8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Konseptual
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos yang berarti sikap, cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, watak kesusilaan.
Etika adalah prinsip, norma, dan standar perilaku yang mengatur individu maupun kelompok yang membedakan apa yang benar dan apa yang salah.
1
Secara terminologis arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah Al-
Qur‟an al khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, Al-Qur‟an menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut:
khair, bir, qist, „adl, haqq, ma‟ruf, dan taqwa.
2
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
Akhlak.
3
Ethics Etika menurut Kamus Ekonomi Uang dan Bank adalah disiplin pribadi seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan, lebih dari yang
sekedar ditentukan oleh undang-undang. Misalnya yang ada di bidang akuntansi
1
A. Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah Teori dan Praktik The Celestial Management, Jakarta: Salemba Empat, 2010, h.9.
2
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h.5.
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.IV, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, h.383.
di Indonesia, yakni Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia IAI yang terbentuk pada tahun 1972.
4
Bisnis menurut KBBI adalah usaha komersial dalam dunia perdagangan; bidang usaha; usaha dagang; bekerja di bidang.
5
Bisnis menurut Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah adalah bidang usaha; yang sifatnya
mencari keuntungan; usaha di bidang komersial; usaha dagang.
6
B. Kerangka Teori 1.
Sumber Etika
Ketetapan „boleh‟ atau „tidak‟ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa. Prinsip „boleh‟ atau „tidak‟
tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi-nabi yang diutus oleh Allah kemudian termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Mereka
diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia. Tata nilai itu
diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar.
Tata nilai itulah yang disebut dengan etika.
4
Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, cet.III, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2007, h.110.
5
Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, h.200.
6
AKA Kamarulzaman, dkk, Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Absolut Jogja.
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
7
2. Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum
a. Etika dalam Perspektif Islam
Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis al hikmah al amaliyah
– bersama politk dan ekonomi. Berbicara tentang : sebagaimana seharusnya. Etika vs Moral. Moral = nilai baik
dan buruk dari setiap perbuatan manusia – prakteknya = akhlaq,
Etika = ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk – ilmunya –
ilm al-akhlaq. Dalam disiplin filsafat, Etika sering dinamakan dengan Filsafat Moral.
8
b. Pengertian Etika Bisnis
Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip
moralitas. Dalam arti lain Etika Bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma dimana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam
bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai “daratan” atau
7
http:id.wikipedia.orgwikiEtika.
8
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, h.31.
tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat. Selain itu, etika bisnis juga dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi
dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar, pantas, tidak pantas dari
perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.
9
c. Definisi Etika Bisnis dalam Islam
Secara sederhana mempelajari etika bisnis dalam Islam berarti mempelajari tentang mana yang baikburuk, benarsalah dalam dunia
bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas. Moralitas disini, sebagaimana disinggung di atas berarti: aspek
baikburuk, terpujitercela, benarsalah, wajartidak wajar, pantastidak pantas dari perilaku manusia. Kemudian dalam kajian etika bisnis
Islam susunan adjective di atas ditambah dengan halal-haram degrees of lawful and lawful, menurut Husein Sahatah seperti dikutip oleh
Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa sejumlah perilaku etis bisnis akhlaq al Islamiyah yang dibungkus dengan dhawabith syariah
batasan syariah atau general guideline menurut Rafik Isa Beekun.
10
d. Etika, Norma, dan Hukum
Karena kaidah hukum itu melindungi kepentingan manusia maka harus ditaati, harus dilaksanakan, dipertahankan, dan bukan
9
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.13.
10
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.62.
dilanggar. Tolak ukurnya ialah melanggar kaidah hukum atau tidak. Kesalahan orang diukur dengan kenyataan apakah ia melanggar kaidah
hukum atau tidak. Kalau melanggar kaidah hukum itu salah, kalau tidak melanggar kaidah hukum itu baik, yang melanggar itu yang
buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum baik, yang melanggar itu yang buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum itu didukung
oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk, karena itulah kaidah hukum itu disebut juga kaidah etis.
11
Etik adalah usaha manusia untuk mencari norma baik dan buruk. Etik berasal dari kesadaran manusia merupakan petunjuk
tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Etik juga merupakan penilaian ataupun kualifikasi terhadap perbuatan
seseorang. Bagaimanakah hubungan hukum dengan etik? Hukum dan etik merupakan dua sisi dari satu mata uang.
