Etika bisnis masyarakat muslim dalam berdagang: studi pengawasan aktivitas ekonomi di lingkungan lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat

(1)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

ERI HERZEGOVINA FANSURI 1110046100150

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

iv

 Skripsi merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

 Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 20 Juni 2014


(5)

v

Lingkungan Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat), Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1435 H/2014M. Isi: xiv + 70 halaman + 16 lampiran, 25 literatur ( 1977-2012).

Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam hal ini pesantren yang dinilai sangat lekat dengan label Islami, apakah didalamnya memperhatikan aktivitas ekonomi. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah para pedagang di lingkungan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah melakukan etika bisnis sesuai dengan syariat Islam dan apakah pihak pesantren melakukan pengontrolan atau pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut.

Metode penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan metode analis deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian lapangan/survey, dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi, wawancara dan angket. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, analisis kuantitatif dengan membuat persentase untuk mencari kesimpulan dengan menggunakan tabel frekuensi.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa etika bisnis di lingkungan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat belum sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam, (81.82%) pedagang menjual makanan dan minuman yang halal, tapi masih adanya makanan dan minuman ringan yang kurang sehat yang dijual di pesantren ini. (81.82%) pedagang disini sudah menjaga kebersihan akan tempat berdagang dan alat-alat memasak. (81.82%) para pedagang di pesantren ini tidak mengambil keuntungan yang berlebihan dalam berjualan. Pihak pesantren kurang maksimal dalam melakukan pengontrolan atau pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut.

Kata Kunci: Etika Bisnis Islam, Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lingkungan Pesantren.

Pembimbing I : Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd. Pembimbing II : Dr. Muhammad Maksum, S.A.g, MA.


(6)

vi

Rasa syukur serta rangkain puji senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan pemelihara dan pengatur semesta alam, Allah yang Maha Kuasa, berkat kehendak dan kuasanya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, suri tauladan kita dalam setiap aktivitas kehidupan.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan untuk mendapatkan gekar S1 Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy). Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Penulis juga menghaturkan segala bentuk masukan berupa kritik atau saran-saran yang bersifat membangun dalam menyempurnakan skripsi ini, mengingat kemampuan penulis yang masih terbatas dan terdapat banyak kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Disadari pula bahwa dalam penelitian skripsi ini serat dengan dialektika yang tidak mungkin terlupakan antara keyakinan dan kekhawatiran, serta harapan dan kenyataan yang mnejadi satu dalam membentuk mozaik penulisan skripsi ini. Seperti juga perjalanan studi yang penulis lalui, tidak ada pekerjaan sukses dilakukan dalam kesendirian. Dibalik keberhasilan selalu ada lingkaran lain yang memberi semangat, bimbingan, bantuan dan


(7)

vii

1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH selaku Ketua Program Studi Muamalat dan H. Abdurrauf, Lc, MA Sekretaris Program Studi Muamalat yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan skripsi ini.

3. Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag., sebagai Pembimbing Akademik yang juga senantiasa mengingatkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd., dan Dr. Muhammad Maksum, S.Ag., MA., selaku dosen pembimbing yang tidak kenal lelah meluangkan waktu dan memberikan sumbangan fikiran, serta arahan kepada penulis pada penyusunan skripsi ini.

5. Moh. Rezky Fitriady, sebagai Lurah Pondok, para pedagang dan para santri Pesantren Asshiddiqiyah Pusat yang telah membantu dan memberikan informasi dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Ayahanda tercinta Ahmad Syamsuri dan Ibunda Rahma tercinta yang telah

mencurahkan do’a, kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit maupun


(8)

viii

8. Vian Apfrizal yang telah memberikan masukan, semangat dan juga doa dalam proses penulisan skripsi ini.

9. Firman Ramadhani, Hanifatul Amelia, Fitria Ulfa, Tufah Silvia, Siti Fadhilah, Sekar Arum Dini, Ricka Khutami Putri, Shendy Yulian, Fitriana Wahyuni dan Rizky Amalia Fauroza yang telah memberikan semangat

dan do’a.

10.Keluarga sekaligus sahabat seperjuangan PS.D.SQUAD Angkatan Tahun 2010 yang selalu memberikan masukan-masukannya dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah memberikan bantuan yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus menjalani perkuliahan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak, semoga Allah SWT memberikan kemudahan atas semuanya. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

Jakarta, Juli 2014


(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan/Ruang Lingkup Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Manfaat Penelitian ... 6


(10)

x

1. Sumber Etika ... 9

2. Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum a. Etika dalam Perspektif Islam ... 10

b. Pengertian Etika Bisnis ... 10

c. Definisi Etika Bisnis dalam Islam ... 11

d. Etika, Norma, Hukum ... 11

e. Prinsip Umum Etika Bisnis ... 13

f. Prinsip Dasar Etika Islami ... 15

3. Perdagangan ... a. Pentingnya Perdagangan dalam Islam ... 19

b. Prinsip Perdagangan Rasulullah... 20

c. Perdagangan dan Nilai Kejujuran ... 22

d. Teori Harga ... 24

e. Barang dan Jasa yang Di Haramkan dalam bermuamalah ... 26

4. Konsep Pesantren a. Pesantren ... 30

b. Pesantren Sebagai Lembaga Da’wah ... 31


(11)

xi A. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian ... 38

2. Sumber Data ... 38

3. Teknik Pengumpulan Data ... 39

4. Subjek Objek Penelitian Data ... 40

a. Sejarah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ... 40

b. Tujuan Dasar Berdirinya Pondok Pesantren . 41 c. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ... 42

d. Struktur Organisasi ... 43

e. Sarana dan Prasarana... 44

5. Teknik Analisis Data ... 45

B. Teknik Penulisan ... 46

C. Hasil Penelitian ... 46

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ... 56

B. Analisis Pengawasan Dewan Sekolah Terhadap Aktivitas Ekonomi di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ... 63


(12)

xii

B. Saran... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

xiii

4.2 Pedagang menjual makanan dan minuman yang halal 47 4.3 Pedagang menjual makanan dan minuman yang sehat 47 4.4 Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai

(sewajarnya) 48

4.5 Transaksi Secara Jujur 49

4.6 Puas dengan pelayanan para pedagang 49 4.7 Boleh berhutang jika membeli 50 4.8 Makanan dan minuman yang dijual halal 50 4.9 Makanan dan minuman yang dijual sehat 51

4.10 Selalu menjaga kebersihan 51

4.11 Makanan dan minuman dijual dengan harga yang sesuai 52 4.12 Mencatat pengeluaran dan pendapatan 52 4.13 Pembeli diperbolehkan untuk berhutang 53 4.14 Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang 53 4.15 Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang 54 4.16 Makanan dan minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak

pesantren 54


(14)

(15)

1 A. Latar Belakang

Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan dalam menjalankan kehidupan ekonomi. Allah SWT telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan satu individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Demikian pula dalam Islam hal yang perlu diperhatikan adalah etika dalam bermuamalah, Islam sangat memperhatikan perilaku bisnis, bahkan sejak dahulu Rasulullah SAW telah menganjurkan cara bermuamalah yang didalamnya mencakup tentang perdagangan dengan cara yang bersih dari tipu daya dan mengajarkan kita untuk berbuat jujur serta menjunjung tinggi nilai keadilan. Ketika masyarakatnya berkembang, terstruktur menjadi sebuah organisasi, menjadi sebuah negara, maka muncul lembaga khusus yang mengawasi.

Di Periode Umar Ibn Al Khatab, beliau selaku kepala Negara, sangat teliti dan hati-hati mengenai pelaksanan ketentuan tersebut. Beliau seringkali berkeliling ke pasar-pasar. Bahkan kadang-kadang beliau memberikan teguran keras kepada para pedagang yang melanggar aturan perdagangan dengan kata-kata: “Yang boleh berdagang di pasar ini hanya mereka yang memahami aturan


(16)

-aturan! Barang siapa mengambil keuntungan yang tidak pantas, baik secara sadar atau tidak akan dikenakan denda!”1

Belakangan ini, di Kementrian perdagangan kita pun juga ada yang dinamakan Dewan Pengawas Pasar, mereka mengawasi terutama mengontrol ukuran dan takaran. Apabila seseorang membeli minyak bahan bakar, ada lembaga yang mengawasi alat meteran untuk mengisi leteran itu yang dinamakan “diteran”. Dimana Dewan Pengawas Pasar ini mengontrol, melakukan pengecekan, dan inilah fungsi Dewan Pengawas Pasar.

Kegiatan perdagangan yang dilakukan secara adil dan jujur akan menjadikan pedagang yang baik tidak ada persaingan yang tidak sehat di dalamnya yang dapat mengakibatkan meningkatnya harga barang-barang secara zalim yang sangat dilarang oleh Islam.

Islam sangat melarang penipuan, untuk itu Islam sangat menuntut melakukan perdagangan yang Islami dilakukan secara jujur dan amanah. Di dalam praktik perdagangan tersebut, dilarang melakukan praktik yang mengandung unsur penipuan, riba, judi ketidakpastian, serta pengambilan untung yang berlebihan.

Perdagangan yang dilakukan tidak hanya di pasar, melainkan di sebuah Pesantren atau Sekolah, dimana di dalamnya terdapat transaksi jual beli yang

1Irfan Mahmud Ra’na,

Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, cet.II, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1977), h. 58-59.


(17)

dilakukan para santri dan para pedagang di kantin. Biasanya, di kantin tersebut menjual berbagai macam makanan dan minuman.

Seperti yang dijelaskan di atas, pada zaman Rasulullah SAW dan periode Umar, beliau melakukan pengontrolan terhadap perilaku bisnis. Bagaimana yang dilakukan oleh Dewan Sekolah/Lembaga Pendidikan melakukan pengontrolan terhadap para pedagang yang berada di lingkungan sekolah dan terhadap para santri.

Dengan demikian, penelitian ini sangat penting untuk dikaji, untuk mengetahui etika bisnis para pedagang di kantin sekolah. Hasil penelitian ini sangat berguna bagi para akademisi Ekonom Islam agar dapat dipelajari dan ditinjau kembali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam perdagangan.

Penulis tertarik memilih tema ini karena ingin mengetahui apakah Dewan Sekolah /Lembaga Pendidikan melakukan pengontrolan perilaku bisnis, seperti apa yang dilakukan pada zaman Nabi dan Periode Umar.

B. Identifikasi Masalah

Pokok masalah ini berkaitan dengan etika para pelaku bisnis yang melakukan kegiatan bisnisnya dengan perilaku menyimpang seperti penipuan, tidak jujur, dan lainnya. Sedangkan masalah yang terkait dengan pokok masalah tersebut adalah :


(18)

1. Apakah para Dewan sekolah/lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat melakukan pengontrolan terhadap pelaku bisnis yang berada di lingkungan lembaga pendidikan tersebut?

2. Apakah para pedagang di lingkungan lembaga Pesantren Asshiddiqiyah Pusat menjual makanan/minuman yang halal?

3. Apakah makanan yang berlabel halal itu diseleksi atau tidak oleh Dewan Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat?

4. Apakah terdapat unsur penipuan dalam kegiatan bisnis di lingkungan lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat?

5. Apakah di dalam lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat mengutamakan keuntungan dalam kegiatan bisnisnya?

C. Pembatasan/Ruang Lingkup Masalah

Agar pembahasan ini tidak meluas dan tetap fokus pada permasalahan yang diangkat, maka penulis melakukan pembatasan pada penelitian ini. Penulis hanya membahas tentang etika bisnis pedagang di lingkungan sekolah, dan peran Dewan Sekolah/Lembaga Pendidikan terhadap perilaku bisnis di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat pada tahun 2014 dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode deskriptif analisis. Penulis tertarik memilih pesantren tersebut dikarenakan itu merupakan lembaga Islam yang di dalamnya diajarkan pengetahuan Islam secara mendalam dan aktivitasnya 24 jam di pesantren, apabila


(19)

perilaku bisnisnya tidak dikontrol bisa menjadi suatu penyimpangan dalam suatu aktivitas ekonomi Islam.

Ruang lingkup ini hanya ditujukan kepada pedagang di lingkungan sekolah, pihak pesantren dan para santri.

D. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana para pedagang di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat telah melakukan kegiatan berdagang sesuai dengan ajaran Islam? 2. Bagaimana bentuk atau ragam pengawasan yang dilakukan oleh Dewan

Sekolah terhadap aktivitas ekonomi dalam melakukan pengawasan terhadap perilaku bisnis di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah tersebut?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana para pedagang telah melakukan kegiatan berdagang sesuai dengan ajaran Islam, serta untuk mengetahui bagaimana ragam atau bentuk pengawasan Dewan sekolah/pesantren terhadap kegiatan bisnis di pesantren tersebut.


(20)

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan pengetahuan bagi akademisi mengenai etika bisnis Islam, serta dapat dipelajari dan ditinjau kembali untuk meningkatkan kesejahteraan dalam kegiatan bisnis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan bacaan dan masukan bagi masyarakat muslim, khususnya bagi mahasiswa, dosen, pemerintah dan instansi yang terkait dengan perekonomian khususnya dalam menangani penipuan yang terjadi dalam kegiatan bisnis.

b. Manfaat Praktis

Untuk kehidupan masyarakat luas penelitian ini sangat penting agar masyarakat muslim khususnya para pedagang semakin tahu bahwa etika bisnis dalam berdagang itu harus sesuai dengan syariat Islam. Selain itu, penelitian ini juga untuk menambah khasanah keilmuan dalam bidang Ekonomi Islam, dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.


(21)

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisikan tentang Teori Etika Bisnis, Teori Perdagangan dan Pesantren. Pada bab ini juga membahas Review Studi Terdahulu.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisikan tentang metode penelitian yang didalamnya termasuk gambaran umum penelitian, teknik penulisan dan hasil penelitian.

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

Pada bab ini berisikan analisis hasil penelitian, Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren Asshiddiqiyyah Pusat, dan Analisis Pengawasan Dewan Sekolah Terhadap Aktivitas Ekonomi di Pesantren Asshiddiqiyyah Pusat

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini, yang berisi kesimpulan dari keseluruhan bab yang telah dijelaskan di atas dan saran-saran dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(22)

8 A. Kerangka Konseptual

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos yang berarti sikap, cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, watak kesusilaan. Etika adalah prinsip, norma, dan standar perilaku yang mengatur individu maupun kelompok yang membedakan apa yang benar dan apa yang salah.1

Secara terminologis arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah

Al-Qur‟an al khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, Al-Qur‟an

menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut: khair, bir, qist, „adl, haqq, ma‟ruf, dan taqwa.2

Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (Akhlak).3

Ethics (Etika) menurut Kamus Ekonomi Uang dan Bank adalah disiplin pribadi seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan, lebih dari yang sekedar ditentukan oleh undang-undang. Misalnya yang ada di bidang akuntansi

1

A. Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah Teori dan Praktik The Celestial Management, ( Jakarta: Salemba Empat, 2010), h.9.

2

Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.5. 3

Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.383.


(23)

di Indonesia, yakni Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang terbentuk pada tahun 1972.4

Bisnis menurut KBBI adalah usaha komersial dalam dunia perdagangan; bidang usaha; usaha dagang; bekerja di bidang.5

Bisnis menurut Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah adalah bidang usaha; yang sifatnya mencari keuntungan; usaha di bidang komersial; usaha dagang.6

B. Kerangka Teori 1. Sumber Etika

Ketetapan „boleh‟ atau „tidak‟ dalam kehidupan manusia telah dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa. Prinsip „boleh‟ atau „tidak‟ tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi-nabi yang diutus oleh Allah kemudian termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Mereka diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia. Tata nilai itu diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar. Tata nilai itulah yang disebut dengan etika.

4

Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, cet.III, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2007), h.110.

5

Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, h.200. 6

AKA Kamarulzaman, dkk, Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Absolut Jogja.


(24)

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.7

2. Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum a. Etika dalam Perspektif Islam

Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis (al hikmah al amaliyah) – bersama politk dan ekonomi. Berbicara tentang : sebagaimana seharusnya. Etika vs Moral. Moral = nilai baik dan buruk dari setiap perbuatan manusia – (prakteknya = akhlaq), Etika = ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk – (ilmunya – ilm al-akhlaq). Dalam disiplin filsafat, Etika sering dinamakan dengan Filsafat Moral.8

b. Pengertian Etika Bisnis

Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam arti lain Etika Bisnis berarti seperangkat prinsip dan norma dimana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai “daratan” atau

7

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika. 8

Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.31.


(25)

tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat. Selain itu, etika bisnis juga dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji, tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar, pantas, tidak pantas dari perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.9

c. Definisi Etika Bisnis dalam Islam

Secara sederhana mempelajari etika bisnis dalam Islam berarti mempelajari tentang mana yang baik/buruk, benar/salah dalam dunia bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas.

Moralitas disini, sebagaimana disinggung di atas berarti: aspek baik/buruk, terpuji/tercela, benar/salah, wajar/tidak wajar, pantas/tidak pantas dari perilaku manusia. Kemudian dalam kajian etika bisnis Islam susunan adjective di atas ditambah dengan halal-haram (degrees of lawful and lawful), menurut Husein Sahatah seperti dikutip oleh Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa sejumlah perilaku etis bisnis (akhlaq al Islamiyah) yang dibungkus dengan dhawabith syariah (batasan syariah) atau general guideline menurut Rafik Isa Beekun.10 d. Etika, Norma, dan Hukum

Karena kaidah hukum itu melindungi kepentingan manusia maka harus ditaati, harus dilaksanakan, dipertahankan, dan bukan

9

Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.13. 10


(26)

dilanggar. Tolak ukurnya ialah melanggar kaidah hukum atau tidak. Kesalahan orang diukur dengan kenyataan apakah ia melanggar kaidah hukum atau tidak. Kalau melanggar kaidah hukum itu salah, kalau tidak melanggar kaidah hukum itu baik, yang melanggar itu yang buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum baik, yang melanggar itu yang buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum itu didukung oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk, karena itulah kaidah hukum itu disebut juga kaidah etis.11

Etik adalah usaha manusia untuk mencari norma baik dan buruk. Etik berasal dari kesadaran manusia merupakan petunjuk tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Etik juga merupakan penilaian ataupun kualifikasi terhadap perbuatan seseorang. Bagaimanakah hubungan hukum dengan etik? Hukum dan etik merupakan dua sisi dari satu mata uang.12

Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam ikatan dengan masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Etik sebaliknya ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati nuraninya lah yang diketuk.13

11

Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2012), h.5. 12

Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.5-6. 13


(27)

Menurut Drs. Achmad Charris Zubaik seperti dikutip oleh Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa norma adalah „nilai yang menjadi milik bersama, tertanam dan disepakati semua pihak dalam

masyarakat‟ yang berangkat dari nilai baik, cantik atau berguna yang

diwujudkan dalam bentuk perbuatan kemudian menghadirkan ukuran atau norma. Artinya norma bermula dari penilaian, nilai dan norma.14 e. Prinsip Umum Etika Bisnis

Yang dimaksud dengan prinsip umum atau tiang pancang etika bisnis dalam tulisan ini ialah hal-hal atau tepatnya karakter bisnis yang sangat menentukan sukses tidaknya sebuah bisnis, dan karakter ini suka atau tidak suka dan mau tidak mau, harus dimiliki oleh setiap pebisnis apalagi pebisnis Muslim/Muslimat yang menghendaki kesuksesan dalam berbisnis. Diantara tiang pancang etika bisnis yang dimaksudkan ialah:15

(1) Iktikad baik

Iktikad artinya kepercayaan; keyakinan yang teguh (kuat). Juga bisa diartikan dengan kemauan dan maksud. Dengan demikian maka yang dimaksud dengan iktikad baik dalam tulisan ini ialah kemauan, maksud atau tepatnya keyakinan yang baik

14

Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.6. 15

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, cet.I, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.309-314.


(28)

untuk melakukan bisnis dan memenuhi hal-hal yang bertalian dengan berbisnis.

(2) Kejujuran

Setiap akad (transaksi) dalam bisnis pasti dibangun oleh dua pihak atau malahan lebih. Akad itu sendiri terlahir atas persetujuan-persetujuan yang disepakati para pihak, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.

Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan berkata apa adanya); tidak curang; tulus; ikhlas. Kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati); atau sifat yang suka akan kebenaran.

(3) Kesetiaan/Kepatuhan

Setia artinya berpegang teguh (pada janji, pendirian dan sebagainya); patuh; taat. Kesetiaan maksudnya keteguhan hati, ketaatan (dalam persahabatan, perhambaan dan sebagainya); taat (pada perintah, aturan dan sebagainya); berdisiplin; sedangkan kepatuhan artinya sifat patuh; keadaan patuh; atau ketaatan.

Kesetiaan dan kepatuhan dini menjadi sangat penting dalam dunia bisnis. Lebih-lebih dunia bisnis Islami. Kesetiaan dipentingkan daripada di dunia barat sekarang ini. Kesetiaan itu mencakup hubungan antara suatu perusahaan dengan para pelanggannya dan perusahan lain, serta hubungan antara majikan


(29)

dengan karyawannya – dan hal ini berlaku secara timbal balik. Dalam hubungan dagang (bisnis), kesetiaan timbal balik antara pelanggan dengan para pemasok (supplier) langganannya sangat jelas. Di pasar eceran (sekalipun) para pelanggan tidak bisa berkeliling mencari barang (shopping around) mereka mendatangi toko langganannya, dengan demikian lebih baik untuk dapat mengenal pedagang langganannya itu.

Suatu hal yang patut diingatkan disini ialah bahwa khusus dalam hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, misalnya perjanjian yang mengharamkan yang halal atau sebaliknya menghalalkan yang haram, etika bisnis Islam tidak membenarkan untuk melangsungkannya walaupun dengan dalih kejujuran dan kepatuhan.

f. Prinsip Dasar Etika Islami

Ajaran etika dalam Islam pada prinsipnya manusia dituntut untuk berbuat baik pada dirinya sendiri, kepada manusia dan lingkungan alam di sekitarnya, dan kepada Tuhan selaku penciptaNya. Terdapat lima prinsip yang mendasari etika Islam:

(1) Unity (Kesatuan)

Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan seluruh aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan


(30)

teratur. Adanya hubungan yang vertikal atau horizontal yaitu hubungan antarsesama manusia maupun manusia dengan penciptanya.16

(2) Equilibrium (Keseimbangan)

Konsep ini hampir sama dengan konsep adil, berdimensi horizontal yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada alam semesta. Maka, keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan merupakan prinsip etis yang harus diterapkan dalam aktivitas maupun entitas bisnis. Praktik konsep ini dalam etika bisnis misalnya berlaku lurus dalam takaran atau timbangan.17

Dalam beraktifitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali kepada pihak yang tidak disukai. Pengertian adil diarahkan agar hak orang lain, hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak Allah dan Rasulnya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku adil seseorang. Semua hak-hak tersebut harus ditempatkan sebagaimana mestinya (sesuai aturan syariah). Tidak mengakomodir salah satu hak di atas, dapat menempatkan

16 A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik The Celestial Management”, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), h. 34.

17 A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik The Celestial Management”, h. 35.


(31)

seseorang tersebut kepada kedzaliman, karenanya orang yang adil akan lebih dekat kepada ketakwaan.18

Allah berfirman                                            

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

(3) Free Will (Kebebasan)

Konsep ini berarti bebas memilih atau berkehendak sesuai etika atau sebaliknya. Ayat Al Qur‟an yang merupakan dasar dari

konsep ini adalah “Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu

datangnya dari Tuhanmu; barang siapa yang menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki

18


(32)

(kafir) biarlah ia kafir” (QS.18:29). Jadi, saat seseorang menjadi muslim, ia harus menyerahkan kehendaknya kepada Allah.19 (4) Responsibility (Tanggung Jawab)

Adalah bentuk pertanggungjawaban kepada setiap tindakan. Menurut Sayid Quthb seperti dikutip oleh A. Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, menyatakan bahwa prinsip pertanggungjawaban Islam adalah tanggung jawab yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan masyarakat, serta antara masyarakat dengan masyarakat lainnya.20

(5) Benevolence (Kebenaran)

Kebenaran dalam konsep ini juga meliputi kebajikan dan kejujuran. Dalam bisnis, kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap, dan perilaku benar, yang meliputi proses transaksi, proses memperoleh komoditas, proses pengembangan produk, serta proses pengolahan keuntungan kebajikan merupakan sikap ihsan, tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain.21

19

A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.35.

20

A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.35.

21

A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik The Celestial Management”, h.36.


