5.3 Tindakan Bidan Dalam Kegiatan Inisiasi Mesnyusu Dini
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan Over behavior.Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan. Perubahan perilaku atau tindakan baru itu terjadi melalui tahap-tahap atau proses perubahan yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan.
Artinya apabila pengetahuan sudah baik dan sikapnya positif secara otomatis tindakan seseorang tersebut akan baik. Namun beberapa penelitian juga
membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu melalui tahap-tahap tersebut Notoatmodjo,2003.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa tindakan bidan kelurahan siaga dalam pelaksanaan IMD mayoritas berada pada ketegori baik sebanyak 20 orang 60,6,
cukup 6 orang 18,2 sedangkan tindakan pada kategori kurang sebanyak 7 orang 21,2.
Berdasarkan wawancara dengan bidan kelurahan siaga memang mayoritas tindakannya dalam kegiatan IMD baik tetapi dalam pelaksanaan IMD pada menolong
persalinan dilakukan tidak secara rutin pada umumnya bidan melakukannya kadang- kadang tidak terus menerus setiap menolong persalinan dilakukan IMD. Mereka yang
melakukan kadang-kadang sebanyak 24 orang 72,7 yang tidak melakukan IMD sebanyak 6 orang 18,2, hanya 3 orang 9,1 yang terus menerus melakukan
IMD dalam menolong persalinan, hal ini banyak faktor yang menyebabkan bidan tidak melakukan IMD salah satunya yaitu masih banyak ibu serta keluarga pasien
yang belum siap atau menolak untuk dilakukan IMD, untuk mengatasi kesiapan dalam kegiatan IMD tidak lepas dari tindakan bidan dalam usaha memberi
Universitas Sumatera Utara
penyuluhan atau penerangan tentang penting serta manfaat dari IMD. Pada hasil penelitian masih ditemukan bahwa bidan kadang-kadang melakukan penerenangan
tentang IMD kepada ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan yaitu sebanyak 11 orang 33,3 yang tidak pernah melakukan penerangan sebanyak 3 orang 9,1, upaya
yang dapat dilakukan agar kegiatan inisiasi menyusu dini dapat terlaksana dengan baik adalah dengan tetap mensosialisasikan kegiatan IMD kepada masyarakat serta
tidak lepas dari tanggung jawab pihak pemerintah khususnya kepada dinas kesehatan untuk dapat membuat suatu bentuk promosi kesehatan tentang IMD berupa media
cetak maupun media elektronik agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap IMD, adapun alasan lain yang membuat bidan tidak malakukan IMD adalah
kondisi ibu yang masih lemah, sehingga bidan lebih memprioritaskan perawatan ibu untuk memperbaiki kondisi ibu. Kurangnya dukungan pada ibu yang sedang bersalin,
membuat ibu cenderung lebih memilih beristirahat setelah proses persalinan daripada harus kesulitan membantu mengawasi bayi untuk melakukan IMD.
Masih ditemukan kadang-kadang bidan yang memberi susu formula atau cairan lain selain ASI kepada bayi baru lahir sebanyak 19 orang 57,6 hal ini
menyebabkan kegagalan dalam program ASI Eksklusif, untuk itu upaya dapat dilakukan yaitu memberikan pelatihan-pelatihan kepada bidan yang belum pernah
pelatihan secara terencana dan termonitor agar bidan mampu menerapkan kepada masyarakat terutama bagaimana agar masyarakat mau dan sadar betapa pentingnya
pelaksanaan IMD pada saat setelah melahirkan, karena petugas kesehatan khususnya bidan kelurahan siaga dapat menjadi faktor pendorongpendukung namun juga dapat
menjadi penghambat keberhasilan kegiatan IMD karena bidan kelurahan siaga
Universitas Sumatera Utara
tinggal diwilayah kerjanya sehingga program pemerintah yang diinginkan bidan kelurahan siagalah sebagai ujung tombak keberhasilan, jika bidan berprilaku baik
maka program akan tercapai dengan baik demikan juga sebaliknya. Pada beberapa masyarakat, ternyata banyak petugas yang justru
menyarankan untuk memberikan cairan begitu bayi baru lahir. Dari hasil penelitian ternyata 93 bidan di sebuah kota di Ghana berpendapat bahwa cairan harus
diberikan kepada semua bayi sejak hari pertama kelahirannya. Di Mesir, banyak perawat yang berperan dalam proses persalinan menganjurkan kepada ibu bersalin
untuk memberikan air manis kepada bayinya segera setelah dilahirkan Linkages, 2002 dalam Refina 2009.
Lubis 2000 juga berpendapat bahwa keberhasilan pemberian ASI sangat bergantung pada petugas kesehatan yaitu perawat, bidan dan dokter. Merekalah orang
pertama yang membantu ibu bersalin untuk melakukan pemberian ASI kepada bayi sehingga petugas kesehatan harus mengetahui tata laksana laktasi yang baik dan
benar serta petugas kesehatan harus selalu memberikan dukungan terhadap pemberian ASI.
Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Zulfayeni 2004 bahwa dukungan pelayanan kesehatan mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif. Ibu-ibu
yang kurang mendapat dukungan pelayanan kesehatan akan berisiko 1,66 kali untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya
Menurut UNICEF 2006 dalam Berutu 2010, banyak sekali masalah yang dapat menghambat pelaksanan IMD antara lain: a kurangnya kepedulian terhadap
pentingnya IMD; b kurangnya konseling oleh tenaga kesehatan dan kurangnya
Universitas Sumatera Utara
praktek IMD; c adanya pendapat bahwa suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonorhea harus segera diberikan setelah lahir, padahal sebenarnya
tindakan ini dapat ditunda setidaknya salama satu jam sampai bayi menyusu sendiri ; d masih kuatnya kepercayaan keluarga bahwa ibu memerlukan istirahat yang cukup
setelah melahirkan dan menyusui sulit dilakukan; e kepercayaan masyarakat yang menyatakan bahwa kolostrum yang keluar ada hari pertama tidak baik untuk bayi;
fKepercayaan masyarakat yang tidak mengizinkan ibu untuk menyusu dini sebelum payudara di bersihkan.
5.4. Pengetahuan Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini