19
BAB II PEMBERIAN SUATU KREDIT PADA USAHA KECIL MENENGAH
A. Dasar Hukum Pemberian Kredit UKM
Jika hukum perbankan diartikan dengan Undang-Undang Perbankan, maka diperoleh batasan bahwa hukum perbankan adalah sekumpulan peraturan hukum
yang mengatur segala hal yang menyangkut tentang bank, baik kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan usaha bank. Namun
jika dilihat dalam perspektif sistem sebagai entitas, maka hukum perbankan diartikan sebagai kumpulan peraturan hukum yang merupakan satu kesatuan yang
masing-masing unsurnya berkaitan satu sama lain dan bekerja sama secara aktif untuk mencapai tujuan keseluruhan dari hukum perbankan. Unsur sistem hukum
perbankan yang dimaksudkan adalah peraturan hukum norma, asas-asas hukum, dan pengertian-pengertian hukum yang terdapat di dalamnya. Unsur hukum
tersebut dibangun di atas tertib hukum, sehingga terdapat keharmonisan di dalam atau diluarnya, dan dapat dihindarkan adanya tumpang tindih mengenai persoalan
perbankan, maka solusinya adalah melalui asas hukum yang terdapat dalam sistem hukum perbankan itu sendiri.
Bicara mengenai dasar hukum pemberian kredit usaha kecil maka ada beberapa bidang hukum yang saling berkaitan yang tidak dapat dipisahkan.
Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum pemberian kredit usaha kecil adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini
dikarenakan pemberian kredit usaha kecil tidak dapat melepaskan diri dari aspek
Universitas Sumatera Utara
hukum perikatanperjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Di samping itu, dalam
pemberian kredit usaha kecil ini para juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU No. 7 Tahun 1992, UU No. 7 Tahun 1992 dan perubahannya
yaitu UU No. 10 Tahun 1998 menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992
disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Dasar hukum selanjutnya adalah SE BI No. 261UKK1993 perihal Kredit
Usaha Kecil dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak jumpai dalam Undang-Undang
yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata. Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata
persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang sama.
11
Mariam Darus B . Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian.
12
Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya.
11
R. Subekti, Hukum Perjanjian,Jakarta: Internusa, 1999, hlm. 1.
12
Mariam Darus,B. Zaman, KUHPerdata Buku II Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung: Alumni, 1999 hlm .89.
Universitas Sumatera Utara
persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu,
persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik. Beberapa ketentuan yang penting dalam hukum perjanjian dan hal inilah
yang merupakan akibat hukum dari suatu perjanjian yaitu: 1.
Berlaku sebagai undang-undang Berlaku sebagai undang-undang berarti ketentuan-ketentuan itulah yang
mengatur hubungan mereka. Isi perjanjian ini dapat ditentukan sendiri dan atau oleh pihak ketiga untuk kepentingan debitur. Dengan demikian perjanjian itu
mempunyai kekuatan mengikat yaitu para pihak yang membuatnya. Menurut Pasal 1339 KUHPerdata, persetujuan tidak hanya mengikat untuk
hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala halsesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan, kebiasan
atau undang-undang. Dalam hal ini maksudnya adalah bahwa para pihak tidak terlepas dari tanggungjawab atau akibat yang timbul dari suatu prestasi yang
dipenuhi, juga para pihak juga harus memperhatikan undang-undang. Apabila terjadi perselisihan dan perselisihan itu sampai kehadapan hakim maka dalam
mengadilinya hakim harus menyesuaikan isi perjanjian dengan ketentuan perundang-undangan, kebiasan dan kepatutan.
2. Tidak dapat dibatalkan secara sepihak
Sesuai dengan asas komensualitas, bahwa perjanjian dibuat atas persetujuan kedua belah pihak, sebaliknya bahwa untuk merubah kembali
persetujuan harus ada izin pihak lainnya. Namun demikian dapat dibatalkan oleh
Universitas Sumatera Utara
salah satu pihak apabila ada alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang yaitu pada Pasal 1814 KUHPerdata.
3. Pelaksanaan dengan Itikad baik
Pelaksanaan itikad baik artinya kejujuran dari orang yang mengadakan perjanjian. Istilah itikad baik ada dua macam yaitu sebagai unsur subjektif dan
sebagai unsur objektif untuk memulai pelaksanaan. Yang dimaksud baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata, bukanlah dalam arti subjektif, melainkan pelaksanaan
perjanjian itu harus mengandalkan norma-norma kepatutan dan norma kesusilaan. Jadi yang dimaksud dengan itikad baik disini adalah ukuran objektif, perjanjian
itu harus berjalan di atas jalur benar. Dalam penjelasan Pasal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya
sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank.
Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa sifat perjanjian, salah satunya adalah perjanjian konsensuil perjanjian riil. Suatu perjanjian dikatakan bersifat
komersial apabila perjanjian itu sudah tercipta dengan kata sepakat saja, sedangkan perjanjian riil adalah perjanjian yang menghendaki di samping kata
sepakat masih diperlukan suatu perbuatan nyata yaitu penyerahan barang yang menjadi objeknya.
Sifat hukum dari perjanjian pinjam meminjam atau pinjam mengganti adalah konsensuil dan riil. Hal ini dapat dibuktikan dengan rumusan pada awal
Universitas Sumatera Utara
kalimat “persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain”. Pada prinsipnya yang terjadi baru kesepakatan untuk memberikan
sesuatu kepada pihak lain, sedangkan penyerahannya belum terjadi. Secara teoritis, antara terciptanya kesepakatan.
Sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata tersebut, maka seluruh pasal-pasal yang ada dalam suatu perjanjian
kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni kreditur dan pihak debitur. Namun harus pula diingat, bahwa meskipun undang-undang menyebutkan
bahwa perjanjian yang dibuat para pihak itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, akan tetapi didalam perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi
para pihak, akan tetapi di dalam perjanjian itu sendiri harus dihindari ketentuan- ketentuan yang bertentangan dengan undang-undang, maka perjanjian itu berlaku
bagi para pihak. Sebaliknya jika di dalam perjanjian itu terdapat klausal yang justru bertentangan dengan undang-undang, maka dengan sendirinya perjanjian itu
dapat batal karenanya.
B. Bentuk Kredit pada Usaha Kecil Menengah