Isi Dasar Hukum Yang Berkaitan Tentang Tukar Guling Kawasan Hutan

Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf a dan b menyatakan; Setiap orang dilarang: a. Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah; dan b. Merambah kawasan hutan. Berdasarkan Penjelasan UU 411999 tentang Kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf a dan b adalah; 1. Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk pertanian, atau untukusaha lainnya. Yang dimaksud dengan menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkankawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan. 2. Yang dimaksud dengan menduduki kawasan hutan adalah menguasai kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk membangun tempat pemukiman, gedung, dan bangunan lainnya. 3. Yang dimaksud dengan merambah adalah melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang. Pada dasarnya Perambahan hutan dapat dikatagorikan sebagai penyerobotan kawasan hutan yang berarti perbuatan yang dilakukan orang atau badan hukum secara tidak sah tanpa izin dari pejabat yang berwenang, bertujuan menguasai sesuatu hak dengan melawan hak orang lain. Tindakan menguasai atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah dan melawan hukum merupakan perbuatan yang dilarang. 15

2.3.1 Kegiatan Perambahan Hutan Okupasi

Kegiatan perambahan kawasan hutan okupasi secara illegal tanpa izin dari pejabat yang berwenang dapat berupa: 1. Pembukaan kawasan hutan dengan cara menduduki kawasan hutan dengan tujuan untuk perladangan, pertanian, atau perladangan berpindah- pindah yang dilakukan secara tradisional, 2. Pembukaan hutan dengan tujuan mengambil hasil kayu maupun hasil hutan lainnya secara melawan hukum, 3. Pembukaan kawasan hutan untuk kawasan wisata, pengembalaan, perkemahan, atau pembukaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan, 4. Pembukaan kawasan hutan untuk tempat pemukiman atau bangunan lainnya. 16 Alam Setia Zain menjelaskan tindakan perambahan hutan atau penyerobotan kawasan hutan dapat digolongkan sebagai kesatuan tindakan yang bertentangan dengan aturan hukum dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Memasuki kawasan hutan dan merambah kawasan hutan tampa izin dari pejabat yang berwenang, 2. Menguasai kawasan hutan dan atau hasil hutan untuk suatu tujuan tertentu, 15 ibid 16 Ibid 3. Memperoleh suatu manfaat dari tanah hutan atau manfaat dari hasil hutan. 17

2.3.2 Pelaku Perambahan Hutan Okupasi di Indonesia

1. Masyarakat biasa, masyarakat biasa kerap menjadi pelaku perambahan hutan okupasi masyarakat biasa yang dimaksud di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya mereka membuka lahan sebagai tempat tinggal dan memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu dan hasil hutan yang lain. 2. Industri perusahaan, Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para industri perusahaan melakukanperambahan hutan okupasi ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri perusahaannya.

2.4 Konflik Dan Sengketa

Kata konflik, berasal dari bahasa Latin confligere, yang berarti saling memukul. Konflik adalah timbulnya suatu pemahaman yang tidak sejalan antara beberapa pihak. Selain itu dapat juga timbul sebagai pertentangan kepentingan dan tujuan antara individu atau kelompok. Kepentingan dan keinginan-keinginan yang tidak lagi harmonis akan membawa masalah dalam hubungan antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Seperti hanya yang terjadi dalam hubungan kelompok etnis suku. 18 Konflik dapat difahami sebagai suatu “proses sosial” di mana dua orang atau dua kelompok orang berusaha menyingkirkan 17 ibid 18 Sunaryo Thomas, 2002. Managemen Konflik Dan Kekerasan, Makalah Pada Sarasehan Tentang Antisipasi Kerawanan Sosial . Jakarta; Badan Kesatuan Bangsa Prov DKI Jakarta. Hal nn

Dokumen yang terkait

PENDUGAAN CADANGAN KARBON TERSIMPAN PADA BERBAGAI PERIODE PENGELOLAAN HUTAN DI KAWASAN HUTAN LINDUNG REGISTER 22 WAY WAYA – KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 11 6

PERANAN TIM TERPADU KABUPATEN PRINGSEWU DALAM MERESOLUSI KONFLIK TANAH REGISTER 22 WAY WAYA

0 14 99

PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU

0 27 67

PERANAN TIM TERPADU KABUPATEN PRINGSEWU DALAM MERESOLUSI KONFLIK TANAH REGISTER 22 WAY WAYA

1 16 64

Penyelesaian Sengketa Alternatif antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah Terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas

0 24 110

Penyelesaian Sengketa Alternatif antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah Terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas

0 1 9

Penyelesaian Sengketa Alternatif antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah Terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas

0 0 1

Penyelesaian Sengketa Alternatif antara Masyarakat Adat dengan Pemerintah Terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas

0 1 19

PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN PRINGSEWU Bayu manggala, Sudirman Mechsan, S.H., M.H., Ati Yuniati, S.H., M.H. Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung

0 0 11

81 PENGEMBANGAN POTENSI HASIL HUTAN BUKAN KAYU OLEH KELOMPOK SADAR HUTAN LESTARI WANA AGUNG DI REGISTER 22 WAY WAYA KABUPATEN LAMPUNG TENGAH (THE DEVELOPMENT PLAN OF NON-TIMBER FOREST PRODUCTS POTENTIAL BY SADAR HUTAN LESTARI WANA AGUNG GROUPS AT REGISTER

0 0 11