kepada kedua orang tua, agama, nusa dan bangsa seperti seperti yang dilambangkan makanan tersebut.
5.2. Pola Pemberian ASI dan MP-ASI berdasarkan Aspek Sosial Ekonomi Keluarga
5.2.1. Pola Pemberian ASI dan MP-ASI berdasarkan Pendidikan Ibu
Pola pemberian ASI dan MP-ASI pada anak 6-24 bulan berdasarkan pendidikan ibu sebagian besar adalah baik. Ibu yang pendidikan SLTA persentase
pola pemberian ASI dan MP-ASI anak 12-24 bulan adalah 100 yang artinya sebagian besar mereka telah telah memberikan makanan yang baik sesuai dengan usia
anak. Tetapi ibu tamatan perguruan tinggi pola pemberian ASI dan MP-ASI anak usia 0-6 bulan sebagian besar tidak baik 80, karena anak sudah diberikan susu formula
dan makanan tambahan. Pada umumnya ibu tamatan perguruan tinggi bekerja di luar rumah. Hal ini mempengaruhi ibu memberikan susu formula dan makanan tambahan
karena ibu jarang memberikan ASI. Jadi, pendidikan ibu bukan suatu acuan jika pola pemberian ASI dan MP-ASI menjadi baik.
Sedangkan menurut pernyataan Suhardjo 1986, tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang
diperolehnya. Semakin tinggi pendidikan ibu semakin tinggi kemampuan ibu menyerap informasi serta lebih mudah menerapkan dalam keluarga.
5.2.2. Pola Pemberian ASI dan MP-ASI berdasarkan Pengetahuan Ibu
Pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan sikap dan perilaku didalam pemilihan bahan makanan yang selanjutnya berpengaruh pada
keadaan gizi individu yang bersangkutan. Sebagian besar ibu yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
pengetahuan baik dan cukup telah menerapkan pola pemberian ASI dan MP-ASI yang baik pada anak, namun pola pemberian ASI dan MP-ASI baik pada anak 6-24
bulan sedangkan anak 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI saja. Tidak diberikannya ASI saja selama 6 bulan dapat disebabkan oleh faktor
budaya dan kurangnya informasi yang didapat dari petugas kesehatan. Hal ini terbukti dari pertanyaan yang diberikan, sebagian besar ibu menjawab bahwa
pemberian ASI saja diberikan sampai umur 4 bulan dan makanan tambahan atau pisang diberikan saat anak berusia 2 bulan. Jadi sebagian besar ibu belum mengetahui
tentang pemberian ASI saja selama 6 bulan, tetapi ibu mengetahui tentang pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun dan pola makanan yang baik pada anak 6-24 bulan.
Jika informasi diberikan secara terus-menerus maka akan meningkatkan pengetahuan ibu dan perubahan sikap serta perilaku ibu terhadap pemberian ASI Eksklusif. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Manik 2007, informasi dapat mempengaruhi pola pemberian makan anak balita jika informasi yang diberikan
sesering mungkin untuk menambah wawasan dan pengetahuan ibu. 5.2.3 Pola Pemberian ASI dan MP-ASI berdasarkan Pekerjaan Orang Tua
Petani adalah jenis pekerjaan yang banyak dijalani oleh ayah yang memiliki anak 0-2 tahun dan sebagian besar pola pemberian ASI dan MP-ASI baik. jenis
pekerjaan lain seperti nelayan, pedagang, supir, dan wiraswasta pola pemberian ASI dan MP-ASI baik juga. Hal ini menunjukkan bahwa jenis pekerjaan tertentu tidak
berkaitan dengan pola pemberian ASI dan MP-ASI menjadi baik atau buruk. Karena ayah tidak berperan langsung dalam pemberian makan anak, maka status gizi anak
tidak berkaitan dengan pekerjaan ayah. Sebagaimana penelitian yang telah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
oleh Hendra Yudi tahun 2007, mengatakan pekerjaan ayah tidak ada hubungan dengan status gizi anak tetapi pekerjaan ibu berhubungan dengan status gizi anak.
Karena pada ibu yang tidak bekerja sebagian besar pola pemberian ASI dan MP-ASI anak 12-24 bulan adalah baik 100, ibu memegang peran penting dalam
pengasuhan anak seperti ibu menyediakan dan memberikan makan anak, serta anak
mendapatkan perhatian yang cukup. 5.2.4. Pola Pemberian ASI dan MP-ASI berdasarkan Pendapatan Keluarga
Sebagian besar keluarga di Desa Weujangka memiliki penghasilan di bawah Rp.1.300.00,00 per bulan seperti telah diuraikan di atas bahwa sebagian besar kepala
keluarga bekerja sebagai petani, nelayan, supir dan menghasilkan uang dalam sebulan antara Rp.300.000,00-Rp.500.000,00. Walaupun penghasilan mereka di bawah UMP,
tetapi sebagian besar pola pemberian ASI dan MP-ASI pada anak 6-24 bulan dikategorikan baik. Karena pada umumnya beras dan sayur diperoleh dari hasil panen
sehingga mereka tidak perlu membelinya. Sayur yang ditanam adalah sawi, kangkung, bayam, daun ubi, selada, dll. Jika ibu bosan dengan sayur tersebut maka
ibu akan membeli sayur lain seperti touge, wortel, kentang, dll. Sedangkan ikan yang dikonsumsi, mereka lebih sering mengkonsumsi ikan Tongkol, Bandeng, Udang,
Mujair. Jadi pendapatan rendah tidak menjamin bahwa pola pemberian makanan pada anak menjadi tidak baik. Hal ini dapat disebabkan ibu telah mengetahui dan
menerapkan pola pemberian makanan yang baik dengan memanfaatkan bahan makanan disekitarnya sesuai kebutuhan anak. Jika anak berusia 1 tahun ke atas ibu
menyediakan nasi, sayur, dan ikan dan umumnya ibu menyediakan makanan berbeda dengan makanan keluarga karena anak belum bisa makan makanan yang pedas
Universitas Sumatera Utara
seperti nasi dengan sayur bayam rebus dan ikan yang goreng atau nasi yang dicampurkan dengan kecap dan ikan. Anak usia 9-12 bulan ibu memberikan nasi tim
dari campuran nasi, wortel, kentang, bayam, daun sop, ceker ayam, tahu, tempe, dll. Sebagian besar ibu membeli bahan makanan tersebut. Anak usia 6-9 bulan ibu
memberikan pisang dan nasi dilumatkan. Tetapi anak usia 0-6 bulan, ibu belum memberikan ASI saja namun diberikan makanan tambahan serta susu formula. Hal
ini disebabkan pengetahuan ibu tentang ASI saja selama 6 bulan masih rendah. Sedangkan keluarga yang memiliki pendapatan di atas Rp.1.300.000,00
sebesar 44,4 keluarga belum menerapkan pola pemberian ASI dan MP-ASI karena dengan penghasilan yang cukup, ibu telah memberikan susu formula pada anak usia
di bawah 6 bulan.
5.2.5. Pola Pemberian ASI dan MP-ASI berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga dan Jumlah Anak