(33)

3. Perdagangan

a. Pentingnya Perdagangan di dalam Islam

Perdagangan sebagai salah satu aspek kehidupan yang bersifat horizontal dengan sendirinya dapat berarti ibadah. Menurut Yaumidin seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa usaha perdagangan dalam ekonomi Islam merupakan usaha yang mendapatkan penekanan khusus, karena keterkaitannya langsung dengan sektor riil. Ekonomi Islam memang lebih menekankan sektor riil ini dibandingkan dengan sektor moneter. Penekanan khusus kepada sektor perdagangan tersebut tercermin misalnya pada sebuah hadis Nabi yang menegaskan bahwa dari sepuluh pintu rezeki, sembilan diantaranya adalah perdagangan.22

Islam juga menekankan sekali pada usaha-usaha yang produktif. Seseorang yang setiap waktu senantiasa beribadah didalam masjid, dan melalaikan bekerja mencari nafkah untuk keluarga serta dirinya sendiri, sehingga ia menggantungkan keperluannya kepada orang lain, maka orang lain tersebutlah yang akan menerima pahala ibadah yang ia kerjakan itu (hadis). Alquran sendiri dalam Surah Al-Jumu‟ah (62) ayat 10 telah menggariskan bahwa apabila seseorang telah melakukan shalat, lekaslah bertebaran di bumi untuk mencari karunia Allah SWT. Usaha

22


(34)

perdagangan dalam pandangan ini merupakan salah satu dari usaha-usaha produktif yang dimaksud.23

Namun demikian, tidak semua usaha perdagangan dibolehkan, dan baik darinya yang tidak dibenarkan agama, baik karena cara-cara pelaksanaanya ataupun jenis barang yang diperdagangkannya. Secara eksplisit, ajaran Islam melarang orang memakan harta yang didapat secara tidak benar, atau secara tidak halal, dan salah satu cara yang dibenarkan atau dihalalkan adalah dengan perdagangan:24

“Janganlah kamu sekalian memakan hartamu yang kau peroleh dari sesama kamu dengan jalan yang tidak benar, kecuali dengan jalan perdagangan (dengan cara yang dibenarkan oleh agama)” (QS. An-Nisa‟ (4):29).

b. Prinsip Perdagangan Rasulullah

Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional diartikan sebagai proses saling tukar-menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Mereka yang terlibat dalam aktivitas perdagangan dapat menentukan keuntungan maupun kerugian dari kegiatan tukar-menukar secara bebas itu.25

Sebaliknya prinsip yang dasar perdagangan menurut Islam adalah adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi

23

Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22. 24

Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22-23. 25


(35)

menukar, tetapi kegiatan tersebut tetap disertai dengan harapan diperolehnya keridhaan Allah SWT, dan melarang terjadinya pemaksaan (QS. An-Nisa‟ (4):(29). Oleh karena itu, agar diperoleh suatu keharmonisan dalam sistem perdagangan, diperlukan suatu “perdagangan yang bermoral”. Rasululllah SAW, secara jelas telah memberi contoh tentang sistem perdagangan yang bermoral ini, yaitu perdagangan yang jujur dan adil serta tidak merugikan kedua belah pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu

Sa‟id menegaskan: “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan

dimasukkan dalam golongan para Nabi, golongan orang-orang jujur, dan golongan para syuhada”. Hadis tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan orang lain, selain itu, dalam setiap transaksi perdagangan dituntut harus bersikap sopan dan bertingkah laku baik sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Rahmat Allah atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli serta ketika membuat keputusan”.26

Berdasarkan hadis tersebut nampak jelas bahwa Muhammad SAW telah mengajarkan untuk bertindak jujur dan adalah serta bersikap baik dalam setiap transaksi perdagangan. Dalam hal ini kunci

26


(36)

keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan diantaranya adalah dimilikinya sifat-sifat terpuji beliau yang sangat dikenal penduduk Mekkah kala itu, yaitu jujur (shidiq), menyampaikan (tabligh), dapat dipercaya (amanah), dan bjaksana (fathanah). Menurut Afzalurrahman seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa sikap terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan Nabi dalam berdagang. Bersikap adil dan bertindak jujur merupakan prasyarat penting seseorang dalam melakukan perdagangan, di samping menjaga hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para pelanggan. Pedagang yang tidak jujur, meskipun mendapat keuntungan yang besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini dikarenakan ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para pelanggan sehingga lama kelamaan akan memundurkan dan mematikan usahanya.27

c. Perdagangan dan Nilai Kejujuran

Selain berkaitan dengan pengertian yang sifatnya eskatologis, perdagangan dalam Islam merupakan salah satu konsep yang merujuk pada pengalihan hak kepemilikan harta kekayaan. Seperti halnya paham ekonomi konvensional, Islam sangat mengutamakan dan mengakui hak pemilikan individu atas harta kekayaan yang dimilikinya. Namun pengakuan terhadap hak individu tersebut disertai ketentuan-ketentuan

27


(37)

yang mengikat. Antara lain disebutkan dalam pemilikan individu itu melekat didalamnya hak-hak orang lain, dan hal itu wajib diserahkannya (zakat). Juga seseorang tidak boleh memanfaatkan kepemilikan individu tersebut semaunya sendiri, seperti hidup secara boros, berperilaku kikir.28

Konsep penting dalam Islam yang mendasari pengalihan hak individu tersebut adalah ridha dan ikhlas, dan salah satu syarat penting untuk mencapai tingkat ridha dan ikhlas yang dimaksud adalah perilaku yang jujur. Akan tetapi, yang demikian ini sangat khusus sifatnya. Banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengalihan kepemilikan, dan semuanya berlandaskan pada prinsip ridha atau ikhlas tersebut, diantaranya adalah shadaqah, infaq, dan hibah.29

Perdagangan yang didalamnya mengandung unsur ketidakjujuran, pemaksaan, atau penipuan, seperti menimbun barang dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, mencegat penjual di pasar, menyembunyikan informasi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat barang dagangan, dan sebagainya, hukumnya tidak boleh (haram).30

Menurut Yafi dan Karim seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa dalam sejarah umat Islam sendiri, jelas bahwa

28

Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 31. 29

Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32. 30


(38)

perdagangan merupakan salah satu sektor terpenting sumber kemakmuran masyarakat Madani pada zaman Rasulullah dan zaman

Khulafa‟ Ar-Rasyidin sesudahnya. Bisa dikatakan, perdagangan

merupakan faktor penggerak sektor riil, tidak saja pada zaman Islam awal, tetapi juga sampai pada masa-masa sekarang.31

Sampai disini jelas sekali bahwa perdagangan merupakan masalah penting dan merupakan bagian yang penting pula dalam ekonomi Islam secara keseluruhan. Begitu pentingnya masalah perdagangan ini, sampai-sampai hal tersebut ditempatkan sebagai lawan kata atau yang dipertentangkan dengan ekonomi riba (prinsip dasar ekonomi konvensional). Dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 275 misalnya,

dengan jelas ditegaskan “ … Allah menghalalkan jual-beli

(perdagangan) dan mengharamkan riba …”32

Seperti yang telah disinggung di atas, diantara nilai-nilai terpenting sebagai landasan transaksi adalah kejujuran. Diantara nilai-nilai yang terkait dengan kejujuran, dan yang melengkapinya adalah amanah (terpercaya).

d. Teori Harga

Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah seperti dikutip oleh Muhammad Amin Suma, menyatakan bahwa Harga (tsaman) ialah

31

Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32-33. 32


(39)

ukuran/standar/kriteria (al-mi‟yar) yang dengannya dapat dikenali (ditaksir) nilai harta-kekayaan (al-mi‟yar alladzi bihi yu‟rafu taqwim al -amwal). Harga, kata Ibn Qayyim lebih lanjut, wajib dibatasi dan dipatok sedemikian rupa supaya tidak (mudah) naik atau tidak (mudah) turun mengingat sifatnya yang spesifik dan akurat. 33

Diantara hal penting yang layak dikemukakan tentang persoalan teori harga dalam ekonomi Islam ialah penyerahannya kepada sistem pasar yang ditentukan oleh masyarakat pasar. Maksudnya, Islam pada dasarnya tidak campur tangan apalagi menentukannya secara konkrit tentang teori harga; karena Islam menyerahkan teori harga sepenuhnya kepada mekanisme pasar. Termasuk dalam hal pengambilan keuntungan, misalnya berapa persen maksimal keuntungan yang boleh ditarik seorang pedagang atau suatu perusahaan dari modal – termasuk cost – yang telah dikeluarkan.34

Hanya saja, suatu hal yang layak dicatatkan disini ialah bahwa suatu ketika, Nabi Muhammad SAW pernah mengutus Urwah al-Bariqi, seraya Nabi memberinya uang satu dinar untuk dibelikan kurban (udhhiyah) atau seekor kambing; kemudian al-Bariqi membelikan uang yang satu dinar itu untuk dua ekor kambing. Lalu dia jual (kembali)

33

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, cet.I, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.184.

34

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.184.


