Tabel Penerapan Konsep Etika Bisnis

56 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren

Asshiddiqiyyah Dari penelitian yang penulis lakukan, mendapatkan hasil yang menyatakan bahwa konsep etika bisnis yang diterapkan oleh pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, sesuai dengan persentase terbesar, sebagai berikut:

1. Tabel Penerapan Konsep Etika Bisnis

Tabel 4.18 KET: STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju RR : Ragu-Ragu No. Kategori Jawaban Responden STS TS RR S SS 1. Halal 81.82 18.18 2. Sehat 81.82 18.18 3. Kebersihan 81.82 18.18 4. Harga 81.82 18.18 5. Ramah 63.63 36.36 6. Kemudahan Berhutang 9.09 18.18 36.36 36.36 57 S : Setuju SS : Sangat Setuju Berdasarkan tabel di atas, persentase dari kategori Halal, Sehat, Kebersihan dan Harga mendapatkan jumlah persentase yang sama, yaitu pada jawaban Setuju sebesar 81.82, dan Sangat Setuju sebesar 18.18. Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia untuk mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai dari apa saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang dikonsumsinya itu benar-benar halal lagi baik halalan thayyiban; lawful and good. Dengan kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang makananminuman dan lain-lain yang baik-baik at-thayyibat; lawful. Pada saat bersamaan, Islam juga tegas mengaharamkan seseorang dari kemungkinan mengonsumsi makananminuman lain-lain yang buruk-buruk al- khabitsat;unlawful. 1 Oleh karena itu, para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini, sangat memperhatikan kehalalan dan kesehatan atas makanan dan minuman yang dijual. Hal itu juga dikarenakan, mereka yang memang sudah lama berdagang di lingkungan pesantren, dan sudah menjadi bagian dari keluarga pesantren, mereka tidak mungkin menjual makanan dan minuman yang tidak halal dan tidak sehat, karena selain 1 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.185. 58 mereka berjualan, makan dan minuman tersebut juga dikonsumsi sendiri oleh mereka. Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram. Dari sisi kadarukuran, tidak boleh melampaui batas yang diperlukan kebutuhan, bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas asal- usulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalan-thayyiban. Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggung-jawabkan secara agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk jangka pendek maupun jangka panjang. 2 Di Pesantren Asshiddiqiyah pusat ini, para pedagang selalu membersihkan alat-alat untuk berjualan, menata dengan rapi barang dagangannya. Untuk bahan baku yang digunakan, para pedagang menggunakan bahan-bahan yang sewajarnya, tanpa menggunakan bahan pengawet, seperti boraks. Lagipula, makanan yang dijual itu hanya untuk satu hari saja, makanan sekali habis, seperti goreng-gorengan. Contohnya, salah satu pedagang penjual Bakso, dia membeli bahan- bahan untuk membuat bakso di Pasar, seperti daging giling yang dimana pedagang tersebut memilih daging sapi yang segar, dia sudah dapat membedakan apabila ada daging yang selain daging sapi. Selain daging sapi tersebut, dia juga membeli bumbu-bumbunya sendiri, lalu daging dan 2 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, h.187. 59 bumbu tersebut dibawa ke tempat penyewaan penggilingan, dan dia menunggu untuk melihat proses penggilingan tersebut. Jadi, bakso ini sudah pasti terjamin kehalalannya. Selain halal, sehat dan bersih, pedagang disini juga menerapakan etika dengan menjual makanan dan minuman dengan harga yang sesuai atau sewajarnya. Persentase pada kategori Harga, yaitu pada jawaban Setuju sebesar 81.82, dan Sangat Setuju sebesar 18.18. Seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu „alaihi wa Salam, Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang menyerahkan diri dan merasa cukup dalam hal rizkinya yang halal, maka Allah akan mencukupi apa yang dibe rikannya”. HR. Muslim. Para pedagang tidak mengambil keuntungan secara tinggi, dikarenakan juga santri yang berada di Pesantren Asshiddiqiyah ini tidak semua berasal dari kalangan orang mampu, selain itu makanan dan minuman yang dijual hanya makanan dan minuman ringan, yang tidak mungkin dapat diambil keuntungannya terlalu tinggi. Pada kategori ramah pada tingkat setuju mendapatkan persentase sebesar 63.63. Para pedagang bersikap ramah terhadap para santri. Menurut Ahmad seperti dikutip oleh Faisal Badroen dkk, menyatakan bahwa kemurahan hati adalah pondasi dari Ihsan benevolence. Keihsanan adalah tindakan yang terpuji yang dapat mempengaruhi hampir setiap aspek dalam hidup, keihsanan adalah atribut yang selalu 60 mempunyai tempat terbaik di sisi Allah. 3 Pedagang bersikap ramah terhadap santri, karena memang itu sudah menjadi keharusan dalam berdagang, lagipula para santri di pesantren Asshiddiqiyah ini juga bersikap ramah kepada para pedagang. Pada kategori kemudahan berhutang pada tingkat setuju hanya sebesar 36.36 pedagang yang memberikan kemudahan atau membolehkan para santri berhutang, apabila orang tua mereka menitipkan kepada para pedagang. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 280:                  Artinya: “ Dan jika orang yang berhutang itu dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan sebagian atau semua utang itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui ”. Santri yang dibolehkan berhutang hanya santri yang dapat dipercaya dan memang dititipkan oleh orang tuanya. Ketika santri berhutang, kemudian dicatat oleh para pedagang, setelah itu catatan hutangnya 3 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.87. 61 diberikan atau dilaporkan kepada orang tuanya. Akan tetapi, ada juga yang memang tidak dicatat hutangnya, karena santri tersebut memang dapat dipercaya. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S.Al- Baqarah 2:283 :                                      Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. dan Barang siapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan ”.

2. Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam