Pengaruh aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan akrul terhadap earning management'studi empiris pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Insdonesia

(1)

1

PENGARUH AKTIVA PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK

TANGGUHAN DAN AKRUAL TERHADAP

EARNING MANAGEMENT

(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)

Oleh

DEWI PINDIHARTI NIM: 107082003132

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

5 SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Dewi Pindiharti

Nim : 107082003132

Jurusan : Akuntansi/Perpajakan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap

Earning Management, adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan saya sendiri serta bukan merupakan saduran dari hasil karya atau hasil penelitian pihak lain.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau saduran maka skripsi ini dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 16 April 2011


(6)

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Dewi Pindiharti

2. Tempat & Tanggal Lahir : Ngawi, 22 Nopember 1989

3. Alamat : Rawa Buaya Rt. 12/11 No. 16 Kel. Rawa Buaya, Kec. Cengkareng

Jakarta Barat 11740

4. Telepon : 08568750125

5. Email : Dewi_whitelotus@yahoo.com

II. PENDIDIKAN

1. SDN Girikerto II- Ngawi, Jawa Timur Tahun 1995-2001 2. SMPN 1 Sine – Ngawi, Jawa Timur Tahun 2001-2004 3. SMAN 1 Sine – Ngawi, Jawa Timur Tahun 2004-2007 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007-2011

III.PENGALAMAN ORGANISASI

1. Karya Ilmiah Remaja SMAN 1 Sine – Ngawi, Jawa Timur 2. Palang Merah Remaja SMAN 1 Sine – Ngawi, Jawa Timur


(7)

7

ABSTRAC

This research aimed to identify and to test that influence deferred tax assets, deferred tax expence and accruals to the earning management practice. Data used in the research originated from audited annual financial statements of manufacturing firms listed in the Indonesia Stock Exchange 2005-2009. The sampling method is purposive sampling. There are 37 samples to be analyzed by logistic regression. This research finds that deferred tax expense and the accrual measures have positive and significant impacts on the probability of earning management practices whereas, the deferred tax assets have no significant effect on earning management. This shows that the use of deferred tax expence and accruals as a proxy for earning management is still valid.

Keywords: Earning management, deferred tax assets, deferred tax expence, and accruals.


(8)

8 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguji pengaruh aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan dan akrual terhadap manajemen laba ke pasar modal indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari laporan keuangan yang telah diaudit pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Ada 37 perusahaan yang dianalisis menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa beban pajak tangguhan dan akrual memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kemungkinan perusahaan melakukan praktik manajemen laba sedangkan, aktiva pajak tangguhan tidak memiliki pengaruh signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan beban pajak tangguhan dan akrual sebagai proksi manajemen laba masih valid.

Kata kunci: Manajemen laba, aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan dan akrual.


(9)

9 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah AWT atas rahmat serta hidayah-Nya yang diberikan kepada umat-Nya. Atas ridho-Nya penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ―Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap Earning Management” Studi Empiris pada

Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009.

Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya sehingga skripsi ini diajukan untuk melengkapi gelar Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi di UIN Syarif Hidayatullah , kepada:

1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya.

2. Ayahanda Suharto dan Ibu Srini selaku orang tua yang tidak pernah berhenti memanjatkan doa serta selalu mengiringi langkahku dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang, karena restu dari beliaulah penyusun mendapatkan kekuatan menjadi lebih tegar dan kuat dalam menyelesaikan skripsi ini. Tanpa orang tua skripsi ini bukanlah apa-apa.

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Rahmawati SE., MM, selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

10 6. Bapak Dr. Amilin SE., Ak., M.Si selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan selalu semangat dalam menjalankan tugas. 7. Ibu Fitri Damayanti SE., M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak

membantu dan meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan sehingga penyusun menjadi lebih termotivasi untuk menjadi lebih baik. 8. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah

memberikan pengetahuan yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan. 9. Adik penulis yang telah memberikan semangat dan inspirasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Nenek dan Kakek yang selalu menyayangi dan selalu mendoakan penulis agar menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, bangsa dan negara.

11. Vicky Ariyandi yang selalu memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih semoga Allah membalas kebaikan yang berlipat ganda.

12. Khulifah Ahdizia, terima kasih atas semua waktu luang dalam memberikan masukan dan berdiskusi menyelesaikan masalah yang penulis hadapi dalam menyusun skripsi ini.

13. Teman-teman akuntansi-B angkatan 2007, teruslah menumbuhkan rasa semangat dan motivasi belajar karena akan sangat bermanfaat baik sekarang maupun di masa yang akan dating. Dan selalu pertahankan persaingan yang sportif dan sehat karena itu adalah kunci kesuksesan yang murni. Gagal adalah kesuksesan yang tertunda.


(11)

11 Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan maka dari itu penulis meminta maaf atas segala kekurangan baik di sengaja maupun tidak di sengaja. Semoga dengan terselesaikannya penyusunan skripsi ini membawa banyak manfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Jakarta, April 2011


(12)

12

DAFTAR ISI

Halaman Judul……….. i

Lembar Pengesahan Skripsi……… ii

Lembar Pengesahan Komprehensif……… iii

Lembar Pengesahan Sidang Skripsi……… iv

Surat Pernyataan……….. v

Daftar Riwayat Hidup………..……… vi

Abstract………..……… vii

Abstrak……….. viii

Kata Penghantar……… ix

Daftar Isi………...... xii

Daftar Tabel……….. xvi

Daftar Gambar……….………. xvii

Daftar Lampiran………... xviii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……….. 1

B. Perumusan Masalah……….…..……… 8

C. Tujuan Penelitian……….. 9

1. Tujuan Penelitian……….……… 9


(13)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Agensi (Teory Agency)……….. 11

B. Manajemen laba (Earning Management)…..……….. 13

C. Konsep Akuntansi Akrual………... 17

D. Perbedaan Temporer atas Pajak Tangguhan..………. 21

E. Beban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Expense)….………… 25

F. Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)………. 27

G. Penghitungan Dasar Pajak Tangguhan………..……… 29

H. Penelitian Terdahulu………..……… 33

I. Keterkaitan antar Variabel Penelitian dan Perumusan Hipotesis 36 1. Aktiva Pajak Tangguhan dengan Earning Management….. 36

2. Beban Pajak Tangguhan dengan Earning Management…. 37 3. Akrual dengan Earning Management………….………… 38

J. Kerangka Penelitian………. 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup……… 41

B. Metode Penentuan Sampel………..……… 41

C. Metode Pengumpulan Data………..….………….. 42

D. Metode Analisis……… 43

1. Statistik Deskriptif……….…….…….……….. 43

2. Uji Hipotesis……….….…………. 43

a. Menilai Model Fit……… 44 b. Uji Chi Square Hosmer & Lameshows Goodnes….… 46


(14)

14

c. Koefisien Cox & Snell R Square & Nagelkerke……... 46

d. Tabel Klasifikasi………. 46

e. Uji Wald Statistik………. 47

f. Estimasi Parameter dan Pembahasan…..……….. 47

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian…….……… 47

1. Aktiva Pajak Tangguhan………. 47

2. Beban Pajak Tangguhan……… 48

3. Akrual……… 48

4. Earning Management……… 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian……….. 51

1. Deskripsi Sampel Penelitian……… 51

2. Analisis Deskriptif………... 54

3. Analisis Inferensial……… 62

a. Menilai Model Fit dan Overall Model Fit……… 64

b. Uji Chi Square Hosmer and Lemeshow……… 67

c. Koefisien Cox & Snell dan Nagelkerke R Square……. 68

d. Ketepatan Prediksi Klasifikasi………... 69

e. Uji Wald (Uji Koefisien Regresi)……… 70

B. Pembahasan……….. 73

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan……… 78


(15)

15 C. Keterbatasan Penelitian dan Saran……… 80

DAFTAR PUSTAKA………. 82


(16)

16 DAFTAR TABEL

No. Keterangan Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu……… 32

3.1 Operasional Variabel……… 48

4.1 Proses Seleksi Sampel………..……… 50

4.2 Sampel Penelitian………. 51

4.3 Hasil Perhitungan Aktiva Pajak Tangguhan….………… 52

4.4 Hasil Perhitungan Beban Pajak Tangguhan………. 54

4.5 Hasil Perhitungan Akrual………. 56

4.6 Earning Management (Variable Dummy)……… 58

4.7 Descriptive Statistic………...……… 59

4.8 Identifikasi Data……….……….………. 61

4.9 Case Processing Summary………..…..……… 62

4.10 Iteration Historyabc….………..…………...………. 63

4.11 Iteration Historyabcd………..………..…….. 64

4.12 Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi………….………. 65

4.13 Koefisien Cox & Snell R dan Nagelkerke R Square.…… 66

4.14 Hasil Identifikasi Prediksi Klasifikasi……… 67

4.15 Hasil Signifikan Data………. 69


(17)

