Latar Belakang Penelitian PENGALAMAN ORGANISASI

19 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan pada periode tertentu. Fenomena yang terjadi adalah timbulnya masalah keagenan. Sulistiyanto dan Midiastuti 2003 menyatakan bahwa manajemen perusahaan berusaha untuk memberikan sinyal positif kepada pasar tentang perusahaan yang dikelolanya. Oleh karena itu, manajer perusahaan kemudian berkeinginan untuk menaikkan laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan pemakai eksternal lainnya Deviana, 2008. Banyak manajer yang memanfaatkan peluang untuk merekayasa angka laba earnings management pada perusahaannya dengan rekayasa akrual untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan antara lain adanya motivasi bonus, dianggap kinerjanya lebih baik atau meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh perusahaan Suranggane, 2007:526. Sebagai contoh kasus pada PT. PLN PERSERO Distribusi Bali. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, didapatkan hasil yang berupa pajak penghasilan fiskal pada Tahun 2003 sebesar Rp 616.206.533.565,- dan pada Tahun 2004 sebesar Rp 120.344.177.465,-. Pajak tangguhan yang ada di PT. PLN PERSERO Distribusi Bali untuk Aktiva Pajak Tangguhan Tahun 2003 Rp 184.861.966.070,- dan kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2003 sebesar Rp 20 65.002.051.320,-. Tahun 2004 Aktiva Pajak Tangguhan sebesar Rp 36.103.253.240,- kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2004 sebesar Rp 37.515.162.581,-. Pada saat diadakan Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi Tahun 2003 ditemukan adanya selisih sebesar Rp 57.366.518.774,- lebih besar menurut fiskal daripada Laporan Keuangan Perusahaan. Pada Tahun 2004 juga ditemukan selisih yang lebih besar menurut fiskal daripada Laporan Keuangan Perusahaan sebesar Rp 48.766.124.690,-. Pada Laporan Keuangan PT. PLN Persero Laidian, 2004. Hal ini menunjukan bahwa pajak tangguhan dijadikan celah oleh manajemen untuk mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan. Perusahaan di Indonesia dalam menyusun laporan keuangan berpedoman pada PSAK dan Peraturan Perpajakan. Dalam menyiapkan laporan keuangan manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan. Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam meyusun laporan keuangannya. Fleksibilitas penyusunan laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.1 tentang penyajian laporan keuangan dengan pendekatan akrual accrual basis. Ikatan Akuntan Indonesia IAI pada tahun 1997 menerbitkan pernyataan standar akuntansi keuangan PSAK No.46 yang mengatur tentang akuntansi pajak penghasilan PPh yang mulai diterapkan pada tahun 2001. Sebelum diberlakukannya PSAK No. 46 tersebut, perusahaan hanya menghitung dan mengakui besarnya beban pajak 21 penghasilan untuk tahun berjalan saja tanpa menghitung dan mengakui pajak tangguhan. Pajak tangguhan deferred tax adalah efek pajak yang diakui pada saat diadakan penyesuaian dengan beban pajak penghasilan periode yang akan datang Murhaban, 2003:66. Pengakuan Pajak Tangguhan deferred tax dalam laporan keuangan perusahaan adalah satu hal yang relatif baru dalam dunia akuntansi di Indonesia. Walaupun opsi penerapan pajak tangguhan dalam Akuntansi Pajak Penghasilan telah diperkenankan, akan tetapi masih banyak yang kurang memahami tentang pajak tangguhan tersebut baik dari segi pengertian atau pemahaman konseptual maupun aplikasinya ke dalam laporan keuangan perusahaan di Indonesia. Pemahaman masyarakat mengenai pajak tangguhan deferred tax secara umum terkesan menimbulkan keragu- raguan, masyarakat mengartikan bahwa telah terdapat pajak yang ditangguhkan untuk dibayarkan kembali. Pemahaman masyarakat tersebut bertolak belakang dengan konsep pajak tangguhan deferred tax setelah diaplikasikan yaitu pada waktu dikenakan pajak tangguhan ternyata sama sekali tidak berkaitan dengan pembayaran pajak. Beban pajak penghasilan dihitung dengan menggunakan aturan perpajakan atas hasil usaha perusahaan selama periode tahun yang bersangkutan. Aturan- aturan perpajakan tersebut mengharuskan perusahaan melakukan koreksi- koreksi fiskal perbedaan permanen karena terdapat perbedaan konsep pendapatan, cara pengukuran pendapatan, konsep biaya, cara pengukuran biaya, dan cara alokasi biaya antara Standar Akuntansi Keuangan SAK dan 22 Peraturan Perpajakan. Aturan perpajakan tetap menggunakan data dan informasi akuntansi yang telah diatur oleh Standar Akuntansi Keuangan sebagai dasar untuk menentukan koreksi-koreksi tersebut berdasarkan aturan perpajakan yang berlaku. Selisih laba komersial dan laba fiskal book-tax differences dapat menginformasikan tentang diskresi manajemen dalam proses akrual. Selisih tersebut dinamakan koreksi fiskal yang berupa koreksi negatif dan koreksi positif. Koreksi negatif akan menghasilkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan koreksi positif akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan Djamaluddin, 2008:58. Kewajiban pajak tangguhan deferred tax liabilities adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak Purba, 2009:35, sedangkan aktiva pajak tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang pajak Waluyo, 2008:217. Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah dalam merekayasa laporan keuangannya. Menurut Philips, Pincus dan Rego 2003, ada tiga motivasi utama yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba yaitu menghindari penurunan laba, menghindari kerugian dan menghindari kegagalan peramalan yang dibuat analis. Motivasi pertama bertujuan untuk menghindari melaporkan penurunan laba yang berhubungan dengan hipotesis perataan laba 23 atau Income Smoothing Hypothesis. Motivasi kedua bertujuan untuk menghindari kerugian, dimana hal ini dilakukan banyak alasan yang mendorong perusahaan dalam menghambat perkembangan perusahaan, faktanya bahwa perusahaan mengalami kerugian juga berpotensi menurunkan harga saham, menurunkan kepercayaan investor dan kreditur serta mendorong dilakukannya pemeriksaan pajak oleh aparat pajak. Motivasi ketiga bertujuan untuk menghindari kegagalan yang dibuat analisis. Banyak penelitian yang digunakan sebagai indikator mendeteksi manajemen laba yaitu dilakukan dengan menggunakan akrual dan beban pajak tangguhan. Penelitian yang dilakukan Yulianti 2005 juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Namun, ditemukan fakta bahwa akrual memiliki kelemahan Yulianti, 2005. Mengatasi kelemahan akrual ini, Philips, Pincus dan Rego 2003 mencoba menggunakan beban pajak tangguhan atau Deffered Tax Expense dalam mendeteksi manajemen laba earning management. Dalam penelitian tersebut digunakan model distribusi laba sebagai pengukur manajemen laba. Dalam penelitian terdahulu menyatakan bahwa dalam mengukur keleluasaan manajer, beban pajak tangguhan lebih baik dari pada akrual sebab peraturan akuntansi memberikan lebih banyak keleluasaan bagi manajer dibandingkan dengan peraturan pajak. Kesalahan pengukuran model akrual dapat dikurangi dengan memfokuskan 24 pada beban pajak tangguhan dibandingkan dengan membagi Total Accrual peusahaan menjadi komponen Discretionary dan Non Discretionary. Mengacu pada penelitian tersebut, akuntan manajemen dan profesi akuntan harus dapat meningkatkan kemampuan pertimbangannya dalam menentukan penghasilan masa lalu dan masa yang akan datang yang akan berpengaruh pada penilaian aktiva pajak tangguhan yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, Suranggane 2007 meneliti aktiva pajak tangguhan dan akrual sebagai prediktor manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel akrual discretionary accrual saja yang memiliki pengaruh signifikan pada terjadinya manajemen laba, sedangkan aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh. Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dan aktiva pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang sehingga mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan. Sedangkan, perekayasaan menaikan atau menurunkan akrual antara lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Selain itu, ada kecenderungan para manajer untuk mengatur laba sedemikian rupa dengan menerapkan income-increasing discreationary accruals artinya usaha untuk merekayasa laba dengan menurunkan tingkat laba pada tingkat tertentu untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan sebelumnya Elingga, 2008. 25 Hubungan antara beban pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan dan akrual sangat erat dalam mendeteksi perilaku dari earning management yaitu untuk memaksimumkan bonus yang mereka dapatkan dengan merekayasa angka akrual dan berusaha meminimalkan pajak yang mesti mereka bayarkan, dengan cara meningkatkan akrual untuk menjadikan angka laba lebih rendah. Pengakuan pajak tangguhan dapat mengakhibatkan bertambah atau berkurangnya laba bersih karena adanya pengakuan beban pajak tangguhan atau manfaat pajak tangguhan. Pengakuan aktiva dan pajak tangguhan didasarkan pada fakta adanya kemungkinan pembayaran pajak pada periode mendatang menjadi lebih besar atau lebih kecil. Hal ini, menjadi celah bagi manajemen untuk memanipulasi jumlah dari laba bersihnya sehingga bisa memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti termotivasi untuk meneliti dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap Earning Management ” Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti 2005. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut: 1. Variabel independen: penelitian ini menambahkan variabel aktiva pajak tangguhan sebagai variabel independen. Variabel aktriva pajak tangguhan sebelumnya pernah diteliti oleh Suranggane 2007 yaitu menguji aktiva pajak tangguhan sebagai prediktor manajemen laba. 26 2. Sampel penelitian: pada penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel perusahaan perbankan. 3. Teknik penelitian: penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik binary sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan teknik penelitian regresi pooled data.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Rasio Profitabilitas Perusahaan Terhadap Aktiva Pajak Tangguhan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

33 136 90

Pengaruh Aset Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

3 25 90

PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP PRAKTIK PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 3 17

BEBAN PAJAK TANGGUHAN, PERENCANAAN PAJAK DAN PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 20 66

PENGARUH ASET PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

0 8 17

PENGARUH ASET PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

0 4 19

BAB 1 PENDAHULUAN Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 2 9

Pengaruh Aset Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 14

Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, Beban Pajak Kini dan Basis Akrual terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2014-2016)

2 5 14

PENGARUH ASET PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK TANGGUHAN, LEVERAGE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2015)

0 0 18