12
Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam ikatan dengan
masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Etik sebaliknya ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati
nuraninya lah yang diketuk.
13
11
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2012, h.5.
12
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.5-6.
13
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.6.
Menurut Drs. Achmad Charris Zubaik seperti dikutip oleh Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa
norma adalah „nilai yang menjadi milik bersama, tertanam dan disepakati semua pihak dalam
masyarakat‟ yang berangkat dari nilai baik, cantik atau berguna yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan kemudian menghadirkan ukuran
atau norma. Artinya norma bermula dari penilaian, nilai dan norma.
14
e. Prinsip Umum Etika Bisnis
Yang dimaksud dengan prinsip umum atau tiang pancang etika bisnis dalam tulisan ini ialah hal-hal atau tepatnya karakter bisnis yang
sangat menentukan sukses tidaknya sebuah bisnis, dan karakter ini suka atau tidak suka dan mau tidak mau, harus dimiliki oleh setiap
pebisnis apalagi pebisnis MuslimMuslimat yang menghendaki kesuksesan dalam berbisnis. Diantara tiang pancang etika bisnis yang
dimaksudkan ialah:
15
1 Iktikad baik
Iktikad artinya kepercayaan; keyakinan yang teguh kuat. Juga bisa diartikan dengan kemauan dan maksud. Dengan
demikian maka yang dimaksud dengan iktikad baik dalam tulisan ini ialah kemauan, maksud atau tepatnya keyakinan yang baik
14
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.6.
15
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, cet.I, Jakarta: Kholam Publishing, 2008, h.309-314.
untuk melakukan bisnis dan memenuhi hal-hal yang bertalian dengan berbisnis.
2 Kejujuran
Setiap akad transaksi dalam bisnis pasti dibangun oleh dua pihak atau malahan lebih. Akad itu sendiri terlahir atas
persetujuan-persetujuan yang disepakati para pihak, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.
Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong misalnya dengan berkata apa adanya; tidak curang; tulus; ikhlas. Kejujuran adalah
sifat keadaan jujur; ketulusan hati; kelurusan hati; atau sifat yang suka akan kebenaran.
3 KesetiaanKepatuhan
Setia artinya berpegang teguh pada janji, pendirian dan sebagainya; patuh; taat. Kesetiaan maksudnya keteguhan hati,
ketaatan dalam persahabatan, perhambaan dan sebagainya; taat pada perintah, aturan dan sebagainya; berdisiplin; sedangkan
kepatuhan artinya sifat patuh; keadaan patuh; atau ketaatan. Kesetiaan dan kepatuhan dini menjadi sangat penting
dalam dunia bisnis. Lebih-lebih dunia bisnis Islami. Kesetiaan dipentingkan daripada di dunia barat sekarang ini. Kesetiaan itu
mencakup hubungan antara suatu perusahaan dengan para pelanggannya dan perusahan lain, serta hubungan antara majikan
dengan karyawannya – dan hal ini berlaku secara timbal balik.
Dalam hubungan dagang bisnis, kesetiaan timbal balik antara pelanggan dengan para pemasok supplier langganannya sangat
jelas. Di pasar eceran sekalipun para pelanggan tidak bisa berkeliling
mencari barang
shopping around
mereka mendatangi toko langganannya, dengan demikian lebih baik
untuk dapat mengenal pedagang langganannya itu. Suatu hal yang patut diingatkan disini ialah bahwa khusus
dalam hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, misalnya perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
sebaliknya menghalalkan yang haram, etika bisnis Islam tidak membenarkan untuk melangsungkannya walaupun dengan dalih
kejujuran dan kepatuhan. f.
Prinsip Dasar Etika Islami Ajaran etika dalam Islam pada prinsipnya manusia dituntut
untuk berbuat baik pada dirinya sendiri, kepada manusia dan lingkungan alam di sekitarnya, dan kepada Tuhan selaku penciptaNya.
Terdapat lima prinsip yang mendasari etika Islam: 1
Unity Kesatuan Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan
seluruh aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan
teratur. Adanya hubungan yang vertikal atau horizontal yaitu hubungan antarsesama manusia maupun manusia dengan
penciptanya.
