1
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan
tubuh yang cepat seperti kontraksi otot atau peristiwa viseral yang berubah dengan cepat. Sistem saraf menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris dan
kemudian mengintegrasikannya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan tubuh Syaifuddin, 2011. Kerja sistem saraf adalah mengatur aktivitas sensorik
dan motorik, perilaku instriktif dan dipelajari, organ dalam dan sitem-sistem dalam tubuh. Pentingnya fungsi ini menjadi jelas saat individu menderita
misalnya kebutaan, kelumpuhan, atau kesulitan lain setelah trauma spinal ataupun stroke Mardiati, 2010.
Gangguan sistem saraf bisa terjadi pada sistem saraf pusat dan perifer. Dengan kata lain, otak, sumsum tulang belakang, saraf kranial, saraf perifer, akar
saraf, sistem saraf otonom, neuromuscular junction, dan otot. Gangguan ini termasuk
epilepsi, penyakit
Alzheimer dan
demensia lainnya, penyakit
serebrovaskular termasuk stroke, migrain dan gangguan sakit kepala lainnya, multipel sklerosis, penyakit Parkinson, neuroinfections, tumor otak, gangguan
traumatis dari sistem saraf seperti trauma otak, dan gangguan neurologis sebagai hasilnya kekurangan gizi WHO, 2014.
Ratusan juta orang di seluruh dunia menderita gangguan neurologis. Sekitar 6,2 juta orang meninggal karena stroke setiap tahun; lebih dari 80 kematian
Universitas Sumatera Utara
2
terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Lebih dari 50 juta orang di seluruh dunia memiliki epilepsi. Diperkirakan ada global 35.600.000
orang dengan demensia dengan 7,7 juta kasus baru setiap tahun. Penyakit Alzheimer adalah penyebab paling umum dari demensia dan dapat berkontribusi
60-70 kasus. Prevalensi migrain lebih dari 10 di seluruh dunia WHO, 2014. Berdasarkan estimasi dari data statistik, sekitar 40 dari populasi Negara maju,
pada usia dewasa mengalami atau menderita kelainan terkait dengan saraf seperti dementia, stroke, epilepsi, parkinson, tumor dan penyakit lainnya Journal of
Neuroscience, 2013. Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2011 mencatat Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penderita gangguan sistem saraf terbesar di Asia. Setiap 7 orang meninggal di Indonesia, 1 diantaranya karena mengalami gangguan
sistem saraf yaitu stroke. Catatan Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa jumlah penderita gangguan sistem saraf yaitu penderita stroke sebanyak 500.000
penduduk setiap tahunnya dan sekitar 2,5 orang meninggal, penderita cedera kepala 2,18, dan demensia 7,58.
Data yang didapatkan dari RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2013, yaitu pasien stroke hemoragik sebanyak 262 orang, stroke iskemik 353 orang,
trauma kepala 66 orang, Parkinson 3 orang, dan migraine 174 orang. Stroke dan penyakit gangguan fungsi neurologis lainnya akan mengakibatkan berbagai
macam gangguan fungsi tubuh seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi sirkulasi, gangguan kekuatan otot, gangguan fungsi perifer, gangguan fisiologis
yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderitanya. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
3
akan membuat pasien mengalami immobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada organ tubuh
yang bersifat fisik atau mental Kumalasari, 2012. Imobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerak fisik. Imobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi
nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Imobilisasi secara fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan komplikasi pergerakan. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya. Beberapa pasien
mengalami kemunduran dan selanjutnya berada diantara rentang mobilisasi- imobilisasi, tetapi pada pasien lain berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan
berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas Potter Perry, 2006. Berdasarkan rekam medik RSUP H. Adam Malik Medan pada periode
Januari hingga Juni 2008 jumlah pasien yang dirawat diruang rawat inap dewasa berjumlah 9977. Dari jumlah tersebut pasien imobilisasi yang terdiri dari pasien
fraktur yang menjalani rawat inap 5,72, pasien stroke sistemik 1,03 , stroke hemoragik 1,38 Parinduri, 2010.
Pengaruh penurunan kondisi otot dikaitkan dengan penurunan aktivitas fisik akan terlihat jelas dalam beberapa hari. Pada individu nomal dengan kondisi tirah
baring akan mengalami kurangnya kekuatan otot dari tingkat dasarnya pada rata- rata 3 sehari. Tirah baring juga dikaitkan dengan perubahan pada
kardiovaskuler, skeletal, dan organ lainnya McCance dan Huether, 1994 dalam
Universitas Sumatera Utara
4
Potter Perry, 2006. Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan mobilisasi sendi. Immobilisasi
dapat mempengaruhi fungsi otot dan skeletal. Jika immobilisasi berlanjut dan otot tidak dilatih maka akan terjadi penurunan massa otot yang berkelanjutan.
Immobilisasi juga dapat mengakibatkan kontraktur sendi yaitu suatu kondisi abnormal yang ditandai dengan fleksi sendi dan terfiksasi. Hal ini terjadi akibat
sendi tidak digunakan, atrofi dan pemendekan serat otot. Jika terjadi kontraktur maka sendi tidak dapat mempertahankan rentang geraknya dengan penuh Potter
Perry, 2006. Salah satu masalah yang muncul pada penderita gangguan saraf yaitu adanya
gangguan pada fungsi motoriknya, misalnya pada penderita stroke. Mobilisasi penderita stroke akut akan mengalami kemunduran aktivitas seperti kelemahan
menggerakkan kaki, tangan, ketidakmampuan berbicara dan ketidakmampuan fungsi-fungsi motorik lainnya Muttaqin, 2008.
Sejauh ini, belum diketahui dengan jelas bagaimana gambaran rentang gerak sendi pasien gangguan sistem saraf. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
meneliti gambaran gerakan sendi akibat imobilisasi pada pasien gangguan sistem saraf.
2. Pertanyaan Penelitian