17 DAFTAR GAMBAR

No. Keterangan Halaman


(18)

18 DAFTAR LAMPIRAN

No. Keterangan Halaman

1 Aktiva pajak tangguhan periode 2004-2009……… 82

2 Beban pajak tangguhan periode 2005-2009………. 83

3 Total asset periode 2004-2009………. 84

4 Laba bersih periode 2005-2009……… 85

5 Arus kas operasi periode 2005-2009……… 86

6 Earning management……… 87

7 Hasil perhitungan aktiva pajak tangguhan……… 88

8 Hasil perhitungan beban pajak tangguhan……… 89

9 Hasil perhitungan total akrual………...……… 90


(19)

19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan pada periode tertentu. Fenomena yang terjadi adalah timbulnya masalah keagenan. Sulistiyanto dan Midiastuti (2003) menyatakan bahwa manajemen perusahaan berusaha untuk memberikan sinyal positif kepada pasar tentang perusahaan yang dikelolanya. Oleh karena itu, manajer perusahaan kemudian berkeinginan untuk menaikkan laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan pemakai eksternal lainnya (Deviana, 2008). Banyak manajer yang memanfaatkan peluang untuk merekayasa angka laba (earnings management) pada perusahaannya dengan rekayasa akrual untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan antara lain adanya motivasi bonus, dianggap kinerjanya lebih baik atau meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus dibayar oleh perusahaan (Suranggane, 2007:526).

Sebagai contoh kasus pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, didapatkan hasil yang berupa pajak penghasilan fiskal pada Tahun 2003 sebesar Rp 616.206.533.565,- dan pada Tahun 2004 sebesar Rp 120.344.177.465,-. Pajak tangguhan yang ada di PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali untuk Aktiva Pajak Tangguhan Tahun 2003 Rp 184.861.966.070,- dan kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2003 sebesar Rp


(20)

20 65.002.051.320,-. Tahun 2004 Aktiva Pajak Tangguhan sebesar Rp 36.103.253.240,- kewajiban Pajak Tangguhan Tahun 2004 sebesar Rp 37.515.162.581,-.

Pada saat diadakan Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi Tahun 2003 ditemukan adanya selisih sebesar Rp 57.366.518.774,- lebih besar menurut fiskal daripada Laporan Keuangan Perusahaan. Pada Tahun 2004 juga ditemukan selisih yang lebih besar menurut fiskal daripada Laporan Keuangan Perusahaan sebesar Rp 48.766.124.690,-. Pada Laporan Keuangan PT. PLN (Persero) (Laidian, 2004). Hal ini menunjukan bahwa pajak tangguhan dijadikan celah oleh manajemen untuk mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan.

Perusahaan di Indonesia dalam menyusun laporan keuangan berpedoman pada PSAK dan Peraturan Perpajakan. Dalam menyiapkan laporan keuangan manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan. Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam meyusun laporan keuangannya. Fleksibilitas penyusunan laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang penyajian laporan keuangan dengan pendekatan akrual (accrual basis). Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 1997 menerbitkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No.46 yang mengatur tentang akuntansi pajak penghasilan (PPh) yang mulai diterapkan pada tahun 2001. Sebelum diberlakukannya PSAK No. 46 tersebut, perusahaan hanya menghitung dan mengakui besarnya beban pajak


(21)

21 penghasilan untuk tahun berjalan saja tanpa menghitung dan mengakui pajak tangguhan.

Pajak tangguhan (deferred tax) adalah efek pajak yang diakui pada saat diadakan penyesuaian dengan beban pajak penghasilan periode yang akan datang (Murhaban, 2003:66). Pengakuan Pajak Tangguhan (deferred tax) dalam laporan keuangan perusahaan adalah satu hal yang relatif baru dalam dunia akuntansi di Indonesia. Walaupun opsi penerapan pajak tangguhan dalam Akuntansi Pajak Penghasilan telah diperkenankan, akan tetapi masih banyak yang kurang memahami tentang pajak tangguhan tersebut baik dari segi pengertian atau pemahaman konseptual maupun aplikasinya ke dalam laporan keuangan perusahaan di Indonesia. Pemahaman masyarakat mengenai pajak tangguhan (deferred tax) secara umum terkesan menimbulkan keragu-raguan, masyarakat mengartikan bahwa telah terdapat pajak yang ditangguhkan untuk dibayarkan kembali. Pemahaman masyarakat tersebut bertolak belakang dengan konsep pajak tangguhan (deferred tax) setelah diaplikasikan yaitu pada waktu dikenakan pajak tangguhan ternyata sama sekali tidak berkaitan dengan pembayaran pajak.

Beban pajak penghasilan dihitung dengan menggunakan aturan perpajakan atas hasil usaha perusahaan selama periode tahun yang bersangkutan. Aturan-aturan perpajakan tersebut mengharuskan perusahaan melakukan koreksi-koreksi fiskal (perbedaan permanen) karena terdapat perbedaan konsep pendapatan, cara pengukuran pendapatan, konsep biaya, cara pengukuran biaya, dan cara alokasi biaya antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan


(22)

22 Peraturan Perpajakan. Aturan perpajakan tetap menggunakan data dan informasi akuntansi yang telah diatur oleh Standar Akuntansi Keuangan sebagai dasar untuk menentukan koreksi-koreksi tersebut berdasarkan aturan perpajakan yang berlaku. Selisih laba komersial dan laba fiskal (book-tax differences) dapat menginformasikan tentang diskresi manajemen dalam proses akrual. Selisih tersebut dinamakan koreksi fiskal yang berupa koreksi negatif dan koreksi positif. Koreksi negatif akan menghasilkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan koreksi positif akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan (Djamaluddin, 2008:58).

Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak (Purba, 2009:35), sedangkan aktiva pajak tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang pajak (Waluyo, 2008:217). Beban pajak tangguhan dan aktiva pajak tangguhan memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah dalam merekayasa laporan keuangannya.

Menurut Philips, Pincus dan Rego (2003), ada tiga motivasi utama yang mendorong perusahaan melakukan manajemen laba yaitu menghindari penurunan laba, menghindari kerugian dan menghindari kegagalan peramalan yang dibuat analis. Motivasi pertama bertujuan untuk menghindari melaporkan penurunan laba yang berhubungan dengan hipotesis perataan laba


(23)

23 atau Income Smoothing Hypothesis. Motivasi kedua bertujuan untuk menghindari kerugian, dimana hal ini dilakukan banyak alasan yang mendorong perusahaan dalam menghambat perkembangan perusahaan, faktanya bahwa perusahaan mengalami kerugian juga berpotensi menurunkan harga saham, menurunkan kepercayaan investor dan kreditur serta mendorong dilakukannya pemeriksaan pajak oleh aparat pajak. Motivasi ketiga bertujuan untuk menghindari kegagalan yang dibuat analisis.

Banyak penelitian yang digunakan sebagai indikator mendeteksi manajemen laba yaitu dilakukan dengan menggunakan akrual dan beban pajak tangguhan. Penelitian yang dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Namun, ditemukan fakta bahwa akrual memiliki kelemahan (Yulianti, 2005). Mengatasi kelemahan akrual ini, Philips, Pincus dan Rego (2003) mencoba menggunakan beban pajak tangguhan atau Deffered Tax Expense dalam mendeteksi manajemen laba (earning management). Dalam penelitian tersebut digunakan model distribusi laba sebagai pengukur manajemen laba. Dalam penelitian terdahulu menyatakan bahwa dalam mengukur keleluasaan manajer, beban pajak tangguhan lebih baik dari pada akrual sebab peraturan akuntansi memberikan lebih banyak keleluasaan bagi manajer dibandingkan dengan peraturan pajak. Kesalahan pengukuran model akrual dapat dikurangi dengan memfokuskan


(24)

24 pada beban pajak tangguhan dibandingkan dengan membagi Total Accrual peusahaan menjadi komponen Discretionary dan Non Discretionary.

Mengacu pada penelitian tersebut, akuntan manajemen dan profesi akuntan harus dapat meningkatkan kemampuan pertimbangannya dalam menentukan penghasilan masa lalu dan masa yang akan datang yang akan berpengaruh pada penilaian aktiva pajak tangguhan yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, Suranggane (2007) meneliti aktiva pajak tangguhan dan akrual sebagai prediktor manajemen laba. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa hanya variabel akrual (discretionary accrual) saja yang memiliki pengaruh signifikan pada terjadinya manajemen laba, sedangkan aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh.

