Fauzil Adhim, Saatnya Untuk Menikah, h. 29

kepada mereka, bahwa Rasulullah memerintahkan kalian supaya menikahkan aku dengan gadis di antaramu”. Sahabat tadi berkata: “Wahai rasulullah, aku tidak mempunya apa-apa”. Beliau berkata kepada para sahabat: “Kumpulkan beberapa gram emas untuk saudara ini”. Maka mereka pun segera mengumpulkan beberapa gram emas lalu diberikan kepadanya. Kemudian mereka berangkat bersamanya menuju ke tempat yang dimaksud, lalu mereka mengawinkannya dengan seorang gadis di antara mereka. Kemudian Rasulullah berkata kepadanya: “Buatkanlah walimah pesta penikahan untuknya”. Maka para sahabat berkumpul dan meramaikan pesta perkawinan sahabat tadi dengan memotong seekor kambing”. 159 Dalam teks hadis yang mengaitkan pernikahan dengan kemampuan dan pembukaan peluang bagi yang tidak mampu menikah untuk berpuasa sebagai ganti dari anjuran menikah menjelaskan bahwa bagi orang yang belum mampu atas biaya pernikahan adalah dengan berpuasa. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah dalam bukunya Taman Orang-orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, berpendapat tentang hadits ini mengenai lafadz Al baa-at diartikan dengan jima atau hubungan seksual dan juga menafsirkannya dengan makna biaya pernikahan. 160 Menurutnya, 159 Imam Al-Ghazali, Etika Perkawinan, h. 7-8 160

M. Fauzil Adhim, Saatnya Untuk Menikah, h. 29

hadits ini menunjukkan obat yang manjur bagi syahwat ketika seseorang belum mampu untuk melaksanakan pernikahan. Karena sesungguhnya puasa itu dapat menekan nafsu syahwat dan memperkecil tumbuhnya rangsangan. Syahwat dapat menguat di kala kita banyak makan atau dengan cara lain. Keduanya itu yang memberi peluang untuk tumbuhnya syahwat yang kuat, sebagaimana dikatakan: “Barang siapa yang membiasakan dirinya berpuasa, maka syawhatnya akan terkontrol”. 161 Dalam buku karangan Saleh Al-Fauzan yang berjudul Fiqh Sehari-hari, dijelaskan bahwa, puasa adalah suatu obat spesial untuk mengurangi syahwat, karena orang yang berpuasa akan sedikit mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat mengurangi nafsu syahwat. Bahkan, akan menambahkan perasaan khusus ketika seseorang sedang berpuasa, yaitu rasa takut kepada Allah dan menambah kadar ketakwaan kepada-Nya, sebagaimana firman Allah SWT.: 162 ☺⌧ ﺮ ا : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. QS. Al-Baqarah2: 183 161 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 17 162 Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, h.642-643 Hal ini berpuasa merupakan salah satu cara pandang Islam di dalam memuliakan insting tersebut. Akan tetapi, cara ini tidak berlaku untuk selamanya, seperti yang banyak dilakukan para pemuda non muslim. Tindakan ini sangat berarti bagi dunia pendidikan, penelitian dan reproduksi. 163 Rasulullah memerintahkan kita untuk mengarahkan syahwat dan senantiasa menjaga diri dari bahayanya dengan dua hal, yaitu menikah bagi yang mampu melakukannya, dan berpuasa bagi yang belum mampu untuk menikah. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dilarang membiarkan dirinya jatuh ke dalam hal yang membahayakan bagi dirinya. 164 Sesuai dengan firman Allah: ☺ رﻮ ا : Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak berkawin dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan”. An-Nur24: 32 رﻮ ا : Artinya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian dirinya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia- Nya”. An-Nur24: 33 163 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 11 164 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 8 Kepada mereka yang ingin berumah tangga, demi mentaati ketentuan Allah serta menjaga kehormatan agamanya, Allah SWT. melalui Rasulullah saw. memberi dorongan sekaligus janji, supaya mereka tidak gelisah sekaligus dibebani dengan pikiran–pikiran yang berat misalnya: Apakah yang akan saya makan kalau saya beristeri nanti? Apakah saya akan hidup tenang dalam kehidupan rumah tangga yang saya bina sedangkan saya belum mempunya harta yang cukup? 165 Melalui firman-Nya, Allah menjajikan: رﻮ ا : Artinya: “Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui”. QS. An-Nur24: 32 Selain itu, perlu kita ingat bahwa kehidupan keluarga Nabi Muhammad saw., sepanjang hari, pagi dan sore, sering tidak memiliki apapun. Dikisahkan bahwa beliau juga pernah menikahkan seorang yang tidak sanggup memberikan sesuatu kecuali hanya sekedar cincin yang terbuat dari besi. 166 Jika kita renungkan, mengenai jodoh, rezeki dan kematian adalah urusan Allah SWT, maka kita tidak akan mempunyai kekhawatiran di atas. Dengan demikian, ini mengandung pengertian bahwa manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang Allah beri dengan beranggapan demikian, ini merupakan perbuatan 165 Kasmuri Selamat, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga, h. 6 166 Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari , h. 641 yang bathil karena tidak percaya terhadap pertolongan yang Allah janjikan kepada orang-orang yang belum mampu menikah dan sunah Rasul.

E. ANALISIS HUKUM MEMBUJANG KARENA KETERBATASAN