Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Khalwat/Mesum

A. Faktor-Faktor Terjadinya Tindak Pidana Khalwat/Mesum

Berdasarkan hasil penelitian maka tindak Pidana Khalwat/Mesum dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu, ringan, sedang dan berat. Jenis tindak pidana yang sifatnya berat diancam dengan hukuman dan ketentuannya telah ditentukan oleh syara’, oleh karena itu Khalwat/Mesum juga bertentangan dengan ajaran agama Islam dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan perbuatan itu bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Aceh. Dengan demikian khalwat adalah suatu perbuatan yang keji dan dapat menjerumuskan seseorang kepada perzinaan, berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan dalam wilayah hukum Kota Banda Aceh terdapat tiga jenis kasus khalwat yang telah dilakukan oleh pelaku Khalwat/Mesum, sebagaimana keterangan dari

Marzuki 32 selaku anggota wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, untuk lebih jelas maka kita dapat melihat pada tabel dibawah ini, tindak pidana

khalwat/mesum yang telah terjadi di Kota Banda Aceh mulai dari tahun 2006 samapai dengan tahun 2007 antara lain sebagai berikut :

32 Wawancara dengan marzuki. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh, sebagai penyidik WH. Pada tanggal 21 April 2008

Tabel 1 Jumlah Kasus Tindak Pidana Khalwat/Mesum yang telah dilimpahkan ke

Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh

Tgl Eksekusi No

Nama Terdakwa

Jenis dan Jumlah Hukuman

No Putusan Perkara

Laki-2

Perempuan

Cambu Denda Kurungan

tgl ket

01/JN/2 M.zaini

26-01- 27/ 1 006/

Nurazizah

06 01/ - Masy-

06 BNA 01/JN/2

Hasbi

Hanafiah

11-01- 12/ 2 007/

Syahrul

Liza

07 01/ - Masy-

rizal Bin

02/JN/2 Marzuki

15-02- 3 007/

Marfini

07 - Banding Masy-

BNA 04/JN/2 Syafrizal

13-08- Tidak 4 007/

Syahzizal

07 - terbukti Masy-

Bin

Zainuddi BNA

n 05/JN/2

13-08- Tidak 5 007/

Lina Binti

07 - terbukti Masy- BNA Sumber : Registrasi Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh

M. Ali

Dari tabel diatas jelaslah bahwa jumlah kasus Tindak Pidana Khalwat/Mesum yang di limpahkan ke Mahkamah Syar’iyah sanngat sedikit di bandingkan jumlah kasus Khalwat/Mesum yang terjadi di Kota Banda Aceh, untuk lebih lanjut dapat dilihat pada tabel dua di bawah ini :

Tabel 2 Jumlah Kasus Tindak Pidana Khalwat/Mesum yang tidak/belum

dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh No

Jenis Kasus

Jumlah Kasus

Tahun

Keterangan

1 Khalwat/mesum

Tindak Pidana

2006

Masih dalam proses

Khalwat/Mesum

penyidikan

2 Khalwat/Mesum

Tindak Pidana

2007

Masih dalam proses

Khalwat/Mesum

penyidikan

3 Jumlah Kasus Tindak 585 Tindak Pidana 2006/2007 Masih dalam proses pidana

penyidikan Khalwat/Mesum yang tidak/belum di limpahkan ke Mahkamah Syar’ayah

Khalwat/Mesum

Sumber : Register Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh

Dari tabel diatas maka kita dapat menyimpulkan bahwa pelanggaran dan kejahatan terhadap pelaku Khalwat/Mesum yang sekarang terjadi di Kota Banda Aceh mulai dari tahun 2006 samapi dengan tahun 2007 semakin bertambah, di bandingkan pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 tidak terdapat satu pun kasus pelanggaran terhadap pelaku Khalwat/Mesum. Akan tetapi dari hasil penelitian menunjukkan kasus pelanggaran Khalwat/Mesum yang terjadi di Kota Banda Aceh terdapat 590 (Lima ratus sebilan puluh) kasus Khalwat/Mesum yang telah terdata di Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh, dan hanya sebgian kecil saja kasusnya yang telah dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah Kota Bada Aceh dari tahun 2006 samapi dengan tahun 2007, pada tahun 2006 kasus pelanggaran Khalwat/Mesum yang sudah dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah hanya satu kasus tindak Pidana Khalwat/Mesum yang telah diputuskan dan telah mempunyai hukum tetap, sedangkan pelanggaran Khalwat/Mesum pada tahun tahun 2007 yang telah dillimpahakan ke Mahkamah Syar’iyah terdapat 4 (empat) kasus Khalwat/Mesum, yang telah diputu skan oleh hakim Mahkamah Syar’iayah dan telah terbukti dan mempunyai hukum tetap.

