Metode Pengolahan Air Danau Metode Pengolahan Air Sungai

Pada pengolahan air rawa, diperlukan proses aerasi untuk menurunkan kadar Fe dan Mn yang terlarut di dalam air karena kandungan oksigen yang sangat minim. Setelah membentuk senyawa oksida, selanjutnya untuk menghilangkan partikel – partikel terdispersi lainnya maka dilakukan proses koagulasi dan flokulasi dengan bantuan clarifier ddan tambahan zat koagulan seperti tawas. Pada clarifier juga terjadi proses sedimentasi yaitu pengendapan partikel – partikel dalam bentuk lumpur. Selanjutnya air disaring menggunakan saringan pasir cepat yang terdiri dari kerikil, pasir dan antrasit sehingga kadar Fe dan Mn akan turun hingga 90. Setelah disaring, pada air diinjeksikan desinfektan untuk membunuh bakteri selanjutnya air dialirkan ke reservoir sebelum didistribusikan kepada pelanggan. Gambar 2.10 Bagan Proses Pengolahan Air Rawa

2.3.3 Metode Pengolahan Air Danau

Air danau pada umumnya memiliki tingkat kekeruhan yang relatif rendah, hal ini mengindikasikan kandungan unsur yang dimiliki air tersebut rendah. Pengolahan air danau dengan tingkat kekeruhan air yang rendah dapat dilakukan dengan menggunakan saringan pasir lambat. Intake rawa Aerasi Koagulasi Flokulasi Reservoir Sedimentasi Desinfeksi Pelanggan Rapid Sand Filter Saringan Pasir Cepat Universitas Sumatera Utara Saringan pasir lambat sangat efektif dalam menyaring partikel – partikel dan bakteri. Saringan pasir lambat baik digunakan untuk mengolah air baku yang memiliki tingkat kekeruhan rendah. Semakin keruh air baku maka akan semakin lama proses penyaringan yang terjadi karena partikel – partikel akan mengendap pada pasir sehingga akan menutup pori – pori yang dapat dilalui air, akibatnya air akan semakin sulit melalui pori – pori. Menggunakan saringan pasir lambat untuk menyaring air danau merupakan langkah yang tepat karena biaya pengolahan air lebih murah. Setelah proses penyaringan selesai, desinfektan diinjeksikan ke air yang akan dialirkan ke reservoir. Gambar 2.11 Bagan Proses Pengolahan Air Danau

2.3.4 Metode Pengolahan Air Sungai

Air sungai digunakan sebagai air baku karena kuantitas dan kontiniutas air sungai yang relatif stabil setiap tahunnya. Selain itu, air sungai pada umumnya walaupun telah tercemar dengan berbagai unsur namun pencemaran tersebut pada sebagian besar sungai masih dapat diolah untuk memenuhi kriteria air minum yang dipersyaratkan. Adapun proses pengolahan air sungai pada umumnya adalah sebagai mana ditunjukan oleh bagan berikut ini: Pelanggan Intake danau Slow Sand Filter Saringan Pasir Lambat Desinfeksi Reservoir Universitas Sumatera Utara Gambar 2.12 Bagan Proses Pengolahan Air Sungai 1. Intake Kondisi intake sangat berpengaruh dalam mensuplai air yang akan diolah. Untuk menjamin suplai air yang cukup, intake harus diletakkan di lokasi yang mudah dicapai dan dirancang untuk mensuplai sejumlah kuantitas air pada kualitas optimal yang memungkinkan. Pemilihat site untuk intake pada sungai harus didasarkan pada: a. Didapatkan kualitas air baku terbaik yang dapat disuplai ke pengolahan air. b. Prediksi kemungkinan perubahan arah dan kecepatan aliran sungai c. Meminimalkan efek dari banjir, kotoran yang mengapung dan gelombang aliran. d. Tersedia akses yang mudah untuk perbaikan dan perawatan. e. Memungkinkan untuk penambahan fasilitas di kemudian hari. f. Fleksibel terhadap kenaikan dan penurunan muka air serta prediksi terhadap kemungkinan perubahan arah dan kecepatan aliran sungai Intake rawa Prasedimentasi Koagulasi Flokulasi Reservoir Sedimentasi Desinfeksi Pelanggan Rapid Sand Filter Saringan Pasir Cepat Universitas Sumatera Utara g. Meminimalkan efek fasilitas pada kehidupan air. h. Didapatkan kondisi geologi terbaik. Sebagian intake ada yang berbentuk bangunan pintu air dan sebagian ada yang menggunakan pipa penyedot. a. b. Gambar 2.13 Intake pintu air a dan Intake pipa penyedot b 2. Prasedimentasi Air dari intake dialirkan ke bak prasedimentasi untuk membuang pasir, lempung dan partikel non koloid lainnya secara gravitasi. Dengan membuang pasir, lempung dan partikel non koloid lainnya dari air, akan menghindari kerusakan alat – alat mekanis seperti pompa dan mixer dan menghindari akumulasi sedimen di air baku untuk proses pengolahan awal. Selanjutnya air dialirkan ke bak penampungan air baku. Agar proses prasedimentasi berlangsung efektif maka harus dipastikan agar kecepatan endap partikel w o harus lebih besar dibandingkan kecepatan aliran horizontal air v . Universitas Sumatera Utara Kecepatan aliran horizontal tidak boleh lebih besar dari 0.03 ms untuk menjamin butiran pasir mengendap Twort,C.Alan, Don D. Ratnayaka and Malcolm J.Brandt, 2006: 275 - 276. Kecepatan aliran horizontal v = 2.1 Waktu detensialiran horizontal t 1 = 2.2 Waktu partikel mencapai dasar bak t 2 = 2.3 Dimana : Q : Debit aliran yang melalui bak prasedimentasi m 3 detik b : lebar bak prasedimentasi m d : kedalamantinggi bak prasedimentasi m w : kecepatan endap partikel mdetik Proses sedimentasi berjalan efektif jika waktu detensialiran horizontal t 1 lebih besar dari waktu partikel mencapai dasar bak t 2 . Gambar 2.14 Desain Bak Prasedimentasi Frank L. Spellman 2008 dalam bukunya The Science of Water, Concepts and Applications menjelaskan bahwa Kecepatan endap partikel dipengaruhi oleh bilangan Reynolds Re. Universitas Sumatera Utara Untuk menghitung bilangan Reynold Re pada bak prasedimentasi digunakan persamaan berikut: 2.4 Dimana : : bilangan Reynolds : viskositas dinamik air, untuk 20 o C = 1.01 x 10 -3 N detikm 2 : kecepatan endap partikel mdetik : rapat massa air kgm 3 : diameter partikel yang mengendap m Untuk Re 2, berlaku persamaan stokes’ berikut: 2.5 Dimana : w o : kecepatan endap partikel mdetik g : percepatan gravitasi, 9.81 md 2 : rapat massa air, 1000 kgm 3 : rapat massa partikel, 2600 kgm 3 : viskositas dinamik air, untuk 20 o C = 1.01 x 10 -3 N detikm 2 d : diameter partikel m Untuk 2 Re 500–1000, berlaku persamaan: 2.6 Universitas Sumatera Utara Dimana : w o : kecepatan endap partikel mdetik g : percepatan gravitasi, 9.81 md 2 : rapat massa air, 1000 kgm 3 : rapat massa partikel, 2600 kgm 3 Cd : drag koefisien d : diameter partikel m Cd dihitung melalui persamaan: 2.7 Untuk 500–1000 Re 200000, berlaku persamaan: 2.8 Dimana : w o : kecepatan endap partikel mdetik : rapat massa air, 1000 kgm 3 : rapat massa partikel, 2600 kgm 3 g : percepatan gravitasi, 9.81 md 2 d : diameter partikel m untuk Re 200000 dan Cd = 