Analisa disfungsional Anak ni Raja dan Boru ni Raja dalam Pengembangan

4.7.4 Analisa disfungsional Anak ni Raja dan Boru ni Raja dalam Pengembangan

Pariwisata Konsep disfungsi sangatlah berguna dalm mengembangkan suatu pendekatan fungsional terhadap masalah sosial dan perubahan sosial. Konsekuensi disfungsional mengurangi kemampuan mengadaptasi dari sistem itu dan mungkin akhirnya menghasilkan ketegangan terbuka dan kekacauan. Satu hasil yang mungkin dari akumulasi konsekuensi-konsekuensi disfungsi adalah bahwa struktur-struktur kompensatif dapat dibentuk untuk menetralisir atau menghilangkannya. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu system. Oleh karena fungsi itu bersifat netral secara netral secara ideologis maka Merton mengajukan pula satu konsep yang disebutnya disebutnya disfungsi Ritzer, 2003:22 Sebagaimana struktur sosial atau pranata sosial dapat menyumbangkan terhadap pemeliharaan fakta-fakta sosial lainnya, sebaliknya ia juga dapat menimbulkan akibat- akibat yang bersifat negatif dapat disebut sebagai disfungsi laten. Asumsi dasarnya adalah suatu struktur tidak akan ada hilang dengan sendirinya. Merton mengatakan jelas ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan perhatian pada adaptasi atau penyesuaia diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan bahwa satu factor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Merton mengatakan sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari system sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap system sosial Ritzer, 2003:140. Bila dikaji lebih dalam Nilai-Nilai Anak ni Raja Boru ni Raja sangat berpotensi besar dalam pengembangan Pariwisata , namun hal tersebut juga bisa menjadi benturan Universitas Sumatera Utara bila msyarakat Parapat sebagai Pelaku wisata tidak menjalankan fungsi awal nilai-nilai tersebut. Sebagai tuan rumah masyarakat Parapat harus menganggab “Tamu adalah Raja” atau “Pembeli adalah Raja”. Tamu maupun pembeli sudah layaknya di jamu dan dilayani, namun sebagai Anak dan Boru Raja masyarakat Parapat tidak memiliki mental “Pelayan” karena pelayan bagi mereka adalah keturunan “Hatoban” atau pembantu bukan keturunan Raja. Gambaran diatas sejalan dengan yang di utarakan informan saya DS. lk, 55 thn mengatakan demikian : “Menurut saya kalau lemah lembut bukan orang batak, tapi harus keras dan gigih tapi tetap sopan, setiap orang batak harus menonjolkan sifat ini agar tidak dilecehkan orang lain, akan tetapi banyak oramg batak menyalah artikan sikap, ini yamg man orang batk sering sekali memilki kesombongan dan ego yang tinggi dalam menghadapi orang lain dan gampang terbakar emosi dan saya perhatikan hal ini telah mendarah daging bagi masyarakat batak”. Hal yang sama diperkuat oleh salah satu informan H.S lk, 50 thn mengatakan demikian : “Menurut saya bahwa ada sifat mendasar pada orang Batak yang berbeda dengan sikap masyarakat pada umumnya yaitu pada dasarnya orang batak itu keras baik dari suara maupun gigih dalam bekerja dan memiliki mental pemimpin dan tidak mau menjadi orang suruhan atau pelayan, karena yang menjadi pelayan adalah para “Hatoban”, mungkin hal ini bisa mengganggu jalannya wisata bila mereka mnghadapi para pengunjung dengan cara keras”. Universitas Sumatera Utara Hal yang sama juga diperkuat oleh salah satu informan M.S lk,40 thn mengatakan demikian : “Menurut saya raja dalam masyarakat batak bisa berdampak negative bapak ini berpendapat bahwa orang batak dipandang sebagai raja, namun sebagai daerah wisata tamu adalah raja maka hal ini akan berbenturan tidak mungkin raja berprilaku sebagai Pelayan untuk melayani tamu, jadi hal ini dapat menghambat pariwisata”. Hal yang sama juga di perkuat oleh salah satu informan B.R pr,30 thn mengatakan demikian : “Menurut pengamatan saya pengunjung yang sepi, danau yang semakin kotor dan ibu ini merasa semua sangat serba mahal di kota Parapat. Saran ibu ini terhadap Pariwisata Parapat adalah perlu ditingkatkan kebersihan Danau dan keseragaman harga dagangan baik buah, souvenir dan harga makanan agar para pengunjung merasa nyaman bertamasya dan berbelanja oleh-oleh tidak bingung dan para pedagang membiarkan pengunjung menikmati dan memilih serta membeli sesuatu dari parapat sesuai dengan keinginannya, bukan di paksa terkadang mereka terlihat keras sehingga pengunjung bingung bahkan takut sehingga sering kali para tamu membawa bekal sendiri dari daerah asal”l.

4.7.5 Perubahan Sosial dan Relevansinya dengan Dalihan Natolu

Dokumen yang terkait

Mandailing Shakai Ni okure Uning-Uningan

1 53 18

Analisis Sektor Pariwisata dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Wilayah Di Kota Parapat

2 41 133

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 10

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 3

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir) Chapter III V

0 1 52

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 1 27

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 7

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 2

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 14

PERAN KELUARGA UNTUK MENANAMKAN NILAI NI

0 0 17