Hubungan kadar serum IgE total pada anak yang terinfeksi soil transmitted helminth dengan kejadian penyakit atopi

(1)

HUBUNGAN KADAR SERUM IgE TOTAL PADA ANAK YANG TERINFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT ATOPI

TESIS

HENDRI WIJAYA 087103012 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

HUBUNGAN KADAR SERUM IgE TOTAL PADA ANAK YANG TERINFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTH DENGAN KEJADIAN

PENYAKIT ATOPI

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M. Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

HENDRI WIJAYA 087103012 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Tesis : Hubungan kadar serum IgE total pada anak yang terinfeksi soil transmitted helminth dengan kejadian penyakit atopi

Nama Mahasiswa : Hendri Wijaya Nomor Induk Mahasiswa : 087103012

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Lily Irsa, SpA(K)

Anggota

Dr. Supriatmo, SpA(K)

Ketua Program Magister Ketua TKP-PPDS


(4)

Telah diuji pada tanggal : 4 Juni 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua:

Dr. Lily Irsa, SpA(K) ...

Anggota :

Dr. Supriatmo, SpA(K) ...

Prof. Dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) …………...

Dr. Hj. Tiangsa Sembiring,SpA(K) …………...

Dr. Zulfikar Lubis, SpPK ...


(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), SpA(K), serta Rektor Universitas Sumatera Utara sebelumnya Prof. Dr. H. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU Prof. Dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, FInaSIM yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU.

2. Pembimbing utama Dr. Lily Irsa, SpA(K), Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) dan Dr. Rita Evalina, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUP Haji Adam Malik, dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K), sebagai Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.


(6)

4. Dr. Supriatmo, SpA(K), yang sudah membimbing dan memberikan saran kepada saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Dr. Heli sebagai Direktur Laboratorium Klinik Thamrin dan staf yang juga membantu saya dalam pelaksanaan penelitian ini.

7. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Yuni, Arida, Karina, Badai, bang Fadli, Rizky, Ade Rahmat, Ifo, Linawaty, Yanti, Hafaz, Lisye, kak Wyndia, dan kak Ade. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

8. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, ibu saya Hj. Sarjilah, istri saya Dr. Rina Amelia, MARS, kedua putra saya M. Faiz Lutfi Wijaya dan M. Attar Fadhil Wijaya terima kasih atas pengertian, do’a, dan dukungan semangat selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 28 April 2012


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing i

Lembar Persetujuan Penguji ii

Ucapan Terima Kasih iii

Daftar Isi v

Daftar Tabel vii

Daftar Gambar viii

Daftar Singkatan dan Lambang ix

Abstrak x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 2

1.4. Tujuan Penelitian 2

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soil Transmitted Helminth 4

2.2. Epidemiologi infeksi Soil Transmitted Helminth 6 2.3. Imunologi infeksi Soil Transmitted Helminth 6 2.4. Hubungan infeksi Soil Transmitted Helminth dan

Penyakit Atopi 10

2.6. Kerangka Konseptual 14

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian 15

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 15 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 15

3.4. Besar Sampel 16

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 17

3.5.1. Kriteria Inklusi 17

3.5.2. Kriteria Eksklusi 17

3.6. Persetujuan / Informed Consent 17

3.7. Etika Penelitian 17

3.8. Cara Kerja 18

3.9. Alur Penelitian 19

3.10. Identifikasi Variabel 19

3.11. Definisi Operasional 20

3.12. Pengolahan dan Analisis Data 23

BAB 4. HASIL 24


(8)

BAB 6. KESIMPULAN 34

BAB 7. RINGKASAN 35

Daftar Pustaka 37

Lampiran

1. Personil Penelitian 2. Biaya Penelitian

3. Jadwal Penelitian

4. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua 5. Persetujuan Setelah Penjelasan

6. Lembar Kuesioner

7. Teknik Hapusan Tebal Kato Katz 8. Riwayat Hidup


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik subyek penelitian 24 Tabel 4.2. Distribusi gejala penyakit atopi dan kadar IgE serum total 26 Tabel 4.3. Distribusi kadar IgE serum total berdasarkan tipe dan


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengeluaran cacing dari lumen saluran cerna 8

Gambar 2. Profil penelitian 24

Gambar 3. Distribusi tipe infeksi 26


(11)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG APC : Antigen presenting cell

CD4 : Cluster differentiation 4 CI : Confidence interval

dkk : dan kawan kawan

IgA : Imunoglobulin A IgE : Imunoglobulin E IgG : Imunoglobulin G IL-4 : Interleukin 4 IL-5 : Interleukin 5 IL-10 : Interleukin 10

IU/mL : International unit per milliliter

OR : Odds ratio

PMN : Polymorphonucleus

P : Probabilitas

MBP : Myelin basic protein

ROI : Reactive oxygen intermediate SD : Sekolah dasar, standard deviasi STH : Soil transmitted helminth

Th2 : T helper 2

TGF-β : Transforming growth factor betha T-reg (Tr) : T regulatory


(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kadar imunoglobulin E (IgE) serum total yang tinggi dan eosinofilia merupakan petanda atopi, tapi faktor lain juga mungkin berperan seperti misalnya infeksi parasit usus. Di daerah tropis yang endemis IgE serum total yang tinggi lebih sering dikaitkan dengan infeksi soil-transmitted helminth (STH) dan bisa oleh karena infeksi parasit yang baru dialami ataupun infeksi di masa sebelumnya. Helminthiasis

dikaitkan dengan penurunan risiko atopi dan gejala asma di daerah dengan prevalensi infeksi STH yang tinggi.

Tujuan. Menentukan hubungan antara Kadar IgE serum total dengan infeksi STH, dan hubungan antara infeksi STH dan gejala alergi.

Metode. Kami melakukan studi cross-sectional terhadap 84 anak (berusia 7 – 13 tahun) yang dikumpulkan secara konsekutif di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Dilakukan pengukuran Kadar IgE serum total dan pemeriksaan tinja untuk STH. Data atopi atau gejala alergi diperoleh dari hasil wawancara singkat dengan orangtua.

Hasil. Studi ini menunjukkan pada 42 sampel dengan infeksi STH dan 42 sampel tanpa infeksi masing-masing memiliki rerata kadar IgE serum 1131.26 IU/ml dan 744.76 IU/ml. Studi ini menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada kadar IgE serum total diantara kedua grup (P=0.029), Kami juga menemukan bahwa terdapat hubungan antara infeksi STH dan gejala asma (P=0.049) dan eksim (P=0.044).

Kesimpulan. Kadar IgE serum total lebih tinggi dengan adanya infeksi STH dan terdapat hubungan antara infeksi STH dengan gejala asma dan eksim.


(13)

ABSTRACT

Background. High of total serum immunoglobulin E (IgE) level and eosinophilia are atopic markers, but other factors can also play a key role, such as intestinal parasitic infection. In tropical endemic regions total serum IgE is more often associated with soil-transmitted helminth (STH) infection and can result from actual or past parasite infection. Helminthiasis has been associated with reduced risk of atopyand asthma symptomsin areas with high prevalence of parasitic infections.

Objective. To determine the association between total serum Ig E level and STH infection, and the association between STH infection and allergy symptoms.

Methods. We conducted a cross-sectional study of 84 children (7 – 13 years old) collected consecutively in Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. The total serum IgE along with stool examination for soil transmitted helminth measures were done. Data of atopy or allergy symptoms were obtained by interviewing the parents.

Results. This study showed that 42 samples with STH infection and 42 samples without infection had mean of total serum Ig E level of 1131.26 IU/ml and 744.76 IU/ml, respectively. This study demonstrated a significant difference in total serum IgE level between these two groups (P=0.029). We also found that there was association between STH infection and asthma symptoms (P=0.049) and eczema symptoms (P=0.044).

Conclusions. Total serum IgE levels were higher in presence of STH infection and STH infection was associated with asthma and eczema symptoms.


(14)

ABSTRAK

Latar Belakang. Kadar imunoglobulin E (IgE) serum total yang tinggi dan eosinofilia merupakan petanda atopi, tapi faktor lain juga mungkin berperan seperti misalnya infeksi parasit usus. Di daerah tropis yang endemis IgE serum total yang tinggi lebih sering dikaitkan dengan infeksi soil-transmitted helminth (STH) dan bisa oleh karena infeksi parasit yang baru dialami ataupun infeksi di masa sebelumnya. Helminthiasis

dikaitkan dengan penurunan risiko atopi dan gejala asma di daerah dengan prevalensi infeksi STH yang tinggi.

Tujuan. Menentukan hubungan antara Kadar IgE serum total dengan infeksi STH, dan hubungan antara infeksi STH dan gejala alergi.

Metode. Kami melakukan studi cross-sectional terhadap 84 anak (berusia 7 – 13 tahun) yang dikumpulkan secara konsekutif di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Dilakukan pengukuran Kadar IgE serum total dan pemeriksaan tinja untuk STH. Data atopi atau gejala alergi diperoleh dari hasil wawancara singkat dengan orangtua.

Hasil. Studi ini menunjukkan pada 42 sampel dengan infeksi STH dan 42 sampel tanpa infeksi masing-masing memiliki rerata kadar IgE serum 1131.26 IU/ml dan 744.76 IU/ml. Studi ini menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada kadar IgE serum total diantara kedua grup (P=0.029), Kami juga menemukan bahwa terdapat hubungan antara infeksi STH dan gejala asma (P=0.049) dan eksim (P=0.044).

Kesimpulan. Kadar IgE serum total lebih tinggi dengan adanya infeksi STH dan terdapat hubungan antara infeksi STH dengan gejala asma dan eksim.


(15)

ABSTRACT

Background. High of total serum immunoglobulin E (IgE) level and eosinophilia are atopic markers, but other factors can also play a key role, such as intestinal parasitic infection. In tropical endemic regions total serum IgE is more often associated with soil-transmitted helminth (STH) infection and can result from actual or past parasite infection. Helminthiasis has been associated with reduced risk of atopyand asthma symptomsin areas with high prevalence of parasitic infections.

Objective. To determine the association between total serum Ig E level and STH infection, and the association between STH infection and allergy symptoms.

Methods. We conducted a cross-sectional study of 84 children (7 – 13 years old) collected consecutively in Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. The total serum IgE along with stool examination for soil transmitted helminth measures were done. Data of atopy or allergy symptoms were obtained by interviewing the parents.

Results. This study showed that 42 samples with STH infection and 42 samples without infection had mean of total serum Ig E level of 1131.26 IU/ml and 744.76 IU/ml, respectively. This study demonstrated a significant difference in total serum IgE level between these two groups (P=0.029). We also found that there was association between STH infection and asthma symptoms (P=0.049) and eczema symptoms (P=0.044).

Conclusions. Total serum IgE levels were higher in presence of STH infection and STH infection was associated with asthma and eczema symptoms.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Soil transmitted helminths (STH) termasuk dalam daftar penyakit tropis yang terabaikan di dunia. Yang termasuk dalam STH adalah cacing gelang Ascaris lumbricoides, cacing cambuk Trichuris trichiura, cacing tambang Ancylostoma duodenale, Necator americanus dan Strongiloides stercoralis.1-4 Infeksi STH terbanyak dijumpai di daerah tropis dan subtropis Asia, terutama China, India, dan Asia Tenggara, serta daerah Subsahara Afrika.5 STH menginfeksi melalui kontak dengan telur atau larva parasit yang tumbuh subur di tanah yang hangat dan lembab. STH dewasa hidup bertahun-tahun dalam saluran gastrointestinal manusia.3 Studi epidemiologi yang dilakukan di negara yang sedang berkembang menunjukkan anak usia sekolah sebagai populasi yang paling berisiko mengalami infeksi berat oleh Ascaris dan Trichuris.

Kemampuan alergen lingkungan menstimulasi respons imunoglobulin E (IgE) dan akhirnya menimbulkan penyakit alergi cenderung menutupi kenyataan bahwa parasit cacing merupakan inducer paling poten dari imunoglobulin ini. Meskipun terdapat perdebatan tentang hubungan antara infeksi cacing dan respons IgE terdapat bukti bahwa antibodi IgE merupakan komponen penting dari perlindungan kekebalan tubuh terhadap parasit ini.

5

6


(17)

mencegah perkembangan penyakit inflamasi. Penurunan infeksi dengan adanya peningkatan layanan kesehatan dan higiene individu serta berkurangnya paparan oleh mikroorganisme akibat urbanisasi menyebabkan kurangnya stimulasi sistem imun.

Terdapatnya kemiripan antara respons imun terhadap parasit cacing dan penyakit alergi yang diperantarai IgE menimbulkan diskusi tentang hubungan antara parasit dan alergi. Terdapat 5 kemungkinan: (1) cacing sebagai proteksi, (2) cacing menyebabkan alergi, (3) penderita alergi lebih resisten terhadap cacing, (4) penderita alergi lebih rentan terhadap cacing, atau (5) tidak ada hubungan sebab akibat.

7

8

1.2. Perumusan Masalah

Apakah ada hubungan infeksi STH dengan kadar serum IgE total?

1.3. Hipotesis

Ada hubungan antara kadar serum IgE total anak yang terinfeksi STH dengan gejala penyakit atopi.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk melihat hubungan perubahan kadar serum IgE total sebagai respons imun terhadap infeksi STH dengan penyakit atopi pada anak.


(18)

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui ada tidaknya peningkatan kadar serum IgE total sebagai reaksi terhadap infeksi STH.

2. Menilai hubungan kadar serum IgE total pada anak yang menderita infeksi STH dengan kejadian penyakit atopi.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah tentang peranan infeksi cacing terhadap imunitas pejamu (kadar serum IgE total) serta terhadap kejadian penyakit atopi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Soil Transmitted Helminth

Beberapa nematoda menjadikan manusia sebagai pejamunya. Beberapa nematoda yang menginfeksi usus manusia ditularkan melalui tanah dan disebut dengan soil transmitted helminth (STH)9 yang disebut juga dengan geohelminth atau intestinal helminth.10 Beberapa STH yang penting diketahui karena sering menimbulkan masalah kesehatan bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan beberapa spesies Trichostrongylus.

Ascaris lumbricoides dewasa hidup di rongga usus halus, seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100 000 sampai 200 000 butir sehari.

9

9

Telur A. lumbricoides ditandai dengan adanya mamillated outer coat dan thick hyaline shell yang membuat ia dapat bertahan hidup karena partikel tanah akan melekat pada dinding telur yang dapat melindunginya dari kerusakan.11 Dalam lingkungan yang sesuai (tanah yang lembab, hangat, dan terlindung dari matahari) telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infeksius dalam waktu kurang lebih tiga minggu.9, 11 Bentuk infeksius yang tertelan manusia akan menetas di usus halus, selanjutnya larva akan menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di


(20)

paru akan menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring, pasien akan terbatuk akibat rangsangan ini. Selanjutnya larva akan tertelan ke dalam esophagus dan mencapai usus halus dimana larva akan berubah menjadi cacing dewasa. Diperlukan waktu sekitar dua bulan sejak telur infeksius tertelan sampai menjadi dewasa.

Cacing T. trichiura betina dewasa diperkirakan menghasilkan 3000 sampai 10 000 telur per hari. Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan hospes bersama tinja, telur menjadi matang (infeksius) dalam waktu 3 sampai 6 minggu pada lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh.

9

Individu akan terinfeksi jika tertelan telur infeksius. Setelah tertelan, larva akan keluar melalui dinding telur dan masuk ke usus halus, setelah menjadi dewasa turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum (cacing ini tidak mempunyai siklus di paru). Waktu yang diperlukan sejak telur infeksius tertelan hingga menjadi cacing dewasa adalah 30 sampai 90 hari.

9

9


(21)

2.2. Epidemiologi Infeksi Soil Transmitted Helminth

Infeksi STH merupakan penyakit yang dikaitkan dengan kemiskinan, menimbulkan penderitaan dan kematian, juga menyebabkan kemiskinan yang berkelanjutan akibat gangguan kemampuan kognitif anak, berkurangnya kapasitas dan produktifitas kerja orang dewasa.12 Infeksi STH paling sering terjadi di daerah tropis dan subtropis dari negara-negara yang sedang berkembang dengan ketersediaan air bersih dan sanitasi yang kurang.13 Prevalensi infeksi STH di Sumatera Utara pada tahun 1995 adalah 57% sampai 90%.14 Sedangkan berdasarkan spesiesnya maka prevalensi di Sumatera Utara 46% sampai 75% untuk ascariasis, 65% untuk trichuriasis, dan 20% untuk infeksi cacing tambang.

A. lumbricoides dijumpai di seluruh dunia dan diperkirakan 1.3 milyar orang pernah terinfeksi cacing ini, tidak jarang dijumpai infeksi campuran dengan cacing lain terutama T. trichiura. Prevalensi tertinggi ascariasis di daerah tropis dijumpai pada kelompok usia 3 sampai 8 tahun.

15

11

Usia yang paling rentan untuk mendapat infeksi T. trichiura adalah 5 sampai 15 tahun.

2.3. Imunologi Infeksi Soil Transmitted Helminth

16

Berbagai Protozoa dan cacing berbeda dalam ukuran, struktur, sifat biokimiawi, siklus hidup dan patogenitasnya. Hal ini menimbulkan respons imun spesifik yang berbeda pula. Infeksi cacing biasanya kronis dan menimbulkan rangsangan antigen persisten yang akan meningkatkan kadar imunoglobulin dalam sirkulasi dan pembentukan kompleks imun. Antigen


(22)

yang dilepas parasit diduga berfungsi sebagai mitogen poliklonal sel B yang T independen.6 Hipersensitifitas yang diperantarai IgE merupakan mekanisme imun utama dalam mengatasi infeksi cacing.

Pertahanan terhadap kebanyakan infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2. Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL-4 dan IL-5, IL-4 selanjutnya merangsang produksi IgE dan IL-5 merangsang perkembangan dan aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan cacing diikat eosinofil. Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit.

17

18,19

Eosinofil lebih efektif dibanding leukosit lain oleh karena eosinofil mengandung granul yang lebih toksik dibanding enzim proteolitik dan ROI (reactive oxygen intermediate) yang diproduksi neutrofil dan makrofag. Cacing dan ekstrak cacing dapat merangsang produksi IgE yang nonspesifik. Reaksi imunologi yang ditimbulkannya diduga dapat mencegah menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.

18


(23)

makrofag

.

Gambar 1. Pengeluaran cacing dari lumen saluran cerna.

Cacing biasanya terlalu besar untuk fagositosis. Degranulasi sel mast/basofil yang IgE dependen menghasilkan produksi histamin yang menimbulkan spasme usus tempat cacing hidup. Eosinofil menempel pada cacing melalui IgG/IgA dan melepaskan protein kationik, MBP (myelin basic protein) dan neurotoksin. PMN dan makrofag menempel melalui IgA/IgG dan melepas superoksida, oksida nitrit, dan enzim yang membunuh cacing.

18

Infeksi parasit secara khusus merangsang sejumlah mekanisme pertahanan, baik yang diperantarai antibodi maupun yang diperantarai sel, dan respons yang paling efektif tergantung jenis parasit dan stadium infeksi.

18

Antibodi dan sitokin yang diproduksi sebagai respons terhadap antigen parasit memperkuat aktifitas antiparasit dari makrofag, neutrofil, dan

20

cacing

Sel mast/

Basofil Histamin

Eosinofil spasme

Protein kationik, MBP, neurotoksin

PMN

IgE

IgA/IgG

IgA/IgG

Superoksida, oksida nitrit


(24)

eosinofil. Eosinofil diduga berkembang sebagai pertahanan terhadap parasit di jaringan yang terlalu besar untuk difagositosis, dan reaksi sel mast yang tergantung IgE untuk melokalisir eosinofil dekat parasit dan memperkuat fungsi antiparasit. IgE pada infeksi cacing bisa menimbulkan efek berat pada pejamu akibat pelepasan mediator dari sel mast.

Meskipun dari berbagai penelitian cross-sectional terlihat adanya perkembangan imunitas terhadap A. lumbricoides, tetapi respons antibodi humoral tidak mempunyai peranan untuk menekan infeksi. Adanya antibodi terhadap antigen Ascaris dewasa dan larva, merupakan refleksi dari intensitas infeksi dan tidak memberikan dampak perlindungan terhadap infeksi.

20

11

Infeksi STH menimbulkan respons imun pada manusia khas berupa kadar IgE yang meningkat, eosinofilia, dan peningkatan produksi sitokin Th2 oleh lekosit darah perifer sebagai respons terhadap rangsangan antigen parasit.

21-23

Paparan awal parasit berhubungan dengan meningkatnya respons inflamasi alergi terhadap parasit, sementara pada infeksi jangka panjang dan infeksi berulang respons inflamasi menjadi lebih terkendali. Infeksi kronis memiliki efek regulasi yang kuat pada respons inflamasi antiparasit, berhubungan dengan respons Th2 yang telah bermodifikasi yang selainmemungkinkan parasit tetap hidup juga memberikan perlindungan dari penyakit imun bagi pejamu.21 Ketahanan hidup STH pada infeksi kronis dimungkinkan dengan adanya mekanisme imunoregulasi, termasuk sel T regulatori (T reg) yang mampu mensekresi sitokin imunosupressan seperti


(25)

IL-10 dan/atau TGF-β, menghasilkan suasana antiinflamasi.19,22,24 Respons antibodi terhadap berbagai stadium A. lumbricoides tidak berpengaruh besar baik pada derajat infeksi yang baru terjadi maupun pada intensitas infeksi ulangan.25 Regulasi imunitas pejamu oleh infeksi kronis STH tidak hanya mempengaruhi respons terhadap antigen parasit tetapi juga terhadap antigen eksogenus lainnya seperti antigen vaksin dan alergen udara, efek tersebut dapat menjelaskan terjadinya gangguan imunogenitas vaksin dan penurunan prevalensi penyakit alergi di daerah pedesaan negara tropis.

2.4. Hubungan Infeksi Soil Transmitted Helminth dan Penyakit atopi

21

Beberapa observasi menunjukkan adanya peningkatan prevalensi immune-mediated disease (misalnya; inflammatory bowel disease, multiple sclerosis, asma, dan diabetes tipe 1) di daerah dimana paparan pada cacing jarang terjadi, pemberian obat anticacing meningkatkan gejala atopi, cacing memberikan proteksi terhadap immune-mediated disease pada binatang percobaan dengan meningkatkan respons regulatori, dan pengobatan immune-mediated disease dengan menggunakan cacing mengurangi aktifitas immune-mediated disease.

Dua mekanisme yang mungkin menimbulkan efek protektif infeksi cacing pada perkembangan atopi: pertama, jumlah besar IgE poliklonal memadati reseptor Fcε pada permukaan sel mast sehingga mengganggu ikatan IgE spesifik antigen pada sel mast, dan mencegah degranulasi sel mast (IgE blocking hypothesis): kedua, IL-10 dan/atau TGF-β yang


(26)

disekresikan oleh APC (antigen presenting cell) atau sel Tr (sel T reg) sebagai respons terhadap infeksi kronis cacing secara langsung menghambat degranulasi sel mast atau menghambat proliferasi sel Th2.27

Penyakit atopi berhubungan secara signifikan dengan kadar allergen-spesific IgE, sensitisasi kulit dengan alergen yang sama, dan gejala klinis pada kulit (eksim/dermatitis atopi), pada saluran nafas bagian atas (rinitis alergi) dan saluran nafas bagian bawah (atopic asthma).

10

Infeksi STH mungkin mempengaruhi respons terhadap sensitisasi alergi atau respons dari efektor alergi. Temuan dari penelitian terbaru telah memperkuat temuan sebelumnya karena sensitisasi alergi ditentukan berdasarkan peningkatan kadar IgE poliklonal atauIgE spesifik alergen pada populasi di daerah endemis infeksi STH.

10

Studi prospektif Rodrigues dkk pada anak di Salvador Brazil menunjukkan bahwa infeksi berat T.trichiura pada awal masa anak-anak menurunkan risiko reaktifitas uji alergi kulit pada tahapan usia selanjutnya.28

Mekanisme yang dapat dipengaruhi oleh infeksi STH termasuk komponen efektor dari hipersensitifitas tipe segera dan respons fase lambat, yang dicapai melalui inhibisi aktifasi sel mast dan inhibisi terhadap pengumpulan dan fungsi sel efektor di tempat terjadinya reaksi inflamasi.

Alergen sama halnya dengan antigen cacing merupakan inducer kuat bagi respons Th2 dan diketahui bahwa penyakit alergi termasuk asma, eksim, dan rinitis berkaitan dengan inflamasi yang ditimbulkan oleh Th2.

10


(27)

Studi pada 441 anak di Sulawesi menunjukkan tidak ada hubungan antara adanya cacing di usus dan reaktifitas uji kulit.29

Soil Transmitted Helminth dan Asma.

Infeksi cacing dikaitkan dengan atopic asthma oleh adanya persamaan fenomena imunologi; eosinofilia dan peningkatan antibodi IgE serum. Hubungan ini menimbulkan dua hipotesis yang bertentangan yaitu bahwa infeksi parasit memberikan efek proteksi terhadap asma dan bahwa infeksi parasit merupakan predisposisi untuk asma.

Beberapa penelitian telah mempelajari hubungan antara gejala asma dan infeksi STH dengan hasil yang berbeda seperti ditulis oleh Cooper dkk. Penelitian terbaru menunjukkan bukti adanya hubungan terbalik antara gejala asma dan infeksi STH yang diketahui dari pemeriksaan tinja, sementara penelitian lain menunjukkan tidak ada hubungan signifikan atau bahkan menunjukkan adanya hubungan positif antara gejala asma dan infeksi STH atau terdapatnya IgE terhadap Ascaris. Perjalanan penyakit asma bisa berbeda pada individu yang terinfeksi STH, menyebabkan asma yang lebih ringan pada daerah dengan endemisitas yang tinggi, meskipun di daerah dengan prevalensi yang rendah keadaan sebaliknya bisa terjadi.

30

Adanya kadar IgE dan eosinofil yang tinggi pada individu dengan infeksi cacing tapi jarang disertai inflamasi mukosa saluran nafas menimbulkan dugaan bahwa terdapat perbedaan antara respons terhadap cacing dan respons terhadap alergen udara.

10


(28)

Tidak semua infeksi parasit memberikan efek protektif terhadap asma, tapi infeksi cacing tambang mungkin mengurangi risiko asma.

Soil Transmitted Helminth dan Dermatitis Atopi.

31

Eksim merupakan penyakit inflamasi kulit kronis yang ditandai dengan lesi kronis yang gatal. Terdapat dua jenis eksim: 70% sampai 80% pasien eksim menunjukkan bentuk atopi, dengan kadar IgE serum yang meningkat dan sensitisasi alergi, sementara 20% sampai 30% pasien menunjukkan bentuk non-atopi dengan kadar IgE serum yang normal dan sensitisasi pada sedikit alergen spesifik.32 Prevalensi dermatitis atopi diketahui lebih rendah di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan Ethiopia, tapi risiko dermatitis atopi tidak berkaitan dengan infeksi STH. Suatu penelitian cross-sectional pada anak usia sekolah di Ecuador menunjukkan tidak ada bukti hubungan antara dermatitis atopi dan infeksi STH. Suatu penelitian intervensi di Uganda menunjukkan bahwa bayi dari ibu dengan infeksi STH pada saat melahirkan mempunyai risiko yang lebih rendah untuk menderita eksim jika dibandingkan dengan bayi dari ibu tanpa infeksi STH (masing-masing 9% dan 39%).

Soil Transmitted Helminth dan Rinitis Alergi.

10

Prevalensi rinitis alergi di populasi sebesar 5% sampai 40%, menimbulkan morbiditas yang tinggi karena mempengaruhi kehidupan sosial, aktifitas pekerjaan, dan prestasi belajar di sekolah terutama pada anak.33 Cooper dkk menyebutkan bahwa penelitian di Ecuador menunjukkan tidak ada hubungan


(29)

antara gejala rinitis alergi dan parasit STH, penelitian di daerah perkotaan Taiwan membuktikan adanya hubungan terbalik antara enterobiasis dan diagnosis rinitis alergi dan penelitian di Afrika Selatan membuktikan adanya hubungan positif antara gejala rinitis dan terbentuknya IgE terhadap Ascaris.