0.1, dipastikan tidak terjadi pengendapan partikel. Untuk mencegah partikel yang telah mengendap didasar bak agar tidak terangkat kembali, maka kecepatan aliran pada bak pengendap Universitas Sumatera Utara harus dibatasi Twort,C.Alan, Don D. Ratnayaka and Malcolm J.Brandt, 2006: 275. Adapun persamaan untuk hal ini adalah: 2.9 Dimana : v maks : batas kecepatan maksimum yang diperbolehkan mdetik : faktor gesek, tergantung bilangan Reynold pada saluran terbuka. : berat jenis partikel, 2600 kgm 3 g : percepatan gravitasi, 9.81 md 2 : 0.1 – 0.25, untuk pasir dan 0.04 – 0.06 untuk pengendapan flok Di Indonesia dalam berbagai perencanaan untuk pengendapan sedimen seperti pada perencanaan kantong lumpur dan berbagai keperluan lainnya digunakan persaaman stokes’ dengan tetap mempertahankan aliran horizontal pada saluran terbuka laminar Re 2000. 3. Koagulasi Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan koloid dan padatan terlarut, termasuk bakteri dan virus oleh koagulan. Pengadukan cepat merupakan cara yang digunakan dalam proses koagulasi. Tujuan dari Universitas Sumatera Utara pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan atau meratakan zat – zat kimia yang digunakan dan kemudian membentuk flok – flok yang mudah mengendap sehingga memungkinkan untuk proses pengolahan air selanjutnya. Koagulan yang digunakan di Indonesia pada umumnya adalah aluminium sulphate tawas. Pada proses ini juga dibutuhkan zat kapur atau soda ash untuk mengatur pH air yang turun karena dosis tawas yang tinggi. Hasil koagulasi yang baik sangat tergantung dari kondisi hidrolik yang baik yaitu pengadukan secara intensif 60 – 180 rpm dan konstan serta penerapan dosis koagulan yang tepat. Gangguan – gangguan yang terjadi dalam proses koagulasi akan menyebabkan flok yang terbentuk tidak sempurna, sedimentasi lambat dan penurunan turbiditas yang rendah. Saat ini pembangunan Instalasi Pengolahan Air difokuskan pada pembangunan Clarifier Modern dimana proses koagulasi, flokulasi dan sedimentasi berlangsung dalam satu bangunan. Koagulasi dilakukan oleh unit clarifier pada pengadukan cepat. Untuk mendapatkan proses koagulasi yang efektif maka diperlukan waktu detensi yang memenuhi persyaratan. American Water Works Association 1990 mempersyaratkan waktu detensi untuk pengadukan cepat 10 – 60 detik. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.15 Proses Koagulasi, Flokulasi dan Sedimentasi pada Clarifier Modern Lama keberadaan air waktu detensi pada proses pengadukan cepat t r merupakan perbandingan antara kapasitas volume unit pengadukan cepat dengan debit air yang masuk ke unit pengadukan cepat sebagaimana ditunjukan oleh persamaan berikut: 2.10 Dimana: tr : waktu detensi air di unit pengadukan cepat detik r r : Jari – jari unit pengadukan cepat, m h r : Tinggi unit pengadukan cepat, m Q : Debit Air masuk ke unit pengadukan cepat, m3detik 4. Flokulasi Flokulasi adalah tahapan pengadukan lambat 5 – 30 rpm yang mengikuti dispersi koagulan melalui pengadukan lambat. Tujuannya Unit Pengadukan Cepat tempat terjadinya proses koagulasi Unit Pengadukan Lambat tempat terjadinya proses flokulasi dan sedimentasi Universitas Sumatera Utara adalah untuk mengakselerasi pembentukan flok. Pembentukan flok ini