Kabupaten Aceh Utara Sumber – Sumber Air Minum di Kabupaten Aceh Utara

3.1.1 Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Aceh Utara sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD yang terletak di bagian pantai pesisir utara pada 96.52 00 o – 97.31 00 o Bujur Timur dan 04.46 00 o – 05.00 40 o Lintang Utara. Kabupaten Aceh Utara memiliki wilayah seluas 3.296,86 Km 2 yang sebagian besar wilayahnya masih di tutupi oleh hutan dan rawa dengan batas- batas sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka; 2. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bener Meriah; 3. Sebelah Timur dengan Kabupaten Aceh Timur; 4. Sebelah Barat dengan Kabupaten Bireuen. Kabupaten Aceh Utara memiliki curah hujan rata-rata 86,9 mm per tahun dengan hari hujan rata-rata sebanyak 14 hari per bulan. Curah hujan tertinggi rata- rata terjadi setiap tahunnya pada bulan Mei. Aceh Utara hingga tahun 2006 memiliki 850 desa dan 2 kelurahan, yang terbagi ke dalam 56 buah mukim. Sebanyak 780 buah desa berada di kawasan dataran dan 72 desa di kawasan berbukit.

3.1.2 Sumber – Sumber Air Minum di Kabupaten Aceh Utara

Kondisi Aceh Utara yang sebagian besar wilayahnya adalah dataran yang ditutupi hutan dan rawa memberikan banyak sumber air bagi kebutuhan masyarakatnya. Hampir di setiap rumah penduduk di daerah dataran dapat dijumpai sumber air berupa sumur yang digali oleh masyarakat secara individu dengan kedalaman 3 – 5 meter. Universitas Sumatera Utara Sebagian besar sumber air yang berasal dari sumur tersebut keruh dengan kandungan Fe dan Mn yang tinggi. Sehingga untuk dapat dipergunakan sebagai air minum, masyarakat mengolahnya dengan menggunakan saringan pasir lambat yang dibuat secara individu. Sebagian masyarakat juga ada yang mengambil air dari sungai yang berada dekat dengan rumah mereka namun jumlah mereka sangat sedikit. Untuk dapat digunakan sebagai air minum, air yang berasal dari sungai tersebut disaring menggunakan saringan pasir lambat buatan sendiri yang terdiri dari pasir, kerikil dan ijuk. Pada sebagian daerah, terutama untuk kebutuhan pondok pesantren dan rumah ibadah, sumber air diambil dari sumur bor. Kandungan Fe dan Mn yang tinggi menyebabkan air berbau busuk dan membuat dinding – dinding kamar mandi berwarna kuning kecoklatan. Kondisi seperti ini membuat masyarakat memilih untuk menggunakan air hasil pengolahan dari instalasi pengolahan air milik PDAM Tirta Mon Pase dalam memenuhi kebutuhan air khususnya untuk minum, memasak dan mencuci pakaian. Sedangkan untuk mandi dan kakus sebagian besar masyarakat masih memilih meggunakan air sumur dan air sungai. Di daerah perbukitan sangat berbeda dengan daerah dataran, untuk mendapatkan air minum, masyarakat di daerah perbukitan harus menempuh perjalanan beberapa kilometer menuju sumber air berupa sungai atau sumur. Sayangnya, PDAM belum memiliki jaringan pipa distribusi yang bisa digunakan untuk mensuplai air minum dari instalasi pengolahan air milik PDAM. Universitas Sumatera Utara

3.1.3 Gambaran Singkat PDAM Tirta Mon Pase