2.5. Kerangka Konseptual

10

: Hal yang diamati dalam penelitian Infeksi STH Sanitasi dan higiene

IL-4

Eosinophil Sel Th2 CD4+

IgE serum total

IL-5

Reseptor IgE Alergen

Riwayat atopi dalam keluarga Gejala dan atau

tanda penyakit atopi

Status nutrisi - Berat badan - Tinggi badan


(30)

BAB 3 METODOLOGI

3.1. Desain

Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional untuk mengetahui hubungan kadar serum IgE total pada anak yang

menderita infeksi STH terhadap kejadian penyakit atopi.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di SD Negeri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli sampai Oktober 2009.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak sekolah dasar yang menderita infeksi STH. Populasi terjangkau adalah anak sekolah dasar di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara yang menderita infeksi STH. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.


(31)

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :34

n

1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2 )

(P

2

1 – P2) n1 = jumlah subjek yang terinfeksi STH

2

n2 = jumlah subjek yang tidak terinfeksi STH

α = kesalahan tipe I = 0,05 → Tingkat kepercayaan 95% Zα = nilai baku normal = 1,96

β = kesalahan tipe II = 0,2 → Power (kekuatan penelitian) 80% Zβ = 0,842

P1

terinfeksi STH = 0,6

= proporsi peninggian IgE serum total di kelompok subjek yang

Q1 = 1 – P1 =

P

0,4

2 =

terinfeksi STH = 0,3

proporsi peninggian IgE serum total di kelompok yang tidak

Q2 = 1 – P2

P = ( P

= 0,7

1+P2 ) : 2 = 0,45 Q = 1 – P = 0,55

Dengan menggunakan rumus tersebut didapatkan jumlah sampel untuk masing-masing kelompok sebanyak 42 orang.


(32)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Anak berusia 7-12 tahun

2. Orang tua bersedia mengisi informed consent 3. Orang tua bersedia mengisi kuesioner

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Anak yang berdasarkan kuesioner dan wawancara diketahui mengalami kondisi immuno-compromised seperti menderita keganasan dan terapi dengan sitostatika atau steroid.

2. Anak yang disangkakan menderita kelainan pembekuan darah seperti riwayat perdarahan yang lama berhenti, mimisan atau lebam-lebam non traumatik berulang yang ditanyakan pada saat wawancara singkat.

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Semua subjek penelitian dimintai persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu tentang tujuan, manfaat dan risiko pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar serum IgE total.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(33)

3.8. Cara Kerja

1. Kepada subjek penelitian diberikan kuesioner untuk diisi oleh orang tua dan kemudian dikumpulkan kembali oleh peneliti.

2. Peneliti memberikan penjelasan kepada orang tua mengenai penelitian dan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.

3. Orang tua yang setuju diminta menandatangani informed consent.

4. Dilakukan pemeriksaan sampel tinja subjek penelitian dengan teknik hapusan tebal Kato-katz. Pemeriksaan tinja dilakukan oleh peneliti dibantu dengan beberapa residen anak yang telah mendapat pelatihan, dan seorang tenaga analis.

5. Anamnesa dan pemeriksaan fisik untuk melihat/memeriksa adanya tanda dan gejala penyakit atopi, juga dilakukan pengukuran berat badan dengan timbangan balance beam merek Camry®

6. Dilakukan pengambilan 2 cc darah vena dari subjek penelitian yang dipilih secara acak sederhana (simple random sampling menggunakan tabel angka random), sampel darah diambil dari vena mediana cubiti menggunakan spuit 3 cc needle 25G merek Terumo

, hasil pengukuran dinyatakan dalam kilogram (kg) dengan sensitifitas 0.1 kg, tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoir 2 meter, hasil dinyatakan dalam centimeter (cm) dengan sensitifitas 0.1 cm.

®

. Pengambilan sampel darah dilakukan oleh petugas analis Laboratorium Klinik Thamrin secara aseptik dan menggunakan antiseptik (kapas alkohol 70%) yang


(34)

diusapkan pada tempat suntikan. Bekas suntikan ditutup dengan plester tip.

7. Sampel darah tanpa antikoagulan dimasukkan kedalam tabung. Seluruh tabung yang telah berisi sampel darah subjek dikumpulkan dan dimasukkan dalam cool box dengan suhu 2 – 8 0C, selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Thamrin Medan yang berjarak ± 80 km dari lokasi penelitian. Setelah tiba di laboratorium sampel darah segera diproses dan dijadikan serum, selanjutnya diperiksa kadar IgE total dengan analyzer Vidas®

8. Anak dengan hasil pemeriksaan telur cacing yang positif diberikan pengobatan dengan dosis tunggal albendazol 400 mg.

Total IgE produksi Biomerieux.

3.9. Alur Penelitian

Populasi terjangkau

yang memenuhi kriteria inklusi

Pemeriksaan kadar serum IgE total

Pemeriksaan Kato Katz

Telur cacing (-)

Telur cacing (+)

Pemeriksaan kadar serum IgE total


(35)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Infeksi STH Nominal, Ordinal

Penyakit atopi Nominal

Variabel tergantung Skala

Kadar serum IgE total Numerik

3.10. Definisi Operasional

1. Infeksi STH disebutkan bila dijumpai telur cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale dan atau Necator americanus pada dengan pemeriksaan mikroskopis tinja dengan teknik hapusan tebal kuantitatif Kato-Katz.

2. Kadar serum IgE total diperiksa dari sampel darah vena dengan alat Vidas®

3. Penyakit atopi adalah kelainan imunologi herediter terhadap alergen lingkungan sehari-hari yang terhirup atau tertelan dan menimbulkan gejala kelainan/penyakit alergi seperti dermatitis atopi/eksim, asma, dan atau rinitis alergi.

Total IgE produksi Biomerieux yang menggunakan metode enzyme linked fluorescent immunoassay (ELFA) dengan nilai normal < 200 IU/ml untuk anak usia < 15 tahun.

4. Dermatitis atopi merupakan penyakit kulit yang ditandai adanya reaksi inflamasi pada kulit dan didasari oleh faktor herediter dan lingkungan,


(36)

bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, krusta, skuama, dan pruritus hebat. Pada studi ini seorang anak dianggap menderita dermatitis atopi jika terdapat jawaban kadang-kadang atau sering atas pertanyaan “pernahkah anak bapak / ibu mengalami ruam kemerahan yang terasa gatal pada pipi, leher atau lipatan kulit siku atau antara paha dan betis?”.

5. Asma menurut Konsensus Nasional Asma Anak (KNAA) adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik timbul secara episodic, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik, serta mempunyai riwayat asma atau atopi lain dalam keluarga atau pada penderita sendiri. Pada studi ini seorang anak dianggap menderita asma jika terdapat jawaban kadang-kadang atau sering atas pertanyaan “pernahkah anak bapak / ibu mengalami batuk, sesak dengan adanya suara nafas yang berbunyi (mengi) yang muncul jika berhubungan dengan perubahan suhu udara (hujan) atau terhirup debu dan lain-lain?”.

6. Rinitis alergi bermanifestasi klinis pada usia diatas 4-5 tahun. Pada anak manifestasinya bisa berupa rinosinusitis berulang, adenoiditis, otitis media, dan tonsillitis. Gejalanya bisa berupa rasa gatal pada hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung tersumbat, dan bernafas melalui mulut. Pada studi ini seorang anak dianggap menderita rinitis alergi jika terdapat jawaban kadang-kadang atau sering atas pertanyaan “pernahkah anak bapak / ibu mengalami pilek,


(37)

hidung berair, tersumbat atau perasaan gatal di hidung atau mata yang terjadi terutama pada saat malam atau pagi hari ?”.

7. Status nutrisi dinilai dengan menggunakan standar WHO NCHS CDC tahun 2000. Klasifikasi status nutrisi berdasarkan BB/TB yaitu :

- obesitas : bila berat badan / tinggi badan > 120%

- overweight : bila berat badan / tinggi badan >110 – 120% - normal : bila berat badan / tinggi badan >90 – 110%

- malnutrisi ringan: bila berat badan / tinggi badan >80 - 90% - malnutrisi sedang: bila berat badan / tinggi badan 70 – 80% - malnutrisi berat: bila berat badan / tinggi badan < 70%

8. Intensitas infeksi A. lumbricoides dan T. trichiura menurut WHO Expert Committee pada tahun 1987 adalah sebagai berikut:

Infeksi ringan Infeksi sedang Infeksi berat A. lumbricoides 1-4.999 epg 5000-49.999 epg ≥50.000 epg T. trichiura 1-999 epg 1000-9.999 epg ≥10.000 epg epg : egg per gram

Jika terdapat infeksi oleh beberapa spesies cacing maka intensitas infeksi ditentukan oleh spesies yang dominan.

9. Jumlah telur per gram tinja (epg/egg per gram) adalah jumlah telur yang ditemukan pada sediaan slide hapusan tebal metode Kato-katz dikalikan dengan 24.


(38)

3.11. Pengolahan dan Analisa Data

Untuk melihat perbedaan rerata kadar serum IgE total antara kelompok infeksi STH dan kelompok tanpa infeksi STH digunakan uji t independen, untuk melihat perbedaan kejadian gejala atopi (asma, rinitis alergi, dan eksim) antara kelompok infeksi STH dan kelompok tanpa infeksi STH digunakan Chi square. Untuk melihat perbedaan rerata kadar serum IgE total berdasarkan tipe infeksi (infeksi tunggal oleh T. trichiura dan infeksi campuran T. trichiura dan A. lumbricoides) digunakan uji t independen , sedangkan untuk menilai perbedaan rerata kadar serum IgE total berdasarkan intensitas infeksi (ringan, sedang, dan berat) digunakan uji ANOVA. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak komputer SPSS versi 17.0 dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Yang menjadi variabel subjek adalah umur, jenis kelamin, status gizi, tipe infeksi (campuran atau tunggal), intensitas/derajat infeksi, gejala penyakit atopi (asma, rinitis alergi,eksim), dan kadar serum IgE total.


