Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

4.3 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Untuk menunjukkan perkembangan ekonomi secara riil, PDB diestimasi dengan menggunakan harga konstan. Penggunaan tahun dasar untuk penyajian PDB atas dasar harga konstan sejak Indonesia merdeka telah mengalami lima kali perubahan, yaitu harga pada tahun 1960, 1973, 1983, 1993, dan 2000.

4.3.1 Gambaran Umum Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Berdasarkan perhitungan harga konstan tahun 1960, laju pertumbuhan ekonomi pada periode tahun 1961-1965 sangat rendah, yaitu hanya sekitar 2 per tahun. Masa orde baru ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik dan mencapai 5 per tahun antara 1966-1968. Selama REPELITA I 1969-1973 rata – rata pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 7 per tahun. Sedangkan pada REPELITA II dan REPELITA III 1974-1983 perekonomian nasional semakin membaik dan mampu tumbuh lebih dari 6 per tahun. Pertumbuhan ekonomi pada REPELITA IV dan REPELITA V 1984-1993 secara rata – rata masih diatas 6. Pertumbuhan ekonomi selama REPELITA V ini berlanjut hingga 4 tahun awal REPELITA VI, tahun 1994 sampai dengan 1997 pertumbuhan ekonomi secara rata – rata dapat mencapai 7,05 per tahunnya. Pada pertengahan tahun 1997, Indonesia seperti negara lainnya di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dihantam oleh krisis ekonomi yang sangat parah sehingga pada tahun 1998 terjadi penurunan perkembangan ekonomi seperti yang digambarkan Produk Domestik Bruto PDB yang menurun sebesar 13,1 dibandingkan tahun 1997. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi akibat krisis juga dialami oleh negara lain di kawasan Asia. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Universitas Sumatera Utara Thailand dan Philipina masing – masing mengalami penurunan dari 4,8 persen dan 8,8 persen pada tahun 1995 menjadi minus 0,6 persen dan minus 0,8 persen pada tahun 1998 Laporan Perekonomian Bank Indonesia, 1999. Fakta di atas menunjukkan bahwa perekonomian nasional mengalmi dampak krisis yang lebih besar dibandingkan negara Asia lainnya. Pemulihan ekonomi nasional juga terkesan lebih lambat dibanding kedua negara tersebut, dimana kuartal pertama dan kedua tahun 1999 perekonomian Thailand dan Philipina telah kembali pulih dengan pertumbuhan sebesar 2,2 dan 2,4. Sementara itu, perekonomian Indonesia masih mengalami kontraksi sebesar 0,8. Lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia tersebut disebabkan krisis ekonomi yang berlangsung di Indonesia lebih bersifat multikompleks, yang tidak hanya disebabkan oleh jatuhnya nilai tukar rupiah tetapi juga berhubungan dengan masalah politik dan sosial yang muncul sejak berakhirnya rezim orde baru. Gejolak politik yang terjadi menyebabkan ketidakpastian pasar meningkat dan para investor seakan – akan kehilangan daya tarik untuk melakukan investasi bahkan sebaliknya terjadi capital flight ke negara lain yang dinilai memiliki iklim investasi dan country risk yang lebih baik. Selain itu, dari sisi ekonomi secara umum pembangunan industri skala besar yang kurang bertumpu pada sumber daya domestik merupakan penyebab utama merosotnya perekonomian nasional. Pada tahun 2000 ekonomi Indonesia mengalami laju pertumbuhan yang tinggi hampir mencapai 5. Namun, tahun 2001 laju pertumbuhan ekonomi kembali merosot yakni sebesar 3,5. Hal ini diakibatkan oleh gejolak politik yang sempat memanas kembali dan pada tahun 2002 pertumbuhan ekonomi mulai membaik kembali. Pertumbuhan ekonomi tersebut terus membaik dari tahun ke Universitas Sumatera Utara tahun dimulai sejak tahun 2005 yakni berada di atas 5. Pada tahun 2007 untuk pertama kalinya sejak krisis ekonomi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada diatas 6 yaitu sebesar 6,3 dan tahun 2008 sebesar 6,1. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,1 persen tersebut didukung oleh semua komponen PDB penggunaan yaitu konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,3 persen, konsumsi pemerintah sebesar 10,4 persen, pembentukan modal tetap bruto sebesar 11,7 persen, serta ekspor barang dan jasa sebesar 9,5 persen. Sementara itu, impor sebagai komponen pengurang juga meningkat sebesar 10,0 persen. Dari angka pertumbuhan 6,1 persen tersebut 4,6 persen bersumber dari komponen ekspor barang dan jasa. Komponen terbesar PDB yaitu konsumsi rumah tangga hanya memberikan sumbangansebesar 3,1 persen. Disamping itu komponen pembentukan modal tetap bruto serta komponen pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan masing – masing sebesar 2,6 persen dan 0,8 persen Statistik Indonesia,2008. Pada tahun yang sama, distribusi masing – masing sektor terhadap Produk Domestik Bruto PDB menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Ada tiga sektor utama yang mempunyai peranan terbesar terhadap PDB diantaranya adalah sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ketiga sektor tersebut mempunyai peranan sebesar 56,3 persen dengan rincian sektor indutri pengolahan memberi kontribusi sebesar 27,9 persen, sektor pertanian sebesar 14,4 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 14,0 persen. Dibandingkan dengan tahun sebelumya tahun 2007, pada tahun 2008 terjadi penurunan pada semua sektor kecuali ketiga sektor pertanian, sektor indutri Universitas Sumatera Utara pengolahan dan sektor bangunan. Peranan sektor pertambangan dan penggalian turun dari 11,2 persen menjadi 11,0 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran menurun dari 14,9 persen menjadi 14,0 persen. Sektor jasa – jasa dari 10,1 persen menjadi 9,8 persen. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan menurun dari 7,7 persen menjadi 7,4 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi dari 6,7 persen menjadi 6,3 persen. Sektor listrik, gas dan air bersih dari 0,9 persen menjadi 0,8 persen. Sementara sektor pertanian naik dari 13,7 persen di tahun 2007 menjadi 14,4 persen di tahun 2008. Demikian juga pada sektor industri pengolahan meningkat dari 27,1 persen menjadi 27,9 persen dan sektor bangunan dari 7,7 persen menjadi 8,4 persen.