16
2 Equilibrium Keseimbangan
Konsep ini hampir sama dengan konsep adil, berdimensi horizontal yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada
alam semesta. Maka, keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis yang harus diterapkan dalam aktivitas
maupun entitas bisnis. Praktik konsep ini dalam etika bisnis misalnya berlaku lurus dalam takaran atau timbangan.
17
Dalam beraktifitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali kepada pihak
yang tidak disukai. Pengertian adil diarahkan agar hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak Allah dan
Rasulnya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku adil seseorang.
Semua hak-hak
tersebut harus
ditempatkan sebagaimana
mestinya sesuai
aturan syariah.
Tidak mengakomodir salah satu hak di atas, dapat menempatkan
16
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik
The Celestial Management”, Jakarta: Salemba Empat, 2010, h. 34.
17
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik
The Celestial Management”, h. 35.
seseorang tersebut kepada kedzaliman, karenanya orang yang adil akan lebih dekat kepada ketakwaan.
18
Allah berfirman
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
”. 3
Free Will Kebebasan Konsep ini berarti bebas memilih atau berkehendak sesuai
etika atau sebaliknya. Ayat Al Qur ‟an yang merupakan dasar dari
konsep ini adalah “Dan katakanlah Muhammad kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa yang menghendaki
beriman hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki
18
Faisal Badoren, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.78.
kafir biarlah ia kafir” QS.18:29. Jadi, saat seseorang menjadi muslim, ia harus menyerahkan kehendaknya kepada Allah.
19
4 Responsibility Tanggung Jawab
Adalah bentuk pertanggungjawaban kepada setiap tindakan. Menurut Sayid Quthb seperti dikutip oleh A. Riawan
Amin dan Tim PEBS FEUI, menyatakan bahwa prinsip pertanggungjawaban Islam adalah tanggung jawab yang
seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan
masyarakat, serta antara masyarakat dengan masyarakat lainnya.
20
5 Benevolence Kebenaran
Kebenaran dalam konsep ini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Dalam bisnis, kebenaran dimaksudkan sebagai niat,
sikap, dan perilaku benar, yang meliputi proses transaksi, proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk, serta
proses pengolahan keuntungan kebajikan merupakan sikap ihsan, tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain.
21
19
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.35.
20
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.35.
21
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.36.
3. Perdagangan
a. Pentingnya Perdagangan di dalam Islam
Perdagangan sebagai salah satu aspek kehidupan yang bersifat horizontal dengan sendirinya dapat berarti ibadah. Menurut Yaumidin
seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa usaha perdagangan dalam ekonomi Islam merupakan usaha yang mendapatkan
penekanan khusus, karena keterkaitannya langsung dengan sektor riil. Ekonomi Islam memang lebih menekankan sektor riil ini dibandingkan
dengan sektor moneter. Penekanan khusus kepada sektor perdagangan tersebut tercermin misalnya pada sebuah hadis Nabi yang menegaskan
bahwa dari sepuluh pintu rezeki, sembilan diantaranya adalah perdagangan.
22
Islam juga menekankan sekali pada usaha-usaha yang produktif. Seseorang yang setiap waktu senantiasa beribadah didalam masjid, dan
melalaikan bekerja mencari nafkah untuk keluarga serta dirinya sendiri, sehingga ia menggantungkan keperluannya kepada orang lain, maka
orang lain tersebutlah yang akan menerima pahala ibadah yang ia kerjakan itu hadis. Alquran sendiri dalam Surah Al-
Jumu‟ah 62 ayat 10 telah menggariskan bahwa apabila seseorang telah melakukan shalat,
lekaslah bertebaran di bumi untuk mencari karunia Allah SWT. Usaha
22
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, cet.I, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, h. 22
perdagangan dalam pandangan ini merupakan salah satu dari usaha- usaha produktif yang dimaksud.
23
Namun demikian, tidak semua usaha perdagangan dibolehkan, dan baik darinya yang tidak dibenarkan agama, baik karena cara-cara
pelaksanaanya ataupun jenis barang yang diperdagangkannya. Secara eksplisit, ajaran Islam melarang orang memakan harta yang didapat
secara tidak benar, atau secara tidak halal, dan salah satu cara yang dibenarkan atau dihalalkan adalah dengan perdagangan:
24
“Janganlah kamu sekalian memakan hartamu yang kau peroleh dari sesama kamu dengan jalan yang tidak benar, kecuali dengan jalan
perdagangan dengan cara yang dibenarkan oleh agama ” QS. An-
Nisa‟ 4:29. b.