akan berlangsung dengan baik apabila saat penambahan koagulan ke dalam air disertai pengadukan cepat yang dilanjutkan pengadukan lambat. Diharapkan flok – flok yang terbentuk mengikat partikel – partikel koloid dan dapat difiltrasi. Frank L. Spellman mempersyaratkan waktu detensi 15 – 45 menit untuk proses flokulasi yang efektif. Waktu detensi untuk proses flokulasi dan sedimentasi pada Clarifier IPA Meunasah Reudeup merupakan hasil antara volume Clarifier dikurangi volume unit pengadukan cepat dibagi dengan debit aliran. 2.11 Dimana: t fs : waktu detensi flokulasi dan sedimentasi detik r : Jari – jari clarifier, m h : Tinggi Clarifier, m r r : Jari – jari unit pengadukan cepat, m h r : Tinggi unit pengadukan cepat, m Q : Debit Air masuk ke unit pengadukan cepat, m 3 detik 5. Sedimentasi Proses sedimentasi dirancang untuk membuang partikel – partikel tersuspensi yang telah berbentuk flok yang dihasilkan dari proses koagulasi dan flokulasi, menggunakan penurunan secara gravitasi oleh partikel itu sendiri. Universitas Sumatera Utara Frank L. Spellman mengemukakan setidaknya dibutuhkan waktu 2 – 6 jam untuk proses sedimentasi yang efektif sedangkan American Water Works Association memberikan waktu detensi yang lebih cepat yaitu 30 menit untuk flokulasi dan sedimentasi. 6. Filtrasi Proses filtrasi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air bersih. Tahap ini penting untuk mencapai kualitas air yang baik. Meski kurang lebih 90 kekeruhan dan warna dipisahkan dalam koagulasi dan sedimentasi, namun sejumlah flok masih terbawa keluar dan memerlukan pemisahan lebih lanjut. Proses filtrasi dilakukan dengan melewatkan air hasil pengolahan dari clarifier melalui media filter dengan ukuran dan kedalaman tertentu. Tipe saringan pasir cepat Rapid Sand Filter adalah tipikal filtrasi yang umum digunakan di Indonesia. Dengan menggunakan pasir ø 0,4 – 0,9 mm, antrasit ø 0,85 – 1,55 mm dan kerikil ø 4,76 – 38,1 mm diharapkan dapat menangkap flok – flok yang terbawa keluar dari clarifier dan mengurangi nilai kekeruhan air. Untuk hasil yang efektif, aliran pada saat filtrasi harus dijaga agar laminar dengan bilangan Reynolds, Re 1000 Untuk menghitung Headloss pada saat proses penyaringan digunakan persamaan Kozeny-Carman, persamaan ini hanya berlaku untuk Universitas Sumatera Utara aliran laminar dimana bilangan Reynolds Re 1000. Adapun persamaannya adalah: 2.12 Dimana : : Head loss m : viskositas kinetik air, untuk 20 o C = 1.01 x 10 -6 m 2 detik : kecepatan air melalui media filter mdetik : porositas : diameter media filter m g : percepatan gravitasi, 9.81 md 2 : koefisien bentuk, berkisar antara 0.6 – 0.95 lihat tabel 2.1 Tabel 2.1 Koefisien Bentuk Sumber: McCabe, Warren L. Julian.C. Smith, Peter Harriot 1993 Bilangan Reynolds dihitung menggunakan persamaan berikut: 2.13 Dimana : Universitas Sumatera Utara : bilangan Reynolds : viskositas kinetik air, untuk 20 o C = 1.01 x 10 -6 m 2 detik : kecepatan air melalui media filter mdetik : diameter pasirkerikil media filter m Saringan pasir cepat yang digunakan secara terus - menerus akan menyebabkan flok dan partikel yang tersaring menyumbat pori – pori filter. Flok dan partikel yang terakumulasi pada media filter akan menyebabkan penurunan kemampuan dari saringan dan bahkan dapat menyebabkan saringan tidak dapat lagi bekerja mampet. Untuk mengatasinya perlu dilakukan Backwash yaitu mengalirkan air dan udara berlawanan arah dari proses penyaringan dengan menggunakan air dari reservoir dan udara blower. Agar proses backwash berlangsung efektif maka perlu dijaga kecepatan aliran. Aliran yang lambat akan menyebabkan flok dan partikel yang menempel pada media filter tidak terangkat sedangkan aliran yang terlalu cepat akan menyebabkan media filter ikut terangkat dan terbuang bersama air sisa backwash. Kecepatan aliran udara pada proses backwash pada umumnya direncanakan adalah 16 mmdetik 0.016 mdetik dan 4 – 5 mmdetik 0.004 – 0.005 mdetik untuk air namun pada beberapa kasus dimana proses backwash tidak efektif, kecepatan aliran udara dan air dapat ditambahkan dengan syarat tidak akan menyebabkan Universitas Sumatera Utara ikut terbawanya media filter. Kecepatan aliran dapat ditambahkan hingga 14 – 22 mmdetik 0.014 – 0.022 mdetik untuk udara dan 10 – 18 mmdetik 0.01 – 0.018 mdetik untuk air dengan pemakaian air 1 – 2,5 dari reservoir Twort,C.Alan, Don D. Ratnayaka and Malcolm J.Brandt. 2006. 7. Desinfeksi dan Pengaturan pH Dikarenakan ukuran mikroorganisme yang sangat kecil, maka tidak mungkin untuk menjamin bahwa pengolahan air semacam koagulasi dan filtrasi dapat memisahkan mikroorganisme secara sempurna. Tujuan dari proses disinfeksi ini tentunya untuk membunuh mikroorganisme pathogen. Zat desinfektan yang umum digunakan di Indonesia adalah khlorin ataupun kaporit sebagai cadangan. Di negara – negara maju telah dikembangkan penggunaan ozon dan sinar ultraviolet untuk mensterilkan air minum. Penggunaan khlorin dilakukan karena selain harganya yang murah dan dapat berbentuk gas, cairan maupun serbuk, juga karena kelarutannya relatif tinggi 7000 mgl. Selain itu, sisa dari penggunaan khlorin pada air bersih yang dihasilkan juga cukup aman bagi manusia. Penggunaan zat – zat desinfektan dapat membuat pH air tidak stabil, bahkan cenderung turun. Maka perlu ditambahkan zat kapur atau Universitas Sumatera Utara soda ash agar pH air tetap pada kisaran 6,5 – 8,5 sesuai standar kesehatan berdasarkan Kepmenkes 907MenkesSKVII 2002. 8. Reservoir Reservoir difungsikan untuk penyimpanan air yang telah diolah sebelum didistribusikan ke pelanggan. Perencanaan reservoir harus mencukupi kebutuhan air yang dibutuhkan baik di musim hujan maupun di musim kemarau. Melalui data distribusi ke pelanggan, kita dapat menghitung kapasitas reservoir yang dibutuhkan dengan menggunakan persamaan berikut: Volume defisit = ∑ f defisit – 1 x Q rata-rata 2.14 Volume surplus = ∑ f surplus – 1 x Q rata-rata 2.15 Dimana: • Volume surplus dan defisit dalam m 3 sedangkan debit Q rata-rata dalam m 3 jam. • Volume surplus adalah volume pada saat jam di bawah rata- rata, sedangkan volume defisit adalah volume pada saat jam puncak. • f adalah faktor pengali f p yang didapat dari hasil pembagian Q distribusi dengan Q rata – rata. Di reservoir juga dilengkapi Finish Water Pump FWP yang berfungsi untuk memompakan air bersih ke pelanggan. FWP juga difungsikan sebagai backwash terhadap unit penyaringan. Universitas Sumatera Utara

2.4 Standar Kualitas Air Minum