Beban pajak tangguhan mengakibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dan aktiva pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang sehingga mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan. Sedangkan, perekayasaan menaikan atau menurunkan akrual antara lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Selain itu, ada kecenderungan para manajer untuk mengatur laba sedemikian rupa dengan menerapkan income-increasing discreationary accruals (artinya usaha untuk merekayasa laba dengan menurunkan tingkat laba pada tingkat tertentu untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan sebelumnya) (Elingga, 2008).


(25)

25 Hubungan antara beban pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan dan akrual sangat erat dalam mendeteksi perilaku dari earning management yaitu untuk memaksimumkan bonus yang mereka dapatkan dengan merekayasa angka akrual dan berusaha meminimalkan pajak yang mesti mereka bayarkan, dengan cara meningkatkan akrual untuk menjadikan angka laba lebih rendah. Pengakuan pajak tangguhan dapat mengakhibatkan bertambah atau berkurangnya laba bersih karena adanya pengakuan beban pajak tangguhan atau manfaat pajak tangguhan. Pengakuan aktiva dan pajak tangguhan didasarkan pada fakta adanya kemungkinan pembayaran pajak pada periode mendatang menjadi lebih besar atau lebih kecil. Hal ini, menjadi celah bagi manajemen untuk memanipulasi jumlah dari laba bersihnya sehingga bisa memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar.

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti termotivasi untuk meneliti dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap Earning Management” Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2005). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sebagai berikut:

1. Variabel independen: penelitian ini menambahkan variabel aktiva pajak tangguhan sebagai variabel independen. Variabel aktriva pajak tangguhan sebelumnya pernah diteliti oleh Suranggane (2007) yaitu menguji aktiva pajak tangguhan sebagai prediktor manajemen laba.


(26)

26 2. Sampel penelitian: pada penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2005-2009 sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan sampel perusahaan perbankan.

3. Teknik penelitian: penelitian ini menggunakan analisis regresi logistik binary sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan teknik penelitian regresi pooled data.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah aktiva pajak tangguhan berpengaruh terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?

2. Apakah beban pajak tangguhan berpengaruh terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?

3. Apakah akrual berpengaruh terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?


(27)

27 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang masalah yang telah dijabarkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin memperoleh bukti empiris tentang:

a. Pengaruh aktiva pajak tangguhan terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

b. Pengaruh beban pajak tangguhan terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

c. Pengaruh akrual terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu:

a. Bagi Manajemen

Memberikan petunjuk bagi manajemen perlunya kemampuan manajemen mengelola perbedaan temporer sedemikian rupa sehingga laba akuntansi tetap dipersepsikan berkualitas atau direspon positif oleh investor.


(28)

28 b. Bagi Akuntan Publik

Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk menyajikan pengungkapan dan penjelasan memadai tentang pajak tangguhan yang dilaporkan suatu perusahaan.

c. Bagi Akademisi

Penelitian ini dapat dijadikan tambahan pemahaman bagi dunia akademik bahwa besarnya pajak tangguhan dan akrual dapat digunakan untuk menilai kinerja yang dilakukan oleh manajemen.

d. Bagi Pemakai Laporan Keuangan

User dapat mengambil keputusan yang tepat berdasarkan laporan keuangan yang berkualitas, handal dan dapat dipercaya sehingga informasi yang didapat tidak menyesatkan.


(29)

29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Agensi (Teori Agency)

Menurut Anthony dan Govindarajan, (1995) dalam Suranggane, (2007:80), teori keagenan (teory agency) adalah economic rational man dan kotrak antara prinsipal dan agen dibuat berdasarkan angka akuntansi sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Teori Agensi mengeksplorasi bagaimana kontrak dan insentif dapat ditulis untuk memotivasi individu-individu untuk mencapai keselarasan tujuan. Teori ini berusaha menggambarkan faktor-faktor utama yang sebaiknya dipertimbangkan untuk merancang kontrak insentif. Prinsipal mendelegasikan tanggungjawabnya termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan kepada agen (manajemen) untuk melakukan tugas tertentu yang sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati bersama.

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dari hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik, keanggotaan klub, dan jam kerja yang fleksibel. Prinsipal (pemegang saham), di pihak lain diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka di suatu perusahaan.


(30)

30 Agen biasanya memiliki sebagian besar dari kekayaan mereka terikat dengan kekayaan perusahaan. Kekayaan ini terdiri baik dari kekayaan keuangan mereka maupun modal manusia mereka. Modal manusia adalah nilai manajer sebagaimana dipandang oleh pasar dan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Karena semakin menurunnya utilitas atas kekayaan dan besarnya jumlah modal agen yang bergantung pada perusahaan, agen diasumsikan akan bersifat enggan menghadapi risiko (risk averse). Sedangkan, prinsipal termotivasi untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya.

Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan antara agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya (Djamaluddin, 2008:56). Prinsipal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Dengan demikian, prinsipal berada sebagai asimetri informasi karena agen lebih mengetahui kinerja dan aktivitas perusahaan dibandingkan prinsipal.

Adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara prinsipal dan agen memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi yang dihasilkan dapat lebih memaksimalkan kepentingannya. Cara yang dapat dilakukan agen


(31)

31 untuk mempengaruhi angka-angka akuntansi dapat berupa rekayasa laba atau manajemen laba dalam laporan keuangan.

B. Manajemen Laba (Earning Management)

Pada dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba (earning management) menurut Belkaoui (2007:201) adalah:

―Perilaku yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri‖.

Definisi manajemen laba menurut Djamaluddin (2008:56) adalah perilaku yang dilakukan manajer menggunakan kebijakan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk mempengaruhi contractual outcomes yang tergantung pada angka akuntansi yang dilaporkan.

Definisi menurut Yulianti (2005:08), earning management dalam arti sempit didefinisikan perilaku manajer ―bermain‖ dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. Sedangkan dalam arti luas earnings management didefinisikan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) probilitas ekonomis jangka panjang.

Berdasarkan definisi di atas, pengertian manajemen laba adalah suatu usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka


(32)

32 akuntansi yang dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk keuntungan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah atau mengabaikan standar akuntansi yang telah ditetapkan, sehingga menyajikan informasi yang tidak sebenarnya.

Laporan keuangan sering digunakan sebagai indikator penilaian kinerja, maka perilaku manajemen laba dimungkinkan dapat terjadi karena manajemen mempunyai informasi lebih banyak dan lebih akurat daripada prinsipal. Beberapa tujuan manajemen melakukan manajemen laba menurut Suranggane (2007:80) adalah: menghindari kerugian, menghindari pelaporan penurunan laba, Avoiding failing meet or beat analyst forecast, dan Invoke an earnings big bath.

Scott (2000) membagi praktek manajemen laba yang biasa dilakukan manajemen dibagi menjadi lima jenis:

1. Taking big bath, yaitu manajemen mencoba mengalihkan expected future cost ke periode kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa datang. Biasanya dilakukan bila perusahaan mengadakan restrukturisasi atau reorganisasi.

2. Income minimization, yaitu manajemen mencoba memindahkan beban ke masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di masa mendatang.

3. Income maximization, yaitu manajemen mencoba meningkatkan laba masa kini dengan memindahkan beban ke masa mendatang. Biasanya dilakukan manajer dalam rangka memperoleh bonus tahunan.


(33)

33 4. Income smooting yaitu tindakan di mana manajemen memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode yang memiliki laba rendah. Teknik merekayasa laba menurut Damayanti (2008:65) adalah sebagai berikut:

1. Perubahan metode akuntansi

Mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Misalnya: merubah metode depresiasi aktiva tetap dan metode jumlah angka tahun ke metode depresiasi garis lurus, dan merubah metode penilaian persediaan dan metode LIFO ke metode FIFO atau sebaliknya.

2. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi

Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan kebijakan perkiraan akuntansi. Misalnya: kebijakan mengenai perkiraan jumlah piutang tidak tertagih dan kebijakan mengenai perkiraan umur aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Menggeser periode biaya atau pendapatan sering juga disebut sebagai manipulasi keputusan operasional. Misalnya: mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan.


(34)

34 Perataan laba mengidentifikasi batas pelaporan laba (earnings threshold) dan menemukan bahwa perusahaan yang berada dibawah earnings threshold akan berusaha untuk melewati batas tersebut dengan melakukan manajemen laba. Yulianti (2005) menyebutkan bahwa terdapat dua macam earnings threshold, yakni:

1. Titik pelaporan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari pelaporan kerugian.

2. Titik perubahan laba nol, yang menunjukkan usaha manajemen laba untuk menghindari penurunan laba.

Menurut Belkoui (2007:208) manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas. Tiga ambang batas penting bagi para eksekutif adalah:

a. Untuk melaporkan laba positif yaitu melaporkan laba yang diatas nol. b. Untuk menjaga kinerja saat ini yaitu membuat paling tidak sama dengan

kinerja tahun lalu.

c. Untuk memenuhi harapan analis khususnya analis untuk peramalan laba. Praktik-praktik manajemen laba yang dilakukan pihak manajemen disesuaikan dengan motivasi melakukan manajemen laba. Manajemen laba cenderung merekayasa labanya untuk menekan besarnya pajak yang dikeluarkan sehingga perusahaan yang melaporkan laba yang lebih rendah atau kerugian perpotensi melakukan manajemen laba. Yulianti (2005) membedakan perusahaan yang memiliki laba dan yang mengalami kerugian supaya dapat memprediksi perusahaan yang memanipulasi labanya.


(35)

35 Manajemen laba yang dilakukan baik yang bersifat konservatif sampai dengan yang ekstrim (froud) dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan (users) karena informasi yang disajikan tidak menunjukkan kinerja yang sesungguhnya. Manajemen laba bisa dikategorikan sebagai suatu penipuan yang bisa merugikan pihak-pihak yang berkepentingan seperti user, investor dan pemerintah. Dengan demikian informasi yang diberikan tidak mencerminkan kondisi ekonomi perusahaan yang sebenarnya.

C. Konsep Akuntansi Akrual

Dalam Akuntansi dikenal dengan istilah basis akrual dan basis kas. Pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan akrual. Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi berbasis kas. Akrual adalah suatu metode perhitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terhutang (Muljono, 2009:28).

Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan relevan untuk pengambilan keputusan ekuitas (Elingga, 2008:52). Akrual tidak tergantung kapan penghasilan diterima dan kapan biaya dilunasi. Dengan pendekatan ini, mengakui pendapatan ketika dihasilkan dan mengakui beban pada periode terjadinya, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas.


(36)

36 Menurut PSAK (2009), laporan keuangan disusun berdasarkan akrual. Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan.

Model akrual melibatkan perhitungan total akrual. Model-model akrual menurut Belkaoui (2007:202) adalah sebagai berikut:

1. Model Heally (1985) menyatakan kelemahan model akrual adalah menganggap keseluruhan akrual ditimbulkan oleh manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen. Padahal kenyataannya, sebagian akrual perusahaan juga disebabkan oleh kegiatan operasional dan tidak menggambarkan manajemen laba. Total akrual dalam manajemen laba dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Discretionary Accrual

Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen. Akrual yang muncul akibat diskresi manajemen atau berada di bawah kebijakan manajemen. Hal ini biasanya digunakan sebagai pengukur dalam manajemen laba dan besarannya merupakan hasil modifikasi angka-angka pada laporan keuangan untuk memenuhi tujuan manajemen sehingga keberadaan Discretionary Accrual menandakan rendahnya kualitas laba.


(37)

37 Efek dari kualitas laba yang rendah adalah tidak adanya prediktif value dari laba, yang berarti informasi mengenai laba perusahaan ini tidaklah menggambarkan keadaan sesungguhnya dari perusahaan sehingga informasi laba menjadi bias bagi penggunanya. b. Non Discretionary Accrual

Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk suatu standart atau prinsip akuntansi yang berlaku umum. Total Akrual terdiri atas dua komponen yaitu Discretionary Accrual (DA) dan Non Discretionary Accrual (NDA). Model yang digunakan untuk menghitung total akrual adalah sebagai berikut:

TACCit = IBEIit – (CFOit - EIDOit) Keterangan:

TACCit = Total akrual perusahaan i untuk tahun t

IBEIit = Income nefore extraordinary item perusahaan tahun t. CFOit = Cash flow operating activities perusahaan i untuk tahun t. EIDOit = Extraordinary items & discontinued operations dari

laporan arus kas perusahaan i untuk tahun t.

Perekayasaan menaikan atau menurunkan akrual antara lain dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau mempercepat beban. Perekayasaan laba tersebut termasuk salah satu praktek manajemen laba atau earnings management melalui perekayasaan akrual. Discretionary Accrual dapat dilakukan melalui kebijakan pemilihan kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual namun bersifat subjek dan kontekstual, salah


(38)

38 satu contoh dengan cara memperbesar atau memperkecil pencadangan aktiva pajak tangguhan dengan pertimbangan laba yang akan datang dapat menutup atau tidak menutup terpulihkannya aktiva pajak tangguhan. 2. Model De Angelo

Porsi pilihan dalam model De Angelo adalah perbedaan antara akrual total di tahun peristiwa t disimbolkan dalam aktiva total (At-1) dan akrual bukan pilihan (NDAt). Penghitungan akrual bukan pilihan (NDAt) bergantung pada akrual total diperiode sebelumnya (TAt-t) disimbolkan dengan aktiva total keseluruhan (At-2), dengan kata lain:

NDAt = TAt – 1/ At – 2 3. Model Jones

Tujuan utama dari model Jones adalah untuk mengendalikan pengaruh perubahan dalam kondisi perusahaan pada akrual bukan pilihan. Akrual bukan pilihan di tahun peristiwa disajikan sebagai berikut:

NDAt = α1 (1 / At-1) + α2 ( ΔREVt / At-1) + α3 ( PPEt / At-1) Keterangan:

NDAt = akrual bukan pilihan di tahun t disimbolkan dengan aktiva total keseluruhan.

ΔREVt = pendapatan di tahun t dikurangi pendapatan di tahun t– 1. PPEt = aktiva tetap kotor di tahun t.

At-1 = aktiva total diakhir tahun t– 1. α1, α2, α3 = parameter spesifik perusaha.


(39)

39 Perbedaan utama antara model De Angelo dengan model Heally adalah bahwa NDA mengikuti proses acak dalam model De Angelo dan suatu proses rata-rata kebalikan dalam model Heally. Berdasarkan penelitian terdahulu model Heally paling baik mencerminkan manajemen laba (discretionary accrual).

D. Perbedaan Temporer atas Pajak Tangguhan

Perbedaan temporer (temporary differences) adalah perbedaan antara dasar pengenaan pajak-DPP dari suatu aktiva atau kewajiban dengan nilai tercatat aktiva atau kewajiban, yang akan berakhibat pada kenaikan atau bertambahnya laba fiskal periode mendatang (Purba, 2009:17). Pada saat nilai tercatat aktiva dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban diselesaikan atau dilunasi. Zain (2007:98) menyatakan bahwa perbedaan temporer yang mengakhibatkan harus diakuinya aktiva dan/atau kewajiban pajak tangguhan terjadi atau timbul apabila:

1. Adanya penghasilan dan/atau beban yang harus diakui untuk penghitungan laba fiskal dan untuk penghitungan laba akuntansinya dalam periode yang berbeda;

2. Bagian dari biaya pemerolehan dalam suatu penggabungan usaha, yang secara subsistansi merupakan statu akuisisi, dialokasikan kepada aktiva atau kewajiban tertentu berdasarkan nilai wajarnya dan penyesuaian atau perlakuan akuntansi demikian tidak diperkenankan oleh peraturan perpajakan;


(40)

40 3. Goodwill atau goodwill negatif yang timbul dalam konsolidasi;

4. Perbedaan nilai tercatat dengan dasar pengenaan pajak-DPP dari suatu aktiva atau kewajiban pada saat pengakuan awalnya.

Perbedaan temporer timbul sebagai konsekuensi logis dari adanya perbedaan standar atau ketentuan yang berkaitan dengan pengakuan (kriteria dan periode), dan pengukuran atau penilaian elemen-elemen laporan keuangan (aktiva, kewajiban, ekuitas, penghasilan, beban, laba, dan rugi) yang berlaku dalam disiplin akuntansi perpajakan (ketentuan perpajakan) di satu pihak dengan standar atau ketentuan yang berlaku dalam disiplin akuntansi keuangan di pihak yang lain.

Menurut Harnanto (20011:113), secara lebih spesifik perbedaan temporer yang timbul sebagai akibat dari perbedaan saat atau periode pengakuan penghasilan dan keuntungan atau beban dan kerugian dapat dibedakan dalam kategori sebagai berikut:

1. Perbedaan temporer berupa future taxable amount (kewajiban pajak-tangguhan) timbul sebagai akhibat dari terpulihkannya suatu aktiva yang terkait dengan penghasilan atau keuntungan yang akan dikenakan pajak dalam periode setelah pengakuannya sebagai elemen laba-rugi akuntansi; atau disebut perbedaan temporer kena pajak. Sebagai contoh, piutang yang timbul dari hasil penjualan angsuran yang diakui sebagai elemen laba-rugi akuntansi dalam periode terjadinya transaksi penjualan, dan dalam periode terjadinya penerimaan kas sebagai elemen penghasilan kena pajak atau laba-rugi fiskal.


(41)

41 2. Perbedaan temporer berupa future taxable amount (kewajiban

pajak-tangguhan) juga timbul sebagai akhibat dari terpulihkannya suatu aktiva yang terkait dengan setiap biaya atau kerugian yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk perhitungan laba-rugi fiskal dalam periode sebelum pengakuannya sebagai elemen laba-rugi akuntansi. Misalnya, suatu aktiva tetap yang disusutkan lebih cepat untuk perhitungan laba-rugi fiskal atau penghasilan kena pajak daripada penyusutannya untuk perhitungan laba-rugi akuntansi.

3. Perbedaan temporer berupa future deductible amount (aktiva pajak-tangguhan) timbul dari pembayaran atau penyelasaian suatu kewajiban yang terkait dengan biaya atau kerugian, yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk laba-rugi fiskal dalam periode sebelum pengakuannya sebagai elemen biaya dalam laporan keuangan (laba-rugi akuntansi). Misalnya, kewajiban atau utang garansi yang diakui sebagai elemen biaya dalam periode terjadinya transaksi penjualan barang untuk perhitungan laba-rugi akuntansi, tetapi diakui sebagai biaya fiskal dalam periode terjadinya transaksi pembayaran atau pengeluaran kas untuk biaya garansi periode mendatang.

4. Perbedaan temporer berupa future deductible amount (aktiva pajak-tangguhan) juga timbul sebagai akhibat dari pembayaran atau penyelesaian kewajiban yang terkait dengan penghasilan atau keuntungan yang diakui sebagai elemen laba-rugi fiskal atau penghasilan kena pajak dalam periode sebelum pengakuannya sebagai elemen laba-rugi akuntansi. Misalnya,


(42)

42 penghasilan dari abonemen surat kabar harian atau majalah untuk masa satu tahun yang diterima di muka, yang diakui sebagai elemen laba-rugi fiskal atau penghasilan kena pajak dalam periode penerimaan kas, tetapi diakui sebagai elemen laba-rugi akuntansi dalam periode diperoleh atau direalisasikannya penghasilan tersebut dikemudian hari.

5. Perbedaan temporer juga timbul dari transaksi atau peristiwa yang sudah diakui di dalam laporan keuangan (komersial), dan akan berakhibat pada bertambah atau berkurangnya penghasilan kena pajak atau laba fiskal periode mendatang, tetapi tidak dapat diidentifikasi dengan aktiva atau kewajiban tertentu untuk tujuan penyajiannya di dalam laporan keuangan. Termasuk dalam kategori perbedaan temporer demikian antara lain:

a. Biaya pendirian yang diakui sebagai elemen laba-rugi akuntansi dalam periode terjadinya biaya (tidak dikapitalisasi sebagai aktiva), tetapi ditangguhkan (dikapitalisasi sebagai aktiva atau beban tangguhan) dan diamortisasi sebagai biaya secara periodik atau pengurang penghasilan untuk perhitungan penghasilan kena pajak atau laba-rugi fiskal.

b. Biaya riset dan pengembangan yang diakui sebagai elemen penghasilan kena pajak atau laba fiskal dalam periode terjadinya biaya, tetapi dikapitalisasi sebagai aktiva atau beban tangguhan dan diamortisasi secara periodik untuk penghitungan laba-rugi akuntansinya.

c. Laba atas kontrak jangka panjang yang diakui berdasar metode kontrak selesai untuk tujuan perhitungan laba akuntansi, tetapi diakui berdasar


(43)

43 metode presentase penyelesaian untuk tujuan perhitungan penghasilan kena pajak atau laba-rugi fiskal.

Perbedaan waktu yang bersifat sementara, terjadi karena adanya ketidaksamaan saat pengakuan penghasilan dan beban oleh administrasi pajak dan masyarakat profesi akuntan (Gunadi, 2009:310). Perbedaan waktu positif terjadi apabila pengakuan beban untuk tujuan pajak lebih cepat dari pengakuan beban untuk akuntansi. Sebaliknya, perbedaan waktu negatif terjadi jika ketentuan perpajakan mengakui beban lebih lambat dari pengakuan beban menurut praktik akuntansi. Apabila administrasi pajak menghitung pajak atas jumlah laba yang lebih rendah dari laba menurut pembukuan akan terdapat utang pajak yang ditangguhkan (deferred tax liabilities). Penangguhan akan memunculkan jumlah laba fiskal yang lebih besar dari laba pembukuan di masa kemudian.

E. Beban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Expense)

Menurut Harnanto (2003:115), beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (laba dalam laporan keuangan untuk pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak). Penyebab perbedaan antara beban pajak penghasilan dengan PPh terutang menurut Purba (2009:14), dapat dikategorikan dalam dua kelompok:


(44)

44 1. Perbedaan Permanen atau Tetap

Perbedaan ini terjadi karena berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, ada beberapa penghasilan yang tidak objek pajak sedangkan secara komersial penghasilan tersebut diakui sebagai penghasilan. Perbedaan ini mengakhibatkan laba fiskal berbeda dengan laba komersial secara permanen.

2. Perbedaan Temporer atau Waktu

Perbedaan ini terjadi berdasarkan ketentuan peraturan Undang-Undang Perpajakan merupakan penghasilan atau biaya yang boleh dikurangkan pada periode akuntansi terdahulu atau periode akuntansi berikutnya dari periode sekarang, misalnya:

a. Metode penyusutan, yang diakui fiskal adalah saldo menurun dan garis lurus.

b. Metode penilaian persediaan, yang diakui fiskal adalah FIFO dan Rata-rata.

c. Penyisihan piutang tak tertagih, yang diakui fiskal kecuali untuk Perusahaan Pertambangan, Leasing, Perbankan dan Asuransi. d. Rugi laba selisih kurs, yang diakui fiskal adalah kurs dari Menteri

Perekonomian sedangkan yang diakui oleh akuntansi adalah kurs dari Bank Indonesia.

Kewajiban pajak tangguhan harus diakui untuk setiap beda temporer kena pajak. Namun, tidak semua beda temporer dapat dikurangkan untuk tujuan


(45)

45 fiskal. Menurut Purba (2009:35) terdapat pengecualian-pengecualian sebagai berikut:

a. Kewajiban pajak tangguhan yang berasal dari beda temporer investasi pada perusahaan asosiasi, anak perusahaan, dan joint venture tidak diakui apabila induk perusahaan dan patner dapat mengendalikan waktu reversal beda temporer tersebut.

b. Kewajiban pajak tangguhan tidak diakui dari beda temporer yang muncul dari pengakuan awal goodwill yang berasal dari penggabungan usaha. c. Kewajiban pajak tangguhan tidak diakui dari beda temporer yang muncul

dari pengakuan aktiva dan kewajiban dalam suatu transaksi yang bukan merupakan transaksi penggabungan usaha. Transaksi penggabungan usaha tersebut tidak mempengaruhi baik laba akuntansi maupun laba yang dikenakan pajak.

Beda waktu terjadi adanya perbedaan pengakuan besarnya waktu secara akuntansi komersial dibandingkan dengan secara fiskal. Selisih dari perbedaan pengakuan antara laba akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang akan menghasilkan koreksi berupa koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan sedangkan koreksi negatif akan menghasilkan beban pajak tangguhan.

F. Aktiva Pajak Tangguhan (Deferred Tax Asset)

Aktiva pajak tangguhan adalah aktiva yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakhibat beban pajak menurut


(46)

46 akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang pajak (Waluyo, 2008:217). Aktiva pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Besarnya aktiva pajak tagguhan dicatat apabila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak di masa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan judgment untuk menaksir seberapa mungkin aktiva pajak tangguhan tersebut dapat direalisasikan.

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2007), nilai tercatat aktiva pajak tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca. Perusahaan harus menurunkan nilai tercatat apabila laba fiskal tidak mungkin memadai untuk mengkompensasi sebagian atau semua aktiva pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila besar kemungkinan laba fiskal memadai. Dengan adanya kewajiban untuk melakukan peninjauan kembali pada tanggal neraca, maka setiap tahun manajemen harus membuat suatu penilaian untuk menetukan saldo aktiva pajak tangguhan dan pencadangan aktiva pajak tangguhan, sedangkan penilaian manajemen untuk menentukan saldo cadangan aktiva pajak tangguhan tersebut bersifat subjektif (Suranggane, 2007:81).

Dengan diberlakukannya PSAK No.46 yang mensyaratkan para manajer untuk mengakui dan menilai kembali aktiva pajak tangguhan yang dapat disebut pencadangan nilai aktiva pajak tangguhan. Peraturan ini dapat memberikan kebebasan manajemen untuk menetukan kebijakan akuntansi


(47)

47 yang digunakan dalam penilaian aktiva pajak tangguhan pada laporan keuangannya, sehingga dapat digunakan untuk mengindikasikan ada tidaknya rekayasa laba atau manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan keuangan yang dilaporkan dalam rangka menghindari penurunan atau kerugian laba.

G. Penghitungan Dasar Pajak Tangguhan

Pada dasarnya bahwa PSAK No. 46 adalah cukup komplek, karena untuk PSAK No. 46 secara utuh diperlukan juga pemahaman yang cukup atas UU PPh Indonesia. PSAK No. 46 mengatur mengenai tata cara pencatatan dan pengakuan atas pajak penghasilan yang disajikan dalam laporan keuangan, dan bukan mengatur mengenai berapa jumlah pajak yang harus dibayar. Dengan demikian, maka untuk menghitung berapa besar jumlah pajak yang harus dibayar adalah berdasarkan ketentuan dalam UU Perpajakan.

Menurut Purba (2009:68), bahwa suatu unit usaha bisa saja mengabaikan pengaruh dari perbedaan temporer dan melaporkan biaya PPh sama besarnya dengan PPh yang terutang, artinya hutang PPh dihitung berdasarkan laba akuntansi kena pajak. Akan tetapi, perlu disadari bahwa jumlah PPh yang nyata-nyata harus dibayar sesungguhnya adalah PPh terutang yang dihitung berdasarkan laba kena pajak, artinya biaya PPh bisa saja lebih kecil atau lebih besar dari hutang PPh. Untuk itu, diperlukan suatu penangguhan dari biaya PPh yang terlalu cepat diantisipasi atau biaya PPh yang ditunda pembayarannya. Karenanya, hutang PPh atau PPh yang harus dibayar/disetor pada negara, di hitung sebagai berikut:


(48)

48

Laba akuntansi sebelum pajak xxxx

Beda waktu

Biaya penyusutan = (xxx)

Beban imbalan pasca kerja = xxx

Jumlah beda waktu xxxx

Beda tetap

Pendapatan bunga = (xxx) Beban jamuan = xxx

Jumlah beda tetap xxxx

Laba kena pajak xxxx

Rugi fiskal yang dapat dikompensasikan xxxx

Laba kena pajak xxxx

Apabila penyusutan fiskal lebih kecil daripada penyusutan komersial akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan, sedangkan penyusutan fiskal lebih besar daripada penyusutan laba komersial akan menghasilkan beban pajak tangguhan. Besarnya pajak tangguhan dihitung dari besarnya penyusutan beda waktu dikalikan tarif pajak tangguhan. Berdasarkan Undang-Undang N0.36 tahun 2008, tarif pajak tangguhan adalah 25%.

Kemudian, Purba (2009:44) menjelaskan lebih lanjut mengenai ayat jurnal yang diperlukan untuk mencatat kewajiban dan aktiva pajak tangguhan:

(Dr) Beban pajak tangguhan xxx


(49)

49 (Dr) Aktiva pajak tangguhan xxx

(Cr) Manfaat pajak tangguhan xxx

Berdasarkan pada penghitungan pajak penghasilan di atas, maka secara khusus penyajian dari perkiraan aktiva atau kewajiban PPh ditangguhkan berdasarkan PSAK No 46. Apabila dalam laporan keuangan suatu perusahaan, aktiva dan kewajiban lancar disajikan terpisah dari aktiva dan kewajiban tidak lancar, maka aktiva (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aktiva (kewajiban) lancar. Sebagai ilustrasi perhitungan dari transaksi pajak tangguhan sebagai berikut:

Diketahui laba sebelum pajak tahun 2010 Rp 900.000.000. Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah:

a. Pendapatan bunga deposito Rp 60.000.000

b. Beban jamuan tanpa daftar normatif Rp 40.000.000

c. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15.000.000 daripada penyusutan komersial

d. Angsuran PPh 25 Rp 10.000.000/bulan

Pertanyaan: tentukan PKP, PPh kurang atau lebih bayar, aset atau kewajiban pajak tangguhan dan buat jurnal penyesuaiannya!

Jawaban:

Penghasilan kena pajak

Laba sebelum pajak Rp 900.000.000

Koreksi beda tetap:


(50)

50 Beban jamuan Rp 40.000.000

Total beda tetap (Rp 20.000.000)

Koreksi beda waktu:

Penyusutan Rp 15.000.000

Total beda waktu Rp 15.000.000

Penghasilan Kena Pajak Rp 895.000.000

Pajak terutang

25% x Rp 895.000.000 = Rp 223.750.000 Kredit PPh psl 25 = Rp 120.000.000 PPh kurang bayar (PPh 29) Rp 103.750.000

Aset pajak tangguhan

Aset pajak tangguhan = 25% x Rp 15.000.000 = Rp 3.750.000

Jurnal penyesuaian

(Dr) PPh badan – Pajak kini Rp 223.750.000 (Dr) Aset pajak tangguhan Rp 3.750.000

(Cr) Pendapatan pajak tangguhan Rp 3.750.000 (Cr) PPh pasal 25 dibayar dimuka Rp 120.000.000 (Cr) Utang PPh pasal 29 Rp 103.750.000


(51)

51 H. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai beban pajak tangguhan, aktiva pajak tangguhan, dan akrual telah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan kontribusi tambahan bagi akuntan pihak perpajakan untuk mendeteksi dan mengatasi terjadinya praktik manajemen laba. Tabel 2.1 menunjukkan hasil penelitian terdahulu mengenai kemampuan pajak tangguhan dan akrual dalam mendeteksi manajemen laba.


(52)

52 Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu Peneliti

(Tahun)

Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

Phillips, Pincus dan Rego (2003) Earning Management: New Evidence Based on Deferred Tax Expence.

Variabel: Deferred tax expense (X1), Accrual (X2), Earning management (Y). Objek penelitian: publicly available sources.

Teknik penelitian: analyst earning forecasts.

Variabel: Aktiva pajak tangguhan (X1).

Objek penelitian: perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Teknik penelitian: regresi logistic binery

Deferred tax expense (X1) secara inkremental lebih bermanfaat dibanding akrual (X2) dalam mendeteksi manajemen laba (Y) Yulianti (2005) Kemampuan pajak tangguhan dalam memprediksi manajemen laba

Variabel: Beban pajak

tangguhan (X1),

Akrual(X2), Manajemen laba (Y).

Objek penelitian: perusahaan yang terdaftar di BEJ

Metode analisis data menggunakan regresi pooled data.

Variabel: Aktiva pajak tangguhan (X1).

Objek penelitian: perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Teknik penelitian: regresi logistic binery.

Akrual (X1) dan beban pajak tangguhan (X2) memiliki hubungan yang positif signifikan terhadap manajemen laba.


(53)

53

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Peneliti (Tahun)

Judul Penelitian Metodologi Penelitian Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

Suranggane (2007) Analisis aktiva pajak tangguhan akrual sebagai prediktor manajemen laba.

Variabel: Aktiva pajak tangguhan (X1), akrual (X2), Earning management (Y). Objek penelitian: perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Teknik penelitian: regresi logistic binery

Variabel: Beban pajak tangguhan (X1).

Objek penelitian: perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI.

Akrual (X1) memiliki hubungan positif terhadap manajemen laba, Aktiva pajak tangguhan(X2) memiliki hubungan negatif terhadap manajemen laba (Y). Damayanti

(2008)

Perbandingan akrual dan pajak tangguhan dalam pengujian aliran kas masa datang dan return saham

Variabel: Beban pajak

tangguhan (X1),

Akrual(X2).

Objek penelitian: perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ. Teknik penelitian: menggunakan analisis regresi.

Variabel: Aktiva pajak tangguhan (X1), beban pajak tangguhan (X2), earning management (Y).

Objek penelitian: perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Teknik penelitian: regresi logistic binery

Akrual (X1) lebih bermanfaat dibanding beban pajak tangguhan (X2) dalam memprediksi aliran kas masa

depan(Y1), sedangkan beban pajak tangguhan lebih bermanfaat dibandingkan akrual dalam pengaruhnya terhadap return saham (Y2).


(54)

54 I. Keterkaitan antar Variabel Penelitian dan Perumusan Hipotesis

1. Aktiva Pajak Tangguhan dengan Earning Management

Semakin besar perbedaan antara laba yang dilaporkan perusahaan (laba komersial) dengan laba fiskal menunjukkan bendera merah bagi pengguna laporan keuangan. Selisih positif antara laba akuntansi dan laba fiskal mengakhibatkan terjadinya koreksi positif yang menimbulkan terjadinya aktiva pajak tangguhan (Suranggane, 2007:78). Aktiva pajak tangguhan terjadi bila laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal akhibat perbedaan temporer. Lebih kecilnya laba akuntansi dari laba fiskal mengakibatkan perusahaan menunda pajak terutang periode mendatang.

Berdasarkan penelitian Suranggane (2007) bahwa aktiva pajak tangguhan dijadikan proksi sebagai indikator dari praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Aktiva pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen dimotivasi adanya pemberian bonus, beban politis atas besarnya perusahaan dan minimalisasi pembayaran pajak agar tidak merugikan perusahaan.