Prinsip Perdagangan Rasulullah Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional
diartikan sebagai proses saling tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Mereka yang terlibat
dalam aktivitas perdagangan dapat menentukan keuntungan maupun kerugian dari kegiatan tukar-menukar secara bebas itu.
25
Sebaliknya prinsip yang dasar perdagangan menurut Islam adalah adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi tukar-
23
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22.
24
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22-23.
25
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h.45.
menukar, tetapi kegiatan tersebut tetap disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah SWT, dan melarang terjadinya pemaksaan
QS. An- Nisa‟ 4:29. Oleh karena itu, agar diperoleh suatu
keharmonisan dalam
sistem perdagangan,
diperlukan suatu
“perdagangan yang bermoral”. Rasululllah SAW, secara jelas telah memberi contoh tentang sistem perdagangan yang bermoral ini, yaitu
perdagangan yang jujur dan adil serta tidak merugikan kedua belah pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu
Sa‟id menegaskan: “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan dimasukkan dalam golongan para Nabi, golongan orang-orang jujur,
dan golongan para syuhada ”. Hadis tersebut menunjukkan bahwa
dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang
diberikan orang lain, selain itu, dalam setiap transaksi perdagangan dituntut harus bersikap sopan dan bertingkah laku baik sebagaimana
disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Rahmat Allah
atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli serta ketika membuat keputusan
”.
26
Berdasarkan hadis tersebut nampak jelas bahwa Muhammad SAW telah mengajarkan untuk bertindak jujur dan adalah serta bersikap
baik dalam setiap transaksi perdagangan. Dalam hal ini kunci
26
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 45-46.
keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan diantaranya adalah dimilikinya sifat-sifat terpuji beliau yang sangat dikenal
penduduk Mekkah kala itu, yaitu jujur shidiq, menyampaikan tabligh, dapat dipercaya amanah, dan bjaksana fathanah. Menurut
Afzalurrahman seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa sikap terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan Nabi dalam berdagang.
Bersikap adil dan bertindak jujur merupakan prasyarat penting seseorang dalam melakukan perdagangan, di samping menjaga
hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para pelanggan. Pedagang yang tidak jujur, meskipun mendapat keuntungan
yang besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini dikarenakan ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para
pelanggan sehingga lama kelamaan akan memundurkan dan mematikan usahanya.
27
c.
Perdagangan dan Nilai Kejujuran
Selain berkaitan dengan pengertian yang sifatnya eskatologis, perdagangan dalam Islam merupakan salah satu konsep yang merujuk
pada pengalihan hak kepemilikan harta kekayaan. Seperti halnya paham ekonomi konvensional, Islam sangat mengutamakan dan mengakui hak
pemilikan individu atas harta kekayaan yang dimilikinya. Namun pengakuan terhadap hak individu tersebut disertai ketentuan-ketentuan
27
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 46.
yang mengikat. Antara lain disebutkan dalam pemilikan individu itu melekat didalamnya hak-hak orang lain, dan hal itu wajib diserahkannya
zakat. Juga seseorang tidak boleh memanfaatkan kepemilikan individu tersebut semaunya sendiri, seperti hidup secara boros, berperilaku
kikir.
28
Konsep penting dalam Islam yang mendasari pengalihan hak individu tersebut adalah ridha dan ikhlas, dan salah satu syarat penting
untuk mencapai tingkat ridha dan ikhlas yang dimaksud adalah perilaku yang jujur. Akan tetapi, yang demikian ini sangat khusus sifatnya.
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengalihan kepemilikan, dan semuanya berlandaskan pada prinsip ridha atau ikhlas tersebut,
diantaranya adalah shadaqah, infaq, dan hibah.
29
Perdagangan yang
didalamnya mengandung
unsur ketidakjujuran, pemaksaan, atau penipuan, seperti menimbun barang
dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, mencegat penjual di pasar, menyembunyikan informasi untuk memperoleh keuntungan yang
lebih besar, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat barang dagangan, dan sebagainya, hukumnya tidak boleh haram.