(40)

yang satu ekor dengan harga satu dinar, sehingga ia pun kemudian pulang dengan (membawa) seekor kambing dan satu dinar uang tunai (saya menyerahkannya kepada Nabi); dan Nabi-pun mendoa untuk

al-Bariqi, “semoga Allah memberkahi jual-belinya, sehingga, jika al-Bariqi

berjualan pasir (sekalipun), dia akan memperoleh keuntungan

daripadanya” (hadis riwayat imam lima, kecuali an-Nasa‟i dari Urwah

al-Bariqi).35

Dari hadis ini kita bisa memetik pemahaman bahwa tingkat pengambilan keuntungan masih bisa dilakukan sampai sebesar 100%. Pembelian seekor kambing dengan harga setengah dinar, yang kemudian dijual dengan harga satu dinar oleh al-Bariqi, dan kemudian dibenarkan oleh Nabi; ini mengisyaratkan tentang pembolehan pengambilan keuntungan sampai 100%. Sebab, kalau tidak diperkenankan, tentu Nabi tidak akan membenarkan tindakan al-Bariqi di atas dan tidak mungkin mendoakannya.36

e. Barang dan Jasa yang Diharamkan dalam Muamalah

Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia untuk mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai dari apa saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang

35

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185.

36

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185.


(41)

dikonsumsinya itu benar-benar halal lagi baik (halalan thayyiban; lawful and good). Dengan kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang (makanan/minuman dan lain-lain) yang baik-baik (at-thayyibat; lawful). Pada saat bersamaan, Islam juga tegas mengaharamkan seseorang dari kemungkinan mengonsumsi makanan/minuman lain-lain yang buruk-buruk (al-khabitsat; unlawful).37 Hal ini dapat dipahami dari sejumlah ayat al-Qur‟an diantaranya:

                       

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa

yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.

Al-halal, al-hilal atau al-halil, adalah lawan dari kata al-haram, artinya halal. Sedangkan thayyib secara harfiah berarti baik, bagus, lezat, nyaman, dan sehat. Kata al-Ashafani, makna asal at-thayyib ialah sesuatu yang oleh indera maupun nafsu dianggap lezat (ma-tastalidzdzuh al-hawass wa-ma (ma-tastalidzdzuh al-nafs). Yang dimaksud dengan at-thayyib (makanan yang baik) dalam konteks syariah ialah makanan yang memenuhi (kriteria) boleh dari sisinya yang manapun

37

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185.


(42)

misalnya dari sisi bahan bakunya, dari sisi kadar/ukurannya, dari sisi tempat atau asal-usulnya, dari sisi kebersihan dan dari sisi kebaikannya untuk jangka pendek maupun jangka panjang.

Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram. Dari sisi kadar/ukuran,tidak boleh melampaui batas yang diperlukan (kebutuhan), bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas asal-usulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalan-thayyiban. Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggung-jawabkan secara agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang.38

Suatu hal yang mutlak perlu diingatkan disini ialah bahwa barang-barang konsumtif ini ketika dihubungkan dengan teknologi terutama pengolahan produk pangan di zaman modern sekarang ini mudah tercampur atau bahkan dicampuri dengan barang-barang haram atau paling sedikit diragukan kehalalannya. Teknologi yang diterapkan dalam pengolahan makanan (produk pangan) antara lain: pembersihan, sortasi, grading, pengupasan, pengecilan ukuran, pencampuran, pemisahan, pemekatan, fermentasi, pemanasan, irradiasi, pengeringan, pendinginan, proses pengawetan non thermal, pelapisan, pencetakan,

38

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.187.


(43)

dan pengemasan. Meskipun demikian terdapat teknologi yang mempengaruhi status halal-haramnya produk yang dihasilkan yaitu teknologi penyembelihan, meskipun karena satu dan lain hal juga tidak akan dibahas didalam buku ini.39

Kehalalan produk pangan dewasa ini semakin terancam manakala dihubungkan dengan teknologi pengolahan dan terutama bahan pangan (bahan baku, bahan penolong maupun bahan tambahan) yang mudah tercampur atau dicampur. Terutama produk pangan yang secara umum terdiri atas tiga macam komponen utama yakni: protein, lemak dan karbohidrat. Kerawanan produk pangan terutama terletak pada protein dan lemak yang berasal usul dari hewan (protein dan lemak hewani). Disinilah terletak arti penting dari hikmah pengharaman bangkai dan babi itu secara dzati dan bersifat mutlak, demi jaminan proteksi atas makanan dan minuman Islami yang berlebelkan “halalan thayyiban”, dan dari kemungkinan tercampur apalagi sengaja dicampur dengan bahan-bahan pangan yang nyata-nyata diharamkan atau paling sedikit mengandung unsur-unsur khaba‟its (keburukan) sebagaimana disinyalir dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang telah dikutibkan dan diuraikan sebelum ini.40

39

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.194.

40

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.194-195.


(44)

Belakangan disinyalir banyak produk makanan dan atau minuman serta kosmetik atau bahkan juga alat-alat kebersihan dan penyucian (semisal sabun, sikat gigi dan lain-lain) yang tercampur atau sengaja dicampuri dengan bahan-bahan yang haram (khususnya bangkai dan babi) atau bahan-bahan baku yang jelas-jelas mengandung bahaya (mudarat) misalnya bahan-bahan pengawet dan pewarna seperti formalin dan lain-lain. Disinilah pula terletak arti penting dari kehadiran tuntunan al-Islam tentang konsep dan resep hidup sehat melalui makanan dan minuman yang halalan thayyiban. Moto pemerintah yang mendengungkan konsep dan resep “Empat Sehat Lima Sempurna (nasi, lauk pauk, sayur-mayur, buah-buahan dan susu)”, sudah harus disempurnakan menjadi “Empat Sehat Lima Sempurna, Enam Halal Tujuh Thayyib” (nasi, lauk pauk, sayur mayur, buah buahan, susu, halal dan thayyib).41

4. Konsep Pesantren a. Pesantren

Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenpus. Pendidikan ini semula pendidikan agama Islam yang dimulai sejak

41

Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.195.


(45)

munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke -13. Beberapa abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur dengan munculnya tempat-tempat pengajian (“nggon ngaji”). Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren.

Secara umum pesantren memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut: 1) lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi aladin) dan nilai-nilai Islam (Islamic Values), 2) lembaga kegamaan yang melakukan kontrol sosial (social control), dan 3) lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering).42

b. Pesantren Sebagai Lembaga Da‟wah

Pengertian sebagai lembaga da‟wah benar melihat kiprah pesantren dalam kegiatan melakukan da‟wah dikalangan masyarakat, dalam arti kata melakukan suatu aktifitas menumbuhkan kesadaran beragam atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen sebagai pemeluk agama Islam.43

Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik didalam maupun diluar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan

42

Matsuki, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka,2005), h. 6. 43 M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok

Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura”, cet.I, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h. 38.


(46)

da‟wah, sebab pada hakekatnya pondok pesantren berdiri tak lepas dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan kalimat Allah dalam pengertian penyebaran agama Islam agar pemeluknya memahami Islam dengan sebenarnya. Oleh karena itu kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka da‟wah Islamiah. Hanya saja kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan sangat beragam dalam memberikan pelayanan untuk masyarakatnya. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang itu tidak lepas dari tujuan pengembangan agama.44

44 M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura”, h. 38.


(47)

B. Kerangka Berpikir

D. Review Studi Terdahulu No. Aspek

Perbandingan

Studi Terdahulu Rencana Skripsi 1. Judul “Implementasi Etika

Bisnis Islam Dalam Menghadapi

Persaingan Usaha” (Erik Lesmana, Mahasiswa Program Studi Muamalat Perbankan Syariah UIN 2010).

Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan

Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat. - Makanan/Minu

man yang Halal - Makanan/Minu

man yang Sehat - Transaksi Jual

beli Dewan

Pengawas/Pengontrolan (Para Pembesar Pesantren/Sekolah/Kyai)

Pedagang Muslim di Pesantren Asshiddiqiyah

Pusat - Pedagang Muslim di

Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat - Para Santri


(48)

Fokus Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui tentang ada tidaknya pengaruh persaingan dan pemahaman etika bisnis terhadap perilaku dagang.

Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan

terhadap kegiatan bisnis tersebut. Metode

Penelitian

Penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan Regresi Linear Sederhana sebagai alat analisis.

Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran

kuesioner dengan pendekatan

kualitatif,

menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Tempat dan

waktu

Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2010 di Pasar Ciputat Tangerang

Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat. 2. Judul “Etika Bisnis Islam

Dalam Persaingan Usaha Pada PT.

Asuransi Syari‟ah

Mubarakah” (Zulkipli, Mahasiswa Program Studi Muamalat Asuransi Syariah 2010)

Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan

Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat. Fokus Fokus penelitian ini

yaitu untuk mengetahui

bagaimana persaingan

Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di


(49)

asuransi syariah pada PT.Mubarakah, sesuai dengan norma atau etika bisnis Islam.

Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan

terhadap kegiatan bisnis tersebut. Metode

Penelitian

Penelitiam survei dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan Regresi Linear Sederhana sebagai alat analisis.

Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran

kuesioner dengan pendekatan

kualitatif,

menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Tempat dan

Waktu

Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2010 di PT.Asuransi Syari‟ah Mubarakah yang beralamat di Jalan Raya Sudirman kav 22-23, Barclays Building, lt 17-18, Jakarta Selatan.

Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat.

3. Judul (Tesis) Implementasi Etika Bisnis Islam “Memotret Moralitas Pedagang Kakako di Kabupaten POLMAS, Sulawesi Barat), (Muhammad Aswad, Mahasiswa Pasca Sarjana (S2) Program Studi Ekonomi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005).

Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan

Pesantren


(50)

Fokus Fokus penelitian ini yaitu untuk mengetahui

bagaimana

implementasi etika bisnis pedagang kakao di kab, Polmas dan faktor apa saja yang mempengaruhinya.

Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan

terhadap kegiatan bisnis tersebut. Metode

Penelitian

Penelitian yang dilakukan di kajian

tesis ini

menggunakan

penelitian deskriptif, dengan menggunakan analisis statistik, dengan analisis data deskriptif kualitatif.

Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran

kuesioner dengan pendekatan

kualitatif,

menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Tempat dan

Waktu Penelitian

Kabupaten Polmas, baik di suatu lokasi tertentu atau gudang tempat pembelian kakao.

Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren

Asshidiqiyah Pusat. 4. Judul Etika Bisnis Multi

Qreasi Networkindo (MQ-NET) Dalam Perspektif Ekonomi Islam. (Cecep Castrawijaya,

Mahasiswa

Pascasarjana, Program Studi Ekonomi ISLAM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)

Etika Bisnis Masyarakat Muslim Dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lembaga Pendidikan

Pesantren


(51)

Fokus Fokus pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui

bagaimana etika bisnis Multilevel Marketing Multi Qreasi Networkindo dalam perspektif ekonomi Islam).

Fokus Penelitian ini yaitu ingin mengetahui apakah para pedagang di Pesantren

Asshiddiqiyah Pusat sudah menerapkan etika bisnis sesuai syariat Islam dalam berdagang dan apakah pihak pesantren melakukan pengawasan

terhadap kegiatan bisnis tersebut. Metode

Penelitian

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif.

Penelitian survei dan wawancara serta penyebaran

kuesioner dengan pendekatan

kualitatif,

menggunakan tabel frekuensi dan deskriptif analis. Tempat dan

Waktu

Penulis mengambil secara acak member atau anggota dari MQ-Net, pada tahun 2005,

Penelitian skripsi ini dilakukan pada tahun 2014 di Pesantren


(52)

38 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu penulis mengembangkan konsep dan mengumpulkan fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Penelitian ini juga menggunakan deskriptif analis yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada data yang ada, kemudian dianalisis lebih lanjut untuk ditarik kesimpulannya.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang didapat melalui sumber pertama yaitu Dewan Sekolah/Pihak Pesantren , pedagang di lingkungan sekolah dan para santri. Jenis data yang dalam penelitian ini yaitu jenis data kualitatif dengan menggunakan instrumen pedoman wawancara atu interview guide, yaitu berisi daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka, atau jawaban bebas agar diperoleh jawaban yang lebih luas serta mendalam. Selain itu, penulis juga menyebarkan kuesioner kepada para pedagang dan para santri sebagai konsumen. b. Data sekunder yaitu data yang didapat melalui studi kepustakaan yang


(53)

buku-buku teraktual yang terkait dengan penelitian, hasil riset terdahulu atau karya ilmiah lainnya, dan media komunikasi seperti internet, portal berita, jurnal, majalah, koran, serta berbagai literatur lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (library research)

Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dokumentasi yang berkaitan dengan Etika Bisnis Islam yang diperoleh dari buku-buku, artikel, jurnal, serta mailing list (website/internet). Langkah dalam pelaksanaan studi kepustakaan ini adalah dengan cara membaca, mengutip untuk menganalisa dan merumuskan hal-hal yang dianggap perlu untuk memenuhi data dalam penulisan penelitian ini.

b. Studi Lapangan (field research)

Metode ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dengan cara mendatangi langsung objek penelitian. Untuk memperoleh data dari lapangan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

(1) Pengumpulan data dengan cara observasi, yakni penulis berkontribusi langsung dalam kegiatan jual-beli para pedagang sehari-hari dari tanggal 27 Mei 2014 s/d 11 Juni 2014. Selama melakukan kegiatan ini, penulis dapat langsung mengamati dan mencatat semua hal yang


(54)

berkaitan dengan aktivitas ekonomi para pedagang di lingkungan pesantren Asshiddiqiyah Pusat.

(2) Pengumpulan data dengan cara wawancara (interview), Yaitu pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak responden yang mampu memberikan informasi yang berguna bagi penelitian ini, selanjutnya jawaban responden dicatat atau direkam. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Pihak Pesantren yaitu Lurah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat dan para pedagang di lingkungan pesantren yang mampu memberikan informasi guna menunjang penulisan penelitian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan penyebaran kuesioner kepada para pedagang dan para santri sebagai konsumen yang dipilih secara random, guna untuk memperkuat hasil penelitian dari observasi dan wawancara. 4. Subjek-Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pesantren Asshiddiqiyah Pusat yang beralamat di Jalan Panjang, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

a. Sejarah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah

Pondok pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada bulan Rabi‟ul Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Putra salah satu Kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi, yaitu KH.


(55)

Iskandar. Di atas tanah yang diwaqafkan oleh H. Abdul Ghono Dja‟ani (Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan kelurahan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ.

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka sepuluh cabang yang tersebar di beberapa daerah, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II, Batuceper Tangerang Banten. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Karawang Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV Serpong Tanggerang Banten. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V Cijeruk Bogor Jawa Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin, Palembang Sumatera Selatan. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IX, Putra Buyut Lamung Tengah, dan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah X di Cianjur Jawa Barat. b. Tujuan Dasar Berdirinya Pondok Pesantren

Selain memiliki kerangka umum pendidikan formal di satu sisi dan kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi lain, sesuai dengan trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi tujuan dasar berdiri, yaitu:


(56)

1) Menguasai Ilmu pengetahuan dan Teknologi, serta membangun Iman dan Taqwa secara lebih mendalam.

2) Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air.

3) Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu Bahasa Arab dan Bahasa Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan soko guru daripada dasar kependidikan Islam.

c. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Kebon Jeruk ini adalah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali berdiri dan menjadi pelopor berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di beberapa tempat lainnya. Jumlah santri SMP Islam dan Madrasah Aliyah

Manba‟ul Ulum, yaitu 625. Jumlah Santri Ma‟had Aitam

Saa‟idusshiddiqiyah, yaitu 90. Jumlah Mahasantri Ma‟had „Aly, yaitu 80 orang. Disini terdapat Asrama, yang terdiri dari Asrama Putra 38 Kamar, Asrama Putri 28 Kamar. Disini juga terdapat 30 kelas untuk putra dan putri.

Disini juga menjadi tempat kediaman pengasuh pondok Pesantren Asshiddiqiyah Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, beserta istri Ibu Nyai Hj. Noerjazilah, BA, dan kelima anaknya.

Unit kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat:


(57)

1) SMP Islam Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah.

2) Madarasah Aliyah Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah.

3) Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur‟an).

4) Ma‟had „Aly Saa‟idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam,

setara Strata 1). d.Struktur Organisasi

Di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini memiliki struktur organisasi yang pada tingkat paling atas yaitu Pengasuh (Mudhirul- „Aam). Pengasuh yang membawahi Sekretaris, Bendahara, Pengasuh Lokal Setiap Pesantren (Khadimul Ma‟had) dan Asisten Pengasuh Bidang Pendidikan dan Pengajaran. Sekretaris membawahi Kesekretariatan dan Bendahara membawahi Bagian Keuangan.

Pengasuh Lokal Setiap Pesantren (Khadimul Ma‟had) membawahi Lurah pondok, Kepala Bagian Rumah Tangga, Kepala Bagian Ekstrakulikuler, Pembina Ospa, Kepala Bagian Humas, Koord. Majlis Ta‟lim Koordinasi, Kepala Bag. Kemanan, Kepala Bagian Ta‟mir Masjid, Kepala SMP, Kepala Madrasah Diniyah, Kepala Ma‟had Aitam

dan Kepala Ma‟Had Aly. Kepala Madrasah yang membawahi Kepala

Bagian Al-Qur‟an, Kepala Bagian Kitab Salaf, dan Kepala Bagian Bahasa. (struktur organisasi terlampir).


