Hasil Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Proses Pelaksanaan Penelitian

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti baik secara observasi maupun dengan cara mewawancarai langsung satu per satu informan yang telah ditetapkan. Penelitian ini berlangsung selama lebih kurang tiga bulan mulai dari bulan Mei 2015 hingga Juli 2015. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di kota Medan. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan observasi mengenai karakteristik dan jumlah subjek yang akan dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini. Adapun karakteristik informan yang menjadi subjek penelitian yaitu: 1. Subjek sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan mulai dari satu tahun hingga lima tahun karena bersatunya dua individu yang berbeda latar belakang serta kebiasaan bisa menimbulkan berbagai masalah, apalagi jika harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ketika orang tua berada dalam satu atap dengan anak-anaknya yang telah berumah tangga, kemungkinan terjadinya konflik akan semakin besar. Seperti artikel yang peneliti kutip di http:www.suaramerdeka.comhubungan-mertua-anak. 2. Subjek difokuskan kepada menantu perempuan karena mempunyai peran yang sama sebagai ibu rumah tangga dalam satu rumah yang mengakibatkan sulitnya menghindari konflik. Seperti artikel yang peneliti kutip di salah satu media online http:www.intisari- online.commajalah.asp?tahun=2004edisi=497file=warna0702page= 02. Universitas Sumatera Utara Proses awal penelitian ini dimulai dengan melakukan pengajuan judul kepada jurusan dan disetujui oleh dosen pembimbing. Setelah mendapat persetujuan untuk melakukan penelitian sesuai dengan judul yang peneliti ajukan, maka peneliti melakukan segala persiapan yang berhubungan dengan penelitian ini. Persiapan awal dimulai dengan melakukan observasi mengenai strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di kota Medan. Selanjutnya, peneliti membuat pedoman wawancara sebagai acuan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan mengenai strategi komunikasi dalam menghadapi konflik serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama. Kemudian, peneliti melanjutkan pencarian informan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penelitian ini dilanjutkan dengan melakukan pendekatan kepada calon- calon informan. Proses wawancara dilakukan di berbagai tempat sesuai dengan permintaan masing-masing informan yang menjadi subjek dalam penelitian ini. Lokasi wawancara ada yang dilaksanakan di rumah informan, di rumah adik ipar informan, dan ada juga di kantor informan bekerja. Waktu penelitian terlebih dahulu ditetapkan bersama-sama dengan cara mencari waktu senggang, sehingga proses wawancara dapat berlangsung dengan lancar tanpa banyak mengalami intervensi. Informan dalam penelitian ini sebanyak lima orang. Hal ini dikarenakan dari hasil wawancara dengan informan, peneliti tidak memperoleh data baru karena jawaban yang diberikan oleh informan sebagian besar memiliki maksud yang sama, sehingga penambahan informan tidak lagi diperlukan karena tidak memberikan informasi yang baru dan berarti bagi penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, informan dalam penelitian ini sebanyak lima orang, yaitu menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama satu tahun hingga lima tahun di Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik serta untuk mengetahui Universitas Sumatera Utara penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di Kota Medan. Proses wawancara berlangsung sesuai dengan pedoman wawancara, yaitu dengan memberikan pertanyaan kepada informan yang menyangkut tujuan penelitian. Melalui proses wawancara, peneliti akan memperoleh data mengenai informan secara lebih mendalam. Setelah wawancara selesai dilakukan, maka penelitian dilanjutkan ketahap berikutnya yaitu tahap analisis data. Pada tahap ini, peneliti menguraikan hasil wawancara terhadap kelima informan tersebut. Kemudian peneliti melakukan reduksi data hasil wawancara yaitu dengan cara merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari pola serta tema data hasil wawancara. Kemudian peneliti melakukan penyajian data dan melakukan penarikan kesimpulan. Dalam melakukan pengamatan tahap awal, peneliti kemudian melakukan penelitian untuk pertama kali menuju ke tempat di mana informan pertama tersebut tinggal, namun pada saat peneliti ingin mewawancarai informan tersebut, peneliti bertemu dengan adik ipar dari informan dan menyarankan peneliti untuk pulang dan datang kembali pada malam hari karena informan tersebut sedang beristirahat. Setelah peneliti pulang dan datang kembali pada malam hari, akhirnya peneliti bertemu dengan Informan I yaitu Ibu Masniyar Rambe yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun, namun karena sekarang tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya yang membuat ibu mertuanya memiliki hak kebebasan untuk tinggal di mana saja. Akan tetapi, meskipun tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar- iparnya, ibu mertuanya lebih memilih dan sering tinggal bersama dengan Ibu Masniyar. Kemudian peneliti menanyakan langsung kepada informan tersebut untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini, akan tetapi informan tersebut merasa ragu-ragu untuk menjadi informan dalam penelitian ini dengan alasan tidak mengerti bagaimana harus menjawab pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti. Kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada informan tersebut bahwa pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti tidaklah Universitas Sumatera Utara begitu sulit untuk dipahami. Setelah peneliti memberikan penjelasan kepada informan tersebut, akhirnya informan tersebut mau dan bersedia dalam kegiatan wawancara ini. Peneliti melakukan wawancara dengan beliau sebanyak dua kali karena pada saat wawancara sedang berlangsung, kondisi rumah dari adik ipar informan sangat ramai sehingga peneliti tidak dapat menyelesaikan wawancara dalam satu hari. Lokasi wawancara pertama dilakukan di rumah adik ipar informan dan wawancara yang kedua dilakukan dirumah informan. Setelah wawancara kedua selesai, peneliti meminta nomor kontak Ibu Masniyar agar nantinya dapat dihubungi apabila masih ada informasi yang kurang di kemudian hari. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara yang kedua dengan Informan II yaitu Ibu Syarli Melisa yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun sampai sekarang. Ibu Syarli merupakan teman kerja dari kakak peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Syarli untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah sepakat bersama-sama dalam mencari waktu senggang, akhirnya peneliti melakukan penelitian kedua menuju ke tempat di mana informan tersebut tinggal. Lokasi wawancara dalam penelitian kedua ini dilakukan di rumah informan tersebut. Wawancara dengan Ibu Syarli berlangsung cukup lama, sehingga peneliti dapat menyelesaikan wawancara dengan beliau dalam satu hari. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Peneliti selanjutnya melakukan wawancara yang ketiga dengan Informan III yaitu Ibu Rita Esti yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama dua tahun sampai sekarang. Ibu Rita merupakan teman kerja dari kakak peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk Universitas Sumatera Utara menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Rita untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah sepakat bersama-sama dalam mencari waktu senggang, peneliti pun melakukan penelitian ketiga menuju ke tempat di mana informan tersebut bekerja. Lokasi wawancara dalam penelitian ketiga ini dilakukan di tempat beliau bekerja. Wawancara dengan Ibu Rita berlangsung cukup lama, sehingga peneliti dapat menyelesaikan wawancara dengan beliau dalam satu hari. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara yang keempat dengan Informan IV yaitu Ibu Betti Dameria yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun delapan bulan, namun sekarang Ibu Betti tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan karena terus-menerus berkonflik dengan ibu mertuanya. Beliau menuturkan bahwa penyebab ia tidak lagi tinggal bersama dengan ibu mertuanya karena ibu mertuanya yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih terhadapnya. Ibu Betti bukanlah satu-satunya menantu perempuan yang tinggal bersama dengan ibu mertuanya, akan tetapi terdapat tiga orang menantu perempuan dalam satu rumah yang membuat Ibu Betti tidak lagi nyaman untuk tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Akhirnya, ia memilih untuk tidak tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Meskipun beliau tidak lagi tinggal bersama dengan ibu mertuanya, ia tetap tinggal berdekatan dari tempat tinggal ibu mertuanya. Ibu Betti merupakan teman dari ibu peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Betti untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi Ibu Betti untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai Universitas Sumatera Utara penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah sepakat bersama-sama dalam mencari waktu senggang, akhirnya peneliti melakukan penelitian keempat menuju ke tempat di mana informan tersebut tinggal. Lokasi wawancara dalam penelitian keempat ini dilakukan di rumah informan tersebut. Wawancara dengan Ibu Betti berlangsung cukup lama, sehingga peneliti dapat menyelesaikan wawancara dengan beliau dalam satu hari. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara yang kelima dengan Informan V yaitu Ibu Maria Pane yang merupakan menantu perempuan yang sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama lima tahun sampai sekarang. Ibu Maria merupakan teman kerja dari ibu peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Peneliti kemudian menghubungi Ibu Maria untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi Ibu Maria untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Sebelum melakukan proses wawancara dengan Ibu Maria, peneliti sebelumnya menghubungi beliau dan menanyakan kepada beliau mengenai kapan beliau bisa untuk diwawancarai. Lalu beliau menjawab bahwa ia bisa diwawancarai kapan saja dan menyarankan peneliti untuk datang ke tempat ia bekerja. Peneliti kemudian melakukan penelitian kelima menuju ke tempat di mana informan tersebut bekerja. Walaupun pada saat itu Ibu Maria sedang terlihat sibuk dengan pekerjaannya, ia tetap mau dan bersedia untuk diwawancarai. Wawancara dengan Ibu Maria berlangsung cukup lama, sehingga peneliti dapat menyelesaikan wawancara dengan beliau dalam satu hari. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Universitas Sumatera Utara Setelah peneliti mendapatkan data yang sudah cukup dalam dari kelima informan tersebut dan sekaligus dinilai sudah memiliki kesamaan informasi dari informan-informan tersebut maka, peneliti mengakhiri penelitian ini. 4.1.2. Profil Informan 4.1.2.1. Informan I Nama : Masniyar Rambe TTL : Labuhan Bili, 25 Desember 1977 Tempat Tinggal : Jl. Mandolin No. 78 Padang Bulan Usia : 38 tahun Agama : Islam Lama tinggal bersama mertua : 3 tahun sampai sekarang Usia Pernikahan : 15 tahun sejak 2000 Ibu Masniyar merupakan seorang ibu bagi kedua orang anak-anaknya. Sehari-harinya beliau bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ibu Masniyar adalah perempuan berdarah Mandailing yang merupakan anak keempat dari lima bersaudara. Beliau memiliki postur tubuh yang sedikit gemuk dan tinggi badan yang tidak begitu tinggi, serta memiliki warna kulit hitam manis dengan rambut panjang dan keriting. Beliau juga memiliki panggilan yang unik yaitu inong. Ibu Masniyar mempunyai dua orang anak perempuan yang masing-masing anak tersebut masih menduduki bangku sekolah. Ibu Masniyar menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah jawa yang bernama Suhendra pada tahun 2000 sampai sekarang. Sebelum Ibu Masniyar menikah, ia belum mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun sebelum beliau menikah, ia sudah mengenal ibu mertuanya. Ibu Masniyar menuturkan bahwa sebelum ia tinggal bersama dengan ibu mertuanya, ia memiliki rasa ketakutan untuk tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Selain beliau tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia juga tinggal berdekatan dengan ipar-iparnya. Ibu Masniyar menuturkan bahwa ia pernah mengalami konflik dengan ipar-iparnya, namun konflik yang terjadi tidaklah begitu rumit. Salah satu penyebab konflik diantara Ibu Masniyar dengan Universitas Sumatera Utara iparnya adalah karena anak-anak mereka yang sering berkelahi. Ibu Masniyar mengaku bahwa ia merupakan menantu yang dekat dengan ibu mertuanya. Beliau juga menuturkan bahwa ia pernah berjalan bersama-sama dengan ibu mertuanya. Ibu Masniyar sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun, namun karena sekarang tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya yang membuat ibu mertuanya memiliki kebebasan untuk tinggal di mana saja. Akan tetapi, meskipun tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya, ibu mertuanya ini lebih memilih dan sering tinggal bersama dengan beliau. Banyak suka dan duka yang ia rasakan selama tinggal bersama dengan mertua perempuan. Pada saat wawancara berlangsung, peneliti melihat Ibu Masniyar mengenakan baju berwarna biru dan celana pendek dengan motif kotak-kotak. Selama peneliti melakukan proses wawancara dengan Ibu Masniyar, ia menuturkan bahwa selama ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia pernah mengalami konflik, namun konflik yang terjadi bukanlah konflik yang besar. Salah satu penyebab konflik diantara Ibu Masniyar dengan mertua perempuan yaitu permasalahan anak-anak yang suka berkelahi dan anak-anaknya yang sering mengganggu ibu mertuanya. Ibu Masniyar juga menuturkan bahwa dalam menghadapi konflik dengan ibu mertuanya, ia lebih memilih untuk meninggalkan ibu mertuanya. Ia juga menuturkan bahwa ia bisa berkonflik dengan ibu mertuanya sampai satu hingga dua hari lamanya. Ia juga mengaku apabila ia sedang berkonflik dengan mertua perempuan, ia bercerita kepada suaminya. Ibu Masniyar ini memiliki suara yang cenderung halus dan sedikit pelan. Peneliti merasakan sikap Ibu Masniyar yang sangat ramah dan fokus kepada peneliti ketika peneliti mengajukan pertanyaan. Beliau juga menuturkan bahwa ia mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia ingin hidup lebih mandiri bersama suami dan anak-anaknya, namun karena keadaan ekonomi yang membuat beliau masih bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. Universitas Sumatera Utara

4.1.2.2. Informan II

Nama : Syarli Melisa TTL : Bangka, 1 Oktober 1988 Tempat Tinggal : Jl. PLTU No. 17 B Marelan Usia : 27 tahun Agama : Islam Lama tinggal bersama mertua : 3 tahun sampai sekarang Usia Pernikahan : 3 tahun sejak 2012 Ibu Syarli adalah perempuan berdarah Melayu yang memiliki postur tubuh pendek dan kurus, memiliki warna kulit putih dengan rambut lurus dan pendek, serta memiliki sikap yang ramah dan gaya bicara apa adanya. Beliau yang sehari- harinya mengenakan jilbab ini bekerja di salah satu perusahaan listrik negara PLN di Kota Medan. Ibu Syarli mempunyai satu orang anak perempuan yang masih berusia satu tahun empat bulan. Ibu Syarli menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah melayu juga yang bernama Imam pada tahun 2012 sampai sekarang. Sebelum Ibu Syarli menikah, ia sudah mengenal dan mengetahui bahwa ia harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ia menuturkan bahwa sebelum ia menikah, ia bersama suaminya sepakat untuk tinggal bersama dengan ibu mertuanya karena ibu mertuanya yang tinggal sendiri. Beliau juga menuturkan bahwa ia merupakan menantu yang lumayan dekat dengan ibu mertuanya karena beliau yang sudah mengganggap ibu mertuanya seperti orang tuanya sendiri. Ibu Syarli sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun sampai sekarang. Banyak suka dan duka yang ia rasakan selama tinggal bersama dengan mertua perempuan. Selama melakukan proses wawancara dengan Ibu Syarli yang pada saat itu sedang mengenakan baju berwarna merah jambu dengan motif bunga-bunga hitam, peneliti merasakan sikap Ibu Syarli yang sangat ramah dan fokus kepada peneliti ketika peneliti mengajukan pertanyaan. Beliau menuturkan bahwa selama ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia jarang mengalami konflik karena ia mempunyai sifat yang cuek dan tidak terlalu peduli terhadap mertua Universitas Sumatera Utara perempuan. Alasan mengapa beliau masih bertahan dan belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia sepakat bersama suaminya ingin merawat dan menjaga ibu mertuanya yang tinggal sendiri.

4.1.2.3. Informan III

Nama : Rita Esti TTL : Palembang, 16 Januari 1985 Tempat Tinggal : Jl. Karya No. 16 D Medan Usia : 30 tahun Agama : Islam Lama tinggal bersama mertua : 2 tahun sampai sekarang Usia Pernikahan : 3 tahun sejak 2012 Ibu Rita adalah seorang perempuan berdarah jawa yang mempunyai satu orang anak perempuan yang masih berusia dua tahun. Anak pertama dari empat bersaudara ini sedang mengandung anak keduanya. Beliau yang sehari-harinya mengenakan jilbab ini bekerja di salah satu perusahaan listrik negara PLN di Kota Medan. Ibu Rita adalah perempuan yang memiliki suara yang cenderung halus dan sedikit pelan, serta memiliki warna kulit putih dan postur tubuh yang gemuk. Ibu Rita menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah melayu yang bernama Hendra pada tahun 2012 sampai sekarang. Perempuan yang menyukai warna-warna cerah ini menuturkan bahwa ia tinggal bersama dengan mertua perempuan setelah mempunyai anak. Ibu Rita sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama dua tahun sampai sekarang. Sebelum ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia menuturkan bahwa ia belum mengenal karakter dari ibu mertuanya itu yang membuat beliau memiliki rasa ketakutan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. Beliau mengaku bahwa untuk sekarang ini, ia merupakan menantu yang lumayan dekat dengan ibu mertuanya karena beliau yang sudah mulai sayang dan mengganggap ibu mertuanya seperti orang tuanya sendiri. Banyak suka dan duka yang ia rasakan selama tinggal bersama dengan mertua perempuan. Universitas Sumatera Utara Selama melakukan proses wawancara dengan Ibu Rita yang pada saat itu mengenakan jilbab berwarna cokelat dan baju berwarna putih dengan motif bunga-bunga dan celana panjang hitam, peneliti merasakan sikap Ibu Rita yang sangat ramah walaupun pada saat itu beliau tidak terlalu fokus dengan pertanyaan yang peneliti ajukan sehingga peneliti berulang-ulang kali mengajukan pertanyaan kepadanya. Selama beliau tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia mengaku bahwa ia pernah mengalami konflik dengan ibu mertuanya, namun konflik yang terjadi bukanlah konflik yang besar. Salah satu penyebab konflik antara Ibu Rita dengan mertua perempuan adalah karena permasalahan ibu mertuanya yang suka mengatur-atur beliau dalam mengasuh anaknya, namun karena ia sudah mengganggap ibu mertuanya seperti orang tuanya sendiri, konflik yang terjadi dapat diselesaikan. Ia menganggap bahwa konflik yang terjadi hanyalah seperti angin lalu atau tidak ada konflik. Ia juga menuturkan bahwa dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan, ia lebih memilih untuk diam. Alasan mengapa beliau belum mempunyai keinginan dan masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk menjaga dan merawat anaknya yang masih kecil.

4.1.2.4. Informan IV

Nama : Betti Dameria TTL : Banda Aceh, 7 Febuari 1973 Tempat Tinggal : Jl. Jala IV No. 41 Marelan Usia : 42 tahun Agama : Kristen Protestan Lama tinggal bersama mertua : 3 tahun 8 bulan Usia Pernikahan : 20 tahun sejak 1995 Ibu Betti adalah perempuan berdarah batak toba yang merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Beliau yang sering mengikat rambutnya ini, sehari-harinya bekerja sebagai wirausaha. Ibu Betti mempunyai satu orang anak laki-laki yang masih menduduki bangku kuliah semester tiga di salah satu Universitas Sumatera Utara perguruan tinggi swasta di Kota Medan. Ibu Betti memiliki postur tubuh yang sedikit gemuk dan tinggi, memiliki warna kulit hitam manis dengan rambut panjang dan keriting, serta memiliki suara yang lantang dan gaya bicara apa adanya. Ibu Betti menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah tionghua yang bernama Kawito Ang Lie pada tahun 1995 sampai sekarang. Sebelum Ibu Betti menikah, ia sudah mengetahui bahwa ia harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ia menuturkan bahwa sebenarnya ia tidak menginginkan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun karena keadaan ekonomi yang membuat beliau mau tidak mau tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ibu Betti sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun delapan bulan, namun sekarang ia tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan karena terus-menerus berkonflik dengan ibu mertuanya. Beliau menuturkan bahwa penyebab ia tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ibu mertuanya yang suka membanding- bandingkan dan pilih kasih terhadapnya. Ibu Betti bukanlah satu-satunya menantu perempuan yang tinggal bersama dengan ibu mertuanya, akan tetapi terdapat tiga orang menantu perempuan dalam satu rumah yang membuat Ibu Betti tidak lagi nyaman untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. Akhirnya, ia memilih untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. Meskipun beliau tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia tetap tinggal berdekatan dari tempat tinggal ibu mertuanya. Selama melakukan proses wawancara dengan Ibu Betti yang pada saat itu mengenakan jaket hitam dengan baju berwarna kuning dan celana panjang hitam, peneliti merasakan sikap Ibu Betti yang sangat ramah dengan gaya bicara apa adanya ketika peneliti mengajukan pertanyaan. Ibu Betti menuturkan bahwa selama beliau tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia pernah mengalami konflik dengan ibu mertuanya. Beliau menuturkan bahwa ia sempat menyewa rumah bersama suami dan anaknya ketika beliau berkonflik dengan mertua perempuan. Beliau juga menuturkan bahwa ia bukanlah menantu yang dekat dengan mertua perempuan. Bukan hanya berkonflik dengan ibu mertuanya, ia juga pernah mengalami konflik dengan ipar-iparnya. Ia juga menuturkan bahwa Universitas Sumatera Utara selama ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, banyak suka dan duka yang ia rasakan selama tinggal bersama dengan ibu mertuanya.

4.1.2.5. Informan V

Nama : Maria Pane TTL : Dairi, 24 Desember 1983 Tempat Tinggal : Jl. Karya Mesjid No. 36 Medan Usia : 32 tahun Agama : Kristen Protestan Lama tinggal bersama mertua : 5 tahun sampai sekarang Usia Pernikahan : 5 tahun sejak 2010 Ibu Maria Pane adalah perempuan berdarah batak toba yang merupakan anak keenam dari delapan bersaudara. Perempuan yang menyukai warna putih dan merah ini, sehari-harinya bekerja sebagai staf tata usaha di sekolah SMKN 12 Medan. Ibu Maria memiliki postur tubuh yang pendek dan kurus, memiliki warna kulit putih dengan rambut lurus dan pendek, serta gaya bicara yang khas dan kental seperti orang suku batak pada umumnya. Ibu Maria mempunyai satu orang anak perempuan dan satu orang anak laki-laki yang masing-masing anak tersebut masih menduduki bangku sekolah dasar. Ibu Maria menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah batak toba juga yang bernama Pandapotan Sihombing pada tahun 2010 sampai sekarang. Sebelum Ibu Maria menikah, ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ibu Maria menuturkan bahwa selama ia tinggal bersama mertua perempuan, ia merasakan ibu mertuanya yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih karena bukan hanya beliau yang tinggal bersama dengan ibu mertuanya, tetapi beliau juga tinggal bersama dengan adik ipar beserta istrinya. Ibu Maria juga menuturkan bahwa di tahun pertama ia tinggal bersama dengan ibu mertuanya, ia sering disepelekan dan ibu mertuanya yang suka berbicara kasar terhadapnya karena pendapatan yang dimiliki oleh beliau sangat sedikit. Universitas Sumatera Utara Ibu Maria juga menuturkan bahwa ia pernah mengalami konflik yang besar dengan ibu mertua dan iparnya. Salah satu penyebab konflik tersebut karena masalah dana untuk kebutuhan sehari-hari. Beliau mengaku bahwa pendapatan yang dimiliki oleh beliau tidaklah sama dengan pendapatan yang dimiliki oleh adik iparnya. Ia juga menuturkan bahwa sebenarnya ia mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun untuk sekaranag beliau masih belum bisa untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. Alasan mengapa ia masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan adalah karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk mengontrol anaknya dan tempat tinggal ibu mertuanya yang berdekatan dari sekolah anaknya. Itulah sebabnya, ia masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan sampai sekarang. Ia mengaku bahwa ia bisa berkonflik dengan ibu mertuanya sampai dua hingga tiga hari lamanya. Ibu Maria juga menuturkan bahwa dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan, ia lebih memilih untuk diam. Ia juga mempunyai cara dalam menyelesaikan masalah dengan ibu mertuanya, ia menuturkan bahwa ia yang duluan mengajak mengobrol ibu mertuanya sambil mengadakan makan bersama. Beliau juga sering bercerita kepada suaminya apabila ia berkonflik dengan ibu mertuanya. Beliau juga menuturkan bahwa ia juga pernah mengalami konflik dengan adik iparnya karena masalah anak-anak mereka yang suka berkelahi. Meskipun ia pernah mengalami konflik dengan adik iparnya, ia menuturkan bahwa konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Selama melakukan proses wawancara dengan Ibu Maria yang pada saat itu mengenakan baju berwarna biru dan rok yang tidak terlalu pendek berwarna hitam, peneliti merasakan sikap Ibu Maria yang sangat ramah dengan gaya bicaranya yang khas dan kental seperti orang batak pada umumnya walaupun pada saat itu Ibu Maria sedang terlihat sibuk dengan pekerjaannya. Banyak suka dan duka yang ia rasakan selama tinggal bersama dengan mertua perempuan. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Deskripsi Menantu Perempuan No. Nama Informan Deskripsi Menantu Perempuan 1. Masniyar Rambe • Menikah dengan laki-laki berdarah jawa yang bernama Suhendra pada tahun 2000. • Tidak mengetahui harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun sampai sekarang. • Memiliki panggilan unik yaitu inong. • Usia: 38 tahun. • Suku: mandailing. • Agama: Islam. • Pekerjaan: ibu rumah tangga. • Anak keempat dari lima bersaudara. • Mempunyai dua orang anak perempuan. • Memiliki postur tubuh yang sedikit gemuk dan tinggi badan yang tidak begitu tinggi, serta memiliki warna kulit hitam manis dengan rambut panjang dan keriting. • Mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Alasan mengapa masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan karena keadaan ekonomi. • Pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan. 2. Syarli Melisa • Menikah dengan laki-laki berdarah melayu yang bernama Imam pada tahun 2012. • Mengetahui harus tinggal bersama dengan mertua Universitas Sumatera Utara perempuan. • Sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun sampai sekarang. • Usia: 27 tahun. • Suku: melayu. • Agama: Islam. • Pekerjaan: BUMN • Anak ketiga dari empat bersaudara. • Mempunyai satu orang anak perempuan • Memiliki postur tubuh pendek dan kurus, memiliki warna kulit putih dengan rambut lurus dan pendek, serta memiliki sikap yang ramah dan gaya bicara apa adanya. • Belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Alasan mengapa masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ibu mertuanya yang tinggal sendiri. • Jarang mengalami konflik dengan mertua perempuan karena ia mempunyai sifat yang cuek dan tidak terlalu peduli terhadap mertua perempuan. 3. Rita Esti • Menikah dengan laki-laki berdarah melayu yang bernama Hendra pada tahun 2012. • Mengetahui harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama dua tahun sampai sekarang. • Usia: 30 tahun. • Suku: jawa. • Agama: Islam. Universitas Sumatera Utara • Pekerjaan: BUMN • Anak pertama dari empat bersaudara. • Mempunyai satu orang anak perempuan. • Memiliki suara yang cenderung halus dan sedikit pelan, serta memiliki warna kulit putih dan postur tubuh yang gemuk. • Belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Alasan mengapa masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk menjaga dan merawat anaknya yang masih kecil. • Pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan. 4. Betti Dameria • Menikah dengan laki-laki berdarah tionghua yang bernama Kawito Ang Lie pada tahun 1995. • Pernah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun delapan bulan. • Usia: 42 tahun. • Suku: batak toba. • Agama: Kristen Protestan. • Pekerjaan: Wirausaha. • Anak pertama dari empat bersaudara. • Mempunyai satu orang anak laki-laki. • Memiliki postur tubuh yang sedikit gemuk dan tinggi, memiliki warna kulit hitam manis dengan rambut panjang dan keriting, serta memiliki suara yang lantang dan gaya bicara apa adanya. • Sudah tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Alasan mengapa tidak lagi tinggal bersama Universitas Sumatera Utara dengan mertua perempuan karena ibu mertuanya yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih. • Pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan. 5. Maria Pane • Menikah dengan laki-laki berdarah batak toba yang bernama Pandapotan Sihombing pada tahun 2010. • Mengetahui harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama lima tahun sampai sekarang. • Usia: 32 tahun. • Suku: batak toba. • Agama: Kristen Protestan. • Pekerjaan: Staf tata usaha SMKN 12 Medan. • Anak keenam dari delapan bersaudara. • Mempunyai dua orang anak; satu perempuan dan satu laki-laki. • Menyukai warna putih dan merah. • Memiliki postur tubuh yang pendek dan kurus, memiliki warna kulit putih dengan rambut lurus dan pendek, serta gaya bicara yang khas dan kental seperti orang suku batak pada umumnya. • Mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. • Alasan mengapa masih bertahan tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk mengontol anaknya dan tempat tinggal ibu mertuanya yang berdekatan dari sekolah anaknya. Universitas Sumatera Utara • Pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan. Sumber: Hasil Penelitian 2015

4.1.3. Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan Dalam Menghadapi Konflik

Salah satu hal yang ingin diperoleh berdasarkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi menantu perempuan dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan serta penyebab konflik menantu perempuan dengan mertua perempuan yang sudah tinggal bersama di kota Medan. Tentu saja peneliti telah melakukan pengamatan secara langsung dan wawancara secara mendalam terhadap setiap informan yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini. Adapun strategi komunikasi menantu perempuan dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan akan peneliti sajikan dalam bentuk narasi maupun mendeskripsikan segala sesuatu yang menjadi hasil wawancara dan pengamatan peneliti yang dimulai dari informan I sampai kepada informan ke V. Informan I Ibu Masniyar merupakan informan pertama yang peneliti wawancarai ketika peneliti berada di lapangan. Peneliti yang juga ditemani oleh teman peneliti melakukan penelitian untuk pertama kali menuju ke tempat di mana informan tersebut tinggal. Sesampainya di depan rumah informan tersebut, peneliti melihat suasana rumah informan terlihat sepi dan seakan-akan tidak ada seorang pun ditempat, namun pada saat peneliti ingin balik ke rumah dengan maksud melakukan wawancaranya di lain hari, peneliti bertemu dengan seorang wanita yang berjalan menuju ke tempat kediaman informan. Peneliti lalu menghampiri dan menanyakan kepada wanita tersebut apakah beliau adalah Ibu Masniyar. Setelah peneliti menanyakan pertanyaan kepada wanita tersebut, ternyata wanita tersebut adalah salah satu adik ipar dari informan. Ia menuturkan bahwa Ibu Masniyar sedang beristiharat dan menyarankan peneliti untuk datang kembali pada malam hari. Universitas Sumatera Utara Setelah peneliti pulang dan datang kembali pada malam hari, peneliti melihat segerombolan ibu-ibu berada di depan rumah informan. Peneliti langsung menanyakan kepada segerombolan ibu-ibu tersebut untuk menanyakan apakah mereka melihat Ibu Masniyar berada di rumah. Ketika peneliti menanyakan pertanyaan kepada segerombolan ibu-ibu tersebut ternyata segerombolan ibu-ibu tersebut adalah ipar dari Ibu Masniyar dan Ibu Masniyar juga berada diantara segerombolan ibu-ibu tersebut. Seketika peneliti langsung berkenalan dengan Ibu Masniyar dan menyapa beliau dengan panggilan Ibu sambil menjabat tangannya. Pada saat itu, Ibu Masniyar sedang mengenakan baju berwarna biru dan celana pendek dengan motif kotak-kotak serta rambut yang diikat. Peneliti langsung berbincang-bincang dengan Ibu Masniyar sekedar mengakrabkan dan menghangatkan suasana sekaligus mengutarakan maksud dan tujuan peneliti. Peneliti lalu menjelaskan kepada beliau bahwa kedatangan peneliti adalah untuk meminta kesediaan beliau menjadi informan dalam penelitian ini, namun Ibu Masniyar merasa ragu-ragu dengan alasan tidak mengerti bagaimana harus menjawab pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti. “Mau nanya-nanya apa ya? Gak pande nanti jawab-jawabnya. Mpok atilah...mpok ati, kan sama aja menantu juga.” Kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada Ibu Masniyar bahwa pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti tidaklah begitu sulit untuk dipahami. Setelah peneliti memberikan penjelasan kepada beliau, akhirnya beliau mau dan bersedia dalam kegiatan wawancara ini. Setelah beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini, salah satu dari adik ipar beliau mengajak peneliti untuk masuk ke dalam rumahnya. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan selembar kertas kepada beliau dan meminta beliau untuk mengisi biodata yang lengkap sambil peneliti mengajukan pertanyaan kepadanya. Selama melakukan proses wawancara dengan Ibu Masniyar, beliau menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah jawa yang bernama Suhendra selama lima belas tahun sampai sekarang. Beliau menuturkan bahwa ia menikah pada tahun 2000. Sebelum ia menikah, ia tidak mengetahui bahwa ia harus tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun sebelum ia menikah, ia sudah Universitas Sumatera Utara mengenal ibu mertuanya. Ibu Masniyar sudah tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun, namun karena sekarang tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya yang membuat ibu mertuanya memiliki kebebasan untuk tinggal di mana saja. Akan tetapi, meskipun tempat tinggal Ibu Masniyar yang berdekatan dari tempat tinggal ipar-iparnya, ibu mertuanya ini lebih memilih dan sering tinggal bersama dengan beliau. “Sekarang udah enggak, berapa tahun yang lalu ya tinggal sama-sama mertua? Udah 3 tahun lah kami tinggal sama mertua. Sama juga sih sebenarnya, cuman kan enam-enamnya di sini semua tapi lebih sering tinggal sama kami.” Ibu Masniyar ini mempunyai dua orang anak perempuan. Anak yang pertama menduduki bangku sekolah menengah pertama dan anak yang kedua menduduki bangku sekolah dasar. Perempuan berdarah mandailing ini mengaku bahwa sebelum ia menikah, ia mempunyai rasa ketakutan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Ya… pertama-tama ada sih, takutnya itu ya… di cerewetin atau apa gitu ya kan, kan gitu tapi enggak kok.” Ia juga menuturkan bahwa diawal ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia belum terbiasa dan susah beradaptasi dengan ibu mertua dan ipar- iparnya. “Yah… paling beradaptasi sama inilah, adik-adiknya sama mertua juga begitu pertama-tamanya.” Selama melakukan wawancara dengan Ibu Masniyar, beliau menuturkan bahwa sebenarnya ia mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun karena keadaan ekonomi yang membuat beliau masih bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Belum ada ini aja… apa namanya? Belum ada hmm… uang gitu kan. Ya, untuk sementara tinggal sama mertua.” Berkaitan dengan strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik, informan yang satu ini mengaku bahwa ia lebih memilih meninggalkan ibu mertuanya. “Saya kalau marah kali gitu sih enggak, cuman kalau saya marah, ya langsung saya tinggal.” Universitas Sumatera Utara Ia juga menuturkan bahwa dalam menyelesaikan konflik dengan mertua perempuan adalah dengan melakukan pendekatan secara pribadi kepada ibu mertuanya. Salah satu yang digunakan beliau adalah dengan cara mengajak ibu mertuanya mengobrol sambil berjalan-jalan bersama. “Kalau buat makanan sih enggak, tapi ayok kita pergi sama-sama gitu kan supaya lebih akrab gitu kan. Ya… paling pergi sama-sama.” Setelah selesai melakukan wawancara dan tidak ada lagi pertanyaan yang peneliti tanyakan, peneliti pun meminta kontak Ibu Masniyar agar nantinya dapat dihubungi apabila masih ada informasi yang kurang di kemudian hari. Peneliti lalu berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada beliau sambil menjabat tangannya. Informan II Ibu Syarli adalah informan yang kedua dalam penelitian ini. Perempuan berdarah melayu ini menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah melayu juga yang bernama Imam pada tahun 2012 sampai sekarang. Beliau yang sehari-harinya mengenakan jilbab ini bekerja di salah satu perusahaan listrik negara PLN di Kota Medan. Ibu Syarli merupakan teman kerja dari kakak peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Syarli untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Sebelum melakukan wawancara dengan Ibu Syarli, beliau sebelumnya meminta kepada peneliti untuk melakukan proses wawancara di rumah informan setelah jam makan siang. Setelah sepakat bersama-sama dalam mencari waktu senggang, akhirnya peneliti melakukan penelitian kedua menuju ke tempat di mana informan tersebut tinggal. Walaupun jarak tempat tinggal beliau yang tidak begitu jauh dari tempat tinggal peneliti, peneliti tetap berangkat menggunakan sepeda motor dan ditemani oleh kakak peneliti. Cuaca yang panas dan terik tidak melunturkan semangat Universitas Sumatera Utara peneliti untuk melaksanakan proses wawancara pada siang itu. Sesampainya peneliti di depan rumah informan, beliau dengan sikap ramahnya langsung mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam rumahnya. Pada saat itu Ibu Syarli sedang tidak mengenakan jilbab, namun beliau mengenakan baju berwarna merah jambu dengan motif bunga-bunga hitam. Peneliti langsung berbincang- bincang dengan Ibu Syarli dan anaknya yang masih berusia satu tahun empat bulan sekedar mengakrabkan dan menghangatkan suasana. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan selembar kertas kepada beliau dan meminta beliau untuk mengisi biodata yang lengkap sambil peneliti mengajukan pertanyaan kepadanya. Pada saat wawancara sedang berlangsung, peneliti lalu bertanya kepada beliau mengenai apakah ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Dengan sikap yang ramah dan gaya bicaranya yang apa adanya, beliau langsung menceritakan awal ia tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ia menuturkan bahwa sebelum ia menikah, ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan karena sebelum ia menikah, ia bersama suaminya sepakat untuk menjaga dan merawat ibu mertuanya yang tinggal sendiri. “Iya udah tahu, udah dikasih tahu. Dari awal waktu pacaran pun udah dibilang, imam anak terakhir jadi harus jaga orang tua, udah komitmen dari awal karena mertua pun tinggal sendirikan, bapakkan udah gak ada. Jadi ya… sesuai kesepakatan dari sebelum menikah kami jadi orang tua.” Beliau menuturkan bahwa ia tinggal bersama dengan mertua perempuan semenjak ia menikah. Beliau juga menuturkan bahwa sebelum ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia sudah mengenal ibu mertuanya dan sering bermain kerumah ibu mertuanya yang membuat beliau tidak susah untuk beradaptasi. Banyak suka dan duka yang beliau rasakan selama ia tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ibu Syarli lalu menceritakan kepada peneliti mengenai suka dan dukanya tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Sukanya banyaklah, kumpul rame gak sepi. Dukanya apa ya? Iya… kadang-kadang iri aja sih, kenapa gak bisa sama orang tua kita sendiri gitu kan, kok jadinya sama mertua tinggalnya, gitu aja.” Universitas Sumatera Utara Beliau mengaku bahwa sesudah ia menikah, ia tidak lagi berusaha untuk menyesuaikan diri tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Kalau dulu sih pendekatannya ya zaman-zaman pacaran, kalau udah nikah ini udah gak pendekatan lagi, udah biasa aja. Dulu aja yang sering main ke sini, zaman-zaman pacarannya. Jadi, pas tinggal di sini udah gak kaku lagi.” Berkaitan dengan strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik, informan yang satu ini mempunyai tipe yang lain dari beberapa informan yang peneliti wawancarai. Ia mengaku bahwa ia mempunyai sifat yang cuek dan tidak terlalu peduli terhadap ibu mertuanya, sehingga ia jarang mengalami konflik dengan ibu mertuanya. “Kalo aku sih tipenya jangan saling menganggu aja, gitu aja. Kan kadang udah punya keluarga sendiri, ya udah kami urus kami aja, gitu. Ibu sih orangnya cuek, pokoknya kalau tinggal gabung itukan kek gitu, jangan saling ikut campur aja.” Saat ini beliau belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. Beliau menuturkan bahwa alasan mengapa ia belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena sebelum ia menikah, ia bersama dengan suaminya telah sepakat untuk merawat dan menjaga ibu mertuanya yang tinggal sendiri. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Peneliti lalu berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada beliau sambil menjabat tangannya. Informan III Perempuan yang sedang mengandung anaknya yang kedua ini adalah informan ketiga dalam penelitian ini. Ibu Rita merupakan perempuan berdarah jawa yang sudah menikah dengan laki-laki berdarah melayu yang bernama Hendra pada tahun 2012 sampai sekarang. Beliau yang sehari-harinya mengenakan jilbab ini bekerja di salah satu perusahaan listrik negara PLN di Kota Medan. Ibu Rita merupakan teman kerja dari kakak peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti Universitas Sumatera Utara menghubungi Ibu Rita untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Sebelum melakukan wawancara dengan Ibu Rita, beliau bersama dengan peneliti telah sepakat bersama-sama dalam melakukan proses wawancara pada waktu senggang. Peneliti mendapatkan kabar bahwa ia sedang tidak terlalu sibuk dengan pekerjaaannya dan keadaan kantor yang pada saat itu sedang sepi dan tidak terlalu banyak orang. Akhirnya, beliau meminta peneliti untuk datang ke tempat ia bekerja agar proses mewawancarai dapat berlangsung. Peneliti lalu berangkat menggunakan sepeda motor dan ditemani oleh kakak peneliti. Jarak lokasi kantor informan yang tidak terlalu jauh dari rumah peneliti sehingga peneliti tiba dengan cepat di kantor informan tersebut. Peneliti melakukan penelitian ketiga menuju ke tempat di mana informan tersebut bekerja. Pada saat itu cuaca tidak terlalu panas yang membuat peneliti semangat untuk menjalankan wawancara dengan Ibu Rita. Sesampainya peneliti di depan ruangan informan bekerja, beliau dengan semangat dan sikap ramahnya langsung mempersilahkan peneliti untuk masuk dan menyarankan peneliti untuk duduk disebelah tempat duduk ia bekerja. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti melihat Ibu Rita mengenakan jilbab berwarna cokelat dan baju berwarna putih dengan motif bunga-bunga dan celana panjang hitam. Peneliti langsung berbincang-bincang dengan Ibu Rita sekedar mengakrabkan dan menghangatkan suasana. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan selembar kertas kepada beliau dan meminta beliau untuk mengisi biodata yang lengkap sambil peneliti mengajukan pertanyaan kepadanya. Peneliti pun langsung memulai proses wawancara dengan Ibu Rita. Peneliti lalu memulai proses wawancara dengan bertanya kepada beliau mengenai apakah ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan dan sejak kapan ia tinggal bersama dengan mertua perempuan. Kemudian beliau langsung menceritakan awal ia tinggal bersama dengan mertua perempuan. Beliau mengaku bahwa ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua Universitas Sumatera Utara perempuan. Ia juga menuturkan bahwa ia tinggal bersama dengan mertua perempuan setelah ia mempunyai anak. “Saya tahu, iya udah tahu harus tinggal sama mertua perempuan. Tinggal sama mertua perempuan setelah punya anak baru tinggal sama mertua, punya anaknya 2 tahun lah… Umurnya 2 tahun.” Perempuan yang menyukai hobi jalan-jalan ini mengaku bahwa sebelum ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia mempunyai rasa ketakutan dan membayang-bayangkan ibu mertuanya yang kejam dan seram seperti layaknya di televisi. “Ya, pertamanya kan takut karena kan belum kenal sama mertua apalagi tinggal sama mertua kan. Teruskan, apalagi bayangannya tinggal sama mertua itu kejam, seremkan, sayangnya cuman sama anaknya sendiri, aku kan baru, belum kenal tapi lama-lama seiring berjalannya waktu kan, dia udah ngerti aku gimana, aku juga udah ngerti dia gimana. Yaudah, makin akrab udah kayak ibu sendiri. Kek gitu, ya alhamdulillah dapetnya yang baik, mertua yang ga kayak di tv gitu.” Ibu Rita mempunyai satu orang anak perempuan yang masih berusia dua tahun. Beliau juga mengaku bahwa untuk sekarang ini ia adalah menantu yang lumayan dekat dengan ibu mertuanya. “Lumayan, untuk sekarang ya karena sudah kenal karakternya masing- masing. Lumayan dekat, jadi udah sering curhat-curhat, sudah sering jalan kemana-mana.” Banyak suka dan duka yang beliau rasakan selama ia tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ibu Rita lalu menceritakan kepada peneliti mengenai suka dan dukanya tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Suka dukanya? Banyakan sukanya sih. Sukanya itu dia, hmm... bantuin aku itu tanpa pamrih, sayang banget sama anakku. Aku sih ga peduli lah dia mau sayang sama aku atau ga, terserah. Tapi, kalo ngeliat itu dia sayang banget sama anakku. Terus juga, gak pernah cek-cok kami kan, berarti dia juga ngertiin aku, mungkin dia sayang sama ku karena aku pun udah mulai sayang juga sama dia kan. Dukanya? apa dukanya ya… ga ada sih, selama ini baik-baik aja. Cuman Universitas Sumatera Utara kan karena dia bukan orang sini, jauh, dia kan orang palembang, makanya dia ikut aku di sini kan.” Berkaitan dengan strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik, informan yang satu ini mengaku bahwa ia lebih memilih diam dan mengganggap konflik tersebut seperti angin lalu atau tidak ada konflik, karena ia mengganggap konflik tersebut bukanlah konflik yang besar sehingga ia tidak membutuhkan strategi dalam menyelesaikan konflik dengan mertua perempuan. “Karena konfliknya itu bukan konflik yang besar, jadi angin lalu aja. Jadi kayak biasa aja, namanya juga ibu kan. Misalnya kan “kamu jangan ini”, terus aku bilang “oh iya”. Kesel kadang kan, tapi udah gitu aja. Nah, besoknya udah ngobrol lagi kayak biasa, ga sampai melibatkan suami atau langsung ngomong ke dia. Ya… gitu aja karena bukan konflik yang besar.” Saat ini beliau belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena kebutuhan anaknya yang masih kecil dan membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk menjaga dan merawat anaknya. Itulah sebabnya, beliau masih bertahan sampai sekarang untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. Selain beliau tinggal bersama dengan anak dan ibu mertuanya, beliau juga menuturkan bahwa ia juga tinggal bersama dengan teman kerjanya yang sudah ia angggap seperti adiknya sendiri. Kemudian peneliti menanyakan kepada beliau mengenai keberadaan suaminya. Ia lalu menuturkan bahwa suaminya bekerja di salah satu perusahaan di Bandung. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Peneliti lalu berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada beliau sambil menjabat tangannya. Informan IV Ibu Betti Dameria merupakan informan yang keempat dalam penelitian ini. Perempuan yang berdarah batak toba ini menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah tionghua yang bernama Kawito Ang Lie pada tahun Universitas Sumatera Utara 1995 sampai sekarang. Beliau yang sering mengikat rambutnya ini, sehari-harinya bekerja sebagai wirausaha. Ibu Betti merupakan teman dari ibu peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Betti untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Sebelum melakukan wawancara dengan Ibu Betti, beliau bersama dengan peneliti telah sepakat bersama-sama dalam melakukan proses wawancara pada waktu senggang. Peneliti melakukan penelitian keempat menuju ke tempat di mana informan tersebut tinggal. Walaupun peneliti berangkat sendiri menggunakan sepeda motor, peneliti tetap bersemangat untuk melakukan wawancara dengan informan tersebut. Sesampainya peneliti di depan rumah informan tersebut, peneliti melihat gerbang rumah informan yang terbuka lebar dan langsung saja peneliti memarkirkan sepeda motor di halaman rumah informan. Setelah peneliti memarkirkan sepeda motornya, peneliti melihat Ibu Betti sedang duduk di teras rumahnya. Dengan sikap yang ramah dan gaya bicaranya yang apa adanya, beliau langsung mengajak peneliti untuk masuk dan mempersilahkan peneliti untuk duduk di teras rumahnya. Beliau pada saat itu sedang terlihat rapi, peneliti berpikir bahwa beliau hendak mau pergi, namun ternyata beliau terlihat rapi karena ia baru saja pulang dari aktivitas pekerjaannya. Beliau pada saat itu mengenakan jaket hitam dengan baju berwarna kuning dan celana panjang hitam. Peneliti langsung berbincang-bincang dengan Ibu Betti sekedar mengakrabkan dan menghangatkan suasana. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan selembar kertas kepada beliau dan meminta beliau untuk mengisi biodata yang lengkap sambil peneliti mengajukan pertanyaan kepadanya. Peneliti pun langsung memulai proses wawancara dengan Ibu Betti. Peneliti lalu bertanya kepada beliau mengenai apakah ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan dan sejak kapan ia tinggal bersama dengan Universitas Sumatera Utara mertua perempuan. Dengan suara lantang, ia menuturkan bahwa sebelum ia menikah, ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Beliau menuturukan bahwa ia tinggal bersama dengan mertua perempuan selama tiga tahun delapan bulan, namun sekarang Ibu Betti tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan karena terus-menerus berkonflik dengan ibu mertuanya. Beliau menuturkan bahwa penyebab ia tidak lagi tinggal bersama dengan ibu mertuanya karena ibu mertuanya yang suka membanding- bandingkan dan pilih kasih terhadapnya. Ibu Betti bukanlah satu-satunya menantu perempuan yang tinggal bersama dengan ibu mertuanya, akan tetapi terdapat tiga orang menantu perempuan dalam satu rumah yang membuat Ibu Betti tidak lagi nyaman untuk tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Akhirnya, ia memilih untuk tidak tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Meskipun ia tidak lagi tinggal bersama dengan ibu mertuanya, ia tetap tinggal berdekatan dari tempat tinggal ibu mertuanya. Banyak suka dan duka yang beliau rasakan selama ia tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Suka dukanya? Oh banyak, haha… pasti banyak-banyak, gak bisa disebutkan satu persatu habis itu nanti. Dukanya ya… pasti kurang bebaslah kan mesti jaga-jaga jugalah kan perasaan mertua, gak sebebas kita tinggal di rumah sendiri. Apalagi waktu tinggal di kota bangun kan lebih apa lagi kan… mau jungkir balik atau mau apa kan jaga perasaan. Udah gitukan mamak dulu kan gak boleh kita apa kali kan… suka-suka dia aja gitu. Kalo sukanya, ya lebih rame aja.” Berkaitan dengan strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik, informan yang satu ini mengaku bahwa ia tidak mempunyai strategi khusus dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan. Ia juga menuturkan bahwa ia tidak pernah menyelesaikan konflik dengan ibu mertuanya, ia lebih memilih untuk tidak tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Peneliti lalu berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada beliau sambil menjabat tangannya. Universitas Sumatera Utara Informan V Ibu Maria Pane adalah informan yang kelima dalam penelitian ini. Anak keenam dari delapan bersaudara ini menuturkan bahwa ia sudah menikah dengan laki-laki berdarah batak toba yang bernama Pandapotan Sihombing pada tahun 2010 sampai sekarang. Perempuan yang menyukai warna putih dan merah ini, sehari-harinya bekerja sebagai staf tata usaha di sekolah SMKN 12 Medan. Ibu Maria merupakan teman kerja dari ibu peneliti sehingga memudahkan peneliti untuk menghubungi informan tersebut. Kemudian peneliti menghubungi Ibu Maria untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini. Setelah peneliti menghubungi beliau untuk menanyakan kesediaannya menjadi informan dalam penelitian ini dan juga memberikan penjelasan mengenai penelitian ini, akhirnya beliau bersedia dan mau menjadi informan dalam penelitian ini. Sebelum melakukan wawancara dengan Ibu Maria, beliau menyarankan peneliti untuk melakukan proses wawancara di tempat ia bekerja. Peneliti pun langsung melakukan penelitian yang kelima menuju ke tempat di mana informan tersebut bekerja. Walaupun pada saat itu Ibu Maria sedang terlihat sibuk dengan pekerjaannya, ia tetap mau dan bersedia untuk diwawancarai. Peneliti berangkat menggunakan sepeda motor dan ditemani oleh kakak peneliti. Sesampainya peneliti di depan ruangan informan bekerja, beliau langsung dengan sikap ramahnya mempersilahkan peneliti untuk masuk dan menyarankan peneliti untuk duduk disebelah tempat duduk ia bekerja. Pada saat itu, Ibu Maria mengenakan baju berwarna biru dan rok yang tidak terlalu pendek berwarna hitam. Peneliti pun langsung berbincang-bincang dengan Ibu Maria sekedar mengakrabkan dan menghangatkan suasana. Sebelum melakukan proses wawancara, peneliti terlebih dahulu memberikan selembar kertas kepada beliau dan meminta beliau untuk mengisi biodata yang lengkap sambil peneliti mengajukan pertanyaan kepadanya. Peneliti pun langsung memulai proses wawancara dengan Ibu Maria. Peneliti lalu bertanya kepada beliau mengenai apakah ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan mertua perempuan. Beliau pun langsung menuturkan bahwa sebelum ia menikah, ia sudah mengetahui bahwa harus tinggal bersama dengan Universitas Sumatera Utara mertua perempuan. Ia juga menuturkan bahwa ia tinggal bersama dengan mertua perempuan selama lima tahun sampai sekarang. “Hmm… di itung dari tahun 2010 pernikahan saya, 2010 tepatnya 10 maret 2010 dan sampai sekarang masih tetep juga sama mertua dan mudah- mudahan sampai saat ini belum ada permasalahan yang kita hadapi yang begitu sulit kalau pun ada masalah ya diselesaikan secara bersamalah secara kekeluargaan.” Ia juga menuturkan bahwa ia bukanlah menantu satu-satunya yang tinggal bersama dengan mertua perempuan, tetapi ia juga tinggal bersama dengan adik ipar berserta istrinya. “Kalo sukanya sih… apa ya? Ya… saling terbuka, kalo ada masalah itukan kita diskusilah gimana cara penyelesaiannya itu yang pertama. Terus kalo keburukannya, hmm… suka pilih kasih sama anaknya gitu, suka pilih kasih karena kebetulankan saya disana bukan hanya saya aja menantunya, ada dua disana menantunya, jadi suka memilah-milah. Pilih kasih gitulah… jadi ya kita sebagai menantu ya sadar dirilah.” Berkaitan dengan strategi komunikasi menantu perempuan dengan mertua perempuan dalam menghadapi konflik, informan yang satu ini mengaku bahwa ia lebih memilih untuk diam. Ia juga menuturkan bahwa ia mempunyai strategi dalam menyelesaikan konflik dengan mertua perempuan adalah dengan cara melakukan pendekatan secara pribadi kepada ibu mertuanya. Salah satu contoh yang ia katakan dalam menyelesaikan konflik dengan ibu mertuanya adalah dengan cara mengajak mengobrol ibu mertuanya dan mengadakan makan bersama. “Oh iya, kita kalo menyelesaikan masalah… masalah tadi kan? Sering kita makan sama diluar, kita selesaikan masalah, kita adakan makan bersama atau kebetulan hari ulang tahunnya dengan masalah yang sudah lama tersimpan- simpan pas di ulang tahunnya kita bicarakan. Kita sampaikan, terus mertua bilang “oh, iyanya? Maaflah ya” terus saya bilang “iya, gpp mak” nah itu dia.” Beliau juga menuturkan bahwa sebenarnya ia mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun untuk sekarang beliau masih belum bisa untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. Ia Universitas Sumatera Utara menuturkan alasan mengapa ia masih bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan adalah karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk mengontrol anaknya dan tempat tinggal ibu mertuanya yang berdekatan dari sekolah anaknya. Itulah sebabnya, ia masih bertahan sampai sekarang untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Kebetulan sampai sekarang anak saya masih SD dan tunggu dulu anak saya sampai SMA dulu baru kita mandiri, karena kebetulan sekolah anak saya kan kebetulan rumah mertua saya strategis deket sama sekolah anak saya, sementara kalo saya pindah saya gak bisa lagi mengontrol anak saya gitu, karena pekerjaan saya jauh dengan rumah yang kami tempati jadi sekarang kan yang mengontrol penuh kan mertua saya. Jadi motivasi saya itu, ya tunggu anak saya mandiri dulu, bisa cari angkot sendiri, kalau memang naik angkot baru bisa kita cari rumah untuk bisa leluasa gitu bisa lebih mandiri.” Banyak suka dan duka ia rasakan selama tinggal bersama dengan mertua perempuan. Setelah selesai melakukan wawancara dengan beliau, peneliti meminta kesediaan beliau untuk diwawancarai kembali apabila peneliti mendapati masih ada kekurangan dalam wawancara tersebut di kemudian hari. Peneliti pun langsung berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada beliau sambil menjabat tangannya. Tabel 4.2. Deskripsi Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan Dalam Menghadapi Konflik Tujuan Penelitian No. Nama Informan Strategi Komunikasi Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan Dalam Menghadapi Konflik 1. Masniyar Rambe Strategi komunikasi yang digunakan dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan adalah meninggalkan. Informan I ini juga mengaku bahwa ia mempunyai strategi dalam menyelesaikan konflik dengan mertua perempuan, yaitu dengan cara melakukan pendekatan secara pribadi dengan cara mengajak mengobrol sambil berjalan-jalan bersama. Universitas Sumatera Utara 2. Syarli Melisa Jarang mengalami konflik dengan mertua perempuan. Informan II ini mempunyai tipe yang lain dari beberapa informan yang peneliti wawancarai. Ia mengaku bahwa ia mempunyai sifat yang cuek dan tidak terlalu peduli terhadap ibu mertuanya sehingga konflik jarang terjadi. 3. Rita Esti Strategi komunikasi yang digunakan dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan adalah diam. Informan III ini juga mengaku bahwa ia tidak pernah menyelesaikan konflik dengan ibu mertuanya karena ia menganggap konflik tersebut seperti angin lalu atau tidak ada konflik, karena ia mengganggap konflik tersebut bukanlah konflik yang besar. 4. Betti Dameria Tidak menggunakan strategi apapun dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan. Informan IV ini juga mengaku bahwa ia tidak pernah menyelesaikan konflik dengan ibu mertuanya. Ia mengaku bahwa semenjak ia berkonflik dengan ibu mertuanya, ia memilih untuk pindah dan tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan. 5. Maria Pane Strategi komunikasi yang digunakan dalam menghadapi konflik dengan mertua perempuan adalah diam. Informan V ini juga mengaku bahwa ia mempunyai strategi dalam menyelesaikan konflik dengan mertua perempuan, yaitu dengan cara melakukan pendekatan secara pribadi dengan mengajak mengobrol dan mengadakan makan bersama. Sumber: Hasil Penelitian 2015 Universitas Sumatera Utara

4.1.4. Penyebab Konflik Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan kelima informan, peneliti mengetahui apa saja yang menjadi penyebab konflik menantu perempuan selama tinggal bersama dengan mertua perempuan. Adapun yang menjadi penyebab konflik antara menantu perempuan dengan mertua perempuan adalah sebagai berikut. Informan I Peneliti melakukan wawancara kepada Ibu Masniyar sebanyak dua kali karena pada hari pertama peneliti sedang mewawacarai beliau, kondisi rumah dari adik ipar informan sangat ramai sehingga peneliti tidak dapat menyelesaikan wawancara dalam satu hari. Selama beliau tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia menuturkan bahwa ia pernah mengalami konflik dengan ibu mertuanya. Salah satu penyebab konflik antara Ibu Masniyar dengan mertua perempuan adalah karena anak-anaknya yang suka berkelahi dan sering menganggu ibu mertuanya. “Ya… paling tentang anak-anaklah selalu kalo di rumah yah. Anak-anak suka berantem atau apa gitu gangguin mertua.” Ia juga menuturkan bahwa apabila ia sedang berkonflik dengan ibu mertuanya, ia bercerita kepada suaminya. “Ya… sama bapaknya dulu, baru mertua. Kek mana yang terbaiklah.” Ia juga menuturkan bahwa apabila ia sedang berkonflik dengan ibu mertuanya, ia lebih memilih untuk meninggalkan ibu mertuanya. “Saya kalau marah kali gitu sih enggak, cuman kalau saya marah ya langsung saya tinggal apalagi kan marah sama marah gitu kan jadi tambah panas.” Bukan hanya dengan ibu mertuanya saja beliau pernah berkonflik, ia juga pernah mengalami konflik dengan ipar-iparnya. Salah satu penyebabnya adalah karena anak-anak mereka yang suka berkelahi. Meskipun begitu, konflik yang terjadi antara beliau dengan ipar-iparnya dapat diselesaikan dengan baik. Universitas Sumatera Utara “Ya itu udah pasti ada lah, namanya kita ipar-iparan. Masalah anak-anak ini atau anak-anak kita sama anak dia berantem atau apa gitulah, tapi bisa diselesaikan kok dengan cara baik-baik. Ya, namanya kita ipar-iparan, ya pasti ada itu konflik.” Ibu Masniyar mengaku bahwa ia bisa menyelesaikan konflik dengan ibu mertuanya selama satu hingga dua hari lamanya. Salah satu strategi yang beliau gunakan agar konflik yang terjadi dapat terselesaikan adalah dengan melakukan pendekatan secara pribadi yaitu dengan cara mengajak mengobrol ibu mertuanya sambil berjalan-jalan bersama. Beliau menuturkan bahwa sebenarnya ia mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia ingin lebih mandiri bersama suami dan anak-anaknya, namun karena keadaan ekonomi yang membuat beliau bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. Informan II Pada saat peneliti bertanya kepada beliau mengenai apakah ia pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan, ia menuturkan bahwa sampai saat ini ia jarang mengalami konflik dengan ibu mertuanya. Informan yang satu ini memiliki tipe yang lain dari beberapa informan wawancarai. Beliau mengaku bahwa ia mempunyai sifat yang cuek dan tidak terlalu peduli terhadap ibu mertuanya. “Enggak sih, ya kalo aku sih tipenya jangan saling menganggu aja, gitu aja. Kan kadang udah punya keluarga sendiri, yaudah kami urus kami aja gitu. Ibu sih orangnya cuek, pokoknya kalau tinggal gabung itukan kek gitu, jangan saling ikut campur aja.” Ia juga menuturkan bahwa apabila ia sedang berkonflik dengan ibu mertuanya, ia selalu bercerita kepada suaminya. Beliau juga menuturkan bahwa ia pernah hanya tinggal berdua dengan mertua perempuan karena tempat kerja suaminya yang jauh. “Dulu malah ibu, suami ibu di siantar, ibu di sini sama mertua. 10 bulan lah. Iya, 10 bulan kayak gitu. Abang kerja di siantar, ibu di sini sendiri sama… Universitas Sumatera Utara mertua lah, bertiga, berempat sama ponakan satu. Abang pulang jumat sabtu, minggu balek lagi ke siantar.” Sampai saat ini ia belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena sebelum ia menikah, ia telah sepakat bersama suaminya untuk menjaga dan merawat ibu mertuanya yang tinggal sendiri. Informan III Pada saat peneliti menanyakan kepada beliau mengenai apakah beliau pernah mengalami konflik dengan ibu mertuanya, beliau menjawab tidak pernah mengalami konflik namun peneliti melihat mimik wajah informan yang malu- malu dan terkesan tidak jujur. Lalu peneliti bertanya mengenai apakah beliau pernah mengalami stres selama tinggal bersama dengan mertua perempuan, beliau langsung mengakui bahwa ia pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan. Hmm… stres? selama tinggal sama mertua? Hmm… Oh mungkin pertanyaanmu yang tadi itu ya? Enggak, bukan stres sih. Cuman, ya memang kadang-kadang ada beda pendapat sedikit karena kan dia orang tua ya, orang tua kan apalagi udah kayak orang tua kita sendirikan ya, mungkin kan maunya “kamu tuh kayak gini” ngaturlah ya kan, “kamu harusnya begini”. Cuman, kadang “kan kenapa kok aku diatur-atur kek gitu, aku kan ga biasa kek gitu tapi ya ngerti juga maksudnya dia itu sebenarnya baik. Yaudah, kek gitu aja sih. Bukan cek-cok atau konflik yang besar gitu. Beda pendapat sedikit.” Beliau mengaku bahwa apabila ia sedang berkonflik dengan mertua perempuan, ia lebih memilih untuk diam dan mengganggap konflik tersebut seperti angin lalu atau tidak ada konflik, karena ia mengganggap konflik tersebut bukanlah konflik yang besar. “Karena konfliknya itu bukan konflik yang besar, jadi angin lalu aja. Jadi kayak biasa aja, namanya juga ibu kan. Misalnya kan “kamu jangan ini”, terus aku bilang “oh iya”. Kesel kadang kan, tapi udah gitu aja. Nah, besoknya udah ngobrol lagi kayak biasa, ga sampai melibatkan suami atau langsung ngomong ke dia. Ya… gitu aja karena bukan konflik yang besar.” Universitas Sumatera Utara Beliau mengaku bahwa untuk sekarang ini ia merupakan menantu yang lumayan dekat dengan mertua perempuan. Sampai saat ini, ia belum mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk menjaga dan merawat anaknya yang masih kecil. Informan IV Pada saat peneliti bertanya kepada beliau mengenai apakah ia pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan, ia menjawab bahwa ia pernah mengalami konflik dengan ibu mertuanya. Sekarang ia tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan karena terus-menerus berkonflik dengan ibu mertuanya. Ia juga menuturkan bahwa penyebab konfliknya adalah karena ibu mertuanya yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih terhadapnya. “Masalah anak, apa-apa namanya? Hmm… gak bisa menempatkan diri mertua maksudnya bisa pilih kasih. Beda-bedakan dia kan hatinya yang sama menantu ini lain, cucunya ini itu, gitu aja.” Beliau mengaku bahwa sebenarnya ia tidak ingin tinggal bersama dengan mertua perempuan, namun karena keadaan ekonomi yang membuat beliau mau tidak mau tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Kek manalah mau dibilang ya? Biasa aja, sukanya ya lebih rame aja tapi dari dulu karena gak-gak sistem bergantung sama mertua, gak ada masalah sebenarnya karena ekonomi aja, diterima aja sih. Bukan karena keinginan juga tapi karena keadaan.” Ia juga menuturkan bahwa ia pernah mengalami stres karena berkonflik dengan mertua perempuan. “Stres udah pasti adalah, ya pasti adalah.” Ia juga mengaku bahwa ia bukanlah menantu yang dekat dengan ibu mertuanya. Ia juga menuturkan bahwa diawal ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan mertua perempuan karena perbedaan suku. “Makanya lain suku tadi kan, makanya banyak adaptasinya.” Universitas Sumatera Utara Meskipun ia tidak lagi tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia tetap tinggal berdekatan dari tempat tinggal ibu mertuanya. “Kalo sampai sekarang di itung sama sekarang itu kan transisi ini sebenarnya, aslinya dari mulai nikah 3 tahun 8 bulan. Baru nyewa 2 tahun di kota bangun, baru nyewa di sini… di panglong ini yang ada perumahan deket SPBU komplek cina setahun, baru kembali lagi kesini, sebelah-sebelah rumahnya tapi rumahnya pisah-pisah sampai sekaranglah ya kan.” Informan V Pada saat peneliti bertanya kepada beliau mengenai apakah ia pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan, ia menjawab bahwa ia pernah mengalami konflik dengan ibu mertuanya. Perempuan berdarah batak toba ini mengaku bahwa ia pernah mengalami konflik dengan mertua perempuan. “Konfliknya? Pernah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tentang anak, faktor anaklah ya. Hmm… yang jelas kalo anak saya udah cucunya mertua saya kan gitu. Contohnya, kalo saya nasehatin anak saya atau saya cubit, dia gak terima. Nah, dari situ bisa jadi kita udah emosional dengan anak kita sementara kalo kita cubit, dia gak terima. Dia balik menyalahkan kita, nah itu dia yang menjadi konflik besar kadang sama kita. Jadi kita pun gak bisa mendidik sepenuhnya anak kita. Itu dia faktor-faktornya kadang, faktor masalahnya seperti itu. Kalo anak mau les, anak saya lagi gak enak badan permintaan sama saya “mak, gak usah dulu les besok-besok aja ya mak? Capek kali rasanya karena tadi kami penjas mak disekolah” gitu. Kata saya, “oh yaudahlah tapi besok les ya nang?” Terus nanti sorenya bertanya nih mertua saya, “kenapa si etha ga les?” terus kata saya, “iya, katanya gak enak badan dia mak” terus mertua saya bilang, “iyalah, kau manjakan begini-begini”. Jadi kadang ga sejalan, kadang sejalan gitu.” Ia juga menuturkan bahwa ia pernah mengalami konflik yang besar dengan adik ipar dan ibu mertuanya. “Kalau konflik yang besar itu ya selalu ada juga sih. Masalah… gimana ya? Saya masalah uangnya, masalah dana untuk sehari-hari. Kalau kita kan memberikan tidak sama dengan apa yang diberikan adik saya yang tinggal juga Universitas Sumatera Utara dengan kami, ya gitu karena pekerjaannya lebih bagus dari kita, ya kita hanya sanggup membayar setengah dari apa yang diberikan dia sama mertua saya. Jadi, mungkin itu juga yang jadi konflik besar sama adik saya sama mertua saya juga gitu, tapi kalo masalah waktu saya lebih banyak waktunya di rumah dari pada di luar. Jadi, itu juga jadi konflik besar juga itu di rumah tangga gitu.” Ia juga menuturkan bahwa ia selalu bercerita kepada suaminya apabila ia sedang berkonflik dengan ibu mertuanya. Ia mengaku bahwa ia bisa berkonflik dengan ibu mertuanya bisa dua hingga tiga hari lamanya. Ia juga menuturkan bahwa diawal ia tinggal bersama dengan mertua perempuan, ia sering disepelekan dan berbicara kasar mengenai pendapatannya yang sedikit. “Hmm… di tahun pertama saya sama mertua saya tuh bicaranya kasar. Saya suka dibilang “ngapain kau kerja begitu-begitu jauh, gajinya gak seberapa” suka dulu ngomongin itu sama saya, tapi kalo akhir-akhir ini dia berubah total dan gak pernah dia menanyakan “udah berapa gajimu? Malah sekarang dia mendukung “udah-udah cepat bangun Biar cepat kelen kerja nanti banyak apa… kecelakaan, telat pigi nanti banyak kendaraan” nah kek gitu. Kalau dulu, itu tadi suka diejek-ejek begini-begini. Kalo sekarang jauh berubah, berubah banget.” Ia juga menuturkan bahwa ibu mertuanya ini memiliki sifat yang jelek yaitu, ibu mertuanya yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih terhadapnya. “Terus kalo keburukannya, hmm… suka pilih kasih sama anaknya gitu, suka pilih kasih karena kebetulan kan saya disana bukan hanya saya aja menantunya, ada dua disana menantunya, jadi suka memilah-milah. Pilih kasih gitulah, jadi ya kita sebagai menantu ya sadar dirilah.” Selain pernah berkonflik dengan mertua perempuan, ia juga pernah mengalami konflik dengan adik iparnya. Penyebab konflik antara Ibu Maria dengan adik iparnya adalah karena anak-anak mereka yang suka berkelahi. “Anak dia juga dua, anak saya juga dua. Kalau mereka salahpahaman, anak saya sama anak dia sering berantem. Yang duluan siapa yang menendang, yang duluan siapa yang ambil bolanya. Istilahnya kalau main bola mereka, kita belain ini salah, kita belain anak kita salah. Jadi ya, dari situ kadang mereka gak terima kalau anaknya kita salahkan gitu, itu contohnya. Kalau anaknya kencing Universitas Sumatera Utara celana atau pipis celana, gak langsung kita apakan, hmm… gak langsung kita ganti, itu juga jadi masalah itu. Jadi, gara-gara itu pernah juga karena saya gatau kalo udah basah celananya, gak langsung saya ganti, langsung itu marah- marah belum tahu masalahnya apa, marah-marah itu. Baru pulang kerja pun dia bilang “kamu begini-begini, gak peduli sama anakku” terus kata saya “bukan, saya gatau itu kencing, saya gatau itu pipis” nah gitu. Kadang kalo jatuh gak langsung kita tengok, contohnya begitu.” Beliau menuturkan bahwa sebenarnya ia mempunyai keinginan untuk tidak tinggal bersama dengan mertua perempuan karena ia ingin lebih mandiri bersama suami dan anak-anaknya, namun karena ia membutuhkan bantuan ibu mertuanya untuk mengontrol anaknya dan tempat tinggal ibu mertuanya yang berdekatan dari sekolah anaknya yang membuat beliau bertahan untuk tinggal bersama dengan mertua perempuan. “Motivasinya? Kebetulan sampai sekarang anak saya masih SD dan tunggu dulu anak saya sampai SMA dulu baru kita mandiri, karena kebetulan sekolah anak saya kan kebetulan rumah mertua saya strategis deket sama sekolah anak saya, sementara kalo saya pindah saya gak bisa lagi mengontrol anak saya gitu, karena pekerjaan saya jauh dengan rumah yang kami tempati jadi sekarang kan yang mengontrol penuh kan mertua saya. Jadi motivasi saya itu, ya tunggu anak saya mandiri dulu, bisa cari angkot sendiri, kalau memang naik angkot baru bisa kita cari rumah untuk bisa leluasa gitu bisa lebih mandiri.” Tabel 4.3. Deskripsi Penyebab Konflik Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan No. Nama Informan Penyebab Konflik Menantu Perempuan Dengan Mertua Perempuan 1. Masniyar Rambe Anak-anaknya yang suka berkelahi dan sering menganggu ibu mertuanya. 2. Syarli Melisa Jarang mengalami konflik dengan mertua perempuan karena ia mempunyai sifat yang cuek dan tidak terlalu peduli terhadap ibu mertuanya. Universitas Sumatera Utara 3. Rita Esti Perbedaan pendapat dalam mengasuh anak. 4. Betti Dameria Mertua perempuan yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih. 5. Maria Pane Perbedaan pendapat dalam mengasuh anak, mertua perempuan yang suka membanding-bandingkan dan pilih kasih, serta pendapatannya yang sedikit. Sumber: Hasil Penelitian 2015

4.2. Pembahasan