Sanksi Bagi Pelaku Jarimah Hirabah

tempat. Jika tuduhan itu hanya disaksikan oleh tiga orang saksi, atau tidak cukup empat orang, maka si tertuduh tidak dapat dikenakan hukuman rajam atapun dera. Dari uraian mengenai unsur-unsur jarimah yang dapat dikenakan hukuman di muka, maka dapat dipahami bahwa unsur-unsur jarimah yang dapat menentukan apakah seseoarng pelaku suatu jarimah yang dapat dijatuhi hukuman, walaupun sudah ada dasar hukum dari al-Qur’an maupun hadits-hadits Rasulullah Saw jika yang merupakan unsur-unsur umum, tetapi diperlukan juga unsur-unsur khusus, yang ada pada pelaku ataupun jenis jarimah masing-masing. 32

D. Sanksi Bagi Pelaku Jarimah Hirabah

Mengenai sanksi bagi pelaku jarimah hirabah perampokan menurut hukum Pidana Islam dikategorikan kedalam jarimah hirabah. Yang dimaksud dengan jarimah hirabah adalah tindakan kekerasan, pemberontakan, pengrusakan, ataupun pengacau keamanan dalam masyarakat, seperti; merusak tanaman, ternak, citra agama, penculikan anak-anak dan wanita, perampasan harta, dan lain sebagainya yang dilakukan secara bergerombol ataupun sendirian secara pemaksaan dengan menggunakan senjata untuk memudahkan aksinya. Hirabah dalam konteks perampokan atau pencurian dengan kekerasan, termasuk tindakan kejahatan terhadap harta benda orang lain, dilakukan tanpa prikemanusian, atau dilakukan secara kejam dan tidak hanya terhadap harta si korban, bahkan dapat menimpa jiwa dan kehormatan apabila melakukan perlawanan untuk 32 Warsum Jinayat, Hukum Pidana Islam1991, h. 6-7 mempertahankan harta benda miliknya itu. Oleh karena itu Islam memberikan hukuman yang berat terhadap pelaku hirabah seperti perampokan tersebut. Menurut Imam Malik hukumannya untuk pelaku perampokan itu diserahkan kepada hakim untuk memilih hukuman mana yang lebih sesuai dengan perbuatan dari alternatif hukuman yang tercantum dalam Surah al-Maidah 35 tersebut. 33 Adapun yang mejadi perbedaan yaitu; perbedaan penafsiran terhadap huruf aw yang terdapat dalam Surat al-Maidah ayat 33, yang berbunyi: 2Gی X L { Z M = Lی ی یP p 9 1 5 7 8 { Z + ;ی V| ? + 529 5یH ی iQ 2ی 5 ,H M s ? :I PI W ?Z M Artinya: “Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan dimuka bumi, hanyalah mereka dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan berimbal balik atau dibuang dari negeritempat kediamannya. QS.Al-Maaidah 5:33. Jumhur ulama berpendapat bahwa huruf aw dalam ayat tersebut dimaksudkan untuk bayan penjelasan dan tafshil rincian. Dengan demikian menurut mereka hukuman-hukuman tersebut sesai dengan berat ringannya perbuatan jarimah yang dilakukan oleh pelaku perampokan, akan tetapi imam Malik berpendapat bahwa huruf aw dalam surah Al-Maaidah ayat 33 dimaksudkan untuk takhyir pilihan. Dengan demikian, menurut Imam Malik ayat tersebut mengandung arti bahwa hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman yang di pandangnya paling tepat dan sesuai dengan jenis jarimah perampokan yang dilakukan oleh pelaku. 34 33 Abd Al- Qodir Audah, II, cit., h. 647. 34 Abd Al-Qadir Audah, II, h. 647 Hanya saja Imam Malik membatasi pemilihan hukum untuk tindak pidana jenis pembunuhan, antara hukuman mati dan salib. Alasannya adalah karena setiap pembunuhan hukumannya adalah dibunuh hukuman mati, sehingga tidaklah tepat apabila tindak pembunuhan dalam perapokan dihukum dengan potong tangan dan kaki atau pengasingan. 35 Berikut ini adalah rincian untuk masing-masing hukuman dari perbuatan tersebut: 1. Hukuman untuk menakut-nakuti. Hukuman untuk jenis tindak pidana perampokan yang menakut-nakuti adalah pengasingan sesuai dengan firman Allah surah al-Maaidah ayat 33: { Z + ;ی ]]] Artinya : …atau diasingkan dari tempat negerinya…Qs. Al-Maaidah 4:33. Menurut Imam Malik, bahwa penguasa berhak memilih antara menghukum mati muharib, menyalib,memotong tangan, atau mengasingkan perintah memilih ni berdasarkan atas ijtihad dan kesungguhan untuk mencapai maslahat umum. Jika muharib termasuk yang mempunyai wawasan dan pemikiran yang luas. Ijtihad diarahkan untuk menghukum mati atau menyalib karena potong tangan tidak bisa menghilangkan bahaya yang dapat ditimbulkan si pelaku. Jika pelaku orang yang tidak mempunyai pikiran, tetapi memiliki kekuatan, ia harus dijatuhi hukuman potong kakidan tangan bersilang. Jika pelaku tidak mempunyai sifat 35 Ibid, h. 648 tersebut, ia hanya dijatuhi hukuman ringan dan hukuman yang sudah ada, yaitu diasingkan dan ta’zir. 36 2. Hukuman untuk Mengambil Harta Tanpa Membunuh Imam Malik berpendapat, bahwa sesuai dengan penafsiran huruf aw dalam surah al-Maaidah ayat 33. Hukuman untuk pelaku perampokan dalam pengambilan harta ini adalah diserahkan kepada hakim untuk memilih hukuman yang terdapat dalam surah al-Maaidah ayat 33, asal jangan pengasingan hal ini karena hirabah itu adalah pencurian berat, sedangkan hukuman pokok untuk pencuri adalah potong tangan. Oleh karena itu, untuk perampokan jenis kedua ini mengambil harta tidak boleh lebih ringan daripada potong tangan. 