(58)

e. Sarana dan Prasarana

1) Kantor Ma‟hadul Aitam

2) Kantor Ekstrakulikuler 3) Kantor Perizinan

4) Kantor PSB (Penerimaan Santri Baru) 5) Kantor Madrasah Diniyah

6) Ruang Guru Madrasah Diniyah 7) Perpustakaan Madrasah Diniyah 8) Kantor OSPA dan Pembinaan OSPA

9) Kantor Ta‟mir Masjid

10) Kantor Keuangan Putra 11) Lab. Bahasa

12) Lab. Ipa

13) Lab. Komputer SMP 14) Aula

15) Ruang Audiovisual SMP 16) Ruang Penginapan Tamu

17) Ruang Tamu dan Kantor OSPA Putri 18) Lab. Komputer Aliyah

19) Perpustakaan

20) Kantor Madrasah Aliyah 21) Ruang Guru MA


(59)

22) Kantor SMP 23) Ruang Guru SMP

24) Kantor Maha Santri Ma‟had Aly

25) Perpustakaan Ma‟had Aly

26) Aula Serbaguna 27) Aula Pendopo 28) Kantor Sekretariat 29) Kantor Lurah 30) Ruang Radio 31) Sanggar Pramuka

32) Kantor Dewan Pimpinan 33) Ruang Bidang Rapat

Subjek penelitian ini adalah Pihak Pesantren yaitu Lurah Pondok, para pedagang, dan para santri yang dipilih secara random.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dengan mengolah data yang diperoleh dari narasumber wawancara yaitu Lurah Pondok dan para pedagang. Sedangkan analisis kuantitatif yaitu dengan membuat persentase dari hasil angket yang diberikan kepada para pedagang dan para santri, dengan menggunakan tabel frekuensi untuk memperoleh suatu kesimpulan.


(60)

B. Teknik Penulisan

Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2012.

C. Hasil Penelitian

Dalam bab ini penulis akan menjelaskan hasil penelitian terhadap fakta-fakta yang terjadi di lapangan “Pesantren Asshiddiqiyah Pusat”.

Data-data objektif berupa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah penulis peroleh dari 11 pedagang dan 80 santri yang dipilih secara acak di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.

1. Dari responden (Santri) ini didapat data yang berupa tabel sebagai berikut: a. Pedagang bersikap ramah terhadap para pembeli

Tabel 4.1

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-laki 20 1 25% 1.25% 2. SMP Perempuan 7 12 8.75% 15% 3. SMA Laki-laki 7 9 8.75% 11.25% 4. SMA Perempuan 9 15 11.25% 18.75%

Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (25%) dan Perempuan sebesar (8.75%), SMA Laki-laki sebesar (8.75%) dan Perempuan sebesar (11.25%). Untuk yang menjawab Tidak,


(61)

SMP Laki-laki sebesar (1.25%), Perempuan (15%). SMA Laki-laki sebesar (11.25%), dan Perempuan (18.75%).

b. Pedagang menjual makanan dan minuman yang halal Tabel 4.2

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-laki 21 26.25%

2. SMP Perempuan 18 1 22.5% 1.25% 3. SMA Laki-laki 13 3 16.25% 3.75% 4. SMA Perempuan 24 30%

Dari tabel di atas , diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (26.25%) dan Perempuan sebesar (22.5%), SMA Laki-Laki-laki sebesar (16.25%) dan Perempuan sebesar (30%). Untuk yang menjawab Tidak, yaitu SMP Perempuan sebesar (1.25%), dan SMA Laki-laki sebesar (3.75%).

c. Pedagang menjual makanan dan minuman yang sehat Tabel 4.3

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-laki 12 9 15% 11.25% 2. SMP Perempuan 2 17 2.5% 21.25% 3. SMA Laki-laki 5 11 6.25% 13.75% 4. SMA Perempuan 5 19 6.25% 23.75%


(62)

Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (15%), Perempuan (2.5%), SMA Laki-laki (6.25%) dan Perempuan (6.25%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Laki-laki sebesar (11.25%), Perempuan sebesar (21.25%). SMA Laki-laki (13.75%) dan Perempuan (23.75%).

d. Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya) Tabel 4.4

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-Laki 15 6 18.75% 7.5%

2. SMP Perempuan 19 23.75%

3. SMA Laki-Laki 11 5 13.75% 6.25% 4. SMA Perempuan 5 19 6.25% 23.75%

Dari tabel di atas, diketahui yang mejawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (18.75%), SMA Laki-laki sebesar (13.75%) dan Perempuan (6.25%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Laki-laki sebesar (7.5%), dan Perempuan sebesar (23.75%). Untuk SMA Laki-laki sebesar (6.25%) dan Perempuan sebesar (23.75%).


(63)

e. Transaksi Secara Jujur

Tabel 4.5

Dari tabel di atas, diketahui yang mejawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (26.25%) dan Perempuan sebesar (22.25%), SMA Laki-laki sebesar (18.75%) dan Perempuan (30%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Perempuan sebesar (1.25%). Untuk SMA Laki-laki sebesar (1.25%). f. Puas dengan pelayanan para pedagang

Tabel 4.6

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-laki 12 9 15% 11.25% 2. SMP Perempuan 4 15 5% 18.75% 3. SMA Laki-laki 3 3 3.75% 16.25% 4. SMA Perempuan 2 22 2.5% 27.5%

Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (15%) dan Perempuan sebesar (5%), SMA Laki-laki sebesar (3.75%) dan Perempuan sebesar (2.5%). Untuk yang menjawab Tidak,

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-laki 21 26.25%

2. SMP Perempuan 18 1 22.5% 1.25% 3. SMA Laki-laki 15 1 18.75% 1.25% 4. SMA Perempuan 24 30%


(64)

SMP Laki-laki sebesar (11.25%), Perempuan (18.75%). SMA Laki-laki sebesar (16.25%), dan Perempuan (27.5%).

g. Boleh berhutang jika membeli

Tabel 4.7

Dari tabel di atas, diketahui diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki sebesar (26.25%), SMA Laki-laki sebesar (13.75%) dan Perempuan sebesar (10%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Perempuan (23.75%), SMA Laki-laki sebesar (6.25%), dan Perempuan (20%).

2. Dari responden (Pedagang) ini didapat data yang berupa tabel sebagai berikut: a. Makanan dan minuman yang dijual halal

Tabel 4.8

No. JawabanResponden Frekuensi Persentase(%) 1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu

4. Setuju 9 81.82%

5. Sangat Setuju 2 18.18%

No. Kategori Frekuensi Persentase (%) Tingkat

Sekolah

Jenis Kelamin

Ya Tidak Ya Tidak 1. SMP Laki-laki 21 26.25%

2. SMP Perempuan 19 23.75%

3. SMA Laki-laki 11 5 13.75% 6.25% 4. SMA Perempuan 8 16 10% 20%


(65)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%).

b. Makanan dan minuman yang di jual sehat Tabel 4.9

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu

4. Setuju 9 81.82%

5. Sangat Setuju 2 18.18%

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat setuju sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%).

c. Selalu menjaga kebersihan

Tabel 4.10

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu

4. Setuju 9 81.82%


(66)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat setuju sebesar (81.82%) dan sangat setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%).

d. Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai Tabel 4.11

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar (81.82%).

e. Mencatat pengeluaran dan pendapatan Tabel 4.12

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%), Sangat Jarang (9.09%), Kadang-Kadang sebesar

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu

4. Setuju 9 81.82%

5. Sangat Setuju 2 18.18%

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak Pernah 4 36.36%

2. Sangat Jarang 1 9.09%

3. Kadang-Kadang 1 9.09%

4. Sering 3 27.27%


(67)

(9.09%), Sering (27.27%). Dan Sangat Sering (18.18%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%).

f. Pembeli diperbolehkan untuk berhutang Tabel 4.13

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Sangat Tidak Setuju sebesar (9.09%), Tidak Setuju sebesar (18.18%), Ragu-Ragu sebesar (36.36%), dan Setuju sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat dketahui bahwa pada tingkat ragu-ragu dan setuju, mendapatkan jumlah yang sama, yaitu (36.36%).

g. Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang Tabel 4.14

D No.

Jawaban

Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Tidak Setuju 1 9.09%

2. Tidak Setuju 2 18.18%

3. Ragu-Ragu 4 36.36%

4. Setuju 4 36.36%

5. Sangat Setuju

No.