4.3.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga kerja

Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tergambar di atas dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan PDB selama periode 1980 sampai dengan 1996 sebelum krisis secara rata – rata adalah 6,39 persen. Dengan laju pertumbuhan ekonomi ini telah menciptakan laju pertumbuhan kesempatan kerja sebesar 97,44 persen per tahun. Elastisitas kesempatan kerja yang tercipta dari pertumbuhan PDB tersebut adalah 15,24. Angka elastisitas 15,24 ini menunjukkan untuk setiap kenaikan PDB sebesar 1 telah menciptakan kesempatan kerja sebesar 15,24 persen. Gambar berikut ini merupakan grafik perkembangan pertumbuhan ekonomi selama periode 1980-1996 dimana setiap tahun terlihat berapa pencapaian pertumbuhan ekonomi dibarengi seberapa besar penyerapan tenaga kerja yang terjadi pada tahun tersebut. Universitas Sumatera Utara Sumber: BPS Gambar 4.3.2.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia Sebelum Krisis Walaupun krisis ekonomi yang menimpa Indonesia telah menggoyahkan perekonomian, namun Indonesia dapat bangkit dan langsung memulihkan keadaan ekonominya. Hal terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Pencapaian pertumbuhan ekonomi setelah krisis secara rata – rata adalah 4,64 persen. Angka pertumbuhan yang telah dicapai ini dapat menyerap tenaga kerja sebesar 91,21 persen per tahun. Dengan demikian, laju kesempatan kerja setelah krisis adalah 19,65. Ini berarti bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi 1 mampu menyerap tenaga kerja sebesar 19,65 persen. Ini berarti ketenagakerjaan Indonesia mengalami peningkatan dibandingkan kondisi sebelum krisis yakni sebesar 4,41 atau sekitar 3,4 juta yang terserap per tahunnya. Dibawah ini merupakan perkembangan pertumbuhan ekonomi selama periode 1999-2008 dimana terlihat pencapaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diikuti seberapa besar persentase penyerapan tenaga kerja yang terjadi setiap tahunnya. Universitas Sumatera Utara Sumber:BPS Gambar 4.3.2.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Indonesia Setelah Krisis

4.3.3 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pada Lapangan Pekerjaan Utama

Setelah mengalami kontraksi yang besar pada tahun 19971998 sebesar 13,1, sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mulai mengalami peningkatan. Peningkatan yang bermula di tahun 1999 ini memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk segera keluar dari krisis ekonomi. Akhirnya harapan bangsa Indonesia berwujud pada kenyataan dan mengarah pada suatu keberhasilan. Pada tahun 2000-2008 perubahan ekonomi tidak hanya berdampak pada pertumbuhan ekonomi saja, namun perubahan terjadi juga pada sektor – sektor yang ada dalam perekonomian. Pencapaian laju pertumbuhan ekonomi di setiap sektor ekonomi secara umum menunjukkan perubahan yang signifikan dan mengarah kepada pembangunan. Universitas Sumatera Utara Di bawah ini merupakan grafik laju PDB di sektor – sektor ekonomi Indonesia setelah krisis moneter. Sumber: BPS Gambar 4.3.3 Pertumbuhan Ekonomi Pada Lapangan Pekerjaan Utama Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi selama periode 2000-2008 terjadi pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mencapai rata – rata 8,81 persen per tahun, diikuti oleh sektor bangunan 6,60 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 6,29 persen. Kemudian disusul lagi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 6,07 persen. Sektor kelima adalah sektor industri pengolahan dengan pencapaian pertumbuhan rata – rata 4,70 persen per tahun, sektor jasa – jasa mencapai 4,55 persen dan sektor lainnya sektor pertambangan dan sektor listrik, gas dan air bersih sekitar 4,43 persen. Terakhir adalah sektor pertanian yang hanya mencapai pertumbuhan rata – rata 3,22 persen per tahunnya. Sektor ini merupakan sektor yang mempunyai pertumbuhan terendah dibanding sektor – sektor lainnya. Universitas Sumatera Utara

4.4 Analisis Data