30
Menurut Yafi dan Karim seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa dalam sejarah umat Islam sendiri, jelas bahwa
28
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 31.
29
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32.
30
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32.
perdagangan merupakan salah satu sektor terpenting sumber kemakmuran masyarakat Madani pada zaman Rasulullah dan zaman
Khulafa‟ Ar-Rasyidin sesudahnya. Bisa dikatakan, perdagangan merupakan faktor penggerak sektor riil, tidak saja pada zaman Islam
awal, tetapi juga sampai pada masa-masa sekarang.
31
Sampai disini jelas sekali bahwa perdagangan merupakan masalah penting dan merupakan bagian yang penting pula dalam
ekonomi Islam secara keseluruhan. Begitu pentingnya masalah perdagangan ini, sampai-sampai hal tersebut ditempatkan sebagai lawan
kata atau yang dipertentangkan dengan ekonomi riba prinsip dasar ekonomi konvensional. Dalam QS. Al-Baqarah 2 ayat 275 misalnya,
dengan jelas ditegaskan “ … Allah menghalalkan jual-beli perdagangan dan mengharamkan riba …”
32
Seperti yang telah disinggung di atas, diantara nilai-nilai terpenting sebagai landasan transaksi adalah kejujuran. Diantara nilai-
nilai yang terkait dengan kejujuran, dan yang melengkapinya adalah amanah terpercaya.
d. Teori Harga
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah seperti dikutip oleh Muhammad Amin Suma, menyatakan bahwa Harga tsaman ialah
31
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32-33.
32
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 33.
ukuranstandarkriteria al- mi‟yar yang dengannya dapat dikenali
ditaksir nilai harta-kekayaan al- mi‟yar alladzi bihi yu‟rafu taqwim al-
amwal. Harga, kata Ibn Qayyim lebih lanjut, wajib dibatasi dan dipatok sedemikian rupa supaya tidak mudah naik atau tidak mudah turun
mengingat sifatnya yang spesifik dan akurat.
33
Diantara hal penting yang layak dikemukakan tentang persoalan teori harga dalam ekonomi Islam ialah penyerahannya kepada sistem
pasar yang ditentukan oleh masyarakat pasar. Maksudnya, Islam pada dasarnya tidak campur tangan apalagi menentukannya secara konkrit
tentang teori harga; karena Islam menyerahkan teori harga sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Termasuk dalam hal pengambilan
keuntungan, misalnya berapa persen maksimal keuntungan yang boleh ditarik seorang pedagang atau suatu perusahaan dari modal
– termasuk cost
– yang telah dikeluarkan.
34
Hanya saja, suatu hal yang layak dicatatkan disini ialah bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad SAW pernah mengutus Urwah al-Bariqi,
seraya Nabi memberinya uang satu dinar untuk dibelikan kurban udhhiyah atau seekor kambing; kemudian al-Bariqi membelikan uang
yang satu dinar itu untuk dua ekor kambing. Lalu dia jual kembali
33
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, cet.I, Jakarta: Kholam Publishing, 2008, h.184.
34
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.184.
yang satu ekor dengan harga satu dinar, sehingga ia pun kemudian pulang dengan membawa seekor kambing dan satu dinar uang tunai
saya menyerahkannya kepada Nabi; dan Nabi-pun mendoa untuk al- Bariqi, “semoga Allah memberkahi jual-belinya, sehingga, jika al-Bariqi
berjualan pasir sekalipun, dia akan memperoleh keuntungan daripadanya” hadis riwayat imam lima, kecuali an-Nasa‟i dari Urwah
al-Bariqi.
35
Dari hadis ini kita bisa memetik pemahaman bahwa tingkat pengambilan keuntungan masih bisa dilakukan sampai sebesar 100.
Pembelian seekor kambing dengan harga setengah dinar, yang kemudian dijual dengan harga satu dinar oleh al-Bariqi, dan kemudian dibenarkan
oleh Nabi; ini mengisyaratkan tentang pembolehan pengambilan keuntungan sampai 100. Sebab, kalau tidak diperkenankan, tentu Nabi
tidak akan membenarkan tindakan al-Bariqi di atas dan tidak mungkin mendoakannya.
