13
2.5. Proses Penguapan Pada Ketel Uap
Proses penguapan pada ketel uap terjadi pada tekanan dan temperatur fluida konstan. Tekanan dan temperatur ini dinamakan tekanan saturasi P
SAT
dan temperatur saturasi T
SAT
. Tekanan dan temperatur saturasi ini menjadi spesifikasi dari ketel uap tersebut. Pemberian flux panas pada fluida, akan
menambah kwalitas uap fluida tersebut.
Gambar 2. 9 Diagram T-x proses penguapan pada ketel uap
Selama proses penguapan ini aliran fluida dalam pipa berbeda-beda, karena terbentuknya gelembung-gelembung uap dan yang akan bertambah besar
seiring dengan penambahan kwalitas uap. Aliran dan perpindahan panas pada pipa ketel uap ini, tergantung kepada posisi pipa dan arah aliran fluida. Namun dalam
hal ini yang akan dibahas hanya pada pipa vertikal dan aliran fluida keatas.
2.5.1. Jenis-Jenis Aliran pada Proses Penguapan dengan Arah Aliran Vertikal Keatas dalam Pipa
Pola aliran proses penguapan pada pipa vertikal dibagi dalam lima bagian Gambar 2.10 yaitu aliran fasa cair single phase liquid flow, aliran gelembung
x Kwalitas Uap
1
T
SAT
P
SAT
Konstan
T
T
SAT
14 bubbly flow, aliran sumbat slug flow, aliran annular annular flow, aliran fasa
uap single phase vapor flow.
Gambar 2. 10 Penguapan dalam pipa dengan aliran vertikal keatas
Meskipun sulit untuk mengetahui jenis aliran didalam pipa, dan posisi pergantian jenis aliran yang satu denagn yang lainnya, diperlukan sekali metoda
untuk memberikan gambaran posisi jenis aliran tertentu dalam pipa. Suatu metoda untuk menggambarkan peralihan jenis aliran dalam pipa adalah dalam bentuk
pemetaan jenis aliran. Jenis aliran ini dilukiskan dalam bentuk grafik, koordinat yang merupakan fungsi dari kecepatan superfisial fase gas
g
j
dan kecepatan superfisial fase cairan
f
j
. Grafik jenis aliran dengan aliran fluida vertikal keatas pada pipa vertikal yang telah dibuat oleh para peneliti Hewit Roberts, 1969
adalah seperti gambar 2.7 lit. 2 hal 16 dibawah ini.
15
Gambar 2. 11 Peta aliran dalam pipa aliran vertikal keatas
Kecepatan superfisial fase gas
g
j
dan kecepatan superfisial fase cairan
f
j dihitung menggunakan persamaan berikut ini
] s
[kgm x]
- [G1
2 f
2 2
ρ ρ
=
f f
j
[ Lit. 2. hal:15]
2- 1
] s
[kgm ]
[G x
2 g
2 2
ρ ρ
=
g g
j
[ Lit. 2. hal:15]
2- 2
2.5.1.1. Aliran Fasa Cair Single Phase liquid Flow
Sebelum air mencapai temperatur saturasi, aliran didalam pipa adalah aliran fasa cair single Phase liquid. Batas aliran ini adalah sampai
terbentuknya gelembung bubbly pada dinding pipa. Dalam aliran ini fluida dianalisa sebagai fluida incompressible. Dan perpindahan panas yang terjadi
adalah perpindahan panas secara konveksi.
g
j
f
j
16
2.5.1.2. Aliran Gelembung Bubbly Flow
Setelah temperatur air dalam pipa sama dengan temperatur saturasi air tersebut akan timbul gelembung gelembung kecil terutama pada
dinding pipa, karena air yang lebih dahulu mencapai temperatur saturasi adalah pada dinding pipa. Aliran pada daerah gelembung-gelembung kecil
ini dinamakan aliran gelembung Bubbly Flow.
Gambar 2. 12 Aliran Gelembung
Dalam aliran gelembung, gelembung uap pada satu sisi bisa kecil dan berbentuk bulat dan disisi lain bisa juga besar dengan bentuk bulat dan
datar. Dalam kondisi ini ukuran gelembung tidak selalu sama persis, tetapi diperkirakan mempunyai ukuran yang sama uniform.
Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran gelembung Bubbly Flow adalah:
] s
[kgm 5124
2 2
f f
j
ρ
] s
[kgm 168
2 2
g g
j
ρ
2.5.1.3. Aliran Sumbat Slug Flow
Seiring dengan meningkatnya kwalitas uap pada pipa, gelembung- gelembung uap yang timbul akan bertambah besar, sehingga membentuk
sumbat – sumbat pada pipa. Aliran pada daerah ini dinamakan aliran sumbat Slug Flow. Namun jika pada aliran sumbat ini terdapat banyak
gelembung-gelembung kecil bubbly, aliran pada daerah ini sering disebut dengan aliran acak Churn Flow.
17
Gambar 2. 13 Aluran Sumbat Slug dan aliran acak Churn
Aliran acak dibentuk dari pecahnya gelembung uap besar dalam aliran sumbat. Aliran ini kadang-kadang disebut sebagai aliran semi-cincin
semi-annular atau aliran cincin-sumbat cairan slug-annular. Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran sumbat Slug
Flow adalah:
] s
[kgm 5124
2 2
f f
j
ρ
] s
[kgm 168
2 2
g g
j
ρ
2.5.1.4. Aliran Cincin Annular Flow
Selanjutnya gelembung-gelembung besar pada aliran sumbat tersebut akan semakin besar sehingga membentuk silinder ditengah
tengah pipa, sedangkan di dinding pipa masih berbentuk cair. Aliran pada daerah ini dinamakan aliran annular Annular Flow. Fasa cair pada
dinding pipa di daerah aliran annular akan semakin menipis seiring dengan bertambahnya kwalitas uap yang terbentuk. Sehingga mencapai titik
dimana fasa cair pada dinding ini tidak ada lagi. Titik ini dinamakan titik Dryout Dryout Point. Namun pada titik dryout ini, kwalitas uap belum
mencapai titik jenuh uap.
Gambar 2. 14 Aliran Cincin Annular
18 Untuk flux panas yang besar, cairan pada dinding pipa akan
mengering lebih dahulu, sementara cairan pada tengah pipa masih belum menguap. Dengan demikian akan membentuk aliran silinder dengan cairan
ditengah pipa. Aliran ini disebut aliran wispy annular. Dan umumnya aliran ini terjadi dalam kondisi Departure Nucleat Boiling DNB. Karena
kwalitas uap pada aliran ini masih rendah. Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran annular
Annular Flow adalah:
] s
[kgm 1000
2 2
f f
j
ρ
] s
[kgm 168
2 2
g g
j
ρ Dan batas aliran wispy annular adalah :
] s
[kgm 1000
2 2
f f
j
ρ
] s
[kgm 168
2 2
g g
j
ρ
2.5.1.5. Aliran Fasa Uap Single Phase Vapor Flow
Setelah Fluida mencapai fasa uap jenuh, aliran fluida adalah aliran fasa uap Single Phase Vapor. Dan pada aliran ini uap akan menjadi uap
superheat.
2.5.2. Perpindahan Panas dalam Proses Penguapan Pada Pipa Vertikal dengan Aliran keatas
Perpindahan panas pada proses penguapan pada pipa vertikal dengan aliran ke atas dibagi dalam empat bagian yaitu : perpindahan panas konveksi pada
fasa cair Convection Single-Phase liquid, Subcooled boiling, saturated boiling dan perpindahan panas ponveksi pada fasa uap Convection Single-Phase vapor.
Posisi daerah perpindahan panas ini berbeda-beda pada pipa, tergantung kepada besar flux panas permukaan yang diberikan kepada pipa. Posisi perpindahan
panas ini dapat dilihat pada gambar 2-6.
19
2.5.2.1. Perpindahan Panas Konveksi pada Fasa Cair
Perpindahan panas konveksi dengan flux Panas φ konstan dihitung
dengan menggunakan persamaan 2-3 berikut ini. A
q
conv
. φ
= 2- 3
Dimana : A = Luas permukaan yang dipanasi [m
2
]. Dalam pipa, luas penampang yang dipanasi adalah .D.z
φ = Fluks panas pada permukaan pipa [Wattm
2
] q
conv
= Perpindahan panas konveksi [Watt] z = Panjang pipa [m]
Sehingga untuk pipa dengan diameter D, besar perpindahan panas yang terjadi adalah :
z D
π φ
=
conv
q 2- 4
Sedangkan perpindahan panas pada fluida didalam pipa adalah :
. .
