Gambaran Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

di RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

Oleh

Putri Sari Angelia Manurung 111101106

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

di RSUP H. Adam Malik Medan

SKRIPSI

Oleh

Putri Sari Angelia Manurung 111101106

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

(4)

(5)

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang telah memberikan anugerah dan kasih karuniaNya hingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Salam termanis bagi sahabat sejati, Yesus Kristus, serta Maria, bundaNya yang selalu setia mendampingi dan menuntun saya selama proses pengerjaan skripsi sehingga segala halang rintang dapat dilalui dengan baik dan bijaksana. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kelulusan sarjana keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Saya menyadari bahwa bantuan dari pihak-pihak yang telah membantu saya selama penyusunan, pengerjaan, dan penyelesaian penulisan skripsi ini sangatlah berarti bagi saya. Oleh karena itu, pada kesempatan yang terbatas ini saya ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Dosen pembimbing saya, Rosina Tarigan, SKp, M.Kep, Sp.KMB, WOC(ET)N yang telah dengan sabar, tulus dan ikhlas meluangkan


(6)

7. Lufthiani, SKp, Ns., M. Kes selaku dosen penguji 1 dan Yesi Ariani, SKp, M.kep, Sp. KMB selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran-saran dan arahan yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini 8. Dosen pembimbing akademik saya, Siti Zahara Nasution

9. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Keperawatan Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada saya.

10. Kedua orangtua saya yang tercinta, Ayahanda M. Manurung dan Ibunda T. Simanjuntak yang sangat menyayangi saya dan tiada henti-hentinya mendoakan, memberi semangat dan memberi dukungan kepada saya terlebih selama mengerjakan skripsi ini, dan juga kepada abang saya tercinta Raja Putra Claudius Manurung dan adek yang tersayang Tribosco dan Anggara, serta kepada Pastor Agus yang selalu medoakan saya dan kepada keluarga besar saya yang selalu membantu, memberi dukungan dan motivasi kepada saya terlebih selama mengerjakan skripsi ini.

11. Kepada sahabat tersayang saya Yeni, Stephanie, Helena, Chindy, Berlyana, Arya, Adi, Sopian, Armando, Boston, Sarwan dan Isep yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungan kepada saya.

12. Teman-teman seperjuanganku Isodorus, Patrychia, Ayu dan teman-teman FKep 2011 yang selalu membantu dan memberi dukungan kepada saya.


(7)

Akhir kata, penulis berharap Tuhan berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima dengan senang hati segala kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini. Penulis berharap semua yang tertulis di dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia keperawatan.

Medan, Januari 2015 Peneliti


(8)

Halaman Judul ... i

Halaman Pernyataan Orisinalitas ... ii

Halaman Pengesahan Skripsi ... iii

Prakata ... iv

Daftar Isi ... vii

Daftar skema ... ix

Daftar Tabel ... x

Abstrak ... xi

Bab 1. PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan Penelitian ... 7

3. Tujuan Penelitian ... 7

4. Manfaat Penelitian ... 7

Bab 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

1. Stroke ... 9

1.1Defenisi Stroke ... 9

1.2Klasifikasi Stroke ... 9

1.3Gejala Klinis Stroke ... 11

1.4Komplikasi Stroke ... 13

2. Imobilisasi ... 14

2.1Defenisi Imobilisasi ... 14

2.2Jenis Imobilisasi ... 14

2.3Dampak Immobilisasi ... 15

3. Perubahan Fisiologis Sistem Gastointestinal ... 19

3.1 Defenisi Sistem Gastrointestinal ... 19

3.2 Klasifikasi Sistem Gastrointestinal ... 20

3.3 Patofisiologi Sistem Gastrointestinal ... 20

3.4 Manifestasi Klinis ... 21

3.5 Komplikasi Sistem Gastrointestinal ... 22

4. Konstipasi ... 23

4.1 Defenisi Konstipasi ... 23

4.2 Faktor Resiko Terjadinya Konstipasi ... 23

4.3 Patofisiologi Konstipasi ... 25

4.4 Karakteristik Konstipasi ... 26

4.5 Pengukuran Penilaian Konstipasi ... 30

4.6 Dampak Konstipasi ... 30

4.7 Managemen Konstipasi ... 32

Bab 3. KERANGKA PENELITIAN ... 35

1. Kerangka Penelitian ... 35


(9)

3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 39

4. Pertimbangan Etik ... 39

5. Instrumen Penelitian ... 40

6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument ... 41

7. Prosedur Pengumpulan Data ... 42

8. Analisa Data ... 43

Bab 5. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

1. Hasil Penelitian ... 44

1.1 Deskripsi Lokalisasi Penelitian ... 44

1.2 Karakteristik Responden ... 44

1.3 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan ... 46

Bab 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

1. Kesimpulan ... 54

2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Tentang Penelitian ... 60

2. Lembar Persetujuan Responden ... 61

3. Instrumen Penelitian ... 62

4. Hasil Reliabilitas Kuesioner ... 65

5. Master Tabel ... 67

6. Hasil Penelitian ... 69

7. Jadwal Tentatif Penelitian ... 80

8. Taksasi Dana ... 81

9. Surat Validitas Kuesioner ... 82

10.Surat Etik Penelitian ... 83

11.Surat Uji Reliabilitas Kuesioner ... 84

12.Surat Balasan Uji Reliabilitas Kuesioner ... 85

13.Surat Permohonan Izin Penelitian ... 86

14.Surat Selesai Penelitian ... 87

15.Lembar Bimbingan ... 88


(10)

Gastrointestinal : Konstipasi Akibat Immobilisasi pada Pasien Stroke ... 35


(11)

immobilisasi pada pasien stroke ... 36 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik pasien stroke

di RSUP H.Adam Malik Medan ... 45 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi dan persentase perubahan fisiologis sistem

gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan ... 46


(12)

Peneliti : Putri Sari Angelia M NIM : 111101106

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan) Tahun : 2015

ABSTRAK

Stroke merupakan kerusakan jaringan otak yang dikarenakan berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan mengalami immobilisasi. Konstipasi hampir selalu dijumpai pada pasien stroke yang immobilisasi dikarenakan sistem saraf enterik usus pada saluran pencernaan terganggu atau mengalami penurunan fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan lembar pemeriksaan fisik konstipasi. Nilai reliabilitas kuesioner sebesar 0,95. Hasil analisa data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi dalam kategori ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik adalah mengalami konstipasi berat yaitu sejumlah 16 orang (53,3%). Peneliti menyarankan penting agar perawat melakukan mobilisasi fisik atau latihan yang cukup serta memberikan makanan yang mengandung serat kepada pasien.


(13)

(14)

Peneliti : Putri Sari Angelia M NIM : 111101106

Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1 Keperawatan) Tahun : 2015

ABSTRAK

Stroke merupakan kerusakan jaringan otak yang dikarenakan berkurangnya atau terhentinya suplai darah secara tiba-tiba. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan mengalami immobilisasi. Konstipasi hampir selalu dijumpai pada pasien stroke yang immobilisasi dikarenakan sistem saraf enterik usus pada saluran pencernaan terganggu atau mengalami penurunan fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yaitu purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 30 orang. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan lembar pemeriksaan fisik konstipasi. Nilai reliabilitas kuesioner sebesar 0,95. Hasil analisa data dibuat dalam bentuk tabel distribusi dan frekuensi dalam kategori ringan, sedang dan berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik adalah mengalami konstipasi berat yaitu sejumlah 16 orang (53,3%). Peneliti menyarankan penting agar perawat melakukan mobilisasi fisik atau latihan yang cukup serta memberikan makanan yang mengandung serat kepada pasien.


(15)

Title of the Thesis

Name of Student Std. ID Number Department Academic Year

: Description of Physiological Change in Constipation Gastroi ntestinal System in Immobi lized Stroke Patients at RSUP H. Adam Malik, Medan

; Putri Sari A ngelia M : 11 1101 106

: S 1 (Undergraduate) Nursing Science : 2015

A BSTRACT

Stroke i.f the damage in brain tissue, caused by the decrease or the sudden stop of blood supply. Damage in brain cells can COWie various botly dysfunctions which will influence patienls' sensory and motoric system so Ihol the patienls will lUll/ergo immobilization because enteric nervous system of inlestines. In lire digeslive system is disturbed and decrease in its function. The objective of the research was to find Ollt lITe descriplion 0 / physiological change of gastrointestinal syslem: constipation in immobilized slroke patients at RSVP H. Adam Malik. The research used descriptive design. and tire samplel· were 30 respondents, taken by using purposive sampling technique. The data were gathered by using questionnaires lind the conslipation of physical examination sheets. The questionnaire reliability value was 0.95. The result oflhe analysis was made in tire form of distribution and frequency tables in the mild, moderate, and serious categories. The result of Ihe research showed Ihat the description of physiological changes in gastroinleslinal system: constipation in immobilized stroke patients at RSVP H. Adam Malik, Medan Ihal underwent serious cOllSlipation was 16 respondents (33.3%). It is recommended Ihal nurses mobilize sufficient physical mobilization or exercises and provide fibrous/oodfor patients.

Keywords: Gastrointestinal sケセᄋエ・ ュ Z@ Constipation, ImmobiliZiltion, Stroke

>


(16)

1. Latar Belakang

Penyakit stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga di dunia dan penyebab paling sering kecacatan pada orang dewasa (Abubakar dan Isezuo, 2012). Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. American Hearth Association tahun 2013 melaporkan sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat terserang stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 610.000 diantaranya merupakan serangan stroke pertama, sedangkan 185.000 merupakan stroke berulang. Rata-rata seseorang mengalami stroke setiap 40 detik dan mengalami kematian setiap 4 menit. Dari 4 juta orang Amerika Serikat yang hidup pasca stroke, 15-30% diantaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control and Prevention, 2013).

Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif. (Dinata dkk, 2013). Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia. Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa 7 dari 1000 orang di Indonesia terkena stroke. Riskesdas pada tahun 2007 menunjukkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada semua umur dengan proporsi stroke 15,4%. Menurut WHO, Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai 138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011 (Rahayu dkk, 2014). Riset Kesehatan


(17)

Dasar (2013) melaporkan prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti di Yogyakarta (10,3‰), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi stroke di Sumatera Utara mencapai 10, 3%.

Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan pada tahun 2013, yaitu pasien stroke hemoragik 262 orang, stroke iskemik 353 orang, dan semakin bertambah setiap tahunnya. Gangguan yang dialami akibat stroke sangat mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kehidupan. Sepertiga dari stroke memiliki ketidakmampuan jangka panjang (Departemen of Health London, 2007). Ketidakmampuan yang terjadi pada pasien stroke karena kerusakan sel-sel otak saat stroke. Kerusakan sel-sel otak dapat mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan sirkulasi, gangguan kekuatan otot, gangguan fungsi perifer, gangguan fisiologis yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan tersebut penderita akan mengalami immobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental (Rahayu dkk, 2014).

Penelitian Cooney & Reuler (1991 dalam Guy et al, 2013), pasien stroke dengan gangguan mobilisasi hanya berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan tersebut. Pasien dengan immobilisasi akan mengakibatkan perubahan pada fungsi fisiologis. Bahaya fisiologis akan mempengaruhi fungsi metabolisme normal, menurunkan laju metabolisme dan menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan penurunan


(18)

peristaltik dengan konstipasi dan impaksi fekal. Tirah baring yang terus-menerus atau selama 5 hari atau lebih dapat menyebabkan konstipasi. Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang.

Berdasarkan rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan jumlah pasien imobilisasi dari 45 orang pasien tirah baring yang di rawat di RSUP Haji Adam Malik Medan sebanyak 88,8% mengalami konstipasi akibat immobilisasi yang lama dengan diagnosa yang paling banyak adalah pasien stroke sebanyak 33,3%,

head injury 11,1%, fraktur 15,6%, sisanya adalah pasien bedrest yang memerlukan perawatan lama (Suheri, 2009).

Gangguan sistem gastrointestinal yang sering terjadi di Amerika adalah konstipasi, kira-kira 4,5 juta penduduk mengalami masalah konstipasi (Folden et al, 2002). Pravalensi konstipasi setelah stroke bervariasi dari 30% sampai 60% (Cardin et al, 2010). Kejadian konstipasi sebesar 5,9% pada usia dibawah 40 tahun, sebesar 4 - 6% pada individu yang berusia 70 tahun dan terjadi konstipasi persisten pada usia yang sudah lanjut (Harrari et al, 1996 dalam Folden et al, 2002). Angka kejadian konstipasi juga tinggi pada pasien yang mengalami stroke sebesar 45% dan lansia yang dirawat di rumah sakit sebesar 46% (Folden et al, 2002).

Kejadian konstipasi meningkat seiring dengan peningkatan usia, wanita dilaporkan lebih sering mengalami konstipasi daripada laki-laki. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa kejadian konstipasi meningkat sebesar 17 – 15% pada usia dewasa yang mengalami penurunan kemampuan fisik (Emerson & Baines, 2010). Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh


(19)

Murakami et al (2007), dimana kejadian konstipasi meningkat pada individu yang mengalami penurunan kemampuan fungsional dan kognitif dan pada usia lanjut. Beberapa faktor resiko terjadinya konstipasi kronis adalah peningkatan usia, obat-obatan, kurangnya asupan serat dan cairan sehari-hari, gangguan fungsional dan kognitif (Murakami et al, 2007).

Immobilisasi yang terjadi akan mengakibatkan otot-otot menjadi lemah, sementara tonus perut, otot pelvik dan diafragma yang baik penting untuk defekasi. Aktivitas usus juga merangsang peristaltik yang memfasilitasi pergerakan chyme sepanjang kolon sedangkan otot-otot yang lemah sering tidak efektif pada peningkatan tekanan intra abdominal selama proses defekasi (Janice

et al, 2006). Immobilisasi yang lama akan menyebabkan penurunan motilitas usus sehingga berdampak pada gangguan pasase feses. Feses yang berada lebih lama di dalam kolon akan menjadi lebih keras sehingga lebih sulit dikeluarkan dari anus hal ini disebabkan oleh proses reabsorbsi air banyak terjadi di kolon (Rubens et al,

2001).

Pasien stroke yang mengalami immobilisasi akan mengalami perubahan dalam kebiasaan toileting, dimana defekasi yang biasanya dilakukan di toilet, namun pada saat di rawat di rumah sakit pasien harus buang air besar di atas tempat tidur dengan menggunakan pot. Perubahan kebiasaan toileting ini akan mempengaruhi fisiologis pasien sehingga pasien akan mengalami kesulitan untuk buang air besar saat pasien di rawat di rumah sakit. Menurut Folden et al (2002), beberapa situasi yang menyebabkan seseorang beresiko untuk terjadi konstipasi


(20)

akut antara lain penurunan aktivitas fisik, perubahan kebiasaan toileting, perubahan pola makan sehari-hari, obat-obatan dan stress.

Penelitian Tania et al ( 2014), menyimpulkan bahwa prevalensi disfungsi usus sebelum stroke 23,9 % tetapi setelah mengalami stroke disfungsi usus meningkat menjadi 55,21% (p<0,0001). Disfungsi usus adalah keluhan gastrointestinal yang paling sering dengan dampak negatif pada kualitas hidup pasien serta membatasi aktivitas sosial mereka (Su et al, 2009). Berdasarkan laporan dari pasien atau pemberi asuhan kemungkinan perkembangan disfungsi usus meningkat menjadi tujuh kali lipat setelah stroke. Disfungsi yang paling sering sebelum stroke adalah konstipasi intestinal (73,91%) dan sisanya pergerakan usus (17,39%). Setelah stroke, konstipasi tetap menjadi disfungsi yang paling sering (50%), diikuti oleh frekuensi pergerakan usus (26,79%), defekasi tidak tuntas (12,50%) dan kurangnya privasi (5,36%). Penggunaan laksatif (obat pencahar) setelah stroke 19,15% tetapi hasilnya tidak terlalu memuaskan (p=0,0736).

Terapi laksatif merupakan salah satu medical management untuk mengatasi konstipasi (Smeltzer & Bare, 2007). Penggunaan laksatif dalam jangka pendek memang dapat mengatasi masalah konstipasi yang di alami oleh pasien, namun apabila laksatif digunakan dalam jangka waktu yang lama maka akan menyebabkan penurunan reflex gastrokolik dan duodenokolik. Dengan kata lain, penggunaan laksatif dalam jangka waktu yang lama justru akan menyebabkan masalah konstipasi (Randell et al, 2007).


(21)

Konstipasi bukan hal yang sederhana karena seseorang yang konstipasi akan mengalami kesulitan buang air besar dan feses yang keras dengan frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu serta merasa tidak puas setelah selesai buang air besar atau dalam pengkajian umum banyak kesulitan untuk defekasi secara tidak tuntas seperti membutuhkan alat bantu jari-jari saat defekasi, mengedan dan membutuhkan waktu yang lama saat buang air besar. Berdasarkan tanda-tanda tersebut seseorang yang menunjukkan 2 atau lebih tanda dan gejala dapat disimpulkan bahwa seseorang sudah mengalami konstipasi (Tania et al, 2014).

Konstipasi yang terjadi sesekali, mungkin tidak berdampak pada gangguan tubuh, namun bila konstipasi ini terjadi berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beberapa komplikasi, antara lain: hipertensi arterial, impaksi fekal, hemoroid, fisura ani serta megakolon (Smeltzer & Bare, 2007). Konstipasi akan mengakibatkan penarikan secara persisten pada nervus pudendal sehingga akan menyebabkan komplikasi seperti hemoroid, prolaps rektal, atau inkontinensia (Bharucha, 2007). Melihat begitu banyak komplikasi yang dapat terjadi akibat konstipasi, maka setiap individu harus menjaga keteraturan pola defekasi agar tidak terjadi konstipasi. Salah satu upaya pasien stroke untuk mencegah dan mengatasi masalah konstipasi adalah dengan melakukan mobilisasi fisik serta mengkonsumsi makanan yang berserat (Kyle & Gaye, 2006)

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini karena banyak fenomena yang terjadi terkait perubahan fisiologis pada pasien


(22)

stroke yang mengalami immobilisasi sehingga peneliti meneliti lebih lanjut tentang “ Gambaran Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan”.

2. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang ditas maka dapat disimpulkan rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan”.

3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian 4.1 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi praktek keperawatan khususnya perawat yang bekerja di ruangan neurologi tentang gambaran perubahan fisiologis pada pasien stroke yang immobilisasi sehingga perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal.

4.2 Bagi Pasien

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pasien khususnya pada pasien stroke yang mengalami immobilisasi agar melakukan mobilisasi fisik (latihan yang cukup) serta mengkonsumsi makanan yang berserat untuk mencegah dan mengatasi masalah konstipasi.


(23)

4.3 Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan perbandingan apabila ada peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.

4.4 Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi Rumah Sakit H.Adam Malik Medan dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien dan hasil penelitian dapat digunakan dalam rangka upaya menurunkan angka ataupun mencegah terjadinya konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H.Adam Malik Medan.


(24)

TINJAUAN PUSTAKA

1. Stroke

1.1. Defenisi Stroke

Stroke adalah sindrom klinik yang diawali dengan timbulnya mendadak progressif cepat berupa defisit neurologis fokal ataupun global yang berlangsung 24 jam lebih yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak neotraumatik (Batticaca, 2008). Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) karena kematian jaringan otak (infark serebral) penyebabnya adalah berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Pudiastuti, 2011).

1.2. Klasifikasi Stroke

Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik (Pudiastuti, 2011).

1.2.1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan aliran darah ke otak terhenti karena

ateroskelorosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah melalui proses aterosklerosis (Pudiastuti, 2011). Strokeiskemik terjadi bila karena suatu sebab suplai darah ke otak terhambat atau terhenti. Walaupun berat otak hanya sekitar 1.400 gram, namun menuntut suplai darah yang relatif sangat besar yaitu sekitar 20% dari seluruh curah jantung (Junaidi, 2011). Menurut Pudiastuti (2011), menyatakan stroke iskemik mempunyai klasifikasi seperti:


(25)

1. Transient Ischemic Neurologic (TIA)

Bentuk gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)

Gejala neurologis yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.

3. Progressing stroke atau stroke in evolution

Kelainan atau deficit neurologi berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat.

4. Completed stroke

Kelainan neurologis sudah lengkap menetap dan tidak berkembang lagi. 1.2.2. Stroke Hemoragik

Strokehemoragik merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya aliran darah ke otak yang disebabkan oleh perdarahan suatu arteri serebralis. Darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk ke dalam jaringan otak, sehingga terjadi hematom (Junaidi, 2011). Kejadian stroke hemoragik sekitar 25-30% dari total kejadian stroke. Walaupun kejadian stroke hemoragik tidak besar, tetapi stroke hemoragik sering mengakibatkan kematian, umumnya sekitar 50% kasus berujung pada kematian. Menurut Junaidi (2011), stroke hemoragik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Perdarahan intraserebral (PIS); diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah

intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk ke dalam jaringan otak.


(26)

2. Perdarahan Subarakhnoid (PSA); masuknya darah ke ruang subarakhnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarakhnoid sekunder) atau sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (perdarahan subarakhnoid primer).

1.3. Gejala Klinis Stroke

Gejala klinis yang timbul akibat gangguan peredaran darah otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya (Ginsberg, 2007).

Gejala klinis dari stroke dibedakan atas: 1. Stroke Iskemik

Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah timbulnya defisit neurologik secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun. Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun. Pada punksi lumbal, liquor serebrospinalis

jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500. Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan infark/iskemik dan edema (Aliah dkk, 2007). Gejala stroke iskemik yang dikemukakan oleh Aliah dkk (2007) dikelompokkan berdasarkan bagian yang terserang, sebagai berikut:

a. Gejala yang disebabkan terserangnya sistem karotis:

i) Gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri. ii) Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama.

iii) Defisit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan lengan atau tungkai saja secara unilateral.


(27)

iv) Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara. Pemakaian kata-kata yang salah atau diubah.

b. Gejala yang disebabkan oleh terserangnya sistem vertebrobasilaris:

i) Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau muntah, terutama bila disertai dengan diplopia, disfagi atau disartri.

ii) Mendadak tidak stabil.

iii) Gangguan visual, motorik, sensorik, unilateral atau bilateral. iv) Hemianopsia homonim

v) Serangan drop atau drop attack. 2. Stroke Hemoragik

Gejala klinis penderita stroke hemoragik dapat dikelompokkan berdasarkan jenis stroke hemoragik, seperti yang dikemukakan oleh Junaidi (2011) sebagai berikut:

a. Gejala klinis PIS:

i) Sakit kepala, muntah, pusing vertigo, gangguan kesadaran

ii) Gangguan fungsi tubuh (defisit neurologis), tergantung pada lokasi perdarah, bila perdarahan ke kapsula interna (perdarahan kapsuler), maka ditemukan hemipaarese kontralateral, hemiplegic dan koma (bila perdarahan luas) sedangkan perdarahan luas/masif otak kecil/ serebelum (perdarahan serebeler) maka akan ditemukan ataksia serebelum (gangguan koordinasi), nyeri kepala di oksipital, vertigo, nistagmus dan disartri.

b. Gejala klinis PSA:


(28)

ii) Nausea dan vomiting (mual dan muntah) iii) Fotofobia (mudah silau)

iv) Paresis saraf okulomotorius, pupil anisokor, perdarahan retina pada funduskopi

v) Gangguan otonom (suhu tubuh dan tekanan darah naik) vi) Kaku leher (meningismus), bila pasien masih sadar

vii) Gangguan kesadaran berupa rasa kantuk (somnolen) sampai kesadaran hilang (koma)

c. Gejala klinis PSA yang disertai dengan hematom intraserebral: i) Lumpuh satu sisi (hemiparesis)

ii) Gangguan bicara (afasia)

iii) Kelumpuhan otot mata (paresis okulomotorius) iv) Lapang pandang menyempit (hemianopsia) v) Kejang epileptik

1.4. Komplikasi Stroke

Brunner & Suddarth (2002), mengemukakan bahwa serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja, gangguan emosional dan fisik akibat berbaring lama tanpa dapat bergerak adalah hal yang tidak dapat dihindari. Ada beberapa komplikasi dari penyakit stroke, yaitu:

1. Hipoksia serebral

2. Penurunan aliran darah serebral 3. Embolisme serebral


(29)

2. Immobilisasi

2.1. Defenisi Immobilisasi

Immobilisasi ( gangguan mobilisasi fisik ) didefenisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association ( NANDA ) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995). . Imobilisasi juga merupakan ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak atau tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bariah, 2010).

2.2. Jenis Immobilisasi

Setiati (2014), mengemukakan bahwa jenis immobilisasi terdiri dari:

a) Immobilisasi Fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

b) Immobilisasi Intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.

c) Immobilisasi Emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Contohnya keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang


(30)

mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

d) Immobilisasi Sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

2.3. Dampak Immobilisasi

Potter & Perry (2005), mengatakan ada pengaruh fisiologis yang ditimbulkan oleh keadaan immobilisasi yaitu apabila ada perubahan immobilisasi maka setiap sistem tubuh akan beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi yang dialami. Ada tujuh perubahan yang terjadi seperti perubahan pada metabolisme tubuh, perubahan sistem respiratori, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem musculoskeletal, perubahan integumen, perubahan eliminasi ( BAB & BAK ) dan perubahan perilaku.

1. Perubahan Metabolik

Secara umum imobilisasi dapat menggangu metabolisme secara normal, mengingat imobiliasai dapat menyebabkan turunya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada turunya basal metabolisme rate (BMR) yang menyebabkan kurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat mempengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imbolisasi dapat meningkatkan anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat beresiko meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilisasi juga menyebabkan penurunan eksresi urine dan peningkatan nitrogen. Hal tersebut dapat di temukan pada pasien yang mengalami imobilisasi hari kelima dan


(31)

keenam, beberapa dampak perubahan metabolisme, dianataranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar, dan katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, determinasi tulang, gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

2. Perubahan Sistem Respiratori

Klien pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah atelektasis dan pneumonia hipostatik. Pada atelektasis, bronkiolus menjadi tertutup oleh adanya sekresi dan kolaps alveolus distal dan karena udara yang diabsorbsi, sehingga menghasilkan hipoventilasi. Bronkus utama atau beberapa bronkiolus kecil dapat terkena. Luasnya atelektasis ditentukan oleh bagian yang tertutup. Pneumonia hipostatis adalah peradangan paru-paru akibat statisnya sekresi. Atelektasis dan pneumonia hipostatis, keduanya sama-sama menurunkan oksgenasi, memperlama penyembuhan, dan menambah ketidaknyamanan klien (Long et al, 1993).

3. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Perubahan sistem kardiovaskuler akibat imolibilisasi anatara lain dapat berupa hipotensi ortostastik, meningkatnya beban kerja jantung dan terjadinya pembentukan thrombus, terjadinya hipotensi orstatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap lama, refleks neurovascular akan menurun dan menyebabkan vasokontriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah kesistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya beban kerja jantung dapat disebabkan karena imobilisasi dengan posisi horizontal, dalam keadaan normal, darah yang


(32)

terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkat kerjanya. Terjadi thrombus juga disebabkan oleh meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga meningkatnya arus balik vena.

4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Pengaruh imobilisasi pada sistem musculoskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen. Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem skeletal adalah gangguan metabolism kalsium dan gangguan mobilisasi sendi.

Pengaruh yang terjadi dalam sistem musculoskeletal sebagai dampak imobilisasi adalah sebagai berikut:

i) Pengaruh Otot

Akibat pemecahan protein, klien mengalami kehilangan massa tubuh, yang membentuk sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan massa otot tidak mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Massa otot menurun akibat metabolisme dan tidak digunakan. Jika imobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih, maka akan terjadi penurunan massa yang berkelanjutan (Kasper et al, 1993)

ii) Pengaruh Skelet

Imobilisasi menyebabkan dua perubahan terhadap skelet yaitu gangguan metabolisme kalsium dan kelainan sendi. Karena imobilisasi berakibat


(33)

pada resorpsi tulang, sehingga jaringan tulang menjadi kurang padat, dan terjadi osteoporosis (Holm, 1989).

iii) Kontraktur Sendi

Kontraktur sendi adalah kondisi abnormal dan biasa permanen yang ditandai oleh sendi fleksi dan terfiksasi. Hal disebabkan tidak digunakannya, atrofi, dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang gerak dengan penuh (Lahmkuhl et al, 1990).

5. Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integument yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilisasi dan terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superficial dengan adanya luka dekubitus sebagai tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke jaringan. Dekubitus adalah salah satu penyakit intogenik paling umum dalam dalam perawatan kesehatan dimana berpengaruh terhadap populasi klien khusus lansia yang imobilisasi.

6. Perubahan Eliminasi Urine

Eliminasi urine klien berubah oleh adanya imobilisasi. Pada posisi tegak lurus, urin mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Ginjal yang membentuk urine harus masuk kedalam kandung kemih melawan gaya gravitasi. Akibat kontraksi peristaltik ureter yang tidak cukup kuat melawan gaya gravitasi. Pelvis ginjal menjadi terisi sebelum urine masuk kedalam ureter. Kondisi ini disebut statis urine dan


(34)

meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal (Potter & Perry, 2005).

7. Perubahan Perilaku

Mobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap. Bagaimanapun juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan tersebut, sehingga perawat harus mengobservasi lebih dini. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan siklus tidur-bangun, dan gangguan koping 3. Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal

3.1. Defenisi Sistem Gastrointestinal

Gastrointestinal ialah suatu kelainan atau penyakit pada jalan makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan penyakit kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan pankreas (Sujono Hadi, 2002).

3.2. Klasifikasi Sistem Gastrointestinal

Klasifikasi gastrointestinal dibagi menjadi dua yaitu Gastrointestinal atas seperti gangguan nafsu makan, mual muntah dan Gastronitestinal bawah yaitu konstipasi, diare. Penyakit gangguan gastrointestinal yang termasuk yaitu Gangguan esofagus, gangguan lambung dan usus, neoplasma intestinal dan proses inflamasi, trauma abdomen, gangguan hepatik dan billiaris (Candranata, 2000).


(35)

3.3. Patofisiologi Sistem Gastrointestinal

Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah kedalam partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim-enzim pencernaan. Makan, atau bahkan melihat, mencium, atau mencicip makanan dapat menyebabkan refleks salivasi. Saliva adalah sekresi pertama yang kontak dengan makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira 1,5 L setiap hari. Saliva juga mengandung mukus yang membantu melumasi makanan saat dikunyah, sehingga memudahkan menelan. Dua pusat dalam inti retikularis medula oblongata adalah zona pencetus kemoreseptif yaitu uremia, emesis yang diinduksi oleh obat, emesis karena radiasi dan pusat yang terintegrasi. Jaras eferen muncul dari hampir semua tempat tubuh. Jaras vagal adalah sangat penting, tetapi vagotomi tidak menghilangkan muntah . jaras eferen empatik yang memperantarai muntah berkaitan dengan distensi abdomen.

Muntah terjadi bila kedua jaras eferen somatik dan viseral menyebabkan penutupan glotis, kontraksi diagfragma mempunyai pilorus dan relaksi lambung diikuti oleh kontraksi peristaltik yang berjalan dari lambung tengah keujung insisura dengan kontraksi abdmen, diagfragma, dan interkosta, muntah berkaitan dengan tanda dan gejala cetusan otonom. Seamua ada kaitan dengan gangguan traktus gastrointestinalis, terutama obstruksi, dengan obstruksi tinngi akut menyebabkan muntah dini. Kekacauan otonom, obat-obatan gangguan psikogenik, dan penelanan bahan-bahan yang berbahaya merupakan menyebab lain yang sering.


(36)

Faktor-faktor yang mengurangi pasokan darah dan penghantar oksigen ke medula (renjatan, oklusi vaskular, peningkatan tekanan intrakranial). Dapat menginduksi emesis. Obat-obat emetik menghasilkan efeknya melalui stimulasi sentral langsung atau dengan iritasi mukosa lambung. Pola muntah mendadak, sering kali proyektil tanpa didahului mual, sangat kuat menunjukkan penyebab sentral. Konsekuensi muntah metabolik, dengan muntah hebat terjadi hipovolemia, hipokalemia, dan alkalosis metabolik serta deplesi natrium total (Chandranata, 2000).

3.4. Manifestasi Klinis

Menurut Linda Chandranata (2000), manifestasi klinis gastrointestinal yaitu: a. Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, atau rasa tidak enak atau rasa pahit pada mulut, rasa tidak enak pada mulut yang menetap biasanya disebabkan karena keluhan psikhis.

b. Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua penyakit, termasuk juga penyakit saluran makan.

c. Disfagia, merupakan keluhan yang disebabkan kelainan pada esofagus, yaitu timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan. Kesulitan menelan terjadi baik pada bentuk makanan padat maupun cairan, terutama bila terjadi refluks nasa, berarti adanya kelainan saraf (neuromuscular disorder). Kesulitan meneruskan makanan dari mulut kedalam lambung biasanya disebabkan oleh kelainan dalam tenggorokan biasanya infeksi atau tumor di oropharynx, larynx, spasme dari oto cricopharynx. Rasa terhentinya makanan didaerah retrosternal setelah menelan makanan, biasanya disebabkan kelainan dalam esofagus sendiri,


(37)

yaitu timbulnya regurgitasi, refluks asam, rasa nyeri didada yang intermiten, misalnya pada akhalasia, karsinoma esofagus, spasme yang difus pada esofagus. d. Nausea, beberapa rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual, rasa mual diantaranya adalah: rasa nyeri dalam perut, rangsangan labirin, daya ingat yang tak menyenangkan.

e. Vomitus, timbulnya muntah-muntah sebagai akibat karena kontraksi yang kuat dari antrum dan pilorus dan timbulnya anti peristaltik yang kuat pada antrum dengan disertai relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul melebarnya esofagus dan menutupnya glotis.

f. Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus berubah, perdarahan gastrointestinal, defisit nutrisional, ikterus dan tanda disfungsi hepar. 3.5. Komplikasi Sistem Gastrointestinal

Menurut Linda Chandranata (2000) komplikasi dari gastrointestinal adalah: a. Kanker esofagus, meliputi disfagia,tidak bisa makan dan perasaan penuh di perut adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi lain. Gejala-gejala ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi tipe makanan tertentu (pedas, gorengan, dll)

b. Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan perasaan gembung setelah makan.. ini adalah gejala semu yang dengan mud ah dikaitkan dengan kegagalan lambung.

c. Kanker pankreas, penurunan barat badan, ikterik dan nyeri daerah punggung atau epigastrik adalah triad gejala yang umum.


(38)

d. Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada kuadran atas kanan, nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan bertambah

4. Konstipasi

4.1. Defenisi Konstipasi

Konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) dalam usus besar pada waktu cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak adanya gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut (Akmal, dkk, 2010).

Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar dan sering disebabkan oleh sejumlah besar tinja yang kering dan keras pada kolon desenden yang menumpuk karena absorpsi cairan yang berlebihan (Guyton dkk, 2007). 4.2. Faktor Resiko Terjadinya Konstipasi

Beberapa faktor resiko terjadinya konstipasi antara lain : 1) Usia

Pada lansia, masalah konstipasi terjadi lebih sering daripada individu yang lebih muda, hal ini disebabkan pada lansia peristaltic usus menurun. Peristaltik usus yang menurun pada lansia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain penurunan aktivitas, ketidak cukupan masukan cairan, efek samping pengobatan dan kurang perhatian terhadap isyarat defekasi. Pada lansia juga mengalami penurunan sekresi mucus di usus besar dan penurunan elastisitas dinding rektal (Smeltzer & Bare, 2007).


(39)

2) Aktivitas

Penurunan aktivitas fisik regular dapat menurunkan tonusitas otot yang diperlukan untuk mengeluarkan feses. Penurunan aktivitas fisik juga dapat menurunkan sirkulasi pada sistem pencernaan sehingga peristaltic usus akan menurun (Carpenito, 1995). Aktivitas yang kurang akan menyebabkan penurunan pada tonus otot dimana hal ini akan menyebabkan penurunan fungsi otot abdominal dan otot pelvis, sehingga akan memperlama pasase feses (Djojoningrat, 2006).

3) Intake Cairan

Kecukupan masukan cairan sedikitnya 2 liter sehari diperlukan untuk mempertahankan pola usus dan mempertahankan konsistensi feses, apabila intake cairan kurang maka konsistensi feses akan keras (Carpenito, 1995). 4) Intake rendah serat

Serat yang tidak dicerna akan menyerap air, membantu menembah massa feses dan melunakkan feses sehingga mempercepat pasase intestinal. Keseimbangan diit tinggi serat diperlukan untuk menstimulasi peristaltik usus, selain itu serat juga mempengaruhi konsistensi dari feses dimana diit tinggi serat menjadikan feses menjadi lunak. Makan makanan yang rendah serat dapat menurunkan peristaltik usus, sehingga memperlambat pasase feses (Djojoningrat, 2006). 5) Gangguan otak, trauma rektal dan anus

Beberapa kondisi medis seperti gangguan otak dan trauma rektal atau anus dapat menyebabkan abnormalitas dan sfingter anal.


(40)

6) Kebiasaan memakai pencahar

Pencahar menyebabkan terjadinya ketergantungan pada kolon yang menyebabkan penurunan reflex gastrokolik dan duodenolik (Guyton dkk, 2007).

7) Tindakan pembedahan

Adanya efek anastesi pada tindakan pembedahan dapat menurunkan tonus otot dan menurunkan peristaltik usus (Mubarak, 2005).

8) Mengabaikan isyarat untuk defekasi

Reflek defekasi disebabkan oleh karena defekasi yang sifatnya mendadak dan berkurang selama beberapa menit dan akan timbul lagi setelah beberapa jam. Usaha untuk memulai reflek defekasi yang disengaja tidak akan efektif seperti reflek defekasi alami, sehingga tinja kemungkinan akan lebih lama kontak dengan mukosa usus yang menyebabkanfeses semakin lama keras dan membuat feses semakin sulit untuk dikeluarkan (Guyton dkk, 2007)

9) Penyakit

Seseorang yang mengalami Stroke akan mengalami kesulitan pasase feses hal ini berhubungan dengan penurunan fungsi dari fungsi otot pelvis (Folden et al,

2002).

4.3. Patofisiologi Konstipasi

Konstipasi dapat terjadi sebagai akibat menurunnya motilitas kolon atau retensi feses di dalam kolon terbawah atau rektum. Pada kasus tertentu, karena air direabsorbsi di dalam kolon, feses yang lebih lama berada di dalam kolon mengalami reabsorbsi air terbesar dan menjadi kotoran yang keras kemudian


(41)

kotoran menjadi lebih sulit dikeluarkan dari anus (Long, 1996). Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal, melalui empat tahap kerja yaitu: rengsangan reflex penyakit rektoanal, relaksasi otot sfingter internal, relaksasi sfingter eksternal dan otot dalam region pelvic, serta peningkatan tekanan intra abdomen. Adanya gangguan salah satu dari empat proses ini dapat menimbulkan masalah konstipasi (Smeltzer & Bare, 2007).

4.4. Karakteristik Konstipasi

Menurut Akmal dkk (2010), karakteristik konstipasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Karakteristik Mayor, antara lain:

a. Feses keras dan berbentuk seperti pil obat b. Defekasi kurang dari tiga kali per minggu 2) Karakteristik Minor, antara lain:

a. Penurunan bising usus b. Perasaan penuh pada rektal c. Perasaan tekanan pada rectum

d. Mengejan dan nyeri pada saat defekasi e. Impaksi yang dapat diraba

f. Perasaan pengosongan yang tidak adekuat

Adapun untuk sembelit kronis ( obstipasi ), gejalanya tidak terlalu berbeda hanya sedikit lebih parah, diantaranya:

a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas. b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil.


(42)

c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu. d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat.

Menurut NANDA (dalam Herdman, 2012), beberapa karakteristik konstipasi antara lain:

1) Nyeri abdomen

2) Ketidaknyamanan di perut disertai dengan ketegangan perut yang dapat diraba

3) Ketidaknyamanan di perut tanpa disertai dengan ketegangan perut 4) Anorexia

5) Terdapat darah pada feses 6) Perubahan pada pola defekasi 7) Penurunan frekuensi defekasi 8) Feses kering

9) Perut kembung 10) Perut Kembung

11) Perasaan penuh pada rectum

12) Perasaan terdapat adanya tekanan di rectum 13) Nausea

14) Feses yang keras dan berbentuk 15) Teraba adanya massa di perut 16) Nyeri pada rectum

17) Penurunan peristaltik usus 18) Peningkatan tekanan abdominal


(43)

Kriteria konstipasi menurut FGIDs (Functional Gastrointestinal Disorders) : (Song et al, 2013)

1. Sindrom Iritasi Usus

Sindrom iritasi usus merupakan kelainan fungsional usus kronis berulang dengan nyeri atau rasa tidak nyaman abdomen berkaitan dengan defekasi atau perubahan kebiasaan buang air besar setidaknya selama 3 bulan yaitu:

a. Nyeri abdomen merupakan nyeri dirasakan di abdomen dapat berasal dari dalam abdomen, dinding abdomen, atau merupakan nyeri alih dari suatu sumber di luar abdomen, pada tulang belakang atau thorak.

b. Penurunan bising usus

Frekuensi bising usus di bawah rentang normal (kurang dari 5 kali per menit). Frekuensi normal bising usus berada pada rentang 5-35 kali per menit, tidak terdengar bunyi vaskuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral, apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.

2. Konstipasi Fungsional

Konstipasi fungsional merupakan usus dalam kondisi yang sehat tetapi tidak berfungsi dengan baik. Konstipasi fungsional disebabkan waktu perjalanan yang lambat dari feses yang ditandai dengan: Frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu, feses bergumpal, mengedan, rasa tidak puas dan rasa terhalang saat bab.

3. Mual dan Muntah 4. Perut kembung


(44)

Kriteria konstipasi akibat immobilisasi pada pasien stroke menurut ROC (Receiver Operating Characteristic) yang terdiri dari : ( Chan et al, 2005)

1. Penurunan Fungsi usus

Dampak konstipasi akan menyebabkan penurunan pada fungsi usus seperti: frekuensi buang air besar kurang dari 3 kali dalam seminggu, penurunan bising usus, perasaan tidak tuntas saat bab, mengedan dan rasa tertahan saat ingin buang air besar

2. Feses dan Anus

Feses akan keras, feses bergumpal, warna feses lebih gelap dari pada biasanya, feses yang keluar lebih sedikit, saat buang air besar terasa nyeri pada anus dan rasa terbakar pada anus

3. Abdomen

Distensi abdomen, nyeri abdomen, perut terasa tidak nyaman, perut terasa penuh dan begah, perut terasa nyeri, perut kembung, perut kram, mual dan muntah serta penurunan nafsu makan karena perut terasa begah.

4. Penggunaan obat

Menggunakan obat-obatan untuk merangsang supaya ada keinginan untuk buang air besar seperti menggunakan obat suplemen yang mengandung serat, menggunakan suppositories, menggunakan laxative dan obat yang lainnya. 5. Kepuasaan saat BAB

Merasa tidak nyaman karena konstipasi dan merasa tidak puas ketika selesai buang air besar.


(45)

4.5. Pengukuran Penilaian Konstipasi

Menurut Craven. R.F dan Hirnle C.J, (2007), dalam menilai konstipasi pasien yang perlu diperhatikan adalah kriteria-kriteria penilaian konstipasi yaitu:

1. Distensi abdomen

2. Keinginan buang air besar 3. Bising usus meningkat

4. Frekuensi buang air besar kurang dari 3x dalam seminggu 5. Perasaan buang air besar ada atau tidak

6. Feces lunak atau keras

Kategori dalam skala konstipasi memiliki 2 kategori dengan menggunakan skala 1-6. Kriteria konstipasi pada skala ini yaitu:

1-3 : konstipasi ringan 4-6 : konstipasi berat 4.6. Dampak Konstipasi

Menurut Smeltzer & Bare (2007), konstipasi yang terjadi sesekali mungkin tidak merugikan kesehatan, namun bila konstipasi ini terjadi berulang-ulang dan dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain:

1) Hipertensi anterial

Mengejan saat defekasi dapat mengakibatkan pengeluaran nafas dengan kuat dan glotis menutup, sehingga menimbulkan efek pengerutan pada tekanan darah arteri. Selama mengejan aktif, aliran darah vena di dada untuk sementara dihambat akibat peningkatan tekanan intra thorakal. Tekanan ini menimbulkan


(46)

kolaps pada vena besar di dada. Atrium dan ventrikel menerima sedikit darah dan akibatnya sedikit darah yang dikirimkan melalui kontraksi sistolik dan ventrikel kiri. Curah jantung menurun dan terjadi penurunan sementara dari tekanan arteri. Hampir, segera setelah periode hipotensi, terjadi peningkatan pada tekanan arteri

2) Impaksi Fekal

Impaksi fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat dikeluarkan. Massa ini dapat menimbulkan tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus dan dapat menimbulkan rembesan feses cair yang sering.

3) Fisura anal

Fisura anal dapat diakibatkan oleh pasase feses yang keras melalui anus, sehingga merobek lapisan kanal anal.

4) Hemoroid

Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal yang disebabkan oleh peregangan.

5) Megakolon

Massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon dapat menyebabkan dilatasi dan atoni kolon (megakolon). Megakolon dapat menimbulkan perofasi usus. 4.7. Managemen Konstipasi

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi konstipasi antara lain:


(47)

1) Kebiasaan toileting

a. Tidak mengabaikan isyarat defekasi

Kebiasaan toileting yang teratur harus dilakukan segera saat ada isyarat untuk defekasi

b. Menyediakan waktu yang teratur untuk defekasi

Waktu yang teratur untuk defekasi selalu dilakukan setelah makan atau seseorang dapat memilih waktu sendiri yang rutin untuk defekasi, sehingga kebutuhan defekasi menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Pergerakan feses terjadi lebih cepat kurang lebih 15 menit, satu jam setelah makan, pergerakan feses yang cepat ini juga dipengaruhi oleh reflek dari lambung dan duodenum (Guyton & Hall, 1996).

2) Posisi upright

Pengaturan posisi upright diberikan pada individu yang bed rest, seperti pada pasien stroke atau pasien-pasien yang sudah berusia lanjut. Dengan posisi

upright dapat mengurangi ketajaman pada sudut anorektal dan dapat mempengaruhi pergerakan feses di rektum (Folden et al, 2002).

3) Kandungan serat dalam makanan

Makanan yang dikonsumsi sehari-hari sebaiknya mengadung serat 20-35 gr/hari, untuk menjaga fungsi sistem intestinal, agar dapat bekerja dengan normal. Pada klien yang menggunakan feeding tube, kebutuhan akan serat berasal dari kalori dimana 10-15 gr serat terkandung dalam setiap 1000 kalori yang dikonsumsi oleh pasien (Folden et al, 2002). Mengkonsumsi makanan yang tinggi serat dapat membantu menambah massa feses dan menjadikan


(48)

feses lebih lunak. Serat juga dapat menstimulassi peristaltik usus sehingga pasase feses menjadi lebih mudah (Carpenito, 1995).

4) Intake Cairan

Rata-rata intake cairan sehari-hari untuk usia dewasa adalah 30 ml/kg BB. Jumlah minimum cairan yang dikonsumsi sehari-hari 1.500-2.500 ml untuk menjaga konsistensi feses (Folden et al, 2002).

5) Aktivitas teratur

Aktivitas fisik yang regular dapat meningkatkan tonusitas otot yang diperlukan untuk pengeluaran feses, selain itu juga dapat meningkatkan sirkulasi pada sistem pencernaan sehingga meningkatkan peristaltik usus dan memudahkan pasase feses (Carpenito, 1995).

6) Penggunaan laksatif

Obat-obat laksatif dapat melunakkan feses sehingga pasase feses akan menjadi lebih mudah. Laksatif sebaiknya digunakan dalam waktu yang tidak terlalu lama karena terlalubanyak menggunakan laksatif akan menyebabkan kerusakan pada kolon, hal ini akan memperburuk masalah konstipasi (Tania et al, 2014).


(49)

3.1 Kerangka Penelitian

Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Pasien stroke yang immobilisasi mengalami perubahan fisiologis pada sistem gastrointestinal: Konstipasi

Skema 3.1. Kerangka penelitian gambaran perubahan fisiologis sistem

gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

- Ringan - Sedang - Berat


(50)

3.2. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Skala Hasil Ukur Gambaran perubahan fisiologis sistem gastro-intestinal: konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi

Suatu keadaan yang menyebabkan masalah pada fungsi tubuh sehingga pasien stroke yang immobilisasi akan mengalami

perubahan pada sistem

gastro-intestinal : konstipasi yaitu kesulitan atau lamanya defekasi timbul selama 1 minggu atau lebih dan menyebabkan Ketidaknyamanan

Ordinal Skor pernyataan berkisar antara 1-31 dengan kategori: Ringan : 1-10 Sedang :11-20 atau


(51)

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif. Dimana dalam penelitian ini peneliti hanya menggambarkan perubahan fisiologis sistem gastrointestinal: konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP H. Adam Malik, Medan.

2. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 2.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keselurahan subjek atau objek yang diteliti (Notoadmojo, 2010). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan stroke di RSUP H.Adam Malik, Medan pada bulan Mei – Juni dengan jumlah 43 orang.

2.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini peneliti menentukan jumlah sampel dengan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2003) :

n =

Dimana:

N : besarnya populasi n : besarnya sampel


(52)

Dengan rumus tersebut dapat dihitung ukuran sampel dari populasi 43 dengan mengambil tingkat kepercayaan ( d ) = 0,1, sebagai berikut:

n

=

=

= 30 orang

Kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah :

1. Pasien pria dan wanita yang mengalami penyakit stroke di RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Pasien yang immobilisasi

3. Pasien yang dapat berkomunikasi dengan baik 4. Pasien yang dapat membaca dan menulis 5. Pasien dengan orientasi baik

6. Bersedia menjadi responden 2.3 Teknik Sampling

Teknik Sampling merupakan teknik pengambilan sampel untuk digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2010). Pada penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Teknik

purposive sampling ini merupakan jenis non-probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2010).


(53)

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2015 di RSUP H. Adam Malik, Medan. Alasan peneliti memilih RSUP H. Adam Malik, Medan sebagai tempat penelitian karena merupakan rumah sakit pendidikan sekaligus rumah sakit rujukan dimana jumlah pasien relatif lebih banyak sehingga dapat memenuhi kriteria sampel yang diinginkan oleh peneliti.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah proposal setelah selesai di uji dan peneliti mendapat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan RSUP H. Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini ada beberapa pertimbangan etik yang diperhatikan yaitu lembar persetujuan penelitian, kerahasiaan identitas responden, kerahasiaan informasi dan tidak merugikan responden.

Lembar persetujuan penelitian (informed consent) diberikan kepada responden, sebelumnya peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian serta menjelaskan penelitian yang akan dilakukan. Setelah itu peneliti menanyakan kesediaan responden untuk menjadi sampel dalam penelitian ini. Jika responden bersedia maka responden diminta untuk menandatangani informed consent tersebut. Namun, jika responden menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian maka peneliti tidak akan memaksa dan menghormati hak responden.

Berkaitan dengan kerahasiaan (Cofidentiality), untuk menjaga kerahasiaan identitas responden maka peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada instrument penelitian. Lembar tersebut cukup dengan mencantumkan inisial


(54)

responden dan diberi nomor kode (anonimity) yang hanya diketahui oleh peneliti. Kerahasiaan responden terjamin (confidentiality) dimana peneliti meyakinkan responden bahwa partisipasinya dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan dijamin kerahasiaannya dan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang bisa merugikan (nonmaleficence) responden dalam bentuk apapun.

5. Instrument Penelitian

Instrumen yang di gunakan pada penelitian ini dalam bentuk kuesioner dan pemeriksaan fisik. Lembar kuesioner berisi data demografi, kuesioner konstipasi dan pemeriksaan fisik abdomen

5.1 Kuesioner Data Demografi

Kuesioner data demografi responden meliputi kode responden, usia, jenis kelamin, lama immobilisasi dan suku.

5.2 Kuesioner Konstipasi dan Pemeriksaan Fisik Abdomen

Kuesioner konstipasi akibat immobilisasi dengan menggunakan skala Gutman yang terdiri dari 30 butir pernyataan yaitu: kuesioner no 1-30 dan pemeriksaaan fisik abdomen sebanyak 1 butir pernyataan pada kuesioner no 31, sehingga jumlah pernyataan keseluruhan sebanyak 31 butir pernyataan yang terbagi atas 3 kategori:

Ringan : 1 – 10 Sedang : 11 – 20 Berat : 21 – 31


(55)

6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrument. Instrument yang sahih dan valid, berarti memiliki validitas tinggi demikian pula sebaliknya. Sebuah instrument dikatakan sahih, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Uji validitas instrument bertujuan untuk mengetahui kemampuan instrument untuk mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Sebuah instrumen dikatakan valid, bila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti. Instrument dalam penelitian ini berbentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka, oleh karena itu perlu dilakukan uji validitas. Uji validitas instrument telah dilakukan oleh tenaga ahli dibidangnya pada dosen Keperawatan Medikal Bedah Departemen Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara yaitu Nurbaiti.S.Kep.Ns.M,Biomed. Ahli sudah mengamati dengan cermat semua item yang hendak di validasi dan sudah mengoreksi semua item yang telah di buat dengan nilai validitas sebesar 0,996.

Untuk mengetahui kepercayaan (Reliabilitas) instrument dilakukan uji reliabilitas instrument sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam ruang lingkup yang sama. Reliabilitas adalah tingkat ketepatan, ketelitian atau keakuratan sebuah instrument (Hasan, 2002). Instrument yang reliable akan dapat menghasilkan data yang dapat dipercaya atau benar sesuai kenyataannya sehingga walaupun data diambil berulang-ulang, hasilnya akan tetap sama (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner penelitian ini akan diuji dengan reliabilitas internal yang


(56)

diperoleh dengan cara menganalisa data dari satu kali pengetesan. Uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini di lakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan kepada 10 subjek di luar sampel yang memuliki karakteristik yang sama dengan responden, kemudian peneliti menilai respondennya. Uji reliabilitas di lakukan pada bulan April 2015. Uji reliabilitas kuesioner pada penelitian ini di lakukan dengan

menggunakan Kuder dan Richardson 21 (K-R.21) dengan rumus:

(Arikuno 2010), dengan nilai reliabilitas sebesar 0,95.

7. Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan mengisi kuesioner dan lembar observasi. Pengumpulan data dimulai dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada Fakultas Keperawatan USU dan Komisi Etik Keperawatan kemudian mengirim surat izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU ke RSUP H. Adam Malik Medan. Setelah mendapat izin maka dilakukan pengumpulan data. Peneliti mencari responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Apabila peneliti sudah menemukan responden, peneliti menjelaskan tujuan dan manfat dari penelitian.

Terlebih dahulu peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian kepada responden. Responden yang bersedia untuk menjadi sampel penelitan diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi responden penelitian. Responden diminta untuk menjawab semua pernyataan yang diajukan peneliti dalam kuesioner. Jika responden kesulitan membaca kuesioner atau menuliskan jawaban, maka peneliti membacakan


(57)

pertanyaan kuesioner dan peneliti segera menuliskan jawaban responden atau mengulang pertanyaan kuesioner kepada responden apabila jawabannya kurang di pahami. Setelah peneliti selesai mengisi kuesioner dan lembar observasi maka seluruh data dikumpulkan kembali untuk diperiksa kelengkapannya dan dianalisa. 8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka peneliti akan melakukan pengelolaan data atau analisa data melalui beberapa tahap, yaitu tahap editing dimana tahap ini untuk mengecek kelengkapan data diantaranya kelengkapan ketentuan identitas pengisi, kelengkapan lembar kuesioner dan observasi, serta kelengkapan isian sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian dapat dilengkapi segera oleh peneliti. Tahap coding yaitu melakukan pemberian kode untuk memudahkan pengelolaan data. Tahap entry yaitu memasukkan data ke dalam komputer dengan menggunakan komputerisasi, yaitu dengan melakukan entri data dan analisa data statistik deskriptif. Analisis data yang digunakan untuk instrument penelitian adalah analisis univariat yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap variabel penelitian. Umunya analisis ini hanya menganalisis distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Hasil dari analisa data penelitian yang dilakukan oleh peneliti disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase (Arikunto, 2010).


(58)

1. Hasil Penelitian

Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni 2015. Penyajian data meliputi karakteristik responden dan gambaran perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan jumlah sampel sesuai dengan kriteria adalah 30 orang.

1.1 Deskripsi Lokalisasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan yang terletak di Jl. Bunga Lau No. 17, Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara dengan luas tanah ± 10 Ha. RSUP H. Adam Malik Medan merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 339/Menkes/SK/VIII/1990 dan juga sebagai rumah sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 yang memiliki visi menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015.

1.2 Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi usia, jenis kelamin, lama immobilisasi dan suku. Berdasarkan hasil penelitian diketahui


(59)

bahwa mayoritas responden adalah dewasa madya yang berusia 41-60 tahun sebanyak 18 orang (60%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 19 orang (63,3 %) dengan mayoritas lama immobilisasi sekitar 16-20 hari sebanyak 11 orang (36,7%) dan mayoritas suku adalah suku batak sejumlah 21 orang (70%). Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden di RA4 RSUP Haji Adam Malik Medan dapat diuraikan pada table 5.1 di bawah ini.

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Pasien Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan

Karakteristik Responden

F %

Usia

18-40 Tahun (Dewasa Dini) 2 6,7

41-60 Tahun (Dewasa Madya) 18 60

>60 Tahun (Dewasa Lanjut) 10 33,3

Jenis kelamin

Laki – laki 11 36,7

Perempuan 19 63,3

Lama immobilisasi

6 – 10 hari 10 33,3

11 - 15 hari 4 13,3

16 – 20 hari 11 36,7

21 – 25 hari 2 6,7

26 – 30 hari 3 10

Suku

Jawa 6 20

Batak 21 70

Dan lain-lain 3 10


(60)

1.3 Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien stroke yang immobilisasi mengalami perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi yaitu mengalami konstipasi berat sebanyak 16 orang (53,3%) diikuti konstipasi sedang sebanyak 10 orang (33,3%) dan konstipasi ringan sebanyak 4 orang (13,3%).

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal : Konstipasi pada Pasien Stroke yang Immobilisasi di RSUP H. Adam Malik Medan

Kategori Frekuensi (f) Persentasi

(%)

Ringan 4 13,3

Sedang 10 33,3

Berat 16 53,3

Total 30 100

2. Pembahasan

Hasil penelitian yang didapat oleh peneliti menunjukkan bahwa perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi pada pasien stroke yang immobilisasi yaitu mengalami konstipasi berat sebanyak 16 orang (53,3%) diikuti konstipasi sedang 10 orang (33,3%) dan konstipasi ringan sebanyak 4 orang (13,3%). Data penelitian menunjukkan bahwa pasien stroke yang immobilisasi banyak mengalami konstipasi berat, hal ini erat kaitannya karena pasien mengalami keterbatasan gerak fisik (immobilisasi) atau tirah baring yang terus-menerus


(61)

dalam waktu yang lama yaitu sekitar 16-20 hari dan tidak melakukan mobilisasi fisik (pergerakan) sehingga mengakibatkan otot melemah, , termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi.

Perubahan fisiologis pada pasien stroke yang immobilisasi sangat erat kaitannya dengan gangguan sistem gastrointestinal : konstipasi, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Cardin et al, (2010) yaitu : Konstipasi setelah stroke bervariasi dari 30% sampai 60%. Konstipasi sangat sering dijumpai pada penderita stroke dimana hampir 45% penderita stroke mengalami immobilisasi yang lama.

Pasien stroke yang mengalami konstipasi berat akan mempengaruhi perubahan pada fungsi usus, karakteristik feses dan sensasi anus, kondisi abdomen, penggunakan obat-obatan dan kepuasan saat BAB. Perubahan fungsi usus ditandai dengan frekuensi buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu, perasaan tidak tuntas saat buang air besar, mengejan saat buang air besar, membutuhkan waktu yang lama saat buang air besar, ingin segera ke toilet karena desakan buang air besar secara tiba-tiba, saat rasa mules muncul feses semakin banyak/semakin sedikit atau tidak ada, rasa tertahan saat ingin buang air besar, kesulitan memulai dan menyelesaikan buang air besar, lebih sering buang angin yang berbau lebih busuk dari pada biasanya dan penurunan bising usus. Hal ini terkait dengan hasil penelitian Tania et al ( 2014), menyimpulkan bahwa prevalensi disfungsi usus sebelum stroke 23,9 % tetapi setelah mengalami stroke disfungsi usus meningkat menjadi 55,21% (p<0,0001). Berdasarkan laporan dari pasien atau pemberi asuhan kemungkinan perkembangan disfungsi usus


(1)

54

3) Bagi Pasien

Diharapkan kepada pasien agar dapat melakukan latihan yang cukup secara rutin serta mengkonsumsi makanan yang berserat agar otot abdomen, pelvik dan diafragma tidak melemah sehingga tidak mengalami konstipasi berat.

3) Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih mengembangkan penelitian tentang perubahan fisiologis sistem gastrointestinal : konstipasi akibat immobilisasi pada pasien stroke dengan menggunakan metode-metode penelitian yang lainnya serta menambahkan informasi-informasi terbaru yang berkaitan dengan hasil penelitian dengan cara memberikan intervensi seperti pengkajian, observasi dan pemeriksaan fisik kepada pasien yang homogen sehingga hasil yang diperoleh lebih baik lagi dan tidak bias.

4) Institusi Rumah Sakit

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa perubahan fisiologis akibat immobilisasi pada pasien stroke yaitu perubahan pada sistem gastrointestinal: konstipasi rentan mengalami konstipasi berat. Oleh karena itu, perawat perlu meningkatkan untuk memberikan intervensi dalam melakukan mobilisasi fisik atau latihan yang cukup pada pasien stroke yang immobilisasi sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih maksimal.


(2)

survivors: experience of a stroke unit. International Journal of Biomedical Science, 8 (3), 183-187.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Akmal, M.,dkk. (2010). Ensiklopedi Kesehatan Untuk Umum. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.

Aliah, A.,dkk. (2007). Gambaran Umum Tentang Gangguan Peredaran Darah Otak

(GPDO), dalam Kapita Selekta Neurologi, ed. Harsono. Yogyakarta : UGM Press. hal. 81-115.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Bariah, K. (2010). Efektifitas mobilisasi dini terhadap penyembuhan pasien seksio sesarea di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Keperawatan UniversitasSumatera Utara.

Batticaca, F. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Bharucha, A.E. (2007). Constipation. Best Practice & Research Clinical Gastroenterelogy. Vol.21.No.4.

Bharucha, et al. (2004). A new questionnaire for constipation and fecal incontinence.

Brunner.,S. (2010). Constipation in the acutely hospitalized older patients. Archives of Gerontology and Geriatrics. 50 : 277-81

Cardin, F.,et al. (2010). Constipation in the acutely hospitalized older patients. Archives of Gerontology andGeriatrics. 50 : 277-81.

Capenito, L.J. (1995). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC Centers for Disease Control and Prevention. (2013). Stroke Facts. Diperoleh pada

tanggal 21 Januari 2015 melalui http://www.cdc.gov/stroke/facts.htm Chan, A.O.O.,et al. (2005). Validated questioner on diagnosis and symptom


(3)

56

Chandranata, L. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Craven, R.F., Hirnle, C.J. (2000). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process,

and Practice. fifth edition. California: Addison, Wesley Publishing Co.

Craven, R.F., & Hirnle, C.J. (2007). Fundamentals of Nursing, Human Healthand Function. (4th ed). Philadelphia: Lippincott, Williams & wilkins.

Departemen Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007: Laporan Nasional 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Department of Health London. (2007). National stroke strategy. United States of America: Delmar Thomson Learning, Inc.

Dinata, C. A.,dkk. (2013). Gambaran faktor risiko dan tipe stroke pada pasien rawat inap di bagian penyakit dalam rsud kabupaten solok selatan periode 1 januari 2010 - 31 juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas :2(2).

Djojoningrat, D. (2006). Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal, dalam Sudoyo, A.W., dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Emerson, E.,Baines, S. (2010). Healt inequalities & people with learning disabilities in the united kindom. Learning Disabilities Observatory Supported by Departement of Health.

Folden, Susan.L.,et al. (2002). Practice guidelines for the management of constipation in adult. Rehabilitation Nursing. Vol.27.No.5

Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes Neurulogi Edisi 8. Jakarta : Erlangga.

Guy, H.,et al. (2013). Pressure ulcer prevention: making a difference across a health authority. Journal of Nursing : Vol 22. No 12

Guyton, C. (2007). Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. In: Rachman Yanuar Luqman. ed. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (1996). Textbook of Medical Physiology. 9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.

Hasan, Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.


(4)

Herdman, T.H. (2012). Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012-2014. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Hsieh, C. (2005) Treatment of constipation in older adults. Am Fam Physician. 73(11). 2277–84

Junaidi, I. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : PT. Andi.

Janice, P.,et al. (2006). Development of a constipation risk assessment scale. Journal of Orthopaedic Nursing. 10 : 186–197

Kyle.,Gaye. (2006). Assessment and treatment of older patients with constipation. Nursing Standard.Vol.21.No.8.

Luciano, A.S.,et al .(2013). Program for the epidemiological evaluation of stroke in tandil, argentina (prevista) study: rationale and design. International Journal of Stroke. Volume 8. Issue 7.

Murakami, K.,et al. (2007). Association between dietary fiber, water and magnesium intake and functional constipation among young Japanese women. European Journal of Clinical Nutrition.

Mubarak, W.I. (2005). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC.

Nazarko, L. (2007). Stroke: bowel care. Nursing Journal and Residential care. Vol.9.No.6

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo. S. (2003). Pendidikan Perilaku dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Pamela, et al. (2002). Preventing and treating complications of immobility in people with ALS. USA

Pinzon, R., Asanti, L. (2010). Awas Stroke! Pengertiam, Gejala, Tindakan, Perawatan, dan Pencegahan. Yogyakarta: ANDI

Potter, P.A.,Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep Proses, dan Praktik. Ed.4.Vol 1. Cetakan I. Jakarta : EGC

Pudiastuti, R.D. (2011). Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: nuha medika. Rahayu, S.,dkk. (2014). Hubungan frekuensi stroke dengan fungsi kognitif di


(5)

58

Randell, H.H.,et al. (2007). Use of laxatives among older nursing home residents in helsinki, finland. 24(2).147-154.

Rubens, et al. (2001). Adult constipation: a review and clinical guide. Journal of National Medical Association.

Schaller, B.J.,et al. (2006). Pathophysiological changes of the gastrointestinal tract in

ischemic stroke. American Journal of Gastroenterology.101:1655–1665 Setiati, dkk. (2014). Penatalaksanaan imobilisasi dan komplikasi akibat

imobilisasi pada orang usia lanjut. Jakarta : Departemen Rehabilisasi medik FKUI.

Smeltzer, S.C.,Bare, B.G. (2007). Textbook of Medical Surgical Nursing Vols 3. Philadelpia: Lippincott Reven Publisher.

Smeltzer, C.S., Bare G.B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Song, K.H.,et al. (2013). Development and validation of the korea rome III questionnaire for diagnosis of functional gastrointestinal disorders. Journal Neurogatroenterol Motil. Vol 19. No 4.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suheri. (2009). Gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien imobilisasi di rsup haji adam malik medan. Skripsi. Medan : Fakultas Keperawatan USU.

Su, Y.,et al. (2009). New-onset constipation at acute stage after first stroke: incidence, risk factors, and impact on the stroke outcome. 40 : 1304 - 9. Tania, M.N.,et al. (2014). Stroke: bowel dysfunction in patients admitted for


(6)

Lampiran 16 Daftar Riwayat Hidup

Nama : Putri Sari Angelia M

NIM : 111101106

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat,Tanggal Lahir : Albion, 21 Juni 1993

Agama : Katolik

Alamat : Pinang sori, Tapanuli Tengah

Riwayat Pendidikan:

1. TK SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) Pinang Sori (1997 – 1998)

2. SD Negeri 153076 Pinang Sori (1997 – 2003)

3. SMP Negeri 1 Pinang Sori (2003 – 2008)

4. SMA Swasta Katolik Sibolga (2008 – 2011)