36
e. Barang dan Jasa yang Diharamkan dalam Muamalah
Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia untuk mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai
dari apa saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang
35
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185.
36
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185.
dikonsumsinya itu benar-benar halal lagi baik halalan thayyiban; lawful and good. Dengan kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang
makananminuman dan lain-lain yang baik-baik at-thayyibat; lawful. Pada saat bersamaan, Islam juga tegas mengaharamkan seseorang dari
kemungkinan mengonsumsi makananminuman lain-lain yang buruk- buruk al-khabitsat; unlawful.
37
Hal ini dapat dipahami dari sejumlah ayat al-
Qur‟an diantaranya:
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu ”.
Al-halal, al-hilal atau al-halil, adalah lawan dari kata al-haram, artinya halal. Sedangkan thayyib secara harfiah berarti baik, bagus,
lezat, nyaman, dan sehat. Kata al-Ashafani, makna asal at-thayyib ialah sesuatu yang oleh indera maupun nafsu dianggap lezat ma-
tastalidzdzuh al-hawass wa-ma tastalidzdzuh al-nafs. Yang dimaksud dengan at-thayyib makanan yang baik dalam konteks syariah ialah
makanan yang memenuhi kriteria boleh dari sisinya yang manapun
37
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185.
misalnya dari sisi bahan bakunya, dari sisi kadarukurannya, dari sisi tempat atau asal-usulnya, dari sisi kebersihan dan dari sisi kebaikannya
untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram.
Dari sisi kadarukuran,tidak boleh melampaui batas yang diperlukan kebutuhan, bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas
asal-usulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalan- thayyiban. Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggung-
jawabkan secara agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk
jangka pendek maupun jangka panjang.
38
Suatu hal yang mutlak perlu diingatkan disini ialah bahwa barang- barang konsumtif ini ketika dihubungkan dengan teknologi terutama
pengolahan produk pangan di zaman modern sekarang ini mudah tercampur atau bahkan dicampuri dengan barang-barang haram atau
paling sedikit diragukan kehalalannya. Teknologi yang diterapkan dalam pengolahan makanan produk pangan antara lain: pembersihan,
sortasi, grading, pengupasan, pengecilan ukuran, pencampuran, pemisahan, pemekatan, fermentasi, pemanasan, irradiasi, pengeringan,
pendinginan, proses pengawetan non thermal, pelapisan, pencetakan,
38
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.187.
dan pengemasan. Meskipun demikian terdapat teknologi yang mempengaruhi status halal-haramnya produk yang dihasilkan yaitu
teknologi penyembelihan, meskipun karena satu dan lain hal juga tidak akan dibahas didalam buku ini.
39
Kehalalan produk pangan dewasa ini semakin terancam manakala dihubungkan dengan teknologi pengolahan dan terutama bahan pangan
bahan baku, bahan penolong maupun bahan tambahan yang mudah tercampur atau dicampur. Terutama produk pangan yang secara umum
terdiri atas tiga macam komponen utama yakni: protein, lemak dan karbohidrat. Kerawanan produk pangan terutama terletak pada protein
dan lemak yang berasal usul dari hewan protein dan lemak hewani. Disinilah terletak arti penting dari hikmah pengharaman bangkai dan
babi itu secara dzati dan bersifat mutlak, demi jaminan proteksi atas makanan dan minuman Islami yang
berlebelkan “halalan thayyiban”, dan dari kemungkinan tercampur apalagi sengaja dicampur dengan
bahan-bahan pangan yang nyata-nyata diharamkan atau paling sedikit mengandung unsur-unsur
khaba‟its keburukan sebagaimana disinyalir dalam ayat-ayat al-
Qur‟an yang telah dikutibkan dan diuraikan sebelum ini.
40
39
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.194.
40
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.194-195.
Belakangan disinyalir banyak produk makanan dan atau minuman serta kosmetik atau bahkan juga alat-alat kebersihan dan penyucian
semisal sabun, sikat gigi dan lain-lain yang tercampur atau sengaja dicampuri dengan bahan-bahan yang haram khususnya bangkai dan
babi atau bahan-bahan baku yang jelas-jelas mengandung bahaya mudarat misalnya bahan-bahan pengawet dan pewarna seperti
formalin dan lain-lain. Disinilah pula terletak arti penting dari kehadiran tuntunan al-Islam tentang konsep dan resep hidup sehat melalui
makanan dan minuman yang halalan thayyiban. Moto pemerintah yang mendengungkan konsep dan resep “Empat Sehat Lima Sempurna nasi,
lauk pauk, sayur-mayur, buah-buahan dan susu ”, sudah harus
disempurnakan menjadi “Empat Sehat Lima Sempurna, Enam Halal Tujuh Thayyib
” nasi, lauk pauk, sayur mayur, buah buahan, susu, halal dan thayyib.
41
4. Konsep Pesantren
a. Pesantren
Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat
ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenpus. Pendidikan ini semula pendidikan agama Islam yang dimulai sejak
41
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.195.
munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke -13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur
dengan munculnya tempat-tempat pengajian “nggon ngaji”. Bentuk
ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar santri, yang kemudian disebut pesantren.
Secara umum pesantren memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 1 lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu
agama tafaqquh fi aladin dan nilai-nilai Islam Islamic Values, 2 lembaga kegamaan yang melakukan kontrol sosial social control,
dan 3 lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial social engineering.
42
b. Pesantren Sebagai
Lembaga Da‟wah Pengertian sebagai lembaga da‟wah benar melihat kiprah
pesantren dal am kegiatan melakukan da‟wah dikalangan masyarakat,
dalam arti kata melakukan suatu aktifitas menumbuhkan kesadaran beragam atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen
sebagai pemeluk agama Islam.
43
Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik didalam maupun diluar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan
42
Matsuki, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, cet.II, Jakarta: Diva Pustaka,2005, h. 6.
43
M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok
Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura ”, cet.I, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001, h.
38.
da‟wah, sebab pada hakekatnya pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah
masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah dalam pengertian penyebaran agama Islam agar
pemeluknya memahami Islam dengan sebenarnya. Oleh karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka
da‟wah Islamiah. Hanya saja kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan sangat
beragam dalam memberikan pelayanan untuk masyarakatnya. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang itu tidak lepas dari tujuan
pengembangan agama.
44
44
M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok
Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura ”, h. 38.
B. Kerangka Berpikir
D. Review Studi Terdahulu
No. Aspek
Perbandingan Studi Terdahulu
Rencana Skripsi 1.
Judul “Implementasi Etika
Bisnis Islam Dalam Menghadapi
Persaingan
Usaha” Erik
Lesmana, Mahasiswa
Program Studi
Muamalat Perbankan
Syariah UIN 2010.
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim Dalam
Berdagang Studi
Pengawasan Aktivitas
Ekonomi di
Lembaga Pendidikan
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
- MakananMinu
man yang Halal -
MakananMinu man yang Sehat
- Transaksi Jual
beli Dewan
PengawasPengontrolan Para Pembesar
PesantrenSekolahKyai
Pedagang Muslim di Pesantren Asshiddiqiyah
Pusat -
Pedagang Muslim di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat -
Para Santri ETIKA BISNIS ISLAM
Fokus Fokus Penelitian ini
yaitu ingin
mengetahui tentang
ada tidaknya pengaruh persaingan
dan pemahaman
etika bisnis
terhadap perilaku dagang.
Fokus Penelitian ini yaitu
ingin mengetahui apakah
para pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat sudah
menerapkan etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam berdagang
dan apakah
pihak pesantren melakukan
pengawasan terhadap
kegiatan bisnis tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian survei
dengan pendekatan
kuantitatif dan
menggunakan Regresi Linear
Sederhana sebagai alat analisis.
Penelitian survei dan wawancara
serta penyebaran
kuesioner dengan
pendekatan kualitatif,
menggunakan tabel frekuensi
dan deskriptif analis.
Tempat dan
waktu Penelitian skripsi ini
dilakukan pada tahun 2010 di Pasar Ciputat
Tangerang Penelitian skripsi ini
dilakukan pada
tahun 2014
di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat. 2.
Judul “Etika Bisnis Islam
Dalam Persaingan
Usaha Pada
PT. Asuransi
Syari‟ah Mubarakah” Zulkipli,
Mahasiswa Program
Studi Muamalat
Asuransi Syariah
2010 Etika
Bisnis Masyarakat Muslim
Dalam Berdagang
Studi Pengawasan
Aktivitas Ekonomi
di Lembaga
Pendidikan Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
Fokus Fokus penelitian ini
yaitu untuk
mengetahui bagaimana persaingan
Fokus Penelitian ini yaitu
ingin mengetahui apakah
para pedagang di
asuransi syariah pada PT.Mubarakah, sesuai
dengan norma atau etika bisnis Islam.
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat
sudah menerapkan
etika bisnis sesuai syariat Islam dalam
berdagang dan
apakah pihak
pesantren melakukan pengawasan
terhadap kegiatan
bisnis tersebut. Metode
Penelitian Penelitiam
survei dengan
pendekatan kuantitatif
dan menggunakan Regresi
Linear Sederhana
sebagai alat analisis. Penelitian survei dan
wawancara serta
penyebaran kuesioner
dengan pendekatan
kualitatif, menggunakan tabel
frekuensi
dan deskriptif analis.
Tempat dan
Waktu Penelitian skripsi ini
dilakukan pada tahun 2010 di PT.Asuransi
Syari‟ah Mubarakah yang
beralamat di
Jalan Raya Sudirman kav 22-23, Barclays
Building, lt 17-18, Jakarta Selatan.
Penelitian skripsi ini dilakukan
pada tahun
2014 di
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
3. Judul Tesis
Implementasi Etika
Bisnis Islam
“Memotret Moralitas Pedagang Kakako di
Kabupaten POLMAS, Sulawesi
Barat, Muhammad Aswad,
Mahasiswa Pasca
Sarjana S2 Program Studi Ekonomi Islam
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005.
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim Dalam
Berdagang Studi
Pengawasan Aktivitas
Ekonomi di
Lembaga Pendidikan
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
Fokus Fokus penelitian ini
yaitu untuk
mengetahui bagaimana
implementasi etika
bisnis pedagang kakao di kab, Polmas dan
faktor apa saja yang mempengaruhinya.
Fokus Penelitian ini yaitu
ingin mengetahui apakah
para pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat sudah
menerapkan etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam berdagang
dan apakah
pihak pesantren melakukan
pengawasan terhadap
kegiatan bisnis tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian yang
dilakukan di kajian tesis
ini menggunakan
penelitian deskriptif, dengan menggunakan
analisis
statistik, dengan analisis data
deskriptif kualitatif. Penelitian survei dan
wawancara serta
penyebaran kuesioner
dengan pendekatan
kualitatif, menggunakan tabel
frekuensi
dan deskriptif analis.
Tempat dan
Waktu Penelitian
Kabupaten Polmas,
baik di suatu lokasi tertentu atau gudang
tempat pembelian
kakao. Penelitian skripsi ini
dilakukan pada
tahun 2014
di Pesantren
Asshidiqiyah Pusat. 4.
Judul Etika Bisnis Multi
Qreasi Networkindo
MQ-NET Dalam
Perspektif Ekonomi
Islam. Cecep
Castrawijaya, Mahasiswa
Pascasarjana, Program Studi
Ekonomi ISLAM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim Dalam
Berdagang Studi
Pengawasan Aktivitas
Ekonomi di
Lembaga Pendidikan
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
Fokus Fokus pada penelitian
ini yaitu
untuk mengetahui
bagaimana etika bisnis Multilevel Marketing
Multi
Qreasi Networkindo
dalam perspektif
ekonomi Islam.
Fokus Penelitian ini yaitu
ingin mengetahui apakah
para pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat sudah
menerapkan etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam berdagang
dan apakah
pihak pesantren melakukan
pengawasan terhadap
kegiatan bisnis tersebut.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode
yang digunakan
adalah metode
deskriptif dengan menggunakan
analisis data deskriptif kualitatif.
Penelitian survei dan wawancara
serta penyebaran
kuesioner dengan
pendekatan kualitatif,
menggunakan tabel frekuensi
dan deskriptif analis.
Tempat dan
Waktu Penulis
mengambil secara acak member
atau anggota dari MQ- Net, pada tahun 2005,
Penelitian skripsi ini dilakukan
pada tahun
2014 di
Pesantren Asshidiqiyah Pusat.
38
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian