Manajemen Lalu Lintas IMPLIKASI PEMANFAATAN LAHAN DAN MANAJEMEN LALU LINTAS JALAN TERHADAP KONSUMSI BBM DI KOTA TEGAL - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

35

2.4 Manajemen Lalu Lintas

Manajemen lalu lintas dapat menangani perubahan–perubahan pada tata letak geometri, pembuatan petunjuk–petunjuk tambahan dan alat–alat pengaturan seperti rambu–rambu, tanda–tanda jalan untuk pejalan kaki, penyeberangan dan lampu untuk penerangan jalan. Kendaraan–kendaraan yang menunggu juga memerlukan area perkerasan tambahan tempat kendaraan, seperti tempat bongkar muat untuk kendaraan niaga, dan tempat untuk pemberhentian bus. Lalu lintas dibantu oleh koordinasi rambu–rambu lalu lintas, penyesuaian pada alat–alat pengaturan dan mengurangi konflik dengan cara pemakaian jalan satu arah, jalur jalan yang dapat dibalik arahnya untuk jalan–jalan yang mengalami puncak– puncak lalu lintas pada arah tertentu, dan pembatasan gerakan membelok pada simpang–simpang jalan Hobbs, 1995:270. Menurut Tamin 2000:523-526 Rekayasa manajemen lalu lintas dapat dilakukan dengan berbagai cara yang diuraikan berikut ini: • Perbaikan sistem lampu lalu lintas dan sistem jaringan jalan, meliputi sebagai berikut: - Pemasangan dan perbaikan sistem lampu lalu lintas secara terisolasi dimaksud untuk mengikuti fluktuasi lalu lintas yang berbeda–beda dalam 1 jam, 1 hari maupun 1 minggu. Selain itu juga secara terkoordinasi yaitu dengan mengatur seluruh lampu lalu lintas secara terpusat. Pengaturan ini dapat mengurangi tundaan dan kemacetan. Sistem ini dikenal dengan Area Traffic Control System ATCS. Beberapa kota di Indonesia telah 36 dilengkapi dengan sistem tersebut seperti DKI-Jakarta, Bandung dan Surabaya, - Perbaikan perencanaan sistem jaringan jalan yang ada, termasuk jaringan jalan KA, jalan raya, bus, dilaksanakan untuk menunjang Sistem Angkutan Umum Transportasi Perkotaan Terpadu SAUPT. - Penerapan manajemen transportasi, antara lain kebijakan perparkiran, perbaikan fasilitas pejalan kaki, dan jalur khusus bus. Semua ini memerlukan beberapa pertimbangan, yang lebih diutamakan pada kemungkinan membatasi kebutuhan akan transportasi dengan beberapa metode yang dikenal dengan pembatasan lalu lintas. Perlunya penerapan pembatasan lalu lintas terhadap penggunaan kendaraan pribadi telah diterima oleh para pakar transportasi sebagai hal yang penting dalam menanggulangi masalah kemacetan di daerah perkotaan. • Kebijakan perparkiran Parkir didefinisikan tempat khusus bagi kendaraan untuk berhenti demi keselamatan. Ruang lain dapat digunakan untuk tempat parkir. Parkir mempunyai tujuan yang baik, akses yang mudah; jika seseorang tidak dapat memarkir kendarannya, dia tidak bisa membuat perjalanan. Jika parkir terlalu jauh dari tujuan, orang akan beralih pergi ke tempat lain. Sehingga tujuan utama adalah agar lokasi parkir sedekat mungkin dengan tujuan perjalanan. Kebijakan parkir bukan di badan jalan seperti pembangunan bangunan tempat parkir atau membatasi tempat parkir jelas merupakan jawaban yang sangat tepat karena sejalan dengan usaha mengurangi penggunaan kendaraan pribadi 37 ke angkutan umum. Pengalihan badan jalan yang pada mulanya digunakan sebagai tempat parkir menjadi lajur khusus bus juga merupakan jawaban yang sangat tepat. Kebijakan parkir juga menentukan metode pengontrolan dan pengaturannya. Pelaksanaan pengaturan parkir telah sering dilakukan sejak tahun 1960-an, yang biasanya meliputi: - pembatasan tempat parkir di badan jalan; - merencanakan fasilitas tempat parkir di luar daerah, seperti park and ride; - pengaturan biaya parkir; dan - denda yang tinggi terhadap pelanggar parkir. • Prioritas angkutan umum Angkutan umum menggunakan prasarana secara lebih efisien dibandingkan dengan kendaraan pribadi, terutama pada waktu sibuk. Terdapat dua jenis ukuran agar pelayanan angkutan umum lebih baik: - perbaikan operasi pelayanan, frekuensi, kecepatan dan kenyamanan misalnya pelayanan bus sekolah. - perbaikan sarana penunjang jalan, yaitu dengan penentuan lokasi dan desain tempat pemberhentian dan terminal yang baik, terutama dengan adanya moda transportasi yang berbeda–beda seperti jalan raya dan jalan rel, atau antara transportasi perkotaan dan antarkota, serta pemberian prioritas yang lebih tinggi pada angkutan umum.

2.5 Kapasitas Jalan MKJI 1997