Jawaban

Responden Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak Pernah 2 18.18%

2. Sangat Jarang 1 9.09%

3. Kadang-Kadang 2 18.18%

4. Sering 6 54.54%


(68)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (18.18%), Sangat Jarang sebesar (9.09%), Kadang-Kadang (18.18%), dan Sering sebesar (54.54%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Sering sebesar (54.54%).

h. Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang Tabel 4.15

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak Pernah 4 36.36%

2. Sangat Jarang 3 27.27%

3. Kadang-Kadang 3 27.27%

4. Sering 1 9.09%

5. Sangat Sering

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%), Sangat Jarang sebesar (27.27%, Kadang-Kadang sebesar (27.27%), dan Sering sebesar (9.09%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Tidak Pernah sebesar (36.36%).

i. Makanan dan minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak pesantren Tabel 4.16

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)

1. Tidak Pernah 2 18.18%

2. Sangat Jarang 3 27.27%

3. Kadang-Kadang 2 18.18%

4. Sering 4 36.36%


(69)

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak Pernah sebesar (18.18%), Sangat Jarang sebesar (27.27%), Kadang-Kadang sebesar (18.18%), dan Sering sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Sering sebesar (36.36%). j. Selalu bersikap ramah terhadap para pembeli

Tabel 4.17

No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%) 1. Sangat Tidak Setuju

2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu

4. Setuju 7 63.63%

5. Sangat Setuju 4 36.36%

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju sebesar (63.63%) dan Sangat Setuju sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju sebesar (63.63%).


(70)

56

A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren Asshiddiqiyyah

Dari penelitian yang penulis lakukan, mendapatkan hasil yang menyatakan bahwa konsep etika bisnis yang diterapkan oleh pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, sesuai dengan persentase terbesar, sebagai berikut:

1. Tabel Penerapan Konsep Etika Bisnis Tabel 4.18

KET:

STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

RR : Ragu-Ragu

No. Kategori Jawaban Responden (%)

STS TS RR S SS

1. Halal 81.82% 18.18%

2. Sehat 81.82% 18.18%

3. Kebersihan 81.82% 18.18%

4. Harga 81.82% 18.18%

5. Ramah 63.63% 36.36%

6. Kemudahan Berhutang


(1)

Pedagang X

Lama Berdagang : 18 tahun

Jenis Dagangan : Mie Rebus, Makanan dan Minuman Ringan

1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?

Keuntungan tidak tentu sih, perharinya kira-kira bersihnya kurang lebih 300rb. Tapi tidak pernah mengambil keuntungan 100%, karena ini juga makanan kecil.

2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini?

Ini sewa tempat perbulan ke tanah yang punya wakaf. Tidak pernah ada bagi hasil ke pesantren ataua ke tanah yang punya wakaf ini.

3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan tersebut?

Pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap santri yang jajan dini, hanya mengontrol waktu-waktunya saja. Kalau kemarin pengontrolan untuk makanan biasanya pengontrolan ada, tapi misalnya hanya harus melengkapi makanan atau minuman yang bervitamin, itu juga jarang sekali.

Ada rapat, tapi tidak sering sih, kalau lagi ada masalah saja. Pembinaan terhadap para pedagang itu tidak ada.


(2)

Pedagang XI (SQ Mart)

Lama Berdagang : 14 tahun

Jenis Dagangan : Mini Market

1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?

Di minimarket sini, snack, mie, makanan-makanan kecil, airnya ya minuman air mineral, yang ada di supermarket lainnya lah. Disni juga diutamakan khusus untuk santri yang makan, kebutuhan santri, kitab-kitab, alat-alat tulis, mukena, underware dan lain-lain.

2. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?

Apapun yang ada di supermarket ini, masuknya keuntungannya larinya ke pesantren, ini milik kiyai tapi badan usaha punya pesantren, keuntungan tiap bulan kita ambil 15% dari keuntungan dari pendapatan, kita setorkan ke bank atas nama pesantren. Keuntungan per minggu, jadi hari senin-minggu, seninnya kita transfer ke bank dki keuntungannya saja, misalnya keuntungan seminggu 30 juta dari 15% itu berapa kita masukkin ke bank. Kita tergantung, kalau rokok kan sudah ada labelnya gabisa ambil 10%, jadi disini saling menurtupi slaing melengkapi, ada yang untungnya 5%, ada keuntungannya 100% misalnya kaya pulpen karakter, itu saya ambil lebih dari 100%, itu untuk menutupi yang rokok, kaya ciki-ciki, itu harganya udah standard kan.

3. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini?

Ini milik pesantren , jadi tidak ada sewa tempat. Ini karyawan disini, sistemnya gaji, tempat tinggala disini, makan, dan kebanyakan disini, kita ambil dari Mahad „ali, perbantuannya kita ambil disini.


(3)

4. Apakah pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para pedagang?

Kita memang dikasih pemberitahuan, kita yang jual barang-barang disini kebutuhan santri. Biasanya Kyainya barang-barangnya ngecek kesini, kita jual disini kan barang-barang yang udah ada nama, tidak mungkin kan yang ada babi nya. Kyai kan ada kaki tangannya, biasanya lurah pondok yang melakukan pengontrolan, santri butuh apa, kurangnya apa dan kalau rapat juga biasanya ditanya. Pengontrolan tidak tentu sih, biasanya sebulan sekali, atau sebulan dua kali, tapi kalau ajaran baru, sering.

Pengajian ada majelis dzikir, misalnya ada milad-milad, dan kalau disini pedagang juga orang lama semua, mungkin kalau awal-awal pembinaan dikasih tau, jualan sama-sama pedagang tidak boleh sama, karena kan tidak boleh merebut lahan orang, disini kalau jualan boleh tapi cari yang lain, yang pedagang lain tidak punya. Biasanya dikumpulin para pedagang, kalau ada cekcok-cekcok, biasanya pedagang dikumpulin, dikasih pengarahan.


(4)

Pihak Pesantren

Nama : Moh, Rezky Fitriady

Lokasi Wawancara : Pesantren Asshiddiqiyah

1. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengontrolan terhadap para pedagang bisnis di lingkungan pesantren?

Ya, melakukan pengontrolan.

2. Bagaimana bentuk/cara Bapak/Ibu dalam melakukan pengontrolan tersebut? Berapa kali Bapak/Ibu melakukan pengontrolan?

Di cobain makanannya ke semua pedagang, di beli satu-satu semuanya, kontrol keliling liatin anak santri interaksi jual beli. Lauk pauk dicobain, dilihat cara pengolahannya, ditanya bahan-bahannya, tanya ke anak santri tanya ke anak santri ada keluhan atau tidak. Pengontrolannya ya seperlunya saja, sebulan 2kali.

3. Apakah makanan/minuman yang masuk ke dalam lingkungan pesantren di seleksi? Bagaimana cara Bapak/Ibu menyeleksi makanan/minuman yang masuk ke lingkungan pesantren?

Kalau untuk makanan atau minuman ringan diseleksi dilihat label halal nya, dilihat komposisi bahannya, terus juga anak santri tidak ada keluhan, semua baik-baik saja. Sudah ketauan sih, setiap makanan ringan ada label halal/tidak nya. Seleksinya ya dicobain, ditanya, apa aja bahannya, mengolahnya gimana, tidak ada yang haram, makanan rakyat semua. Mereka sudah teruji sekian tahun, sudah sekian tahun, sama-sama kepercayaan.


(5)

4. Bagaimana Bapak/Ibu bisa menjamin kalau makanan/minum tersebut halal dan sehat?

Cara menjamin makanan itu halal atau sehat ya dilihat dari bahan-bahannya tadi, ya ketauan tidak semuanya sehat 70% tidak sehat.

5. Bagaimanakah sistem keuntungan yang digunakan?

Sewa harian, 5rb/hari untuk kebersihan, itu aja, untuk mereka yang pakai gerobak, kalau yang tetap sewa tempatnya ke yang punya wakaf, yang penting anak-anak seneng. Tidak ada keuntungan untuk pesantren, pesantren tidak mengambil keuntungan sepeserpun. Seperti siomay dan lain-lain, kita ga ambil keuntungan, kecil banget kasian, kita menghidupi warga juga, warga kampung. Tidak ada persentasi kepada pesantren. Tolak ukur halal haramnya, dilihat dari label MUI dan komposisi bahannya, kalau tidak ada labelnya ya biasa dilihat dari komposisi bahannya, label bisa di palsuin, kalau komposisi bahan kan tidak.

Intinya pedagang sangat dianjurkan untuk sholat jama‟ah, dan sebgaian besar pedagang memang kalau waktunya sholat, sholat jama‟ah di Masjid. Pedagang Hanya segitu untuk apa ada pengajian. Hanya pengajian bulanan, tapi bukan khusus pedagang, berbarengan dengan wali santri. Pedagang di kumpulin atau dikasih surat kalau ada peraturan baru, masalah perdagangan, atau ada anak yang suka kabur disaat jam sekolah dan lain-lain, pedagang juga kasih laporan ke kita


(6)