Perancangan Program Penyelesaian Sistem Persamaan Linier Non-Homogen Dengan Metode Eliminasi Gauss-Jordan Untuk Menentukan Jumlah Kendaraan Pada Kasus Arus Lalu Lintas

(1)

PERANCANGAN PROGRAM PENYELESAIAN SISTEM

PERSAMAAN LINIER NON-HOMOGEN DENGAN

METODE ELIMINASI GAUSS-JORDAN UNTUK

MENENTUKAN JUMLAH KENDERAAN PADA

KASUS ARUS LALU LINTAS

SKRIPSI

MARANATHA PAKPAHAN

030813002

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PERANCANGAN PROGRAM PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER NON-HOMOGEN DENGAN METODE ELIMINASI GAUSS-JORDAN

UNTUK MENENTUKAN JUMLAH KENDERAAN PADA KASUS ARUS LALU LINTAS

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MARANATHA PAKPAHAN 030813002

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... ii

Pernyataan ... iii

Penghargaan ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Pembatasan Masalah ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Metodologi Penelitian ... 4

1.7 Tinjauan Pustaka ... 4

Bab 2 Landasan Teori ... 7

2.1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks ... 7

2.1.1 Sistem Persamaan Linier ... 7

2.1.2 Matriks ... 11

2.2 Metode Cramer ... 17

2.3 Metode Eliminasi Gauss-Jordan ... 21

2.4 Bahasa C ... 24

2.4.1 Struktur Program Bahasa C ... 25

2.4.2 Fungsi Input/Output ... 26

2.4.3 Jenis-Jenis Variabel dalam Bahasa C ... 28

Bab 3 Metodologi Penelitian ... 30

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2 Alat Penelitian ... 30

3.3 Pengambilan Data ... 31

Bab 4 Pembahasan ... 35

4.1 Pembuatan Program ... 35

4.2 Transformasi Metode Eliminasi Gauss-Jordan kedalam Bahasa C ... 36

Bab 5 Kesimpulan dan Saran ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54


(4)

Daftar Pustaka ... 55 LAMPIRAN A Listing Program ... 56 LAMPIRAN B Gambar Lokasi Penelitian ... 60


(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kode-Kode Format untuk Fungsi printf() ... 27

Tabel 2.2 Tipe Variabel ... 29

Tabel 3.1 Lebar Jalan ... 31

Tabel 3.2 Panjang Jalan ... 31

Tabel 3.3 Jumlah Mobil yang Melintas pada Setiap Titik Penelitian ... 32


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Struktur Array Dua Dimensi ... 5

Gambar 2.1 Garis Berpotongan pada Sebuah Titik Persekutuan ... 8

Gambar 2.2 Garis Sejajar, tidak ada Titik Persekutuan ... 8

Gambar 2.3 Garis Berimpit, tidak dapat Ditentukan Banyaknya Jumlah Titik Persekutuan ... 9

Gambar 3.1 Denah Lokasi Penelitian ... 33

Gambar 4.1 Flowchart Eliminasi Gauss-Jordan ... 42


(7)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk ujian sarjana di Jurusan Matematika FMIPA USU.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan, baik susunan maupun isinya, karena itu penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan tulisan ini.

Dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Saib Suwilo, M.Sc, selaku Ketua Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara dan juga Dosen Pembimbing II penulis yang telah memberi masukan, saran dan bimbingan pada saat penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. James P. Marbun, M.Kom, selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah memberi masukan, saran dan bimbingan pada saat penyusunan skripsi ini. 4. Bapak Drs. Partano Siagian, M.Sc dan Bapak Drs. Djakaria Sebayang selaku Dosen

Penguji yang telah memberi saran dan masukan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Seluruh staf pengajar dan administrasi FMIPA USU Medan khususnya Departemen

Matematika yang mendidik penulis selama kuliah.

6. Rekan-rekan kuliah di Departemen Matematika FMIPA USU yang sangat membantu dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Orang tua tercinta Ayahanda M. Pakpahan dan Ibunda S. Br. Sianturi, S.Pd, hanya rasa hormat dan terima kasih yang tulus yang dapat penulis berikan dan juga kepada seluruh keluarga, abang, kakak dan adik-adik penulis yang tercinta, terima kasih atas dukungan dan doanya.

Medan, Nopember 2008 Penulis,


(8)

PERNYATAAN

PERANCANGAN PROGRAM PENYELESAIAN SISTEM PERSAMAAN LINIER NON-HOMOGEN DENGAN METODE ELIMINASI GAUSS-JORDAN

UNTUK MENENTUKAN JUMLAH KENDERAAN PADA KASUS ARUS LALU LINTAS

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Nopember 2008

MARANATHA PAKPAHAN 030813002


(9)

PERSETUJUAN

Judul : PERANCANGAN PROGRAM PENYELESAIAN

SISTEM PERSAMAAN LINIER NON-HOMOGEN DENGAN METODE ELIMINASI GAUSS-JORDAN UNTUK MENENTUKAN JUMLAH KENDERAAN PADA KASUS ARUS LALU LINTAS

Kategori : SKRIPSI

Nama : MARANATHA PAKPAHAN

Nomor Induk Mahasiswa : 030813002

Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA

Departemen : MATEMATIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Nopember 2008 Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. Henry Rani Sitepu, M.Si Drs. James P. Marbun, M.Kom NIP. 131 283 729 NIP. 131 639 804

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,

Dr. Saib Suwilo, M.Sc NIP. 131 796 149


(10)

ABSTRAK

Tulisan ini merupakan studi kasus untuk menentukan jumlah kenderaan pada setiap perempatan selama jam sibuk di Kawasan Lapangan Benteng Medan dan perancangan suatu program dalam Bahasa C untuk menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen dengan menggunakan metode eliminasi Gauss-Jordan. Jika suatu sistem persamaan linier diketahui maka sistem persamaan tersebut ditransformasikan ke bentuk matriks. Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss-Jordan, matriks dieliminasi ke bentuk echelon matriks sehingga nilai-nilai x1, x2, x3, …, xn yang merupakan peubah dari sistem persamaan dapat ditentukan.


(11)

ABSTRAK

Tulisan ini merupakan studi kasus untuk menentukan jumlah kenderaan pada setiap perempatan selama jam sibuk di Kawasan Lapangan Benteng Medan dan perancangan suatu program dalam Bahasa C untuk menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen dengan menggunakan metode eliminasi Gauss-Jordan. Jika suatu sistem persamaan linier diketahui maka sistem persamaan tersebut ditransformasikan ke bentuk matriks. Dengan menggunakan metode eliminasi Gauss-Jordan, matriks dieliminasi ke bentuk echelon matriks sehingga nilai-nilai x1, x2, x3, …, xn yang merupakan peubah dari sistem persamaan dapat ditentukan.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak masalah di berbagai bidang, baik aplikasi ilmiah maupun industri melibatkan penyelesaian sistem persamaan linier, di antaranya adalah masalah lalu lintas dan jaringan komunikasi. Sistem persamaan linier muncul dalam penerapan bidang-bidang seperti: ekonomi, ekologi, demografi, perdagangan, genetika, elektronika, teknik, dan fisika.

Sistem persamaan linier terdiri atas dua jenis sistem persamaan yaitu sistem persamaan linier tidak homogen (non-homogen) dan sistem persamaan linier homogen. Dalam menyelesaikan sistem persamaan linier tersebut ada beberapa metode yang dapat digunakan:

1. Metode Eliminasi Gauss-Jordan 2. Metode Cramer

Penyajian masalah dalam sistem persamaan linier yang sesuai dengan masalah tersebut di atas adalah dengan mencari nilai-nilai peubah xi (i = 1, 2, 3, …, n). Akan

diambil contoh pada persoalan menentukan jumlah kenderaan di bagian kota yang ramai dan dua kelompok jalan satu-arah berpotongan di setiap perempatan, dimana: terdapat empat perempatan yaitu: perempatan A, B, C dan D, serta empat peubah yaitu: x1, x2, x3 dan x4

Penentuan jumlah kenderaan untuk setiap perempatan diselesaikan dengan cara: pada setiap perempatan banyaknya kenderaan yang masuk (m) harus sama

. Jumlah kenderaan yang memasuki dan meninggalkan setiap perempatan selama jam sibuk telah ditentukan.


(13)

dengan banyaknya kenderaan yang keluar (n) atau m = n untuk setiap perempatan. Sistem persamaan pada setiap perempatan diubah ke dalam bentuk matriks yang diperbesar dan diselesaikan dengan menggunakan metode-metode penyelesaian sistem persamaan linier.

Penyelesaian sistem persamaan linier yang jumlah persamaannya sedikit dapat diselesaikan secara manual dengan mudah, tetapi jika jumlah persamaannya cukup banyak, prosesnya akan lebih sukar serta kemungkinan terjadinya kesalahan yang cukup besar. Dalam hal inilah komputer menjadi penting dan sangat membantu dalam menyelesaikan sistem persamaan linier dengan peubah banyak tersebut.

Dalam penyelesaian sistem persamaan linier ini dengan komputer diperlukan instruksi-instruksi yang dapat dimengerti oleh komputer, yaitu instruksi atau bahasa yang dimengerti oleh komputer. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen adalah dengan menggunakan salah satu bahasa program yakni Bahasa C.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba membahas salah satu sistem penyelesaian n persamaan linier non-homogen dengan n peubah dengan menggunakan Bahasa C dan penulis memilih judul skripsi “Perancangan Program Penyelesaian Sistem Persamaan Linier Non-Homogen dengan Metode Eliminasi Gauss-Jordan untuk Menentukan Jumlah Kenderaan pada Kasus Arus Lalu Lintas”.

1.2 Perumusan Masalah

Yang menjadi masalah dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana mencari nilai-nilai peubah xi (i = 1, 2, 3, …, n) untuk menentukan jumlah kenderaan yang memasuki dan meninggalkan setiap perempatan selama jam sibuk. Kondisi yang diberikan adalah lokasi jalan di bagian kota yang padat/ramai dilalui kenderaan dan kelompok jalan berpotongan di setiap perempatan, maka dalam skripsi ini penulis memilih lokasi penelitian di Kawasan Lapangan Benteng Medan, yakni: jalan


(14)

Benteng, jalan Kapten Maulana Lubis, jalan Raden Saleh, jalan Imam Bonjol, jalan Pengadilan, jalan Kejaksaan, dan jalan Diponegoro.

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan dari tujuan utama tulisan ini, maka perlu dibuat batasan-batasan permasalahan sebagai berikut:

1. Dalam skripsi ini besarnya biaya dan keefektifan tidak dipermasalahkan. 2. Sistem persamaan linier non-homogen yang dibahas adalah n = n.

3. Dalam pengambilan data, jumlah kendaraan yang dihitung adalah kendaraan roda empat.

4. Pengambilan data dilakukan pada jam-jam sibuk, yakni jam 07.00-08.00 WIB, jam 12.00-13.00 WIB, dan jam 17.00-18.00 WIB.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Merancang program penyelesaian sistem persamaan linier non-homogen dengan metode eliminasi Gauss-Jordan dalam Bahasa C.

2. Menghitung jumlah kendaraan roda empat yang melintas di Kawasan Lapangan Benteng Medan

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tulisan ini adalah untuk menentukan jumlah kendaraan roda empat yang memasuki dan meninggalkan setiap perempatan jalan selama jam sibuk di Kawasan Lapangan Benteng Medan, dan juga untuk mempertinggi efisiensi kerja komputer untuk menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen dengan metode eliminasi Gauss-Jordan menggunakan Bahasa C.


(15)

1.6 Metodologi Penelitian

Dalam penyusunan tulisan ini, penulis mengadakan suatu studi kasus menentukan jumlah kendaraan roda empat di sekitar Kawasan Lapangan Benteng Medan dengan uraiannya sebagai berikut:

1. Pengambilan data kenderaan roda empat yang memasuki dan meninggalkan setiap perempatan di Kawasan Lapangan Benteng Medan.

2. Pengambilan data dilakukan 1 (satu) jam sibuk setiap hari selama 6 (enam) hari berturut-turut, dengan ketentuan pengambilan data dilakukan pada saat kondisi lokasi penelitian normal (bukan pada saat hujan, hari libur/besar dan hari minggu). 3. Memodelkan data kenderaan roda empat yang memasuki dan meninggalkan setiap

perempatan di Kawasan Lapangan Benteng Medan ke bentuk sistem persamaan linier.

4. Sistem persamaan linier tersebut diubah ke dalam bentuk matriks yang diperbesar dan diselesaikan dengan menggunakan metode eliminasi Gauss-Jordan.

5. Merancang program untuk menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen dengan metode eliminasi Gauss-Jordan menggunakan Bahasa C.

1.7 Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan tulisan ini, penulis melakukan tinjauan pustaka yang membahas tentang sistem persamaan linier dengan metode-metode penyelesaiannya. Penulis juga melakukan tinjauan pustaka yang membicarakan Bahasa C dan tentang penyusunan program dalam Bahasa C.

Kusuma M. R. (1991: 218-248) dalam bukunya yang berjudul “Belajar Turbo C Dengan Cepat Dan Mudah” mengatakan bahwa struktur array dua dimensi memiliki dua macam indeks yang dituliskan seperti berikut: nama_variabel [indeks1] [indeks2]. Indeks1 menunjukkan jumlah atau nomor baris, sedangkan indeks2 menunjukkan jumlah atau nomor kolom.


(16)

Gambar 1.1 Struktur array dua dimensi

Jumlah elemen yang dimiliki oleh array dua dimensi dapat ditentukan dari hasil perkalian: indeks1 dengan indeks2. Contoh menginisialisasikan array dua dimensi sebagai berikut:

# define N 5

float bil[N][N];

Davis W. S. (1983: 47-55) dalam bukunya “Tools Technique For Structure System Analysis And Design” menjelaskan tentang simbol-simbol dasar flowchart dan definisi flowchart itu sendiri.

Kolman B. (1996: 8-18) dalam bukunya yang berjudul “Elementary Linear Algebra” menjelaskan bahwa jika A sebuah matriks berukuran n x n, maka sistem linier AX = B merupakan suatu sistem n persamaan dengan n peubah yang tidak diketahui. Disamping itu buku ini juga digunakan sebagai pedoman dalam pemahaman tentang matriks dalam menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen.

Jhonson L. W dan Riess R. D. (1991: 280-289) dalam bukunya yang berjudul

“Introduction To Linear Algebra” menjelaskan bahwa eleminasi Gauss-Jordan tidak hanya dapat digunakan sebagai alat dalam teoritis tetapi merupakan salah satu

[2][1]

3 2 1

0 1 2 3

Indeks1


(17)

prosedur yang sangat populer dalam menyelesaikan sistem linier AX = B dengan mengimplementasikannya pada komputer.

Steven J. Leon (1998: 12-19) Edisi Kelima dalam bukunya “Aljabar Linier Dan Applikasinya” menjelaskan bahwa proses menggunakan operasi-operasi baris elementer untuk mengubah suatu matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi yang disebut dengan reduksi Gauss-Jordan.

Howard Anton (1987: 8-16) Edisi Kelima dalam bukunya “Elementary Linear Algebra” menjelaskan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris tereduksi yang dinamakan eliminasi Gauss-Jordan. Prosedur untuk menghasilkan bentuk eselon baris tersebut dinamakan eliminasi Gauss.


(18)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Persamaan Linier dan Matriks

2.1.1 Sistem Persamaan Linier

Salah satu masalah yang selalu dihadapi dalam mempelajari atau memecahkan problem dalam bidang matematika adalah menyelesaikan sistem persamaan linier. Bentuk umum persamaan linier adalah:

a1 x1 + a2 x2 + a3 x3 + . . . + an xn = b (2.1)

dimana b merupakan faktor yang menghubungkan peubah-peubah x1, x2, x3, . . ., xn dan a1, a2, a3, . . ., an

1. Salah satu koefisien a

merupakan koefisien peubah dari persamaan (2.1). Kejadian yang mungkin terjadi dari persamaan (2.1) adalah sebagai berikut:

i ≠ 0 (i = 1, 2, 3, . . ., n) misalnya ai ≠ 0, sehingga persamaan

dapat ditulis dengan: x1 = a1-1b – a1-1 a2x2 – a1-1 a3x3 – a1-1 a4x4 – . . . – a1-1 an xn. Dengan memberikan harga-harga sembarang untuk x2, x3, x4, . . ., xn, maka

harga xidapat diketahui yang merupakan penyelesaian dari persamaan itu. Kejadian

khusus dari persamaan ini adalah: ax = b, a ≠ 0 dengan penyelesaian: x = a-1

2. Semua koefisien a

b

(unique solution).

i

3. Semua koefisien a

= 0 (i = 1, 2, 3, . . ., n) sedangkan koefisien b ≠ 0. Dengan demikian persamaan (2.1) menjadi: 0 = b, b ≠ 0. Dalam hal ini persamaan tidak mempunyai penyelesaian (no solution).

i = 0 (i = 1, 2, 3, . . ., n) dan b = 0. Dengan demikian persamaan mula-mula menjadi 0 = 0. Artinya n buah bilangan di dalam R merupakan penyelesaian dari sistem persamaan (infinite number of solution).


(19)

Contoh di bawah ini menunjukkan bahwa sistem persamaan linier dapat mempunyai unique solution, no solution, infinite number of solution. Pandang sistem persamaan linier dengan dua persamaan dengan dua peubah di bawah ini:

   = +

= +

2 2 22 1 21

1 2 12 1 11

b x a x a

b x a x a

(2.2)

x2

x1

Gambar 2.1 Garis berpotongan pada sebuah titik persekutuan

x2

x

Gambar 2.2 Garis sejajar; tidak ada titik persekutuan 1

a21x1 + a22x2 = b2

a11x1 + a12x2 = b1

a21x1 + a22x2 = b2

a11x1 + a12x2 = b1

no solution unique solution


(20)

x2

x

Gambar 2.3 Garis berimpit; tidak dapat ditentukan banyaknya jumlah titik persekutuan

Sistem persamaan (2.2) diselesaikan dengan mengalikan persamaan pertama dengan a

1

22 dan persamaan kedua dengan a12

   =

+

= +

2 12 2 22 12 1 21 12

1 22 2 22 12 1 22 11

b a x a a x a a

b a x a a x a a

, sehingga diperoleh:

(2.3)

Bila persamaan pertama dikurang persamaan kedua, maka diperoleh:

   −

= −

− = −

2 12 1 22 1 21 12 22 11

2 12 1 22 1 21 12 1 22 11

)

(a a a a x a b a b b a b a x a a x a a

(2.4)

Jika a11a22 – a12a21≠ 0, maka harga x1

21 12 22 11

2 12 1 22 1

a a a a

b a b a x

− − =

dapat ditentukan yaitu:

(2.5)

Dengan diperolehnya nilai x1 dapat ditentukan nilai x2 dari persamaan (2.2) yang merupakan unique solution. Determinan persamaan (2.2) didefinisikan dengan:

a11a22 – a12 a21

1. Mempunyai unique solution jika dan hanya jika determinan ≠ 0.

(2.6)

Dari hasil ini dapat ditentukan solusi persamaan (2.2) sebagai berikut:

2. Tidak mempunyai penyelesaian atau mempunyai banyak penyelesaian jika dan hanya jika determinan = 0.

a21x1 + a22x2 = b2

a11x1 + a12x2 = b1


(21)

Suatu sistem persamaan linier (m x n) adalah kumpulan dari m buah sistem persamaan dengan n peubah yang disajikan secara serentak. Secara umum sistem persamaan linier tersebut berbentuk:

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + m n mn m m m n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a          3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (2.7)

dimana: a11, a12, a13, . . ., aij, . . ., amn merupakan konstanta dari sistem persamaan, sedangkan x1, x2, x3, . . ., xn merupakan peubah dan b1, b2, b3, . . ., bm

     = − − = + − = − + 16 3 5 5 2 2 3 5 3 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 x x x x x x x x x merupakan nilai masing-masing sistem persamaan dengan i = 1, 2, 3, . . ., m dan j = 1, 2, 3, . . ., n.

Contoh:

(2.7)

Jika semua konstanta bi = 0, (i = 1, 2, 3, . . ., m), maka sistem persamaan disebut sistem persamaan linier homogen. Andaikan xi = ki, (i = 1, 2, 3, . . ., n)

memenuhi sistem persamaan (2.7), maka himpunan harga xi = ki, ditulis dengan x =

(x1, x2, x3, . . ., xn

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + 0 0 0 0 3 3 2 2 1 1 3 3 33 2 32 1 31 2 3 23 2 22 1 21 1 3 13 2 12 1 11 n mn m m m n n n n n n x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a         

) disebut penyelesaian partikulir dari sistem persamaan itu. Himpunan dari semua penyelesaian disebut dengan penyelesaian umum.

Suatu sistem persamaan linier homogen dengan orde m x n, bentuk umumnya dapat ditulis sebagai berikut:

(2.8)

dimana: aij merupakan konstanta dengan 1 ≤ i m, 1 ≤ j n sedangkan xi sebagai


(22)

Contoh:      = − − = + − = − + 0 3 5 0 2 2 3 0 3 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 x x x x x x x x x (2.8)

Bila sistem persamaan linier disajikan secara serentak dimana jumlah peubah sama dengan jumlah persamaan, maka bentuk umumnya adalah:

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a          3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (2.9)

dimana: aij sebagai koefisien dan bi konstanta dari sistem persamaan linier dengan

peubah xj

= = = n j i j

ijx b i n

a 1 . ., . . , 3 , 2 , 1 ,

, i = j = 1, 2, 3, . . ., n. Dalam bentuk lain sistem persamaan linier ini dapat disajikan sebagai berikut:

2.1.2 Matriks

Penggunaan operasi matriks memberikan proses yang teratur dan logis yang dapat diterima untuk penyelesaian komputer dalam sistem persamaan-persamaan simultan.

Pandang sistem persamaan linier dengan tiga persamaan, tiga peubah sebagai berikut:      = − − = + − = − + 3 3 5 1 2 2 2 4 3 3 2 1 3 2 1 3 2 1 x x x x x x x x x (2.9)


(23)

Jika koefisien sistem persamaan linier tersebut ditulis dalam bentuk array empat persegi panjang (rectangular array), maka diperoleh:

          − − − − 1 3 5 2 2 2 3 1 1

yang menggambarkan tentang informasi sebelah kiri ketiga persamaan tersebut. Suatu array empat persegi panjang yang diurutkan disebut matriks. Secara umum perhatikan matriks m buah persamaan linier dengan n peubah di bawah ini:

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + m n mn m m m n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a          3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (2.7)

Sistem persamaan linier di atas dapat ditulis dalam bentuk array empat persegi panjang dan dinamakan matriks A yaitu:

                = mn m m m n n n a a a a a a a a a a a a a a a a A         3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

Susunan array yang berbentuk persegi panjang yang terdiri dari m baris dan n

kolom disebut matriks m x n atau matriks berorde m x n. Komponen ke-ij matriks A

dinotasikan dengan aij, yang merupakan baris ke-i dan kolom ke-j dari matriks A. Dalam bentuk lain, matriks A dapat ditulis A = (aij).

Bila A adalah matriks m x n dimana m = n, maka matriks A disebut matriks bujur sangkar (square matriks).


(24)

Definisi 1

Andaikan A = (aij) matriks berorde m x n. Transpose dari A ditulis At, adalah matriks

berorde n x m yang diperoleh dengan mempertukarkan baris dan kolom dari A. Jelasnya dapat ditulis: At = (aij

                = mn m m m n n n a a a a a a a a a a a a a a a a A Jika         3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

). Dalam bentuk lain:

                = mn n n n m m m t a a a a a a a a a a a a a a a a A maka         3 2 1 3 33 23 13 2 32 22 12 1 31 21 11

Jelasnya, letak baris ke-i dari A adalah kolom ke-i pada At dan kolom ke-j dari A

adalah baris ke-j pada At.

Definisi 2

Matriks bujursangkar A beorde n x n disebut simetrik jika At = A. Suatu matriks bujursangkar disebut upper triangular bila semua komponen di bawah diagonal nol dalam bentuk lain ditulis: A = (aij) upper triangular jika aij = 0, i > j. Suatu matriks

bujursangkar disebut lower triangular bila semua elemen di atas diagonal nol dalam bentuk lain ditulis: A = (aij) jika aij = 0, i < j. A = (aij) matriks diagonal jika aij = 0, i ≠ j.

Definisi 3

Andaikan A = (aij) dan B = (bij

            + + + + + + + + + = + = + mn mn m m m m n n n n ij ij b a b a b a b a b a b a b a b a b a b a B A       2 2 1 1 2 2 22 22 21 21 1 1 12 12 11 11 ) (

) adalah matriks berorde m x n. Jumlah A dan B adalah matriks A + B dengan orde m x n yang dinyatakan dengan:


(25)

Definisi 4

Jika A = (aij

            = = mn m m n n ij a a a a a a a a a a A α α α α α α α α α α α       2 1 2 22 21 1 12 11 ) (

) matriks berorde m x n dan jika α adalah saklar, maka matriks αA berorde

m x n yang dinyatakan dengan:

Definisi 5

Andaikan A = (aij) matriks berorde m x n dengan elemen baris ke-i dinotasikan dengan

ai. Andaikan B = (bij) matriks berorde n x p dimana elemen kolom ke-j dinotasikan dengan bj. Maka product (perkalian) A dan B adalah matriks C = (cij) dengan orde m x

p dimana cij = ai bj. Elemen ke-ij dan AB adalah perkalian saklar baris ke-i dari A(ai)

dan kolom ke-j dari B(bj

nj in j i j i

ij a b a b a b

C = 1 1 + 2 2 +...+

). Hal ini dinyatakan dengan:

Contoh:

Jika A = [aij] koefisien matriks berorde m x n dan x = (x1, x2, x3, . . ., xn

                                = n mn m m m n n n x x x x a a a a a a a a a a a a a a a a Ax          3 2 1 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 ) adalah matriks kolom berorde n x 1, sehingga product matriks Ax adalah matriks berorde m x 1 yaitu:                 + + + + + + + + = n mn m m n n n n n n x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a Ax        2 2 1 1 3 2 32 1 31 2 2 22 1 21 1 2 12 1 11


(26)

Bila sistem persamaan di atas disamakan dengan b yang merupakan vektor kolom, maka Ax = b yang dinyatakan dengan:

                =                 + + + + + + + + m n mn m m n n n n n n b b b b x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a x a         3 2 1 2 2 1 1 3 2 32 1 31 2 2 22 1 21 1 2 12 1 11 Definisi 6

Identitas matriks bujursangkar berorde n x n adalah matriks berorde n x n dimana semua elemen diagonal adalah 1 (satu) dan elemen yang lain 0 (nol) dan dapat dinotasikan dengan:

In = (bij

   ≠ = = j i jika j i jika bij 0 1

) dimana ; i = j = 1, 2, 3, . . ., n (2.10)

Teorema 1

Andaikan A matriks bujursangkar berukuran n x n, maka:

A In = In A = A

Catatan: Fungsi In pada matriks n x n sama dengan fungsi bilangan 1 (satu) dalam bilangan riel (sebab: 1 . a = a . 1 = a, ∀aε R).

Bukti:

Andaikan cij elemen ke-ij dari A In, maka dapat ditulis:

cij = ai1 bi1 + ai2 bi2 + . . . + aij bij + . . . + ain b dari persamaan (2.10) jumlah c

in

ij = aij, sehingga A In = A. Dengan cara yang sama dapat diperlihatkan A In

Misalkan A dan B matriks berukuran n x n. Andaikan bahwa: A B = B A = I. B disebut invers dari mariks A dinotasikan dengan A

A = A. Jelas terbukti.

Notasi: Untuk lebih singkatnya identitas ditulis I.

Definisi 7

-1


(27)

I. Jika matriks A mempunyai invers maka matriks A disebut invertible. Dari definisi di atas diperoleh bahwa (A-1)-1

Andaikan B dan C invers dari matriks A. Akan diperlihatkan B = C. Dari definisi diketahui bahwa AB = BA = I dan AC = CA = I. Maka B(AC) = BI = B dan B(AC) = IC = C. B(AC) = (BA)C sebab berlaku hukum assosiatif dalam perkalian matriks. Dengan demikian B = C, sehingga pernyataan diatas terbukti.

Teorema 3

Andaikan A dan B matriks berorde n x n yang invertible. Maka AB invertible dan (AB) = A bila A invertible.

Teorema 2

Bila matriks A invertible, maka inversnya unique (tunggal)

Bukti:

-1 = B-1 A-1.

Bukti:

Untuk membuktikannya, akan diarahkan ke definisi 7.

B-1A-1=(AB)-1jika dan hanya jika B-1A-1(AB)=(AB)(B-1A-1)= I. (B-1A-1)(AB)= B-1(A-1A)B = B-1IB = B-1

(AB)(B

B = I dan

-1

A-1) = A(BB-1)A-1= AIA-1= AA-1= I

Pandang sistem persamaan (2.9) dengan n persamaan dan n peubah, dapat dinyatakan dengan: AX = b dan andaikan A invertible. Maka persamaan dapat ditulis dalam bentuk: A-1AX = A-1b (kedua ruas persamaan dikali dengan A-1)

IX = A-1b ; A-1A = I X = A-1

Sehingga dapat disimpulkan, bila A invertible, sistem pesamaan AX = b

mempunyai unique solution: X = A

b ; IX = X

-1


(28)

2.2 Metode Cramer

Sebelum diuraikan bagaimana metode cramer digunakan dalam meyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen, maka akan diuraikan terlebih dahulu faktor-faktor yang mendukung metode cramer.

Teorema 4

Jika Ainvertible det A ≠ 0, maka det A-1

A det

1 =

Bukti:

Dari sifat-sifat aljabar diketahui bahwa:

1 =det I =det A A-1=det A det A-1 dimana hal ini ekivalen dengan: det A-1

A det

1 =

Sebelum digunakan determinan untuk menghitung invers, akan didefinisikan tentang adjoint matriks A = (aij). Misalkan B = (Aij

                = nn n n n n n n A A A A A A A A A A A A A A A A B         3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

) matriks kofaktor dari A sehingga:

Definisi 8

Andaikan A matriks berorde n x n dan B matriks kofaktor. Adjoint A ditulis adj A

adalah transpose matriks B berorde n x n yaitu:

                = = nn n n n n n n t A A A A A A A A A A A A A A A A B A adj         3 2 1 3 33 23 13 2 32 22 12 1 31 21 11


(29)

Contoh: Misalkan:           − = 7 5 3 1 1 0 3 4 2 A

Dari matriks di atas diperoleh: A11 = 12, A12 = 3, A13 = -3, A21 = -13, A22 = 5, A23 = 2, A31 = -7, A32 = 2, A33

          − − − 2 2 7 2 5 13 3 3 12 = 2. maka:

B = dan Adj A = Bt

          − − − 2 2 3 2 5 3 7 13 12 = Teorema 5

Andaikan A matriks berorde n x n. A invertible jika dan hanya jika det A≠ 0. Jika det A

≠ 0 maka:

A-1 adjA

A

det 1 =

Bukti:

Karena A≠ 0, maka: (A)      A adj A det 1

=

(

)

(det ) .

det 1 ) ( det 1 I I A A A adj A

A = =

Sebab diketahui bahwa jika A B = I

maka B = A-1 1

det

1 =

A A adj A . Dengan demikian:

Pandang sistem persamaan linier non-homogen dengan n persamaan dan n

peubah dibawah ini:

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a          3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (2.9)


(30)

Sistem persamaan linier di atas dapat ditulis dalam bentuk:

Ax = b (2.11)

dimana:                 = nn n n n n n n a a a a a a a a a a a a a a a a A         3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11 ,                 = n x x x x x  3 2 1 ,                 = n b b b b b  3 2 1

Jika det A ≠ 0 maka persamaan (2.11) mempunyai unique solution yang ditentukan oleh: x = A-1

                = nn n n n n n n a a a b a a a b a a a b a a a b A         3 2 3 33 32 3 2 23 22 2 1 13 12 1 1 b.

Misalkan D = det A. Didefinisikan matriks baru yaitu:

,                 = nn n n n n n n a a b a a a b a a a b a a a b a A         3 1 3 33 3 31 2 23 2 21 1 13 1 11

2 , . . .,

                = n n n n n b a a a b a a a b a a a b a a a A         3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

Ai adalah matriks yang diperoleh dengan menempatkan pada kolom ke-i dari A dengan matriks kolom b. Misalkan D1 = det A1, D2 = det A2, . . ., Dn = det An.

Teorema 6 (Cramer’s Rule)

Andaikan A matriks berorde n x n dan det A ≠ 0. Penyelesaian tunggal (unique solution) dari sistem persamaan Ax = b ditentukan oleh:


(31)

D D x D D x D D x D D x n n = = =

= , , 3,...,

3 2 2 1 1 Bukti:

Penyelesaian dari Ax = b adalah x = A-1

(

)

                                = = − n nn n n n n n n b b b b A A A A A A A A A A A A A A A A D b A adj D b A          3 2 1 3 2 1 3 33 23 13 2 32 22 12 1 31 21 11

1 1 1

b dimana:

Sehingga (adj A)b adalah merupakan n-vektor yaitu:

(

)

j j j n nj

n nj j j

j bA b A b A b A

b b b b A A A

A = + + + +

                 

3 1 1 2 2 3 3

2 1

3 2

1 .

Pandang matriks Aj

                = nn n n n n n n j a b a a a b a a a b a a a b a a a             2 1 3 3 32 31 2 2 22 21 1 1 12 11 :

Bila ditentukan determinan dari Aj

1. D

pada kolom ke-j, diperoleh:

j = b1 (kofaktor dari b1) + b2 (kofaktor dari b2) + b3 (kofaktor dari b3) + . . . +

bn (kofaktor dari bn

2. Kofaktor dari b

).

j diperoleh dengan menghilangkan baris ke-i dan kolom ke-j dari Aj

(sebab bi berada pada kolom ke-j di Aj). Tetapi kolom ke-j dari Aj adalah b,

sehingga diperoleh minor ij, Mij

maka kofaktor dari b

dari A.

i pada Aj = Aij D

sehingga:

j = b1 A1j + b2 A2j + b3 A3j + . . . +bn Anj.


(32)

Komponen ke-i dari (adj A)b adalah Di                 =                 = =                 = − D D D D D D D D D D D D D b A x x x x x n n n / / / / 1 3 2 1 3 2 1 1 3 2 1    dan diperoleh:

2.3 Metode Eliminasi Gauss-Jordan

Pandang sistem persamaan linier non-homogen di bawah ini:

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a          3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (2.9)

Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk koefisien matriks sebagai berikut:                 =                                 n n nn n n n n n n b b b b x x x x a a a a a a a a a a a a a a a a           3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 33 32 31 2 23 22 21 1 13 12 11

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks yang diperbesar (augmented matrix) yang bentuknya seperti di bawah ini:


(33)

                n nn n n n n n n b a a a a b a a a a b a a a a b a a a a          3 2 1 3 3 33 32 31 2 2 23 22 21 1 1 13 12 11

Untuk menentukan nilai-nilai x1, x2, x3, . . ., xn

1. Gunakan a

, maka matriks yang diperbesar (augmented matrix) di atas harus diubah kedalam bentuk echelon dengan proses pengerjaan sebagai berikut:

11 sebagai pivot pertama untuk mengeliminasi elemen-elemen a21, a31,

a41, . . ., an1

Proses sebagai berikut:

menjadi 0 (nol).

a. M21 (-a21/a11): kalikan baris pertama dengan (-a21/a11

b. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris kedua.

31 (-a31/a11): kalikan baris pertama dengan (-a31/a11

c. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ketiga.

41 (-a41/a11): kalikan baris pertama dengan (-a41/a11

d. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris keempat. Hal ini dilakukan hingga elemen ke-n.

n1 (-an1/a11): kalikan baris pertama dengan (-an1/a11

maka diperoleh matriks di bawah ini:

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ke-n.

                n nn n n n n n b a a a b a a a b a a a b a a a a          3 2 3 3 33 32 2 2 23 22 1 1 13 12 11 0 0 0

2. a22 digunakan sebagai elemen pivot untuk mengeliminasi elemen-elemen a12, a32,

a42, . . ., an2 a. M

menjadi 0 (nol), dengan operasi:

12 (-a12/a22): kalikan baris kedua dengan (-a12/a22) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris pertama.


(34)

b. M32 (-a32/a22): kalikan baris kedua dengan (-a32/a22

c. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ketiga.

42 (-a42/a22): kalikan baris kedua dengan (-a42/a22

d. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris keempat.

n2 (-an2/a22): kalikan baris kedua dengan (-an2/a22

maka diperoleh matriks di bawah ini :

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ke-n.

                n nn n n n n b a a b a a b a a a b a a a          3 3 3 33 2 2 23 22 1 1 13 11 0 0 0 0 0 0

3. a33 digunakan sebagai elemen pivot untuk mengeliminasi elemen-elemen a13, a23,

a43, . . ., an3 a. M

menjadi 0 (nol) dengan operasi;

13 (-a13/a33): kalikan baris ketiga dengan (-a13/a33

b. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris pertama.

23 (-a23/a33): kalikan baris ketiga dengan (-a23/a33

c. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ketiga.

43 (-a43/a33): kalikan baris ketiga dengan (-a43/a33

d. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris keempat.

n3(-an3/a33): kalikan baris ketiga dengan (-an3/a33

maka diperoleh matriks di bawah ini:

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ke-n.

                n nn n n n b a b a a b a a b a a          0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3 33 2 2 22 1 1 11

Operasi di atas terus dilakukan hingga ann sebagai elemen pivot ke-n, untuk


(35)

a. M1n (-a1n/ann): kalikan baris ke-n dengan (-a1n/ann

b. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris pertama.

2n (-a2n/ann): kalikan baris ke-n dengan (-a2n/ann

c. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris kedua.

3n (-a3n/ann): kalikan baris ke-n dengan (-a3n/ann

d. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ketiga.

(n-1)n (-a(n-1)n/ann): kalikan baris ke-n dengan (-a(n-1)n/ann

sehingga diperoleh bentuk matriks di bawah ini:

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ke-(n – 1).

                  − − − − − − − − − ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 3 ) 1 ( 3 ) 1 ( 33 ) 1 ( 2 ) 1 ( 22 ) 1 ( 1 ) 1 ( 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 n n n nn n n n n n n n n b a b a a b a b a         

dari matriks di atas ini nilai-nilai x1, x2, x3, . . ., xn ) 1 ( 11 ) 1 ( 1 1 / − −

= n n

a b x dinyatakan dengan: , ) 1 ( 22 ) 1 ( 2 2 / − −

= n n

a b

x ,

) 1 ( 33 ) 1 ( 3 3 / − −

= n n

a b

x ,

) 1 ( 44 ) 1 ( 4 4 / − −

= n n

a b

x , . . .,

) 1 ( ) 1 ( / − − = n nn n n

n b a

x .

2.4 Bahasa C

Bahasa C merupakan perkembangan dari bahasa BCPL yang dikembangkan oleh Martin Richards pada tahun 1967. Selanjutnya bahasa ini memberikan ide kepada Ken Thompson yang kemudian mengembangkan bahasa yang disebut bahasa B pada tahun 1970. Perkembangan selanjutnya dari bahasa B adalah bahasa C oleh Dennis Ricthie sekitar tahun 1970-an di Bell Telephone Laboratories Inc. (sekarang adalah AT&T Bell Laboratories). Bahasa C pertama kali digunakan di komput er Digital Equipment


(36)

Corporation PDP-11 yang menggunakan system operasi UNIX. Hingga saat ini penggunaan bahasa C telah merata di seluruh dunia. Selain itu, banyak bahasa pemrograman populer seperti PHP dan Java menggunakan sintaks dasar yang mirip bahasa C.

2.4.1 Struktur Program Bahasa C

Setiap bahasa komputer mempunyai struktur program yang berbeda. Jika struktur dari program tidak diketahui, maka akan sulit untuk memulai menulis suatu program dengan bahasa yang bersangkutan. Struktur dari program memberikan gambaran secara luas dari bentuk program.

Struktur dari program Bahasa C dapat dilihat dari kumpulan sebuah atau lebih fungsi-fungsi. Fungsi pertama yang harus ada dalam program Bahasa C sudah ditentukan namanya, yaitu bernama main(). Suatu fungsi dalam program Bahasa C dibuka dengan kurung kurawal ({) dan di tutup dengan kurung kurawal (}). Di antara kurung-kurung kurawal dapat dituliskan statemen-statemen program Bahasa C. Berikut ini adalah struktur program Bahasa C.

a. Struktur Program Bahasa C main()

{

statemen-statemen; }

Fungsi_Fungsi_Lain() {

statemen-statemen; }

fungsi utama

fungsi-fungsi lain yang ditulis oleh pemrogram


(37)

b. Program Bahasa C yang Sederhana

/* Program Bahasa C Yang Sederhana */ #include<stdio.h>

main() {

float Celcius, Fahrenheit;

printf(“Masukkan Nilai Celcius ?”); scanf(“%f”,&Celcius);

/* Menghitung Konversi */ Fahrenheit = Celcius * 1.8 + 32;

printf(“%f celcius adalah %f fahrenheit\n”, Celcius, Fahrenheit); }

Jika program ini dijalankan akan didapatkan hasil: Masukkan Nilai Celcius ? 10

10.000000 celcius adalah 50.000000 fahrenheit

2.4.2 Fungsi Input/Output

a. printf()

statemen-statemen dalam program Bahasa C berbentuk kata kunci

komentar

nama fungsi

bagian suatu fungsi

pendeklarasian variabel


(38)

Fungsi : Mencetak output ke layar Include : #include<stdio.h>

Hasil : Menghasilkan jumlah byte dari output tersebut, bila gagal print

menghasilkan end of file

Contoh :

printf(“SUKSES SELALU”);

Tabel 2.1 Kode-Kode Format untuk Fungsi printf()

Kode Format Kegunaan

%c %s %d %i %f

Menampilkan sebuah karakter Menampilkan nilai string

Menampilkan nilai desimal integer Menampilkan nilai desimal integer Menampilkan nilai pecahan

b. scanf()

Fungsi : Membaca data dari stdin Include : #include<stdio.h>

Hasil : Data tersebut, bila salah atau menjumpai end of file maka hasilnya adalah NULL

Contoh :

printf(“Jari-Jari Lingkaran: “);

scanf(“%f”, & jari);

c. getch()

Fungsi : Membaca karakter dari keyboard, hasilnya tidak ditampilkan dilayar Include : #include<conio.h>

Hasil : Karakter yang diketikkan Contoh :

printf(“Ketikkan suatu huruf (A-Z)“);

getch(); d. getche()


(39)

Include : #include<conio.h>

Hasil : Karakter yang dibaca dari layar Contoh :

printf(“Tekan Sembarang Tombol“); x = getche();

e. putch()

Fungsi : Mencetak karakter di layar Include : #include<conio.h>

Hasil : Karakter yang dicetak, bila terjadi kesalahan fungsi ini memberi nilai

end of file

Contoh :

putch(karakter); f. puts()

Fungsi : Mencetak string ke stdout Include : #include<stdio.h>

Hasil : Bila berhasil akan memberikan nilai non-negatif, bila gagal akan menghasilkan end of file

Contoh :

char teks[ ] = “Selamat”;

puts(teks);

2.4.3 Jenis-Jenis Variabel dalam Bahasa C

Variabel-variabel dalam Bahasa C digolongkan menjadi dua bagian yaitu variabel numerik dan variabel teks.

1. Variabel numerik digolongkan atas: a. Bilangan Bulat atau Integer

Integer mampu menampung bilangan bulat yang berkisar antara -32.786 sampai dengan 32.786.


(40)

b. Floating Point

Dalam bentuk bilangan berpangkat, floating point dapat menampung data dari 10-38 sampai dengan 1038, sedang dalam bentuk desimal dapat menampung hingga enam desimal.

Contoh : nilai_max = 102.234567 hasil = 1.34566e – 20 c. Double Precision

Dalam bentuk bilangan berpangkat, double precision dapat mengolah angka berkisar 10-308 sampai dengan 10308

int gaji

, sedang dalam bentuk desimal dapat menampung 15 digit.

Contoh : teliti = 1234.5678901234 std_dev = 1.34567e – 100

2. Variabel teks dibedakan atas: a. Karakter (Tunggal)

Variabel ini digunakan untuk menampung sebuah karakter ataupun variabel yang dikonversikan dalam bentuk bilangan (ASCII code).

b. String

String merupakan rangkaian dari beberapa karakter yang diakhiri dengan karakter NULL (‘\0’). Untuk menggunakan variabel-variabel di atas dalam Bahasa C maka variabel haruslah diperkenalkan kepada Bahasa C yang dikenal dengan istilah deklarasi variabel.

Contoh:

Bila dideklarasikan variabel total sebagai integer, variabel nilai_akhir sebagai

floating point, variabel jumlah sebagai double precision, ini dinyatakan dengan:

int total;

float nilai_akhir;

double jumlah;

Tabel 2.2 Tipe Variabel nama variabel


(41)

Tipe Variabel Simbol Deklarasi Format Specifier Integer

Floating Point Double Precision Karakter

int float double char

% d % f % lf % c


(42)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Kawasan Lapangan Benteng Medan, yakni: jalan Benteng, jalan Kapten Maulana Lubis, jalan Raden Saleh, jalan Imam Bonjol, jalan Pengadilan, jalan Kejaksaan, dan jalan Diponegoro.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari hari Senin 8 September 2008 sampai dengan hari Sabtu 13 September 2008. Waktu penelitian adalah pada jam-jam sibuk antara lain: jam 07.00-08.00 WIB, jam 12.00-13.00 WIB, dan jam 17.00-18.00 WIB.

3.2 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Meteran tanah ukuran 50 (lima puluh) meter, digunakan untuk mengukur panjang dan lebar jalan lokasi penelitian.

2. Stop watch, digunakan untuk menyamakan waktu memulai penelitian dan waktu selasai penelitian.

3. Buku tulis dan pena, untuk menulis jumlah kenderaan roda empat yang melintas pada titik-titik penelitian dan juga untuk menulis lebar dan panjang jalan lokasi penelitian.


(43)

3.3 Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan cara menghitung setiap kenderaan roda empat yang melintas pada titik-titik penelitian secara manual. Pengambilan data dilakukan 1 (satu) jam sibuk setiap hari selama 6 (enam) hari berturut-turut, dengan ketentuan pengambilan data dilakukan pada saat kondisi lokasi penelitian normal (bukan pada saat hujan, hari libur/besar dan hari minggu).

Jumlah kenderaaan roda empat yang melewati titik-titik x1, x2, x3, x4 dan x5

tidak dihitung, dalam hal ini titik-titik x1, x2, x3, x4 dan x5 disebut peubah. Untuk

mencari nilai-nilai peubah xi (i = 1, 2, 3, 4, 5) diselesaikan dengan menggunakan

metode eliminasi Gauss-Jordan. Dalam pengambilan data jumlah kenderaan roda empat ini, dibutuhkan 11 orang untuk menghitung jumlah kenderaan roda empat yang melintas pada setiap titik penelitian, antara lain pada titik-titik a, b, c, d, e, f, g, h, i, j

dan k.

Lebar dan panjang jalan diperoleh dengan menggunakan meteran tanah ukuran 50 meter. Lebar jalan yang diukur, antara lain pada titik-titik a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k

dan x1, x2, x3, x4, x5. Panjang jalan yang diukur adalah pada titik-titik x1, x2, x3, x4

dan x5

Lebar Jalan pada Titik Penelitian (m) .

Tabel 3.1 Lebar Jalan

a b c d e f g h i j 12,4 7,7 7,2 4,15 5,75 5,5 14,22 11,5 5,5 5,75

Tabel 3.2 Panjang Jalan

Titik Lebar jalan (m) Panjang jalan (m)

x1 12,4 84,7

x2 11,55 204,2/234,65

x3 5,5 64,15

x4 5,75 60,2


(44)

Tabel 3.3 Jumlah Mobil yang Melintas pada Setiap Titik Penelitian

No. Tanggal /

Waktu (WIB)

Jumlah Mobil yang Melintas pada Titik-Titik

a b c d e f g h i j k

1. Senin, 8 September 2008

17.00-18.00 3125 999 2759 1108 204 775 2827 976 611 764 347

2. Selasa, 9 September 2008

07.00-08.00 2567 992 2101 909 171 587 2269 771 673 680 300

3. Rabu, 10 September 2008

12.00-13.00 2853 898 2533 990 167 576 2555 893 581 639 323

4. Kamis, 11 September 2008

07.00-08.00 2607 948 2215 816 194 426 2305 794 482 540 274

5. Jumat, 12 September 2008

12.00-13.00 2779 944 2365 1067 244 653 2632 970 658 716 336

6. Sabtu, 13 September 2008


(45)

Jl

n.

P

en

ga

di

lan

Jl

n.

Im

am

B

on

jol

Jl

n.

Im

am

B

on

jol

Jl

n.

D

ip

on

eg

or

o

Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan

Jln. Kapten Maulana Lubis

Jln. Kapten Maulana Lubis Jln. Benteng / Jln. Gatot Sobroto

Gambar 3.1 Denah Lokasi Penelitian

Keterangan Gambar:

1. A, B, C, D dan E adalah perempatan jalan. 2. x1, x2, x3, x4 dan x5

3. a, b, c, d, e, f, g, h, i, j dan k adalah titik-titik tempat pengambilan data jumlah kenderaan roda empat, dimana:

adalah peubah dimana jumlah kenderaan roda empat yang melintas pada titik-titik ini tidak dihitung.

D

E

A

B

C

P A L L A D I U M

BANK

MANDIRI

KANTOR DPRD TK I

PENGADILAN TINGGI SUMATERA

UTARA

LAPANGAN BENTENG

MEDAN

a x1

b c

d

e f

g

x3

x4

h

i

j

x5

x2


(46)

a : jumlah kenderaan roda empat yang menuju perempatan A atau jalan Kapten Maulana Lubis (x1 dan k) dari jalan Benteng/jalan Gatot Subroto.

b : jumlah kenderaan roda empat yang menuju perempatan C atau jalan Imam Bonjol (x2) dari perempatan B atau dari jalan Kapten Maulana Lubis (x1).

c : jumlah kenderaan roda empat yang keluar dari perempatan B atau dari jalan Kapten Maulana Lubis (x1) menuju jalan Balai Kota/jalan Raden Saleh.

d : jumlah kenderaan roda empat yang menuju perempatan C atau menuju jalan Imam Bonjol (x2) dari jalan Balai Kota/jalan Raden Saleh.

e : jumlah kenderaan roda empat yang keluar dari perempatan D atau dari jalan Imam Bonjol (x2) dan jalan kejaksaan (x4).

f : jumlah kenderaan roda empat yang menuju perempatan D atau menuju jalan Imam Bonjol (g) dan jalan Kejaksaan (x3).

g : jumlah kenderaan roda empat yang meninggalkan perempatan D atau dari jalan Kejaksaan (x4 dan f) dan jalan Imam Bonjol (x2).

h : jumlah kenderaan roda empat yang keluar dari jalan Diponegoro menuju perempatan E atau menuju jalan Pengadilan (x5) dan jalan Kejaksaan (x4

dan i).

i : jumlah kenderaan roda empat yang keluar dari perempatan E atau dari jalan Diponegoro (h) dan jalan Kejaksaan (x3).

j : jumlah kenderaan roda empat yang menuju perempatan E atau menuju jalan Kejaksaan (x4) dan jalan Pengadilan (x5).

k : jumlah kenderaan roda empat yang keluar dari perempatan A atau dari jalan Benteng/jalan Gatot Subroto (a) dan jalan Pengadilan (x5

4. Tanda panah (→) menunjukkan arah kenderaan yang masuk dan kenderaan yang keluar di setiap perempatan.


(47)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Program

Sebelum program dibuat, terlebih dahulu disusun algoritma untuk memudahkan pembuatan program. Adapun algoritma yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Inputkan nilai elemen matriks A pada kolom pertama maupun elemen diagonal yang bukan bernilai nol.

2. Jika elemen kolom pertama ataupun elemen diagonal bernilai nol, pertukarkan baris tersebut dengan baris yang lain.

3. Inputkan nilai elemen matriks B.

4. Setelah kolom elemen pertama ataupun elemen diagonal-diagonal tidak sama dengan nol, gunakan a11

5. Ulangi prosedur hingga diperoleh echelon matriks.

sebagai elemen pivot untuk mengeliminasi elemen tersebut.

Setelah rancangan program siap ditulis dalam kertas maka langkah selanjutnya adalah:

a. Menjalankan Program

Meng-compile dan me-link program. Bila masih terjadi kesalahan program, maka kembali ke layar sunting untuk memperbaiki kesalahan program. Proses ini dilakukan terus sampai program sukses dan siap untuk RUN.

b. Eksekusi Program

Untuk mendapatkan hasil (informasi) yang diinginkan maka pelaksanaannya adalah me-RUN program yang telah sukses dengan perintah memilih RUN dari menu


(48)

4.2 Transformasi Metode Eliminasi Gauss-Jordan Kedalam Bahasa C

Pandang sistem persamaan linier non-homogen di bawah ini:

        = + + + + = + + + + = + + + + = + + + + n n nn n n n n n n n n n b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a b x a x a x a x a          3 3 2 2 1 1 3 3 3 33 2 32 1 31 2 2 3 23 2 22 1 21 1 1 3 13 2 12 1 11 (4.1)

Sistem persamaan linier non-homogen di atas dapat ditulis dalam bentuk:

                n nn n n n n n n b a a a a b a a a a b a a a a b a a a a          3 2 1 3 3 33 32 31 2 2 23 22 21 1 1 13 12 11

Dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan, matriks di atas diubah ke dalam matriks diagonal dimana: aij = 0 kecuali untuk i = j. Agar matriks diagonal

diperoleh, maka dilakukan proses pengeliminasian dengan menggunakan a11 sebagai

elemen pivot pertama untuk mengeliminasi a21, a31, . . ., an1 menjadi nol. Proses

selanjutnya adalah menggunakan a22 sebagai elemen pivot kedua dan seterusnya

hingga ann

                  − − − − − − − − ) 1 ( ) 1 ( ) 1 ( 3 ) 1 ( 33 ) 1 ( 2 ) 1 ( 22 ) 1 ( 1 ) 1 ( 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 n n n nn n n n n n n b a b a b a b a         

sebagai elemen pivot ke-n.

Sehingga diperoleh bentuk matriks di bawah ini:

Dari bentuk matriks di atas dengan mudah diperoleh nilai-nilai x1, x2, x3, . . ., xn yang dinyatakan oleh:


(49)

) 1 ( 11 ) 1 ( 1

1 /

− −

= n n

a b

x ,

) 1 ( 22 ) 1 ( 2

2 /

− −

= n n

a b

x ,

) 1 ( 33 ) 1 ( 3

3 /

− −

= n n

a b

x ,

) 1 ( ) 1 (

/ −

= n

nn n n

n b a

x .

Nilai elemen diagonal harus ≠ 0, sebab elemen diagonal digunakan sebagai pivot (pembagi), sehingga diperoleh: aij / aij, i = j = 1, 2, 3, …, n. Jika aij penyebut

bernilai NOL (aij = 0, i = j) akan diperoleh bentuk aij / 0 (TIDAK TERDEFINISI).

Untuk mengatasi hal ini maka elemen baris yang satu dipertukarkan dengan baris yang lain agar elemen diagonal ≠ 0.

Jika koefisien sistem persamaan linier non-homogen merupakan pecahan (a/b

dimana a, b є R) dan diselesaikan secara manual tidak menjadi masalah tetapi

menggunakan komputer sebagai alat bantu hal ini tidak memungkinkan. Sebab komputer tidak mengenal bilangan tersebut, untuk mengatasinya bilangan harus dinyatakan dalam bentuk bilangan desimal yang dikenal dengan floating point.

Metode eliminasi Gauss-Jordan ini jika diimplementasikan kedalam komputer dengan menggunakan software Bahasa C, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah menginputkan dimensi matriks. Statementnya dalam Bahasa C adalah sebagai berikut:

printf("\nMasukkan ukuran matriks : "); scanf("%d", &m);

Selanjutnya, diinputkan koefisien-koefisien matriks A dan B. Statement untuk menginputkan matriks A adalah sebagai berikut:

/* Membaca matriks A */ for(i=1; i<=m; i++)

{

printf("\n");

for(j=1; j<=m; j++) {


(50)

printf("A(%d,%d)= ",i, j); scanf("%f", &A[i][j]); }

}

Statement menginputkan koefisien matriks B adalah sebagai berikut:

/* Membaca matriks B */ printf("\n");

for(i=1; i<=m; i++) {

printf("B(%d)= ",i); scanf("%f", &B[i]); }

Mengeliminasi matriks ke bentuk matriks diagonal dengan elemen pivot, dengan statement:

for(i=1; i<=m; i++) {

P[i] = A[i][i]; A[i][i] = 1;

for(j=1; j<=m; j++) {

A[i][j] = A[i][j]/P[i]; }

for(k=1; k<=m; k++) {

if(k != i) {

T = A[k][i]; A[k][i] = 0; for(l=1; l<=m; l++)

A[k][l] = A[k][l] - A[i][l] * T; }

} }

Proses terakhir adalah menentukan nilai-nilai x1, x2, x3, …, xn yang dinyatakan

dengan statement:

/* Menghitung Nilai X[i] */ for (i=1; i<=m; i++)

{

for (j=1; j<=m; j++)

X[i] += A[i][j]* B[j]; }


(51)

Langkah-langkah penyelesaian sistem persamaan linier non-homogen dengan metode eliminasi Gauss-Jordan di atas dapat digambarkan dengan suatu flowchart. Instruksi-instruksi atau statement-statement tersebut memberikan informasi sesuai dengan yang diinginkan maka instruksi dirangkai menjadi suatu program lengkap (listing program) untuk proses penyelesaian sistem persamaan linier non-homogen tersebut.


(52)

FLOWCHART ELIMINASI GAUSS-JORDAN

START

INPUT DIMENSI

DIM [i][j]

for(i=1; i<=n;++i)

for(j=1; j<=n;++j)


(53)

A

mat [i][j]

for(i=1; i<=n;++i)

for(j=1; j<=n;++j)

for(i=1; i<=n;++i) mat[i][j]/=

pivot[i]

bantu = A[i][j]*B[j]

printf (mat[i][j])

C D


(54)

Gambar 4.1 Flowchart Eliminasi Gauss-Jordan

C D

B

X[i]+=bantu

printf (X[i])


(55)

Contoh:

Sistem persamaan linier non-homogen diselesaikan secara manual dengan metode eliminasi Gauss-Jordan:      = + + = + + = − + 4 3 4 5 1 2 2 3 10 2 2 3 2 1 3 2 1 3 2 1 x x x x x x x x x

Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk matriks A seperti di bawah ini:

          =                     − = 4 1 10 3 4 5 2 2 3 2 1 2 3 2 1 x x x

A atau

          − = 4 3 4 5 1 2 2 3 10 2 1 2 A

Untuk menentukan nilai-nilai x1, x2 dan x3

1. a

, maka dilakukan proses sebagai berikut:

11 digunakan sebagai elemen pivot (pembagi) pertama untuk mengeliminasi a21,

a31

a. M

menjadi nol, dengan operasi:

21 (–a21/a11) : baris pertama dikali dengan (–a21/a11

b. M

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris kedua.

31 (–a31/a11) : baris pertama dikali dengan (–a31/a11

Sehingga diperoleh matriks baru:

) dan hasilnya dijumlahkan dengan baris ketiga.

          − − − = 21 8 2 / 3 0 14 5 2 / 1 0 10 2 1 2 A

2. a22 digunakan sebagai elemen pivot (pembagi) kedua untuk mengeliminasi a12,

a32 menjadi nol, dengan operasi : M12 (–a12/a22), M32 (–a32/a22

Maka diperoleh: )           − − − = 21 7 0 0 14 5 2 / 1 0 38 12 1 2 A


(56)

3. a33 digunakan sebagai elemen pivot (pembagi) ketiga untuk mengeliminasi a13,

a23 menjadi nol, dengan operasi : M13 (–a13/a33), M23 (–a23/a33

Maka diperoleh bentuk echelon matriks:

)

     

   

− =

21 7 0 0

1 0 2 / 1 0

2 0 1 2

A

Dari bentuk echelon matriks di atas nilai-nilai x1, x2 dan x3

1 2 2 / 11( 1)

) 1 ( 1

1 = = =

n

n a

b x

ditentukan oleh:

, 2

) 2 / 1 (

1 / (22 1)

) 1 ( 2

2 = = =

n

n

a b

x dan

3 7 21 / 33( 1)

) 1 ( 3

3 = = =−

n

n

a b x

) 3 , 2 , 1

( −

=

X

Bila sistem persamaan linier ini diselesaikan dengan menggunakan alat bantu komputer, maka prosesnya adalah sebagai berikut:

Masukkan ukuran matriks : 3

A(1,1)= 2 A(1,2)= 1

A(1,3)= -2

A(2,1)= 3

A(2,2)= 2 A(2,3)= 2

A(3,1)= 5

A(3,2)= 4

A(3,3)= 3

B(1)= 10

B(2)= 1


(57)

Matriks A :

2.00 1.00 -2.00

3.00 2.00 2.00 5.00 4.00 3.00

Matriks B : 10.00

1.00 4.00

Invers matriks A : 0.3 1.6 -0.9

-0.1 -2.3 1.4 -0.3 0.4 -0.1

Hasil akhir (X) : 1.00

2.00 -3.00


(58)

Jl

n.

P

en

ga

di

lan

Jl

n.

Im

am

B

on

jol

Jl

n.

Im

am

B

on

jol

Jl

n.

D

ip

on

eg

or

o

Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan

Jln. Kapten Maulana Lubis Jln. Benteng/ Jln. Gatot Subroto

Jln. Kapten Maulana Lubis

Contoh Kasus 1

Menentukan jumlah rata-rata volume arus lalu lintas di Kawasan Lapangan Benteng Medan pada setiap perempatan, seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4.2 Denah Lokasi Penelitian

Penyelesaian:

Pada setiap perempatan banyaknya kenderaan roda empat yang masuk harus sama dengan banyaknya kenderaan roda empat yang keluar.

D

E

A

B

C

P A L L A D I U M

BANK

MANDIRI

KANTOR DPRD TK I

PENGADILAN TINGGI SUMATERA

UTARA

LAPANGAN BENTENG

MEDAN

a x1

b c

d

e f

g

x3

x4

h

i

j

x5

x2


(59)

Misalnya, pada perempatan A.

Banyaknya kenderaan roda empat yang masuk adalah: a + x5

Banyaknya kenderaan roda empat yang keluar adalah: x1 + k

Jadi:

a + x5 = x1 + k atau x1 + k = x5 + a, maka:

x1 – x5 = a – k (perempatan A)

Dengan cara yang sama untuk setiap perempatan diperoleh: - Perempatan B

Banyaknya kenderaan roda empat yang masuk adalah: x1

Banyaknya kenderaan roda empat yang keluar adalah: b + c Jadi:

x1 = b + c (perempatan B)

- Perempatan C

Banyaknya kenderaan roda empat yang masuk adalah: b + d Banyaknya kenderaan roda empat yang keluar adalah: x2

Jadi:

b + d = x2 atau

x2 = b + d (perempatan C)

- Perempatan D

Banyaknya kenderaan roda empat yang masuk adalah: x2 + x4 + f

Banyaknya kenderaan roda empat yang keluar adalah: x3 + e + g

Jadi:

x2 + x4 + f = x3 + e + g

x2 + x4 + f – (x3 + e + g) = 0 atau (x2 + x4) – x3 = (e + g) – f

Maka:

x2 – x3 + x4 = (e + g) – f (perempatan D)

- Perempatan E

Banyaknya kenderaan roda empat yang masuk adalah: x3 + h + j


(60)

Jadi:

x3 + h + j = x4 + x5 + i

x3 + h + j – (x4 + x5 + i) = 0 atau x3 – (x4 + x5) = i – (h + j)

Maka:

x3 – x4 – x5 = i – (h + j) (perempatan E)

Jadi, bentuk persamaan untuk setiap perempatan adalah: Perempatan A: x1 – x5 = a – k

Perempatan B: x1 = b + c

Perempatan C: x2 = b + d

Perempatan D: x2 – x3 + x4 = (e + g) – f

Perempatan E: x3 – x4 – x5 = i – (h + j)

atau,

x1 – x5 = a – k

x1 = b + c

x2 = b + d

x2 – x3 + x4 = (e + g) – f

x3 – x4 – x5

        + − − + + + −         − − − − = ) ( ) ( 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 j h i f g e d b c b k a M

= i – (h + j)

Matriks yang diperbesar dalam M untuk sistem persamaan di atas adalah:

Jadi bentuk matriks yang diperbesar dalam M untuk menentukan jumlah rata-rata kenderaan roda empat di Kawasan Lapangan Benteng Medan pada setiap perempatan adalah:         + − − + + + −         − − − − = ) ( ) ( 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 j h i f g e d b c b k a M


(61)

Tabel 4.1 Jumlah Mobil yang Melintas pada Setiap Titik Penelitian

No. Tanggal /

Waktu (WIB)

Jumlah Mobil yang Melintas pada Titik-Titik

a b c d e f g h i j k

1. Senin, 8 September 2008

17.00-18.00 3125 999 2759 1108 204 775 2827 976 611 764 347

2. Selasa, 9 September 2008

07.00-08.00 2567 992 2101 909 171 587 2269 771 673 680 300

3. Rabu, 10 September 2008

12.00-13.00 2853 898 2533 990 167 576 2555 893 581 639 323

4. Kamis, 11 September 2008

07.00-08.00 2607 948 2215 816 194 426 2305 794 482 540 274

5. Jumat, 12 September 2008

12.00-13.00 2779 944 2365 1067 244 653 2632 970 658 716 336

6. Sabtu, 13 September 2008


(1)

Karena terdapat satu peubah bebas, maka terdapat banyak penyelesaian yang mungkin (infinite number of solution). Gambar arus lalu lintas di atas tidak memberi informasi yang cukup untuk menentukan nilai-nilai peubah x1, x2, x3, x4 dan x5 secara tunggal. Jika banyaknya volume arus lalu lintas diketahui antara setiap pasang perempatan, maka nilai-nilai peubah x1, x2, x3, x4 dan x5 dapat ditentukan secara tunggal.

Dengan menggunakan cara yang sama, maka penyelesaian sistem persamaan linier dari Tabel 4.1 Jumlah Mobil yang Melintas pada Setiap Titik Penelitian, adalah sistem persamaan linier yang mempunyai banyak penyelesaian yang mungkin (infinite number of solution) atau tidak dapat ditentukan nilai-nilai peubah x1, x2, x3, x4 dan x5 secara tunggal.


(2)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan:

1. Penggunaan program komputer dalam Bahasa C untuk menyelesaikan sistem persamaan linier non-homogen dengan metode eliminasi Gauss-Jordan untuk menentukan nilai-nilai peubah xi

2. Penyajian masalah dalam bentuk sistem persamaan linier dengan mencari nilai-nilai peubah x

(i = 1, 2, 3, …, n) dapat dilakukan untuk sistem persamaan linier yang mempunyai penyelesaian tunggal.

i (i = 1, 2, 3, …, n) untuk menentukan jumlah kenderaan roda empat mempunyai banyak penyelesaian yang mungkin (infinite number of solution).

5.2 Saran

Saran dari penulis adalah untuk menentukan jumlah kenderaan roda empat pada setiap perempatan dengan penyelesaian tunggal, perlu dilakukan kajian yang lebih kompleks.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ammeral L., 1997, “Program And Structure In C”, Jhon Wiley & Sons Ltd., Chichester New York.

2. Davis W. S., 1983, “ Tools And Tecnique For Structure System Analysis And Design”, Addison-Wesley Publishing Company, Inc., Miami University.

3. Grossman S. I., 1981, “Elementary Linear Algebra”, Third Edition, Wadsworth Publishing Company, Inc., California.

4. Howard Anton., 1987, “Elementary Linear Algebra”, Fifth Edition, Jhon Wiley & Sons Ltd., Chichester New York.

5. Jonhson L. W., 1981, Riess R. D., “Introduction To Linear Algebra”, Addison-Wesley Publishing Company, Inc., California.

6. Kolman B., 1986, “Elementary Linear Algebra”, Fourth Edition, Macmillan Publishing Company, Inc., New York.

7. Kusuma M. R., 1991, “Belajar Turbo C Dengan Cepat Dan Mudah”, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.


(4)

Jl n. P en ga di lan Jln . I m am B on jo l Jl n. Im am B on jol Jl n. D ip on eg or o

Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan

Jln. Kapten Maulana Lubis

Jln. Kapten Maulana Lubis Jln. Benteng /

Jln. Gatot Sobroto LAMPIRAN B. GAMBAR LOKASI PENELITIAN

Gambar 1 Denah Lokasi Penelitian

D

E

A

B

C

P A L L A D I U M

BANK MANDIRI

KANTOR DPRD TK I

PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA LAPANGAN BENTENG MEDAN a x1 b c d e f g x3 x4 h i j x5 x2 k


(5)

5,5 m

7,7 m

279,

2

m

270,

15

m

240,

2

m

234,

65

m

84,7 m

Gambar 2 Lebar dan Panjang Jalan Lokasi Penelitian

D

E

A

B

C

P A L L A D I U M

BANK MANDIRI

KANTOR DPRD TK I

PENGADILAN TINGGI SUMATERA

UTARA

LAPANGAN BENTENG

MEDAN 14,22 m

5,5 m

5,75 m 5,75 m 5,75 m

5,5 m 11,5 m

11,55 m

11,3 m

12,4 m

12,4 m 4,15 m

7,2 m

64,15 m


(6)

Jl n. P en ga di lan Jln . I m am B on jo l Jl n. Im am B on jol Jl n. D ip on eg or o

Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan Jln. Kejaksaan

Jln. Kapten Maulana Lubis

Jln. Kapten Maulana Lubis Jln. Benteng /

Jln. Gatot Sobroto

Gambar 3 Banyaknya kenderaan roda empat yang melintas pada titik penelitian (Senin 8 September 2008. Pukul 17.00-18.00 WIB)

D

E

A

B

C

P A L L A D I U M

BANK MANDIRI

KANTOR DPRD TK I

PENGADILAN TINGGI SUMATERA UTARA LAPANGAN BENTENG MEDAN 3125 x1 999 2759 1108 204 775 2827 x3 x4 976 611 764 x5 x2 347