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara aktiva pajak tangguhan yang dapat dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aktiva pajak tangguhan semakin besar maka semakin tinggi manajemen melakukan manajemen laba (earning management), untuk itu dibuat hipotesis sebagai berikut:


(55)

55 H1: Aktiva pajak tangguhan berpengaruh secara signifikan terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Beban Pajak Tangguhan dengan Earning Management

Semakin besar presentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standar akuntansi yang semakin liberal (Yulianti, 2005:118). Perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki hubungan positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus, dengan adanya hal tersebut maka dimungkinkan manajer dapat melakukan rekayasa laba atau ernings management dengan memperbesar atau memperkecil jumlah beban pajak tangguhan yang diakui dengan laporan laba rugi.

Selisih negatif antara laba akuntansi dan laba fiskal mengakhibatkan terjadinya koreksi negatif yang menimbulkan terjadinya beban pajak tangguhan (Djamaludin, 2008:58). Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang diperoleh suatu perusahaan, begitu pula sebaliknya beban yang sedikit akan menaikkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan.

Berdasarkan penelitian Philips. et al (2003) membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan menggunakan beban pajak tangguhan. Penelitian yang dilakukan Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan untuk melakukan manajemen laba guna


(56)

56 menghindari kerugian perusahaan. Manajemen laba merupakan peluang bagi manajemen untuk merekayasa besarnya beban pajak tangguhan guna menaikan dan menurunkan tingkat labanya. Beban pajak tangguhan mengakhibatkan tingkat laba yang diperoleh menurun dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan laba yang lebih besar di masa yang akan datang dan mengurangi besarnya pajak yang dibayarkan.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut diatas maka diekspektasi peranan yang signifikan antara beban pajak tangguhan dengan manajemen laba (earnings management). Earnings management dilakukan dengan menaikkan atau menurunkan jumlah beban yang diakui dalam laporan laba rugi. Dengan demikian dibuat hipotesis sebagai berikut:

H2: Beban pajak tangguhan berpengaruh secara signifikan terhadap earnings management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Akrual dengan Earning Management

Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomis (IAI, 2007). Agar laporan mencapai tujuannya, laporan keuangan disusun atas dasar akrual (Winda, 2008). Penyusunan laporan yang menggunakan metode akrual di gunakan oleh para manajer dengan memanipulasi laba sedemikian rupa untuk


(57)

57 mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, ada kecenderungan para manajer untuk mengatur laba sedemikian rupa dengan menerapkan income-increasing discreationary accruals (artinya usaha untuk merekayasa laba dengan menurunkan tingkat laba pada tingkat tertentu untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan sebelumnya) (Elingga, 2008).

Dasar akrual umumnya memberikan indikasi yang lebih baik dalam laporan keuangan karena transaksi dan peristiwa keuangan diakui pada saat kejadian dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Namun konsep akrual tersebut memiliki kelemahan yaitu dapat dimanfaatkan untuk rekayasa angka-angka dalam laporan keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mengubah angka laba yang dihasilkan apabila standar akuntansi memungkinkan melalui praktik manajemen laba.

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan akrual yang dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Untuk itu, dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Akrual berpengaruh secara signifikan terhadap earning management untuk menghindari melaporkan kerugian pada perusahaan maufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.


(58)

58 J. Kerangka Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka penelitian dapat digambarkan pada bagan berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Judul:

Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan dan Akrual Terhadap Earning Management

Masalah Keagenan

Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

Variabel Independen Variabel Dependen

Aktiva Pajak Tangguhan (X1)

Earning

Management (Y)

Beban Pajak Tangguhan (X2) Akrual (X3)

Metode Analisis Data: Model Regresi Logistik Binery

Hosmer and Lameshow’s Goodness of Fit Test

Interpretasi dan Kesimpulan

Overall Model Fit Test (Log Likelihood)

Uji Wald (Koefisien Regresi)


(59)

59

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan karakteristik masalah, jenis penelitian ini merupakan rancangan penelitian kausalitas yaitu tipe penelitian dengan karakteristik masalah berupa hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen (Indriantoro dan Supomo, 2009:27). Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris tentang pengaruh antara variabel independen, yaitu aktiva pajak tangguhan, beban pajak tangguhan dan akrual terhadap variabel dependen, yaitu earning management.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2005-2009. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Dengan kata lain penentuan sampel yang diambil berdasarkan kriteria-0kriteria tertentu yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti terhadap sampel penelitian (Santosa dan wedari, 2007:98).


(60)

60 Adapun kriteria perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode penelitian (2005-2009).

2. Perusahaan tersebut sudah terdaftar di BEI sebelum 2005.

3. Perusahaan tidak delisting atau keluar dari BEI selama periode pengamatan.

4. Penerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor independen per 31 Desember dari tahun 2005-2009.

5. Laporan keuangan tersebut terdapat informasi yang lengkap terkait dengan semua variabel yang diteliti.

C. Metode Pengumpulan Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis dan sumber data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan Supomo, 2009:147).

Data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur yang go public dan terdaftar di BEI pada tahun 2005-2009 yang telah dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari www.idx.co.id dan Pusat


(61)

61 Referensi Pasar Modal BEI. Pemilihan BEI sebagai sumber pengambilan data dengan alasan BEI merupakan bursa efek terbesar dan representative di Indonesia, dimana dalam tahun 2005 hingga 2009 dianggap cukup mewakili kondisi BEI yang relatif normal.

D. Metode Analisis Data

Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data dan menguji hipotesis yaitu dengan menggunakan statistik deskriptif dan regresi logistik dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan SPSS versi 16.0.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menjelaskan earning management, yaitu small profit firms dan small loss firms untuk setiap variabel independen dalam model penelitian (Suranggane, 2007). Penelitian statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dapat dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varians, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi) (Ghozali, 2009:19).

2. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan regresi logistik biner (binary logistic regression), yang variabel bebasnya merupakan kombinasi antara metrik dan nonmetrik (nominal).


(62)

62 Persamaan model regresi logistik biner yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan : Ln

EM EM

1 = earning management (variabel dummy) α = konstanta

CAPT = cadangan aktiva pajak tangguhan dari perubahan nilai aktiva pajak tangguhan pada akhir periode t dengan t-1 dibagi nilai aktiva pajak tangguhan periode t.

DTE = beban pajak tangguhan perusahaan pada tahun t dibagi dengan total asset pada akhir tahun t-1.

ACC = total akrual perusahaan I pada tahun t. ε = kesalahan residual

a. Menilai Model Fit

Analisis pertama yang dilakukan adalah menilai overall fit model terhadap data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah :

H0 : Model yang dihipotesiskan fit dengan data Ha: Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data Ln

EM EM


(63)

63 Berdasarkan dipotesis ini, maka H0 harus diterima dan Ha harus ditolak agar model fit dengan data. Statistik yang digunakan berdasarkan fungsi likelihood. Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi – 2LogL. Statistik -2LogL atau rasio x2 statistics, dimana x2 distribusi dengan degree of freedom n-q, q adalah jumlah parameter (Ghozali, 2009:268).

Output SPSS memberikan dua nilai -2LogL yaitu satu untuk model yang hanya memasukkan konstanta dan yang kedua untuk model dengan konstanta dan variabel bebas (Ghozali, 2009:268). Dengan alpha 5%, cara menilai model fit ini adalah sebagai berikut:

1). Jika nilai -2LogL < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa model fit dengan data.

2). Jika nilai -2LogL > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti bahwa model tidak fit dengan data.

Adanya pengurangan nilai antara -2LogL awal (initial – 2LogL function) dengan nilai -2LogL pada langkah berikutnya menunjukkan bahwa model yang dihipotesiskan fit dengan data (Ghozali, 2009:269). Log Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian ―Sum of Square Error” pada model regresi,


(64)

64 sehingga penurunan Log Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik.

b. Uji Chi Squre Hosmer & Lameshows Goodnes

Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan uji Chi Squre Hosmer and Lameshows Goodness of Fit Test. Jika nilai statistik Hosmer and Lameshow’s Goodness of Fit lebih besar daripada 0,05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena sesuai dengan data observasinya (Ghozali, 2009:269).

c. Koefisien Cox & Snell R Square and Nagelkerke

Koefisien Cox & Snell R Square and Nagelkerke merupakan ukuran koefisien R2 pada regresi linier berganda yang didasarkan pada teknik estimasi Likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 sehingga sulit diinterpretasikan. Nagel R square merupakan modifikasi dari koefisien cox & snell R2 untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0-1 (Uyanto, 2006:236). d. Tabel Klasifikasi

Tabel klasifikasi menghitung nilai estimasi yang benar (correct) dan salah (incorrect). Tabel ini menunjukkan kekuatan prediksi dari variabel dependen yaitu earning management.


