Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga, h. 5

oleh Dr. Barchlun menunjukan bahwa peristiwa bunuh diri lebih banyak dilakukan oleh para lajang daripada yang dilakukan oleh para pasangan yang telah menikah. Karena pasangan yang telah menikah lebih banyak mempertimbangkan akal dan etika dalam mengambil keputusan.

3. Dampak sosial

Dampak sosial merupakan problem umat Islam yang menjadi pemikiran para pakar muslim, ilmuwan sosial dan para insane pembangunan. Generasi pemuda dari berbagai penjuru dunia kita ada kecenderungan memilih hidup membujang, tidak kawin, lari dari tanggung jawab perkawinan dan keluarga. 139 Akibat prinsip-prinsip sesat itulah maka menimbulkan pelbagai dampak sosial di kalangan masyarakat, di antaranya yang pertama, dampak sosio keluarga. Pemuda bujangan yang telah merasakan kepuasan seks dengan wanita akan jadi enggan hidup berkeluarga, apalagi menurunkan keturunan karena dia berpikir tentang tanggung jawab yang sangat besar. Selain iu dia juga akan berpikir untuk apa susah-susah menikah bila penyaluran kepuasan seksualnya mudah didapat. Begitu pula di kalangan wanita. Kini banyak di antara wanita yang enggan menanggung hamil, melahirkan, dan mempunyai anak karena beratnya beban yang dihadapi. 140 139 Muhammad Thalib, 40 Petunjuk Perkawinan, h. 140

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga, h. 5

Kedua , dampak psikologis pada pelaku seks. Pada dasarnya setiap lelaki maupun wanita pelaku seks bebas free seks hidupnya tidak akan tenang dan tidak akan mendapatkan kesejahteraan hidup, sampai dia hidup dalam perkawinan yang didasari atas semangat mawaddah wa rahmah. Dalam perkawinan sah yang dilandasi imanlah sepasang suami isteri akan menjadi seperti organ tubuh yang menyatu dalam hubungan komunikatif. Mereka saling mencintai dan tolong menolong. Kondisi seperti ini tidak mungkin didapatkan dalam suatu masyarakat yang tidak ada institusi perkawinan dan dalam suatu masyarakat yang berjalan di atas kehidupan free seks. 141 Ketiga , dampak hubungan antara keluarga. Orang-orang yang menolak nilai-nilai perkawinan, tidak ingin dibebani oleh segala tanggung jawab membina rumah tangga dan lebih memilih untuk melakukan seks bebas, maka hidupnya akan terisolir dan terhina di hadapan keluarganya.

4. Dampak keagamaan

Orang yang hidup membujang, tidak mau menikah, tidak merasa cukup dan tidak bertakwa, ia akan menerima celaan dari Rasulullah SAW. Bahaya lainnya adalah si pelaku zina akan menerima siksaan di hari kiamat sebagaimana firman Allah : 141 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 7 ⌧ ☺ نﺎ ﺮ : - Artinya: Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain selain Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan dosanya, yakni akan dilipat gandakan azab untuknya. Pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Al- Furqon25: 68-69 Orang yang hidup membujang tidak akan memperoleh ketenangan hidup, kebaikannya, serta masa depannya. Mereka hidup bagaikan anak-anak kecil, tanpa persoalan, tanpa beban, dan tanpa tanggung jawab apapun. Bahkan mereka mempunya hati yang sempit ketika menyaksikan saudara-saudara mereka mempunyai tanggung jawab mendidik anak-anak, sedangkan dia sendiri tidak, mereka yang kawin dan beranak pinak bisa hidup senang dan bahagia di bawah naungan kasih sayang. 142 Memang terkadang kehidupan pernikahan itu bercampur dengan sesuatu yang meletihkan, seperti kelelahan yang didatangkan karena telah memiliki anak atau tuntutan kebutuhan lainnya seperti perabotan rumah. Akan tetapi, semuanya itu akan terasa indah jika seseorang merasa ikhlas dan terpuaskan jiwanya. Pada sisi lain, seorang yang membujang akan merasakan kehampaan 142 Abdul Aziz, Perkawinan dan Masalahnya, h. 27 dalam hidupnya. Bagi seseorang yang membujang, masa muda bagaikan seorang raja, akan tetapi akan menjadi seorang hamba yang patut untuk dikasihani ketika usianya telah beranjak tua dan masih sendiri. Sedangkan bagi orang yang telah menikah, pasangan suami isteri, terkadang pada masa- masa awal pernikahannya sering mengalami kesulitan dalam berbagai hal, akan tetapi ketika usia pernikahannya bertambah tua menjadi seorang raja yang bertahtakan segalanya di dalam rumah, serta tidak akan pernah lagi merasakan kesedihan dan kesepian seperti apa yang dirasakan oleh mereka yang masih sendiri di masa tuanya belum menikah. 143 Selain itu, kebanyakan orang yang tidak mau menikah, sedang mereka mampu melakukannya, maka akan selalu berpikiran kotor dan berkeinginan untuk selalu berbuat zina, yang merupakan salah satu faktor terputusnya manjauhnya hubungan antara manusia dengan Rabbnya. Sedangkan bagi mereka yang tidak mau menikah dan tetap bersiteguh dengan ajaran agamanya, maka masih terdapat kemungkinan baginya untuk terjerumus ke dalam lembah yang nista. Ibnu Mas’ud berkata: “Sekalipun usiaku tersisa 10 hari lagi, maka aku lebih suka menikah, agar diriku tidak membujang ketika bertemu Allah”. 144 143 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 8-9 144 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 9-10 Sesungguhnya Islam merupakan agama yang dinamis kehidupan. Ia tidak berhenti pada keinginan dan tabi’at saja, akan tetapi selalu memberikan motifasi dan membuka ruang untuk berkembang. Hal itu tidaklah mengherankan. Sebab sesungguhnya kesemuanya itu merupakan irama dari keberadaan manusia dan akan menjadi suatu kebodohan kalau memeranginya. Yang benar adalah membimbing dan mengarahkan tabi’at, itulah suatu keberuntungan. Islam selalu memberikan jalan agar pemeluknya merasa senang dan eksis dalam membina kehidupan yang bahagia. Manakala Islam mengharamkan perbuatan zina dan meminum minuman keras, maksudnya tidak lain adalah agar umatnya selalu sehat dan kuat. Sehingga waktu yang sangat bernilai bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang lebih beguna. Bukan seperti anggapan sebagian orang yang tidak tahu, yaitu dengan menyatakan bahwa hal itu dimaksudkan untuk membatasi kesenangan manusia. 145 Uraian di atas merupakan hal-hal terpenting tentang dampak negatif yang ditimbulkan oleh perbuatan hidup membujang. Jelas, bahwa pola hidup yang demikian membahayakan kesehatan, moralitas, psikologis, ekonomi, sosial, intelektual dan agama manusia. Telah sama-sama kita ketahui pula, bagaimana Rasulullah tidak sependapat dengan ketiga sahabatnya yang mengekspresikan diri dalam beribadah dengan cara memerangi tabi’at kemanusiaan mereka dan mengubah apa yang bukan selayaknya, dengan 145 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado perkawinan, h. 23 persepsi pendekatan diri kepada Allah. Dengan demikian, beliau memberitahukan kepada mereka, bahwa apa yang telah mereka lakukan itu justru bisa menjauhkan mereka dari Islam dan fitrah kemanusiaan. Dimana mereka menyibukkan diri dengan memerangi keinginan jiwa. Oleh karena itu membujang tidak akan selamanya terhindar dari dosa dan hanya sebagian kecil yang dapat selamat darinya dosa. 146

D. HIDUP MEMBUJANG KARENA KETERBATASAN EKONOMI