37 3. Hukuman untuk membunuh tanpa mengambil harta Menurut pendapat Imam Malik apabila mereka membunuh saja dan tidak mengambilmerampas harta, maka hendaklah mereka dibunuh dan boleh sesudahnya ditepang disalib pula. 38 Jika mau, ia bisa memutuskan hukuman mati dan penyaliban atau hukuman mati tanpa penyaliban. 39 4. Hukuman untuk membunuh dan mengambil harta. Menurut pendapat Imam Malik yang paling kuat, bahwa pelaku dihukum mati yang dilaksanakan setelah penyaliban. Dengan demikian, menurut pendapat ini, orang yang terhukum disalib dalam keadaan hidup, baru kemudian 36 Al-Mudaawwanah al-Kubra Penerbit Sa’adah, cet. 1, Jld. XV1. h. 98-99 Nihayatul Mujtahid , Jld. II, 380-381 37 Abd Al-Qodir Audah, II. h. 650-651 38 Ibid, II, h. 654-652. lihat di Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 101-104. 39 Al-Mudawwanah al-Kubra Penerbit Sa,adah, cet.I, Jld XV1. h. 99 ia dibunuh dalam keadaan disalib. Alasan mereka adalah bahwa hukuman salib adalah salah satu jenis hukuman, dan hukuman tidak dapat dikenakan terhadap orang yang mati. Oleh karena itu, orang yang terhukum harus disalib pada saat ia masih hidup. 40 Mengenai sanksi atau hukuman Hirabah perampokan menurut hukum Pidana Islam ialah: a. Jika perampok itu merampas harta dan membunuhnya, maka hukumannya adalah dibunuh dengan cara disalib. b. Jika perampok hanya membunuh korbannya, tidak mengambil hartanya maka hukumannya dibunuh saja. c. Jika perampok itu hanya merampas korbannya, tidak membunuh maka hukukmannya adalah dipotong tangan dan kakinya secara silang. d. Jika perampok itu hanya menakut-nakuti atau hanya mengacau keamanan umum maka hukumannya di buang atau diasingkan jauh-jauh atau dipenjarakan saja. Dari pernyataan diatas dapat dipahami, bahwa hukuman bagi pelaku perampokan sangat berat, karena sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya yaitu merusak dan merugikan pihak atau orang lain dengan cara melanggar atau melawan hukum yang ditetapkan Allah. Berdasarkan firman Allah sebagai berikut: 40 Ibid, II, h. 653-654. dan lihat juga Wahbab Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatuhu, h. 141. lihat di Ahmad Wardi. M = Lی ی یP p 9 1 X L { Z { Z + ;ی V| ? + 529 5یH ی iQ 2ی 2Gی :I PI W ?Z M 5 ,H M s ? 5 7 8 Artinya : ”Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri tempat kediamannya. yang demikian itu sebagai suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka peroleh siksaan yang besar. Qs. Al-Maidah 5: 33. Ayat di atas dapat dipahami bahwa hukuman bagi orang-orang yang memerangi melanggar hukum Allah dan Rasul-Nya, atau berbuat kesalahan atau kejahatan di muka bumi ini adalah dibunuh, disalib, potong kaki dan tangannya secara silang atau dibuang dari negerinya. Di samping itu Imam Malik berpendapat, apabila si pelaku perampokan itu membunuh, maka hukumannya adalah dibunuh pula. Dalam hal ini penguasa atau hakim tidak boleh memilih untuk memotong tangan atau kaki, atau diasingkan. Dan pilihan tersebut hanya berlaku pada panjatuhan hukuman mati atau penyaliban atasnya. Apabila si pelaku hanya mengambil harta, maka hukumannya tidak lain kecuali dibuang atau diasingkan dari negerinya. Pilihan hanya terdapat penjatuhan hukuman mati penyaliban ataupun potong tangan dan kaki secara silang. 41 Menurut fuqaha, sebuah tindak pidana di anggap hirabah jika tidak keluar dari empat bentuk, yaitu; 1. Menakut-nakuti tanpa mengambil harta dan tidak membunuh. 41 Abd Al-Qodir Audah, II. h. 650-651 2. Mengambil harta tanpa membunuh. 3. Membunuh tanpa mengambil harta. 4. Pembunuhan dan mengambil harta. Apabila kejahatan yang dilakukan oleh si pelaku keluar dari empat poin diatas, misalnya seperti terjadinya perkosaan, hal ini tidak dikategorikan kejahatah hirabah akan tetapi kejahatan diluar hirabah yang ketepan hukumnya tidak ada dalam Al-qur’an surat Al-Maaidah 5: 33. Namun bila dalam perampokan itu terjadi perkosaan h S } maka wanita itu dibebaskan dari hukuman had. Sebagaimana dalam firman Allah Swt: ;T 2I ﺙ VX I V~ T Q ﺽ 1 Artinya: ”Tetapi barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa memakannya sedang ia tidak mengingikannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” Al-Baqarah 2: 173. Begitu juga Nabi SAW. Mengatakan orang yang dipaksa perbuatan yang dilarang, di dibebaskan dari hukuman. R ی [ L W 2I R ` Q G+ I i + L 2I OG ] Artinya: “Rosulullah SAW mengatakan : di bebaskan umatku dari hukum, mereka yang keliru tersalah lupa dan karena dipaksa.” Adapun bagi pelaku, menurut Imam Malik dan Syafi’i berpendapat wajib si pria memberikan suatu pemberian z Hﺹ kepada si wanita itu. Menurur Imam Malik, yang sumbernya dari Ibnu Syihab seperti yang disebutkan dalam Al-Muatta’ Y 1 bahwa Abdul Malik bin Marwan pernah mengambil putusan pria yang menggagahi seorang wanita secara paksa ia wajib memberikan sesuatu yang bersifat materi kepada perempuan yang dugaghinya. 42 42 Abdul Malik Muhammad, Prilaku Zina Dalam Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Cet. Pertama, h. 143

BAB III TAUBAT DALAM HUKUM ISLAM MENURUT IMAM MALIK DAN

PEMAAFAN DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA

A. Sekilas Biografi Imam Malik

Imam Malik imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam Islam dari segi umur. Beliau dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di negeri Hijaz tahun 93 H12 M, dan wafat pada hati Ahad, 10 Rabi’ul Awal 179 H798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasyiah dibawah kekuasaan Harunal-Rasyid. Nama lengkapnya ialah Abu Abdillah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abu ‘Amir ibn al- Harits. Beliau adalah keturunan bangsa Arab dusun Zu Ashbah, sebuah dusun di kota Himyar, jajahan Negeri Yaman. Imam Malik adalah seorang yang berbudi mulia, dengan pikiran yang cerdas, pemberani dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya. Beliau seoarng yang mempunyai sopan santun dan lemah lembut, suka menengok orang sakit, mengasihani orang miskin dan suka memberi bantuan kepada orang yang membutuhkannya. Beliau juga seorang yang sangat pendiam, kalau bicara dipilihnya mana yang perlu dan berguna serta menjauhkan diri dari segala macam perbuatan yang tidak bermanfaat. Di samping itu juga beliau seorang yang suka begaul dengan Handai Taulan, orang yang mengerti agama terutama para gurunya, bahkan begaul dengan para pejabat pemerintah atau wakil-wakil pemerintah.