita merokok, itu semakin ketagihan gitu...itu menurut odoy

sendiri...

kan waktu dulu yang ngajarin ngerokok dengan benar itu kan teman odoy, itu bagaimana perasaan odoy waktu diajarin ma teman itu?

e.... ya biasa aja diajari teman, karena juga kan waktu pertama merokok ama teman, diajarin teman juga ketika tahu asiknya

merokok itu, dirasa lebih..o...mungkin disini nikmatnya merokok itu..nggak ada

yang lebih seperti orang banyak bilang e..dengan merokok itu menjadi lebih

lebih banyak ketika memiliki banyak aktifitas diluar rumah dan sedikit merokok ketika kebanyak dirumah.

Pertama mencoba rokok, subyek dan teman-temannya

merokok di warung depan sekolah

Jumlah rokok yang dikonsumsi subyek semakin bertambah karena kebiasaan merokok dan ketagihan terhadap rokok.

Subyek diajari oleh temannya merokok sehingga subyek mengetahui


(5)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239

R

E

R E

R E

R

ganteng, itu nggak ada, gimana pun orang kalau jelek ya tetap jelek gitu (sambil tertawa kecil)... karena kalau bisa dipikir jaman sekarang gitu anak SD aja udah merokok, dia nggak mungkin merasa ganteng disitu dan satu lagi kan bencong aja merokok, padahal kan mereka cantik (tertawa)...

kamarenkan odoy bilang kalau merokok didepan orangtua itu seperti menampakkan kesombongan diri, itu bagaimana maksudnya?

e.... karena kalau berpikir..e...disaat kondisi yang sekarang ini kan..e...bisa dibilang uang itu kan penghasilan odoy kan masih dari orang tua gitu, e...seperti orangtua bilang gitu seperti membakar uang orangtua, istilahnya gitu. Jadi odoy kurang suka gitu merokok

didepan orangtua, seakan-akan harga diri orangtua itu jatuh gitu, karena dengan merokok itu kalau bisa dibilang itu seperti hal yang dilarang gitu kan, jadi seperti menjatuhkan orang tua gitu, sama-sama

merokok gitu kan, didepan mereka kita merokok gitu kan, nggak suka odoy kayak gitu.. kalau didepan orangtua kawan juga

odoy segan aja kalau merokok didepan

mereka gitu..

rokok odoy dapat dari mana?

e..uang dari mama, dari uang jajan odoy.. tapi nggak dibilang “ini uang untuk beli rokok’, gitu, paling Cuma dibilang gini aja “ni ada duit mama kasih, dipegang aja dulu duit ini, tapi jangan dibeliin rokok ya”, paling Cuma gitu aja...

kalau dulu waktu pertama-tama merokok, rokoknya dari mana?

Dari jajan juga..tapi pernah kekurangan

uang gitu karena beli rokok , karena udah ketagihan gitu kan udah-udah sering melakukannya. Kalau nggak nggak cukup

uang patungan ma kawan. Dulu SMP ku

dulu kebetulan dekat dengan rumah gitu, jadi e...kalau untuk menyesal itu ada karena uang jajan berkurang untuk rokok kan, tapi nggak berkepanjangan gitu, biasa aja gitu..

Kenapa kok biasa aja?

Subyek tidak merokok didepan orangtuanya karena bagi subyek itu dapat menjatuhkan harga diri orangtuanya.

Subyek mendapatkan rokok dari uang jajannya.

Dulu subyek mendapatkan rokok dari uang jajan dan dari temannya.


(6)

Adisti Amelia : Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki, 2009. USU Repository © 2009

240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256

E

R

E

Karena e...merokok itu kalau disaat mu pergi sekolah itu jarang, disaat mau masuk gitu kan masuk sekolah siang dulukan, jarang, paling sering waktu pulang sekolah itu, karena uang itu udah dipisah-pisahin gitu. Misalnya kan

kalau disaat ada uang lebih, mau beli rokok ya beli rokok, kalau nggak ada ya dari kawan juga ada...

Kemarenkan odoy bilang kalau dikamar kadang merokok, selain dikamar biasanya dimana lagi?

e... diruang tamu lah palingan. Itu

karena udah besar gini kan, kadang kan orang tua pergi, kalau dirumah sendiriankan terkadang merokok diruang tamu..

Subyek merokok didalam rumah ketika tidak ada orang dirumah.