(39)

BAB 4 HASIL

Penelitian dilaksanakan di dua sekolah dasar di Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara pada bulan Juli sampai Oktober 2009. Dari 183 anak yang diperiksa tinjanya dengan metode Kato-katz diketahui bahwa 114 (62%) anak menderita infeksi ascariasis dan atau trichiuriasis, tidak ditemukan telur N. americanus dan S. stercoralis pada sampel tinja yang diperiksa. Kemudian secara konsekutif dengan dipilih 42 anak yang terinfeksi dan 42 anak tanpa infeksi (gambar 1)

Gambar 2. Profil penelitian

Karakteristik demografi subjek penelitian terlihat pada tabel 4.1. 183 anak SD

Telur cacing A lumbricoides dan atau T trichiura (+) 114 anak (62%)

Telur cacing A lumbricoides dan atau T trichiura (-) 69 anak (38%)

42 anak

secara konsekutif secara konsekutif 42 anak

Kadar serum Ig E total Kadar serum Ig E total


(40)

Tabel 4.1 Karakteristik subjek

Variabel Helminthiasis Nonhelminthiasis

Umur, mean (SD), thn

10.3 (1.54) 10.3 (1.54) Jenis kelamin

Laki-laki, n (%) Perempuan, n (%)

16 (38.1) 26 (61.9)

18 (42.9) 24 (57.1) Status nutrisi

Normal, n (%)

Malnutrisi ringan-sedang, n (%) Malnutrisi berat, n (%)

22 (52.4) 19 (45.2) 1 (2.4)

32 (76.2) 9 (21.4)

1 (2.4)

Pada penelitian ini didapati bahwa 45.2% anak yang terinfeksi STH mengalami malnutrisi ringan-sedang atau lebih dua kali lipat dibanding kelompok anak tanpa infeksi STH.


(41)

Gambar 3. Distribusi tipe infeksi

Gambar 4. Distribusi intensitas infeksi

Pada penelitian ini didapati bahwa 57.1% kasus infeksi STH merupakan infeksi campuran A. lumbricoides dan T. trichiura.

57.1 % 42.9 %

A.lumbricoides + T. trichiura T. trichiura

2.4%

47.6% 50%

Ringan Sedang Berat


(42)

Tabel 4.2 Distribusi gejala penyakit atopi dan kadar serum IgE total

Variabel helminthiasis nonhelminthiasis P

Asma, n 27 18 0.049

Rinitis alergi, n 36 35 0.763

Dermatitis atopi/eksim, n 21 12 0.044

IgE serum total * 1131.3 (891.17) 744.8 (692.06) 0.029

* Dinyatakan dalam Mean (SD), IU/ml

Pada penelitian ini didapati perbedaan bermakna antara rerata kadar serum IgE total antara kelompok terinfeksi dan tidak terinfeksi (nilai P= 0.029).

Tabel 4.3. Distribusi kadar serum IgE total berdasarkan tipe dan Intensitas infeksi STH

Variabel

Rerata kadar serum IgE total

P

*

Tipe infeksi 0.380

T. trichiura 967.1 (994.29)

A. lumbricoides dan T. trichiura 1222.5 (834.17) Intensitas infeksi

Ringan Sedang Berat

1039.9 (1022.57) 1003.4 (772.50)

2500.0 (-)

0.280

*

Dinyatakan dalam Mean (SD), IU/ml

Tabel 4.3 menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna rerata kadar serum IgE total antara anak yang terinfeksi dengan satu atau lebih dari satu spesies STH (P= 0.380), dan tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kadar serum IgE total berdasarkan intensitas infeksi STH (P= 0.280).


(43)

BAB 5 PEMBAHASAN

Studi ini membandingkan kadar IgE total pada 42 anak yang terinfeksi STH dengan kadar IgE total 42 anak anak yang tidak terinfeksi STH, juga dilakukan penilaian terhadap gejala atopi atau penyakit alergi (eksim, rinitis alergi, dan asma) yang dikaitkan dengan adanya infeksi STH.

Untuk kadar serum IgE total yang dibandingkan antara anak yang terinfeksi STH dengan yang tidak terinfeksi, pada studi kami dijumpai kadar rerata IgE pada anak yang terinfeksi 1131.26 IU/ml (nilai normal untuk usia kurang dari 15 tahun adalah <200 IU/ml) lebih tinggi dibandingkan daripada kadar IgE rerata pada anak yang tidak terinfeksi yaitu 744.76 IU/ml, kemudian analisis dengan independent t test menunjukkan adanya perbedaan bermakna (P=0.029) rerata kadar IgE total antara anak yang terinfeksi STH dengan yang tidak terinfeksi di SD Negeri di Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara.

Anak-anak yang tinggal di daerah endemis sering memiliki kadar IgE total >10 000 IU/ml. Produksi IgE poliklonal dalam jumlah besar pada helminthiasis dapat mengubah reaksi hipersensitifitas tipe segera melalui inhibisi aktifitas sel mast dengan penuhnya reseptor FcεRI di permukaan sel mast dan basofil yang berikatan dengan IgE.35 Sebuah studi terhadap anak mendapatkan kadar IgE total 40-5000 IU/ml pada 20 anak dengan infeksi ringan A.lumbricoides dan 141-5000 IU/ml pada 20 anak dengan infeksi


(44)

berat A.lumbricoides, sedangkan pada anak tanpa infeksi A.lumbricoides didapatkan rentang kadar IgE total 60-975 IU/ml. Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa infeksi kronis STH berhubungan dengan respons sitokin yang mengindikasikan perubahan respons Th2 sehingga menghambat respons imun terhadap vaksin dan menekan proses penyakit inflamasi.36 Studi yang mempelajari hubungan antara infeksi A.lumbricoides dengan asma dan atopi pada anak pedesaan di Cina dari keluarga dengan riwayat asma mendapatkan kadar IgE pada populasi studi 2.0 sampai 10137.5 IU/ml dan terdapat hubungan antara hasil pemeriksaan tinja yang positif untuk A.lumbricoides dengan kadar IgE total.

Antigen cacing merupakan inducer produksi IgE yang poten dan mampu menstimulasi respons IgE pada hampir semua individu.

37

38-40

IgE memberikan perlindungan terhadap parasit dengan cara melepaskan mediator yang akan menarik eosinofil,41 tapi di negara maju IgE dikaitkan dengan penyakit alergi seperti asma dan hay fever.9 Meskipun kadar IgE meningkat sejalan dengan paparan terus menerus terhadap parasit cacing, namun peran IgE dalam respons imun protektif anti-helminth tetap kontroversial.38 Manusia yang tinggal di daerah endemis infeksi cacing cenderung memiliki kadar IgE poliklonal yang sangat tinggi akibat infeksi kronis cacing. Diduga bahwa kadar tinggi IgE poliklonal merupakan mekanisme pertahanan cacing terhadap efek IgE anti-parasit/IgE spesifik. IgE non-spesifik mungkin memenuhi reseptor FcεRI di basofil dan sel mast, dan mencegah antigen memicu degranulasi sel mast.39


(45)

Parasit cacing termasuk geohelminth dapat memicu respons alergi yang hebat pada manusia. Terdapat kesamaan antara inflamasi alergi yang disebabkan respons sistem imun terhadap alergen lingkungan dan respons terhadap antigen parasit, keduanya dikaitkan dengan kadar IgE yang tinggi, eosinofilia jaringan dan mastositosis, hipersekresi mukus, dan sel T yang lebih sering mensekresi sitokin tipe 2 (seperti IL-4, IL-5, dan IL-13).42

Infeksi STH mungkin mempengaruhi respons terhadap sensitisasi alergi atau respons dari efektor alergi. Temuan dari studi terbaru telah memperkuat temuan sebelumnya karena sensitisasi alergi ditentukan berdasarkan peningkatan kadar IgE poliklonal atau IgE spesifik pada populasi di daerah endemis infeksi STH.

1

Ascariasis bisa meningkatkan risiko asma baik sebagai akibat langsung dari inflamasi saluran nafas (migrasi larva) maupun meningkatkan atopi dan respons inflamasi Th2 di saluran nafas.43

Studi kami menunjukkan bahwa dari 42 anak yang terinfeksi STH sebanyak 27 anak mempunyai gejala asma sedangkan dari 42 anak yang tidak terinfeksi STH terdapat 18 anak pernah mengalami gejala asma, uji statistik dengan Chi square test menunjukkan adanya hubungan antara infeksi STH dengan gejala asma (P = 0.049). Hal ini sesuai dengan studi di Costa Rica tentang hubungan antara sensitisasi terhadap A.lumbricoides dengan asma yang menunjukkan adanya hubungan antara sensitisasi terhadap A.lumbricoides dengan hiperresponsivitas saluran nafas dan rawat inap akibat asma (OR = 3.08, 95% CI = 1.23-7.68, P = 0.02).


(46)

tentang hubungan antara infeksi A.lumbricoides dan asma serta atopi di daerah rural China mendapatkan adanya hubungan antara infeksi A.lumbricoides dengan peningkatan risiko asma (OR = 1.85, 95% CI = 1.37-2.49, P < 0.001).44 Sebuah studi pada 1982 anak di Selatan Brazil mendapatkan data yang menunjukkan bahwa infeksi cacing (A. lumbricoides 19.1%) secara simultan dapat memicu timbulnya gejala saluran nafas dan mengurangi berkembangnya penyakit atopi.45 Semua parasit STH dengan fase pulmonal dari migrasi larva (seperti A.lumbricoides, cacing tambang, dan Strongiloides stercoralis) dapat menyebabkan sindroma mirip asma (Loeffler’s syndrome), yang ditandai adanya sesak nafas, batuk, dan eosinofilia.35 Sebuah studi tentang kadar IgE total pada alergi saluran nafas yang dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi infeksi cacing usus menyimpulkan bahwa pada pasien dengan alergi saluran nafas dan kadar IgE total serum yang meningkat serta tinggal di daerah dengan risiko tinggi infeksi cacing usus, pemeriksaan IgE anti-ascaris lebih bermanfaat dan lebih informatif dibanding pemeriksaan parasitologi tinja.46

Pada studi ini gejala rinitis alergi dijumpai pada 36 anak dari 42 yang terinfeksi STH dan 35 anak dari 42 anak yang tidak terinfeksi, uji statistic dengan chi square test menunjukkan tidak ada hubungan antara infeksi STH dengan gejala rinitis alergi (P = 0.763). Sebuah studi besar berbasis kuesioner pada populasi pediatri di daerah pedesaan Equador menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara gejala rinokonjungtivitis dan infeksi A. lumbricoides.


(47)

bahwa anak dengan infestasi cacing kremi (E.vermicularis) sebelum atau saat kelas 1 sekolah dasar memiliki risiko yang lebih rendah untuk didiagnosis rinitis selama periode sekolah dibanding anak tanpa infeksi cacing kremi.Studi yang berdasar kuesioner untuk mencari gejala rinitis pada anak usia sekolah seperti pada studi kami dan studi yang dilakukan Huang dkk tersebut bisa menyebabkan kesalahan dalam klasifikasi gejala rinitis, sehingga kedepannya dibutuhkan perangkat epidemiologi yang baru untuk identifikasi yang lebih akurat.

Gejala eksim/dermatitis atopi pada studi ini dijumpai pada 21 anak dari 42 anak yang terinfeksi STH dan 12 anak dari 42 anak yang tidak terinfeksi, uji statistik dengan chi square test menunjukkan ada hubungan gejala eksim/dermatitis atopi dengan infeksi STH (P = 0.044).

48

Pada tahun 2005 studi pada 4169 anak Jerman Timur menunjukkan hubungan terbalik antara infeksi A.lumbricoides dan eksim yang didiagnosis berdasarkan kuesioner (adjusted OR = 0.45, 95% CI = 0.33-0.60).49 Studi kasus kontrol pada 732 anak Etiopia usia 1-5 tahun menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara eksim dan infeksi parasit terutama Trichuris (adjusted OR Trichuris = 1.61, 95% CI = 1.14-2.26).50 Studi pada anak sekolah dasar di Kuba menunjukkan infeksi baru A.lumbricoides memberikan proteksi terhadap dermatitis atopi, infeksi E. vermicularis dan cacing tambang di masa yang lalu merupakan faktor risiko bagi rinokonjungtivitis alergi dan/atau dermatitis atopi.51


(48)

Terdapatnya perbedaan hasil yang ditemukan antar beberapa studi menunjukkan kemungkinan beberapa faktor terlibat, seperti intensitas infeksi, frekuensi infeksi, kapan (waktu) terjadinya infeksi, spesies yang terlibat, dan faktor lain yang mungkin mempengaruhi derajat supresi atau stimulasi yang bersifat individual. Mungkin saja bahwa infeksi yang sesekali, jangka pendek, dan ringan mempunyai efek stimulasi, sementara infeksi yang sering dan berat mensupresi respons alergen.22,52


(49)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Terdapat hubungan antara infeksi STH dengan kadar serum IgE total, dimana anak yang terinfeksi STH menunjukkan kadar serum IgE total yang lebih tinggi dibanding anak yang tidak terinfeksi STH. Juga terdapat hubungan antara peningkatan kadar IgE pada anak yang terinfeksi STH dengan timbulnya gejala asma dan dermatitis atopi/eksim tapi tidak dengan rinitis alergi.

Dibutuhkan studi yang lebih besar dengan desain yang lebih baik, jumlah subjek yang lebih besar, dan melibatkan disiplin ilmu terkait (pediatri, patologi klinik, parasitologi, dan statistik) untuk mengetahui peran infeksi STH dalam perkembangan penyakit atopi atau alergi pada anak.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

1. Kirwan K, Asaolu SA, Molloy SF, Abiona TC, Jackson AL, Holland CV. Patterns of soil-transmitted helminth infection and impact of four-monthly albendazole treatments in preschool children from semi-urban communities in Nigeria: a double-blind placebo-controlled randomized trial. BMC Infectious Diseases.2009;9:1-13

2. Brooker S, Clements ACA, Bundy DAP. Global epidemiology, ecology and control of soil-transmitted helminth infections. Adv Parasitol.2006;62:221-61

3. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, Hotez PJ. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006;367:1521-32

4. Cooper PJ. Intestinal worms and human allergy. Parasite immunology.2004;26:455-67

5. Hotez PJ, de Silva N, Brooker S, Bethony J. Soil-transmitted helminth infections: the nature, causes and burden of the condition. Dalam: Working Paper No.3, Disease Control Priorities Project, Fogarty International Center, National Institute of Health, Bethesda, Maryland. 2003, hal 1-7

6. Lynch NR, Hagel IA, Palenque ME, Di Prisco MC, Escudero JE, Corao LA, dkk. Relationship between helminthic infection and IgE response in atopic and nonatopic children in a tropical environment. J Allergy Clin Immunol.1998;101:217-21

7. Smits HH, Everts B, Hartgers FC, Yazdanbakhsh M. Chronic helminth infections protect against allergic diseases by active regulatory processes. Curr Allergy Asthma Rep.2010;10:3-12

8. Dold S, Heinrich J, Wichmann HE, Wjst M. Ascaris-spesific IgE and allergic sensitization in a cohort of school children in the former East Germany. J Allergy Clin Immunol. 1998;102:414-20

9. Margono SS, Abidin SAN. Nematoda. Dalam: Gandahusada S, Ilahude HH, Pribadi W, penyunting. Helmintologi. Edisi ke-3. Jakarta: BP FKUI; 2003. h.1-34

10. Cooper PJ, Barreto ML, Rodrigues LC. Human allergy and geohelminth infections: a review of the literature and a proposed conceptual model to guide the investigation of possible causal associations. British Medical Bulletin.2006;79:203-18

11. Askariasis (infeksi cacing gelang). Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis Pediatri. Jakarta; BP IDAI; 2008. h.371-5

12. Montresor A, Crompton DWT, Gyorkos TW, Savioli L, penyunting. Dalam: Helminth control in school-age children. Geneva: WHO; 2002. h.1-24 13. Hamid F, Wiria AE, Wammes LJ, Kaisar WMM, Lell B, Ariawan I, dkk. A


(51)

urban and rural areas of Flores, Indonesia (ImmunoSPIN Study). BMC Infect Dis. 2011; 11:1-11

14. Firmansyah I, Ginting SA, Lubis M, Lubis IZ, Pasaribu S, Lubis CP. Factors associated with the transmission of soil transmitted helminthiasis among schoolchildren. Paediatr Indones. 2004; 43:127-32

15. Tjitra E. Penelitian-penelitian “Soil-Transmitted Helminth.” di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 1991; 72:13-17

16. Trichuriasis (infeksi cacing cambuk). Dalam: Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis Pediatri. Jakarta: BP IDAI; 2008. h.376-9

17. Weiss ST. Parasites and asthma/allergy: what is the relationship?. J Allergy Clin Immunol. 2000; 105:205-10

18. Baratawidjaya KG. Imunologi dasar. Edisi ke-7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h.322-5

19. Macdonald AS, Araujo MI, Pearce EJ. Immunology of parasitic infections. Infection and Immunity. 2002: 427-33

20. Roitt I, Brostoff J, Male D, editor. Antibodies. Dalam: Immunology. 6th ed. Edinburgh Toronto: Mosby; 2001. h.259-74

21. Cooper PJ, Chico ME, Guadalupe I, Sandoval CA, Mitre E, Platts-Mills TAE. Impact of early life exposures to geohelminth infections on the development of vaccine immunity, allergic sensitization, and allergic inflammatory disease in children living in tropical Ecuador: the ECUAVIDA birth cohort study. BMC Infect Dis. 2011; 11:1-16

22. Helmby H. Helminths and our immune system: friend or foe?. Parasitol Int. 2009; 58:121-7

23. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger SM, Loukas A, Diemert D, Hotez PJ. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. Lancet. 2006;367:1521-32

24. Maizel RM, Pearce EJ, Artis D, Yazdanbakhsh M, Wynn TA. Regulation of pathogenesis and immunity in helminth infections. J Exp Med. 2009; 206:2059-66

25. King EM, Kim HT, Dang NT, Michael E, Drake L, Needham C, dkk. Immuno-epidemiology of Ascaris lumbricoides infection in high transmission community: antibody responses and their impact on current and future infection intensity. Parasite Immunologyu. 2005; 27:89-96

26. Elliott DE, Summers RW, Weinstock JV. Helminths as governors of immune-mediated inflammation. Int. j. Parasitol. 2007:1-8

27. Wohlleben G, Trujillo C, Müller J, Ritze Y, Grunewald S, Tatsch U, dkk. Helminth infection modulates the development of allergen-induced airway inflammation. Int immunol. 2004; 16:585-96

28. Rodrigues LC, Newcombe PJ, Cunha SS, Alcantara-Neves NM, Genser B, Cruz AA, dkk. Early infection with Trichuris trichiura and allergen skin test reactivity in later childhood. Clin Exp Immunol. 2008; 38:1769-77 29. Supali T, Djuardi Y, Wibowo H, van Ree R, Yazdanbakhsh M, Sartono E.


(52)

a population living in helminth-endemic area in Sulawesi, Indonesia. Int Arch Immunol. 2010; 153:388-94

30. Masters S, Connor EB. Parasites and asthma-predictive or protective?. Epidemiologic review.1985; 2: 49-58

31. Leonardi-Bee J, Pritchard D, Britton J, Asthma and current intestinal parasite infection: systematic review and meta-analysis. Am J Respir Crit Care Med. 2006; 174:514-23

32. Ricci G, Patrizi A, Bellini F, Calamelli E, Dell’Omo V, Bendandi B, dkk. Cytokines levels in children affected by atopic and nonatopic eczema. The Open Dermatol J. 2008; 2:18-21

33. Balatsouras DG, Koukoutsis G, Ganelis P, Fassolis A, Korres GS, Kaberos A. Study of allergic rhinitis in childhood. Int J Otolaryngol. 2011; 2011:1-7

34. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Sagung Seto; 2008. h. 302-30

35. Cooper PJ. Can intestinal helminth infection (geohelmiths) affect the development and expression of asthma and allergic disease?. Clin Exp Immunol. 2002; 128:398-404

36. Ortiz MR, Schreiber F, Benitez S, Broncano N, Chico ME, Maritza V. Effects of chronic Ascariasis and Trichuriasis on cytokine production and gene expression in human blood: a cross-sectional study. PLoS Negl Trop Dis. 2011;5:1-11

37. Cruz AA, Lima F, Sarinho E, Ayre G, Martin C, Fox H, dkk. Safety of anti-immunoglobulin E therapy with omalizumab in allergic patients at risk of geohelmith infection. Clinical and Experimental Allergy.2007; 37:197-207 38. Cooper PJ, Ayre G, Martin C, Rizzo JA, Ponte EV, Cruz AA. Geohelminth

infections: a review of the role of IgE and assessment of potential risks of anti-IgE treatment. Allergy. 2008; 63:409-417

39. Cooper PJ, Chico ME, Rodrigues LC, Ordonez M, Strachan D, Griffin GE, dkk. Reduced risk of atopy among school-age children infected with geohelminth parasites in a rural area of the tropics. J Allergy Clin Immunol. 2003; 111:995-1000

40. Day ED. Advanced immunochemistry, edisi kedua.Wiley liss,1990.h.58-78. Diunduh dari http://www.wiley.com/legacy/products/subject/life/ elgert/ cho4.pdf, diakses tanggal 19-10-2010

41. Antibodies. Dalam: Roitt I, Brostiff J, Male D, penyunting. Immunology, edisi keenam. Edinburgh-Toronto: Mosby; 2001. h.65-79

42. Cooper PJ. Interactions between helminth parasites and allergy. Curr Opin Allergy Clin Immunol.2009; 9:29-37

43. Hunninghake GM, Soto-Quiros ME, Avila L, Ly NP, Liang C, Sylvia JS, dkk. Sensitization to Ascaris lumbricoides and severity of childhood asthma in Costa Rica. J Allergy Clin Immunol. 2007; 119:654-61


(53)

44. Palmer LJ, Celedon JC, Weiss ST, Wang B, Fang Z, Xu X. Ascaris lumbricoides infection is associated with increased risk of childhood asthma and atopy in rural China. Am J Respir Crit Care Med. 2002; 165:1489-93

45. Pereira MU, Sly PD, Pitrez PM, Jones MH, Escouto D, Dias ACO, dkk. Nonatopic asthma is associated with helminth infections and bronchiolitis in poor children. Eur Respir J. 2007; 29:1154-60

46. Medeiros D, Silva AR, Rizzo JA, Motta ME, de Oliveira FHB, Sarinho ESC. Total IgE level in respiratory allergy: study of patients at high risk for helminthic infection. J Pediatr (Rio J).2006; 82:255-9

47. Cooper PJ, Chico ME, Griffin GE, Nutman TB. Allergic symptoms, atopy, and geohelminth infections in a rural area of Ecuador. Am J Respir Crit Care Med.2002; 168:313-7

48. Huang SL, Tsai PF, Yeh YF. Negative association of Enterobius infestation with asthma and rhinitis in primary school children in Taipei. Clin Exp Allergy.2002; 32:1029-32

49. Schäfer T, Meyer T, Ring J, Wichmann HE, Heinrich J. Worm infestation and the negative association with eczema (atopic/nonatopic) and allergic sensitization. Allergy.2005; 60:1014-20

50. Flohr C, Quinnell RJ, Britton J. Do helminth parasites protect against atopy and allergic disease?. Clinical and Experimental Allergy. 2009; 39:20-32

51. Wördemann M, Diaz RJ, Heredia LM, Madurga AMC, Espinosa AR, Prado RC, dkk. Association of atopy, asthma, allergic rhinoconjunctivitis, atopic dermatitis and intestinal helminth infections in Cuban children. Trop Med Int Health. 2008; 13:180-6

52. Smits HH, Everts B, Hartgers FC, Yazdanbakhsh M. Chronic Helminth Infections protect against allergic diseases by active regulatory processes. Curr Allergy Asthma Rep. 2010; 10:3-12


(54)

Lampiran 1

1. Personil Penelitian 1.1. Ketua Penelitian

Nama : Dr. Hendri Wijaya

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

1.2. Anggota Penelitian Dr. Lily Irsa, SpA(K) Dr. Supriatmo, SpA(K)

Prof. Dr. H. M. Sjabaroeddin Loebis, SpA(K) Dr. Rita Evalina, SpA

Dr. Masyitah Sri Wahyuni

2. Biaya Penelitian

- Pemeriksaan kadar serum IgE total : Rp. 8 400 000 - Transportasi / Akomodasi : Rp. 3 000 000 - Penyusunan / penggandaan : Rp. 2 000 000 - Seminar hasil penelitian : Rp. 6 000 000


(55)

Lampiran 2

Jadwal Penelitian

Maret 2010 Agustus 2010 Mei 2011 Juni 2012 Persiapan

Pelaksanaan

Penyusunan Laporan


(56)

Lampiran 3

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Kepada Yth Bapak/Ibu ...

Assalamualaikum warahmatullahi wabarhakatu

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya dokter Hendri Wijaya, bertugas di

divisi Alergi-Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini, kami sedang melaksanakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecacingan terhadap kadar zat kekebalan tubuh atau antibodi yang disebut dengan imunoglobulin E atau IgE pada anak yang menderita kecacingan. Peningkatan kadar IgE dikaitkan dengan risiko untuk menderita penyakit alergi.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kami beberapa hari sebelumnya, anak Bapak / Ibu diketahui mengalami kecacingan dengan ditemukannya telur cacing pada tinja yang diperiksa dengan mikroskop. Hal tersebut dapat berdampak pada daya tahan tubuh anak. Untuk itu, kami berencana untuk memeriksa kadar zat kekebalan tubuh yaitu IgE dalam darah anak Bapak / Ibu dengan mengambil darah dari pembuluh darah lipatan siku secara steril (suci hama) menggunakan jarum suntik steril dengan risiko berupa rasa tidak nyaman atau rasa nyeri pada daerah suntikan. Adapun manfaat dari hasil pemeriksaan IgE adalah untuk mengetahui apakah anak Bapak/Ibu berisiko untuk menderita alergi sehingga dapat dilakukan usaha-usaha pencegahan berupa menghindari zat/keadaan yang diketahui sebagai pencetus alergi karena pengobatan alergi terpenting adalah menghindari pencetus alergi. Untuk pemeriksaan ini Bapak / Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun karena biaya ditanggung sepenuhnya oleh peneliti.

Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diperiksa kadar zat kekebalan tubuh atau antibodi dalam darah, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Jika dijumpai keluhan atau efek samping berkelanjutan pada putra/putri bapak/ibu sehubungan dengan pemeriksaan yang telah dilakukan seperti misalnya dijumpai tanda-tanda infeksi di tempat suntikan yaitu bengkak, kemerahan, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, dan nyeri, Bapak/Ibu dapat menghubungi dr. Hendri Wijaya, nomor telepon 081361559199 / 06177758464 / 0618891058

Demikian yang dapat saya sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih


(57)

Lampiran 4

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

‘informed concent’ Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ...Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan kadar zat kekebalan atau antibodi dalam darah terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun Alamat Rumah : ... Alamat Sekolah : ...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2009 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

dr. Hendri Wijaya ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...


(58)

Lampiran 5

Kuesioner Penelitian

No Sampel : ……….

Tanggal Pengisian kuesioner : ……….

IDENTITAS PRIBADI

Nama : ………...Jenis Kelamin: L / P Umur/Tanggal Lahir : …....Tahun …..Bulan/... Anak Ke : ... dari ...bersaudara Alamat Rumah : …….………...……....

………... Nomor Telpon/HP : ...………...… Berat Badan : ...Kg Panjang Badan :...cm

DATA ORANG TUA

Umur Orang Tua : Ayah…...Tahun, Ibu……….Tahun Pendidikan Terakhir

Ayah : 1. SD 2. SMP 3. SMU 4. D3/D4 5. S1/S2 Ibu : 1. SD 2. SMP 3. SMU 4. D3/D4 5. S1/S2 Pekerjaan

Ayah : 1. PNS 2. Karyawan swasta 3. Wiraswasta 4. Petani/Nelayan 5. Tidak bekerja Ibu : 1. PNS 2. Karyawan swasta 3. Wiraswasta

4. Petani/Nelayan 5. Tidak bekerja Pendapatan / Bulan

Ayah : 1.<Rp.500 ribu 2. Rp.500 ribu -1 juta 3.Rp.1 juta – 3 juta 4. >Rp. 3 juta

Ibu : 1.<Rp.500 ribu 2. Rp.500 ribu -1 juta 3.Rp.1 juta – 3 juta 4. >Rp. 3 j


(59)

ANAMNESE PENYAKIT:

1. Pernahkah anak Bapak / Ibu mengalami batuk, sesak dengan adanya suara nafas yang berbunyi (mengi) yang muncul jika berhubungan dengan

perubahan suhu udara (hujan) atau terhirup debu dan lain-lain? a. tidak

b. kadang-kadang c. sering

2. Pernahkah anak Bapak / Ibu mengalami pilek, hidung berair, tersumbat atau perasaan gatal di hidung atau mata yang terjadi terutama pada saat malam atau pagi hari ?

a. tidak

b. kadang-kadang c. sering

3. Pernahkah anak Bapak / Ibu mengalami ruam kemerahan yang terasa gatal pada pipi, leher atau lipatan kulit siku atau antara paha dan betis? a. tidak

b. kadang-kadang c. sering

4. Apakah Bapak atau Ibu atau anak Bapak/Ibu yang lain pernah mengalami keluhan seperti pertanyaan nomor 1 sampai 4?

a. Ada b. Tidak ada

5. Jika jawaban petanyaan nomor 4 adalah ”ada”, orang tersebut adalah: a. Suami/isteri

b. Anak


(60)

Lampiran 6

Teknik Hapusan tebal Kato katz

Bahan : 1. Kertas absorben/kertas koran

2. Kertas cellophane (dalam cairan glycerine-malachyte green selama 24 jam)

3. Template

4. Kawat saring (40 mesh) 5. Objek glas

6. Spatula Cara :

1. Letakkan sedikit tinja diatas kertas untuk diabsorbsi

2. Letakkan kawat saring diatas tinja, lalu tekan agar tinja tersaring dan bertumpuk diatas kawat saring

3. Letakkan template diatas objek glas

4. Isi lubang di template dengan tinja yang telah disaring 5. Ratakan tinja yang berlebih dengan spatula

6. Angkat template tersebut

7. Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane

8. Tekan slide ke permukaan yang rata agar tinja rata dan menyebar 9. Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan

tinja

10. Baca slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40) 11. Hitung jumlah telur di seluruh slide

12. Catat jumlah telur untuk setiap spesies

13. Kalikan jumlah tersebut dengan 24 untuk mendapat jumlah telur per gram feses (eggs per gram)


(61)

Lampiran 7

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Hendri Wijaya

NIP : 087103012

Tempat dan Tanggal Lahir : Kwala Bagumit, 17 Maret 1976

Alamat : Jl. T. Amir Hamzah No.25 Medan, Kel. Kwala Begumit, Kec. Binjai, Kab. Langkat,

Sumatera Utara Nama Istri : Dr.Rina Amelia, MARS Nama Anak : 1. M. Faiz Lutfi Wijaya

2. M. Attar Fadhil Wijaya Nama Orang Tua

Ayah : Sarjio (Alm) Ibu : Hj. Sarjilah

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Inpres 054871, tamat tahun 1988 Sekolah Menengah Pertama : SLTP Negeri I Kecamatan Binjai,

tamat tahun 1991

Sekolah Menengah Umum : SMU Negeri 1 Binjai, tamat tahun 1994 Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan,

tamat tahun 2000

Dokter Spesialis Anak : Fakultas Kedokteran USU Medan, masuk tahun 2007

RIWAYAT PEKERJAAN :1. Dokter PTT di Puskesmas Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu (2001-2003) 2. Staf dokter umum RSJ Daerah Propinsi Sumatera Utara (2005 - sekarang)


(62)

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Simposium “New Trend in Management of Pediatric Problems 2008” di Medan, 14 - 18 Januari 2008.

2. Scientific Meeting “Cow Milk Allergy: New Insight, Patophysiology, and Clinical Perspective” di Medan, 17 Januari 2008.

3. Scientific Meeting “What doctor’s should know: Update on Diarrhoea management. What is new? & Albendazole as a treatment of intestinal helmenthiasis” di Medan, 17 Januari 2008, sebagai peserta.

4. Lunch Symposia “Pentingnya Kenyamanan Saluran Cerna Bagi Bayi” di Medan, 18 Januari 2008, sebagai peserta.

5. Malam Klinik “The Role of Ganglioside in Brain Cell Connection & Memory Learning” di Medan, 9 Februari 2008, sebagai peserta.

6. Pelatihan Gastrohepatologi dalam Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), sebagai panitia dan peserta. 7. Siang klinik “Bringing the future on Pneumococcal conjugate vaccine”,

sebagai peserta.

8. Seminar dan lunch symposium “Tatalaksana terkini di bidang perinatologi, respirologi & alergi imunologi”, tanggal 13-14 November 2010 di Medan, sebagai peserta.

9. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak 2010 di Medan, sebagai peserta symposium.

10. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak 2010, workshop “Management of cough and dyspnea in children” di Medan, sebagai panitia dan peserta.

11. Konika XV , 11-14 Juli 2011 di Manado, sebagai peserta dan penyaji hasil penelitian.

12. Simposium dan Workshop, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V IDAI cabang Sumatera Utara, 29-30 April 2012 di Medan, sebagai peserta simposium, peserta workshop kardiologi dan workshop pediatric gawat darurat.


(63)

(64)

(65)

(1)

Teknik Hapusan tebal Kato katz

Bahan :

1. Kertas absorben/kertas koran

2. Kertas cellophane (dalam cairan glycerine-malachyte green

selama 24 jam)

3. Template

4. Kawat saring (40 mesh)

5. Objek glas

6. Spatula

Cara :

1. Letakkan sedikit tinja diatas kertas untuk diabsorbsi

2. Letakkan kawat saring diatas tinja, lalu tekan agar tinja tersaring dan

bertumpuk diatas kawat saring

3. Letakkan template diatas objek glas

4. Isi lubang di template dengan tinja yang telah disaring

5. Ratakan tinja yang berlebih dengan spatula

6. Angkat template tersebut

7. Lapisi tinja yang tertinggal dengan kertas cellophane

8. Tekan slide ke permukaan yang rata agar tinja rata dan menyebar

9. Perataan yang baik jika dapat membaca kertas koran dibalik hapusan

tinja

10. Baca slide dengan mikroskop (10 x 10 dan 10 x 40)

11. Hitung jumlah telur di seluruh slide

12. Catat jumlah telur untuk setiap spesies

13. Kalikan jumlah tersebut dengan 24 untuk mendapat jumlah telur per

gram feses (eggs per gram)


(2)

Lampiran 7

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Hendri Wijaya

NIP : 087103012

Tempat dan Tanggal Lahir : Kwala Bagumit, 17 Maret 1976

Alamat : Jl. T. Amir Hamzah No.25 Medan, Kel. Kwala Begumit, Kec. Binjai, Kab. Langkat,

Sumatera Utara Nama Istri : Dr.Rina Amelia, MARS Nama Anak : 1. M. Faiz Lutfi Wijaya

2. M. Attar Fadhil Wijaya Nama Orang Tua

Ayah : Sarjio (Alm) Ibu : Hj. Sarjilah

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Inpres 054871, tamat tahun 1988 Sekolah Menengah Pertama : SLTP Negeri I Kecamatan Binjai,

tamat tahun 1991

Sekolah Menengah Umum : SMU Negeri 1 Binjai, tamat tahun 1994 Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan,

tamat tahun 2000

Dokter Spesialis Anak : Fakultas Kedokteran USU Medan, masuk tahun 2007

RIWAYAT PEKERJAAN :1. Dokter PTT di Puskesmas Kualuh Hilir Kabupaten Labuhan Batu (2001-2003) 2. Staf dokter umum RSJ Daerah Propinsi Sumatera Utara (2005 - sekarang)


(3)

Medan, 14 - 18 Januari 2008.

2. Scientific Meeting “Cow Milk Allergy: New Insight, Patophysiology, and Clinical Perspective” di Medan, 17 Januari 2008.

3. Scientific Meeting “What doctor’s should know: Update on Diarrhoea management. What is new? & Albendazole as a treatment of intestinal helmenthiasis” di Medan, 17 Januari 2008, sebagai peserta.

4. Lunch Symposia “Pentingnya Kenyamanan Saluran Cerna Bagi Bayi” di Medan, 18 Januari 2008, sebagai peserta.

5. Malam Klinik “The Role of Ganglioside in Brain Cell Connection & Memory Learning” di Medan, 9 Februari 2008, sebagai peserta.

6. Pelatihan Gastrohepatologi dalam Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI), sebagai panitia dan peserta. 7. Siang klinik “Bringing the future on Pneumococcal conjugate vaccine”,

sebagai peserta.

8. Seminar dan lunch symposium “Tatalaksana terkini di bidang perinatologi, respirologi & alergi imunologi”, tanggal 13-14 November 2010 di Medan, sebagai peserta.

9. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak 2010 di Medan, sebagai peserta symposium.

10. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak 2010, workshop “Management of cough and dyspnea in children” di Medan, sebagai panitia dan peserta.

11. Konika XV , 11-14 Juli 2011 di Manado, sebagai peserta dan penyaji hasil penelitian.

12. Simposium dan Workshop, Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V IDAI cabang Sumatera Utara, 29-30 April 2012 di Medan, sebagai peserta simposium, peserta workshop kardiologi dan workshop pediatric gawat darurat.


(4)

(5)

(6)