Sedangkan kasus-kasus lainnya berdasarkan keterangan dari Marzuki 33 penyebab tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah karena kasusnya sudah

diselesaikan secara hukum adat melalui perdamaian dan ada pula kasus-kasusnya hanya diberi bimbingangan dan nasehat dari pihak Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh setelah dibawa ke-kantor Dinas Syariat Islam. Keterangan dari Marzuki

33 Wawancara dengan Marzuki. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh. Pada tangal 21 April 2008 33 Wawancara dengan Marzuki. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh. Pada tangal 21 April 2008

penyelesaainnya diselesai secara adat-istiadat dan di damaikan berdasarkan permintaan atau tuntutan dari masyarakat untuk di selesaikan secara adat dan hanya diberikan bimbingan dan dinasehati terhadap pelaku Khalwat/Mesum karena banyak dari pelaku hanya tertangkap tangan pada saat berduan pada tempat-tempat rekreasi dan tempat-tempat yang sepi tapi belum melakukan hubungan intim sebagaimana selayaknya suami istri.

Adapun faktor terjadinya tindak pidana Khalwat/Mesum antara lain ada beberapa faktor :

1. Faktor Hawa Nafsu Keinginan untuk mencintai dan menyayangi seseorang adalah fitrah bagi manusia. Untuk memenuhi fitrah tersebut, nikah merupakan satu-satunya sarana yang dibolehkan dalam Syariat Islam, karena dengan menikah segala bentuk hawa nafsu dapat disalurkan dengan baik tanpa melanggar

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat 35 . Bagi orang belum menikah ada yang melampiaskan hawa nafsunya dengan cara berdua-duan

di tempat sunyi yang jauh dari pandangan orang lain.kasus khalwat/mesum yang dilakukan oleh Syarul rizal bin Abdullah dengan Liza wahyuni binti Mahmud. Pada tanggal 15 februari 2006 bertempat di gampong panteriek kecamatan Lueng Bata Banda Aceh dalam Wilayah hukum Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh dengan maksud melampiaskan hawa nafsu

34 Wawancara dengan Evendi. Petugas Wilayatul Hisbah Kota Banda Aceh. Pada tanggal23 April 2008

35 Wawancara dengan Syahrul Rizal, pelaku Khalwat/Mesum, pada tanggal 14 Mei 2008

Syahrizal mengajak pacarnya Liza Wahyuni untuk jalan-jalan dan Liza Wahyuni memenuhi permintaan Syahrizal tersebut, sehabis pulang jalan- jalan Syahrizal mengantar Liza Wahyuni kerumahnya dan Syahrizal pada saat itu belum pulang karena masih ingin menemani Liza Wahyuni yang hanya tinggal sendirian di rumah tersebut. Pada pikul 23.30 Wib, Syahrul rizal mengajak Liza Wahyuni melakukan perbuatan mesum. Terpengaruh akan rayuan Liza Wahyuni memenuhi keinginan nafsunya itu, sekitar pukul 24.40 Wib, masyarakat setempat menangkap para terdakwa yang sejak semula telah curiga kepada mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan Syahrul Rizal di peroleh keterangan bahwa ia melakukan perbuatan Khalwat/Mesum tersebut untuk melampiaskan hawa nafsunya yang terus berjolak.

2. Faktor Kurangnya Iman Dan Kurangnya Rasa Malu Menurut Radja Radan 36 , penerapan Syariat Islam yang sekarang sedang di

galakkan di Banda Aceh tidak sepenuhnya dijalankan karena banyak dari pemuda-pemudi yang sekarang tidak malu lagi dalam melakukan perbuatan maksiat dan semakin bertambah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa batas yang bukan mahramnya dan kurangnya iman yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia dapat terjerumus kedalam

kemaksiatan. Kasus Khalwat/Mesum yang dilakukan oleh Marzuki 37 bin M. Rayeuk, berstatus sudah nikah, dengan Marsini binti Abdullah yang

berstatus janda pada hari kamis tanggal 15 Maret 2007 bertempat di

36 Wawancara dengan Radja Radan mewakili kepala Dinas Syariat IslamKota Banda Aceh selaku Kasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 April 2008

37 Wawancara dengan Marzuki, palaku Khalwat/Mesum, pada tanggal 22 Mei 2008

gampong Ilie Kecamatan Ulee Kareng. Dengan maksud hendak melakukan perbuatan Khalwat/Mesum, terdakwa Marzuki mendatangi terdakwa Marsini di tempat tinggalnya gampong Ilie. Dan mengajak Marsini ke kandang sapi untuk melakukan perbuatan mesum yang tak jauh dari rumah Marsini, perbuatan mereka di curigai oleh seorang warga yang sedang menuju ke kandang sapi, dan kejadian tersebut segera dilaporkan kepada perangkat gampong, dan saat itu pula warga mendatangi ke kandang sapi tersebut dan mendapati terdakwa dalam busana kurang lengkap. Dan para warga meneyerahkan terdakwa kepada petugas Wilayatul Hisbah. Menurut keterangan terdakwa di persidangan, perbuatan tersebut dilakukan karena atas dasar suka sama suka ingin melampiaskan hawa nafsunya. Berdasarkan hasil wawancara dengan Marzuki bin M. Rayeuk di peroleh keterangan bahwa ia melakukan perbuatan mesum karena dirinya sering ribut-ribut dengan istrinya, sehingga ia mencari wanita lain yang dapat di berinya kasih sayang. Sedang menurut Marsini binti Abdullah dirinya melakukan perbuatan tersebut karena tidak mendapat lagi kasih sayang semenjak bercerai dengan suaminya.

3. Faktor Kurangnya Perhatian Orang Tua Terhadap Anak Dalam hal ini, kurangnya perhatian orang tua atau keluarga terhadap pergaulan anak sangat besar pengaruhnya karena banyak dari pemuda- pemudi pada zaman sekarang bebas melakukan pergaulan antara satu sama lain baik laki-laki maupun perempuan, salah satu sebab banyak pemuda- pemudi melakukan Khalwat/Mesum atau pulang sampai larut malam tidak 3. Faktor Kurangnya Perhatian Orang Tua Terhadap Anak Dalam hal ini, kurangnya perhatian orang tua atau keluarga terhadap pergaulan anak sangat besar pengaruhnya karena banyak dari pemuda- pemudi pada zaman sekarang bebas melakukan pergaulan antara satu sama lain baik laki-laki maupun perempuan, salah satu sebab banyak pemuda- pemudi melakukan Khalwat/Mesum atau pulang sampai larut malam tidak

karena ada peluang bagi pemuda-pemudi untuk berkumpul secara bersama-sama, bahkan orang tua memberi peluang kepada anaknya untuk melakukan Khalwat/Mesum. Kasus Khalwat/Mesum yang dilakukan oleh M. Zaini bin Hasbi dengan Nurazizah binti Hanafiah, yang bertempat di Gampong Blang Cut Kecamatan Lueng Bata Banda Aceh pada tanggal 21 Maret 2006, pada pukul 22.00 Wib, warga setempat mendapati kedua terdakwa berada di dalam satu kamar sedang duduk berduan, setelah mereka di nikahkan, warga menyerahkan terdakwa kepada petugas Wilayatul Hisbah. Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Zaini bin Hasbi mereka melakukan Khalwat/Mesum karena mereka sudah lama

pacaran 39 .

40 Pada intinya Marzuki 41 dan Evendi , mengatakan bahwa banyak dari kasus yang tidak di proses secara hukum karena kendalanya petugas Wilayatul

Hisbah adalah kesempitan para saksi, akan tetapi sejauh penerapan hukum Syariat Islam yang sekarang diterapkan di Aceh sudah hampir berjalan dengan efektif dan berjalan dengan baik, akan tetapi selain kekurangan para saksi yang sangat menjadi kendala dalam pelaksanaan Syariat Islam yang sekarang dilaksanakan adalah para petugas Wilayatul Hisbah kekurangan dalam personilnya, yang pada

38 Wawancara dengan Radja Radan mewakili ketua Dinas Syariat Islam selaku Kasubdin Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh pada tanggal 21 april 2008

39 Wawancara dengan M. Zaini, pelaku Khalwat/Mesum pada tanggal 16 Mei 2008 40 Wawancara dengan Marzuki, Petugas WH, Kotan Banda Aceh pada tanggal 21 April

2008 41 Wawancara dengan Evendi, Petugas WH, Kota Banda Aceh pada tanggal 23 April

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa penyebab tidak semuanya tindak Pidana Khalwat/Mesum tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah karena ada beberapa sebab, sebagaimana Marzuki mengatakan bahwa jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang terjadi di Kota Banda Aceh ada beberapa jenis :

1. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya ringan.

2. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang.

3. Jenis tindak pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya berat. Ad 1. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya ringan Kalau terjadi dan tertangkap tangan pada Khalwat/Mesum yang sifatnya ringan ini, maka proses hukumnya tidak dilimpahkan kepada Mahkamah Syar’iyah akan tetapi cukup diberikan bimbingan, dinasehati dan diberikan peringatan oleh petugas Wilayatul Hisbah ditempat kejadian atau dibawa ke- kantor Dinas Syariat Islam untuk dinasehati dan diberikan bimbinmgan bahwa perbuatannya bertentangan dengan ajaran agama Islam dan dapat merusak moral dan nilai-nilai ajaran Islam. Contoh yang sifatnya khalwat ringan adalah berdua- duaan antara laki-laki dan perempuan di tempat-tempat yang sepi dan jauh dari

pandangan umum misalnya ditepi pantai yang jauh dari keramiaan orang 42 . Ad 2. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang

Jenis tindak Pidana yang sifatnya sedang ini, adalah perbuatan antara dua orang mukallaf yang bukan mahramnya atau suami istri yang sah menurut agama

42 Wawancara dengan Marzuki, Petugas Wilayatul Hisbah pada tanggal 21 April 2008

Islam, dan bila tertangkap tangan pada kasus tindak pidana yang sifatnya sedang ini, kasusnya juga tidak dilimpahkan ke Mahkamah Syar’iyah akan tetapi kedua pelaku ini ditangkap dan di proses oleh petugas Wilayatul Hisbah melalui pembinaan dan diberi nasehat kalau perbuatan yang dilakukan itu bertentangan dengan kaidah-kaidah hukum, nilai-nilai, norma-norma dan adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat, dan dapat menjerumuskan orang kepada perbuatan zina. Pada pelaku Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang ini setelah diproses maka akan diserahkan kepada orang tuanya dengan cara memanggil keduanya, dan bagi mereka yang pelaku Khalwat/Mesum juga diwajibkan untuk melapor kepada Dinas Syariat Islam sebanyak 3 kali dalam sehari selama 1 minggu penuh. Dan waktu melapornya kepada pelaku Khalwat/Mesum ini yaitu pagi siang dan sore. Contoh Khalwat/Mesum yang sifatnya sedang yaitu berdua-duan anatar laki-laki dan perempuan yang bukam mahramnya dalam satu kamar atau satu rumah atau sedang berciuman ditempat yang sepi yang jauh dari keraian orang, tapi belum melakukan hubungan intim. Ad. 3. Jenis tindak Pidana Khalwat/Mesum yang sifatnya berat.

Jenis Khalwat/Mesum yang sifatnya berat ini adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh dua orang mukallaf baik yang muhshan ataupun yang bukan muhshan yang diancam dengan hukuman yan g telah ditentukan dalam syara’ jenis perbuatan ini adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh dua orang mukallaf dan perbuatan itu dapat menyebabkan hilangnya harga diri, hilangnya moral kemanusian dan diancam dengan hukuman yang sangat berat baik hukuman yang datang dari tuhan maupun hukuman yang telah di tetapkan oleh penguasa Negara.