(65)

65 e. Uji Wald Statistic

Uji Wald pada tabel variables in the aquation digunakan untuk menguji apakah masing-masing koefisien regresi logistik signifikan. Uji Wald sama dengan kuadrat dari rasio koefisien regresi logistik B dan standar error S.E dengan tingkat signifikansi α < 0,05 (Uyanto, 2006:236).

f. Estimasi Parameter dan pembahasan

Estimasi parameter dilihat melalui koefisien regresi. Koefisien regresi dari tiap variabel-variabel yang diuji menunjukkan bentuk hubungan antara variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sig) dengan tingkat signifikansi (α) (Santosa dan Wedari, 2006).

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian 1. Aktiva Pajak Tangguhan(X1)

Aktiva pajak tangguhan adalah saldo akun di neraca sebagai manfaat pajak yang jumlahnya merupakan jumlah estimasi yang akan dipulihkan dalam periode yang akan datang sebagai akhibat adanya perbedaan sementara antara standar akuntansi keuangan dengan peraturan perpajakan dan akibat adanya saldo kerugian yang dapat dikompensasikan pada periode mendatang (Waluyo, 2008:217). Dalam penelitian ini aktiva pajak tangguhan sebagai variabel bebas yang diukur dengan perubahan nilai


(66)

66 aktiva pajak tangguhan pada akhir periode t dengan t-1 dibagi dengan nilai aktiva pajak tangguhan pada akhir periode t.

2. Beban Pajak Tangguhan (X2)

Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak) (Harnanto, 2003:115). Perbedaan antara laporan keuangan, standar akuntansi dan fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan, standar akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi dibandingkan yang diperolehkan menurut pajak. Penghitungan tentang beban pajak tangguhan dihitung dengan menggunakan indikator membobot beban pajak tangguhan dengan total aktiva atau total asset. Hal itu dilakukan untuk pembobotan beban pajak tangguhan dengan total asset pada periode t-1 untuk memperoleh nilai yang terhitung dengan proporsional.

3. Akrual (X3)

Dalam akuntansi dikenal istilah basis akrual dan basis kas. Istilah akrual digunakan untuk menentukan penghasilan pada saat diperoleh dan untuk mengakui beban yang sepadan dengan revenue pada periode yang


(67)

67 sama, tanpa memperhatikan waktu penerimaan kas dari penghasilan yang bersangkutan. Komponen akrual merupakan pengakuan kejadian non kas dalam laporan laba rugi namun diharapkan akan diterima atau dibayarkan biasanya dalam kas dimasa yang akan datang (Belkaoui, 2007:14). Dalam penelitian ini variabel akrual diproksi dengan discretionary accrual dari Modified Jones Model yang merupakan model terbaik untuk mendeteksi manajemen laba (Suranggane, 2008:85).

Langkah-langkah untuk memperoleh akrual: TAccit = EBEIit– (CFOit - EIDOit)

Yang mana:

TAccit = Total accrual perusahaan i pada periode t

EBEIit = Income before extraordionary items pada tahun t CFOit = Cash flows from operation pada tahun t

EIDOit = Extraordionary items and discontinued operation tahun t 4. Earning Management (Y)

Earning management merupakan perilaku yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meningkatkan atau menurunkan laba dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (Belkaoui, 2007:201).

Variabel earning management merupakan variable dummy, yaitu variabel yang bersifat kategorikal atau dikotomi (Ghozali, 2009:49), dimana kategori 1 untuk perusahaan berada dalam range small profit firms dan 0 untuk perusahaan berada dalam range small loss firms.


(68)

68 Berikut ini merupakan operasionalisasi variabel yang dijelaskan melalui Tabel 3.1:

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Sumber: Diolah dari berbagai referensi

Variabel Indikator Skala Ukur

Data X1= Aktiva

pajak tangguhan (CAPT)

Rasio

X2= Beban pajak tangguhan (DTE)

Rasio

X3= Akrual

(TAcc) TAccit = EBEIit– (CFOit - EIDOit) Rasio X4= Earning

management (EM)

1 untuk perusahaan berada dalam range small profit firms dan 0 untuk perusahaan berada dalam range small loss firms.


(1)

112

Lampiran 10

Hasil Olahan Regresi Binary

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 147 99.3

Missing Cases 1 .7

Total 148 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 148 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

0 0

1 1

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

Iteration -2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Step 0 1 144.184 1.238

2 143.156 1.435

3 143.152 1.447

4 143.152 1.447

a. Constant is included in the model. b. Initial -2 Log Likelihood: 143,152

c. Estimation terminated at iteration number 4 because parameter estimates changed by less than ,001.


(2)

113

Classification Tablea,b

Observed

Predicted

EM_it

Percentage Correct

0 1

Step 0 EM_it 0 0 28 .0

1 0 119 100.0

Overall Percentage 81.0

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant 1.447 .210 47.454 1 .000 4.250

Variables not in the Equation

Variabel

Score df Sig.

Step 0 Variables Aktiva_pajak_tangguhan .016 1 .900

Beban_pajak_tangguhan 2.470 1 .116

Akrual 2.660 1 .103


(3)

114

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients

Constant

Aktiva_pajak _tangguhan

Beban_pajak_

tangguhan Akrual

Step 1 1 138.033 1.114 -.014 2.713 .001

2 133.301 1.222 -.028 6.664 .002

3 131.699 1.135 -.035 11.834 .002

4 131.128 1.028 -.036 17.105 .002

5 131.103 1.010 -.036 18.447 .002

6 131.103 1.009 -.036 18.505 .002

7 131.103 1.009 -.036 18.505 .002

a. Method: Enter

b. Constant is included in the model. c. Initial -2 Log Likelihood: 143,152

d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step

12.049 3 .007

Block

12.049 3 .007

Model


(4)

115

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R

Square Nagelkerke R Square

1

131.103a .079 .126

a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by less than ,001.

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig.

1 8.594 8 .378

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

EM_it = 0 EM_it = 1

Total Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 7 5.708 8 9.292 15

2 3 4.037 12 10.963 15

3 3 3.803 12 11.197 15

4 2 3.608 13 11.392 15

5 6 3.343 9 11.657 15

6 2 2.825 13 12.175 15

7 3 2.170 12 12.830 15

8 0 1.433 15 13.567 15

9 2 .898 13 14.102 15


(5)

116

Classification Tablea

Observed

Predicted

EM_it

Percentage Correct

0 1

Step 1 EM_it 0 0 28 .0

1 1 118 99.2

Overall Percentage 80.3

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

Variabel

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a Aktiva_pajak_tangguhan -.036 .063 .335 1 .563 .964

Beban_pajak_tangguhan 18.505 9.302 3.957 1 .047 1.08888

Akrual .002 .001 4.530 1 .033 1.002

Constant 1.009 .287 12.344 1 .000 2.743

a. Variable(s) entered on step 1: Aktiva_pajak_tangguhan, Beban_pajak_tangguhan, Akrual.

Correlation Matrix

variabel

Constant

Aktiva_pajak_ tangguhan

Beban_pajak_

tangguhan Akrual

Step 1 Constant 1.000 .114 -.615 .121

Aktiva_pajak_tangguhan .114 1.000 -.067 -.169

Beban_pajak_tangguhan -.615 -.067 1.000 .100


(6)

117

Descriptives

Descriptive Statistics

Variabel

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

EM_it 148 0 1 .81 .393

Aktiva_pajak_tangguhan 147 -32,545 1,204 -,58538 3,863973

Beban_pajak_tangguhan 148 ,000 ,842 ,04641 ,105461

Akrual 148 -999,186 955,860 -10,30551 273,304783


Dokumen yang terkait

Pengaruh Rasio Profitabilitas Perusahaan Terhadap Aktiva Pajak Tangguhan Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

33 136 90

Pengaruh Aset Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

3 25 90

PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP PRAKTIK PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

0 3 17

BEBAN PAJAK TANGGUHAN, PERENCANAAN PAJAK DAN PENGARUH BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP PRAKTIK MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA.

1 20 66

PENGARUH ASET PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

0 8 17

PENGARUH ASET PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK TANGGUHAN DAN PERENCANAAN PAJAK TERHADAP Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

0 4 19

BAB 1 PENDAHULUAN Pengaruh Aset Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, dan Perencanaan Pajak Terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 2 9

Pengaruh Aset Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Tangguhan Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014

0 0 14

Pengaruh Aktiva Pajak Tangguhan, Beban Pajak Tangguhan, Beban Pajak Kini dan Basis Akrual terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2014-2016)

2 5 14

PENGARUH ASET PAJAK TANGGUHAN, BEBAN PAJAK TANGGUHAN, LEVERAGE DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012-2015)

0 0 18