19
stroke akut gejala klinis meliputi: kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah yang timbul mendadak, gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan,
penurunan kesadaran, afasia kesulitan bicara, disatria bicara cadel atau pelo, gangguan penglihatan, diplopia, ataksia, verigo, mual, muntah dan nyeri kepala
Tarwoto, 2007. j. Sindrom Guillain Barre
Sindrom Guillain Barre merupakan sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset waktu akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial.
Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenerasi selaput myelin dari saraf perifer dan kranial Batticaca, 2008.
k. Bell’s Palsy Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-
supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau
sedikit proksimal dari foramen tersebut yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Penyebabnya tidak diketahui, meskipun kemungkinan
penyebab dapat meliputi iskemia vascular, penyakit virus herpes simplek, herpes zoster, penyakit autoimun atau kombinasi semua faktor Batticaca, 2008.
2. Imobilisasi
2.1 Pengertian Imobilisasi North
American Nursing
Diagnosa Association
NANDA mendefinisikan imobilisasi sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
Universitas Sumatera Utara
20
Dalam hubungannya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama ditempat tidur, tidak dapat bergerak secara
bebas karena kondisi yang menggangu pergerakan aktifitas. Immobilisasi pada pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya, trauma, fraktur
pada ekstremitas atau menderita kecacatan Asmadi, 2008. Immobilisasi merupakan suatu keadaan dimana penderita harus istirahat
ditempat tidur, tidak bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alatorgan tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai
suatu keadaan tidak bergeraktirah baring yang terus-menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis Mubarak, 2008.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imobilisasi Menurut
Tarwoto dan
Wartonah 2004,
faktor-faktor yang
mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagi berikut : a.
Gangguan muskuloskletal Gangguan pada muskuloskletal biasanya dipengaruhi oleh
beberapa keadaan tertentu yang menggangu pergerakan tubuh seseorang misalnya; osteoporosis, atrofi, kontraktur, kekakuan sendi dan sakit
sendi. b.
Gangguan kardiovaskuler Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap
mobilitas fisik seseorang antara lain postural hipotensi, vasodilatasi, peningkatan valsalva maneuver.
Universitas Sumatera Utara
21
c. Gangguan sistem pernapasan
Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernapasan,
bertambahnya sekresi paru, atelektasis dan hipostatis pneumonia. 2.3 Efek dari Imobilisasi
Potter Perry 2005 menyatakan ada beberapa akibat yang ditimbulkan oleh keadaan imobilisasi fisik antara lain:
1. Pengaruh Fisiologi Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap sistem tubuh berisiko
terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang
dialami. Misalnya, perkembangan pengaruh imobilisasi lansia berpenyakit kronik lebih cepat dibandingkan klien yang lebih muda.
2. Perubahan Metabolik
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal, antara lain laju metabolik; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan. Keberadaan proses infeksius pada klien imobilisasi mengalami peningkatan BMR
diakibatkan karena demam atau peyembuhan luka. 3.
Perubahan Sistem Respiratori Klien imobilisasi berisiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru.
Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia upenurunan sebanding kemampuan klien untuk batuk produktif. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
22
penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, terutama pada klien dalam posisi telentang, telungkup, atau lateral. Mukus menumpuk di regio yang dependen di
saluran pernapasan. Karena mukus merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri, maka terjadi bronkopneumonia hipostatik.
4. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan
pembentukan thrombus. 5.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal Pengaruh imobilisasi pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan
mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan masa otot, atrofi, dan penurunan stabilisas.
Penurunan masa otot akibat dari kecepatan metabolisme yang turun dan kurangnya aktivitas sehingga mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot sampai
akhirnya memburuknya koordinasi pergerakan. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolisme
kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh, yang membentuk sebagian otot tidak mampu
mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Jika immobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan masa berkelanjutan.
Penurunan mobilisasi dan gerakan mengakibatkan kerusakan muskuloskeletal yang besar, yang perubahan patofisiologi utamanya adalah atrofi.
Universitas Sumatera Utara
23
Immobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet yaitu gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena immobilisasi
berakibat pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis. Immobilisasi dan aktivitas yang terjadi tidak menyangga
tubuh meningkatkan kecepatan resorpsi tulang. Resorpsi tulang juga
menyebabkan kalsium terlepas kedalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya hiperkalsemia. Immobilisasi dapat mengakibatkan kontraktur sendi.
Kontraktur sendi adalah kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal ini disebabkan tidak dugunakanya, atrofi, dan
pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh. Kontraktur menjadikan sendi pada
posisi yang tidak berfungsi. 6.
Perubahan Sistem Integumen Kerusakan integritas kulit mempunyai dampak yang bermakna pada
tingkat kesejahteraan, asuhan keperawatan, dan lamanya perawatan dirumah sakit. Dekubitus adalah salah satu penyakit iatrogenic paling umum dalam perawatan
kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien khusus lansia dan yang imobilisasi. Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoksia jaringan. Jaringan yang
tertekan, darah membelok, dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada kulit dan struktur di bawah kulit, sehingga respirasi seluler
terganggu, dan sel menjadi mati.
Universitas Sumatera Utara
24
7. Perubahan Eliminasi Urine
Eliminasi urin klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan
kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien dalam posisi rekumben atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar. Ginjal yang membentuk urine harus
masuk ke dalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi, pelvis ginjal
menjadi terisi sebelum urine masuk ke dalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan atau ginjal.
8. Pengaruh Psikososial Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan
sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus
tidur-bangun, dan gangguan koping.
3. Konsep Rentang Gerak Sendi