Dan terhadap pelaku Khalwat/Mesum yang jenisnya berat maka akan ditangkap dan diproses oleh petugas Wilayatul Hisbah sebelum diserahkan kepada penyidik kepolisian dan selanjutnya diserahkan kepada jaksa untuk diserahkan kepada Mahkamah Syar’iyah untuk diadili dan dijatuhi hukuman sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya.

Dilain sisi Abdurrahman 43 , juga mengatakan bahwa penegakan hukum Syariat Islam yang sekarang di laksanakan di Nanggroe Aceh Darussalam,

khususnya Kota Banda Aceh, menurutnya karena tidak di proses secara hukum dan tidak sampai ke Mahkamah Syar’iyah semua kasus tindak pidana Khalwat/Mesum karena proses hukum dipengaruhi oleh hukum adat yang berlaku dalam masyarakat Aceh, menurutnya hukum adat yang berlaku dalam masyarakat Aceh adalah suatu hukum yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang

berlandaskan dari hukum agama Islam. Tapi pada intinya Abdurrahman 44 , mengatakan bahwa hukum adat semata-mata untuk membina dan mengembalikan

masyarakat pada bentuk semula yang bermertabat, berwibawa, sopan dan berkeprimanusiaan sesuai dengan ajaran agama Islam.

Dengan demikian bahwa hukum Syariat Islam yang dilaksanakan di Aceh yang menjadi kendalanya adalah minimnya para penegak hukum dan kurangnya kesadaran dari pihak masyarakat sendiri untuk mentaati hukum baik hukum adat maupun hukum yang ditetapkan oleh penguasa Negara oleh karena itu makin banyak para pemuda-pemudi yang melanggar hukum itu sendiri, dan salah satu faktor adalah kurangnya pembinaan dan pengawasan dalam keluarga (orang tua).

43 Wawancara dengan Abdurrahman, selaku Sekretaris Majlis Adat Aceh pada tanggal 22 April 2008

Dalam hal hukuman terhadap pelaku kejahatan bukanlah semata-mata untuk membuat orang jera tetapi tujuan utama dari penerapan hukuman dalam Syariat Islam sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dalam Bab II adalah taklain untuk membuat seseorang itu yang telah melakukan kejahatan tidak lagi mengulangi perbuatannya. Menurut filsafat tujuan hukuman itu rupa-rupa, tergantung dari sudut mana soal itu ditinjaunya, misalnya :

1. Pujangga jerman E. Kant 45 mengatakan, bahwa hukuman adalah suatu pembalasan, berdasarkan atas pepatah kuno: siapa membunuh harus di

bunuh, pendapat ini biasa di sebut theorie pembalasan (vergeldings theorie).

2. Pujangga ferbach antaranya berpendapat bahwa hukuman harus dapat mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. Theorie ini biasa di sebut “ theorie mempertakutkan” (afchrikkings theorie).

3. Dan pujangga lain berpendapat, bahwa hukuman itu bermaksud untuk memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan, theori e ini biasa disebut “ theorie memperbaiki” ( verberterings theorie). Oleh karena itu tujuan hukuman adalah pencegahan maka besarnya

hukuman harus sesuai dan mampu mewujudkan tujuan tersebut, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih dari batas-batas yang telah ditentukan, dengan demikian terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan hukuman, terutama hukuman ta’zir dapat berbeda-beda sesuai dengan perbedaan pelakunya sebab diantara pelaku ada yang cukup diberi peringatan, dan ada pula yang perlu dijilid beberapa cambukan saja, karena tujuan dijatuhi hukuman adalah untuk membuat

45 R. Soesilo, hal-35 45 R. Soesilo, hal-35

Pada hakikatnya tujuan hukum Syariat Islam adalah menyuruh manusia untuk berbuat apa yang di anjurkan oleh agama dan menjauhi apa yang dilarang oleh agama, guna membentuk masyarakat yang bermartabat dan berwibawa, dalam membangun masyarakat yang berketuhanan Allah telah meletakkan rambu-rambu yang menjaga masyarakat dari ketercerai-beraian dan kelemahan.