fi f
pf f
conv
T z
T c
W q
− =
2- 5 Dimana :
W
f
= laju aliran massa pada fasa cair kgs c
pf
= koefisien panas konveksi pada fasa cair [Jkg C]
T
f
z = Temperatur lokal fluida dalam pipa [ C]
T
fi
= Temperatur fluida masuk pipa [ C]
Sehingga keseimbangan panas pada pipa adalah dengan menggabungkan persamaan 2-4 dan 2-5 diatas persamaan menjadi:
. .
z D
fi f
pf f
T z
T c
W −
=
π φ
2- 6 Laju aliran massa
f
W
sering dibuat dalam kecepatan massa G hubungan antara keduanya adalah seperti persamaan 2-7.
2
4 D
W G
f
π =
2- 7
20 Sehingga dengan menyusun ulang persamaan 2-6 diatas dan
menggabungkannya kedalam persamaan 2-7. didapatkan persamaan 2-8, untuk menghitung distribusi panas lokal fluida disepanjang pipa.
D c
G z
T z
T
pf fi
f
φ 4
+ =
2- 8 Temperatur permukaan dinding pipa adalah temperatur lokal fluida
ditambah dengan perbedaan temperatur dinding dengan temperatur lokal :
f f
w
T z
T T
∆ +
=
[ Lit. 2. hal:145]
2- 9
Dimana :
fo f
h T
φ
= ∆
[ Lit. 2. hal:145]
2- 10 Sehingga persamaan 2-9 diatas menjadi
fo f
w
h z
T T
φ +
= 2- 11
Untuk mendapatkan h
fo
dihitung dari bilangan Nusselt menurut persamaan
f fo
D
k D
h Nu
=
2- 12 Dimana :
D
Nu = bilangan Nusselt
fo
h
= koefisien konveksi fluida [Wm
2
C]
f
k
= konduktivitas thermal fluida [Wm C]
D
= diameter pipa [m] Bilangan Nusselt untuk aliran laminar dalam pipa
1 .
2 2
3 25
. 43
. 33
.
Pr Pr
Pr Re
17 .
∆
=
f f
w f
f D
T g
D Nu
µ β
ρ
[ Lit. 2. hal:146]
2- 13 berlaku untuk zD 50 dan Re 2000, Sedangkan untuk aliran Turbulen dalam
pipa digunakan persamaan Dittus-Boelter, yang berlaku untuk zD 10 dan Re3000.
4 .
8 .
Pr Re
023 .
f D
Nu =
[ Lit. 2. hal:146]
2- 14
21
2.5.2.2. Subcooled boiling
Daerah subcooled boiling adalah daerah mulai timbulnya gelembung gelembung pada dinding pipa sampai pada temperatur rata-rata fluida sama
dengan temperatur saturasi fluida. Umumnya jenis aliran yang terjadi pada daerah ini adalah aliran gelembung Bubbly flow dan aliran sumbat Slug Flow
Gambar 2. 15 Distribusi Temperatur dinding pipa dan air pada daerah subcooling
Temperatur fluida pada dinding pipa umumnya lebih tinggi dari temperatur fluida di tengah pipa. Sehingga fluida yang terlebih dahulu mencapai
temperatur saturasi adalah pada dinding pipa. Oleh karena itu pembentukan gelembung–gelembung lebih dahulu pada dinding pipa. Posisi terbentuknya
gelembung gelembung awal ini dinamakan Nucleat boiling. Gambar Posisi Nucleat boiling dapat dilihat pada gambar 2-15 diatas [Lit 9 hal 2.7.3-5].
Pembentukan gelembung tidak terjadi saat Temperatur dinding sama dengan temperatur saturasi, tetapi ada penambahan temperatur tertentu
ONB SAT
T ∆
. Sehingga pembentukan Gelembung pada dinding pipa terjadi saat
ONB SAT
SAT W
T T
T ∆
+ =
. Oleh karena Penambahan temperatur tersebut posisi
22 pembentukan gelembung pada dinding pipa akan bergeser atau bertambah.
Pergeseran posisi ini dinamakan Onset Nucleat boiling ONB. Temperatur fluida T
f
di pusat pipa saat timbulnya gelembung pada dinding pipa dapat dihitung menggunakan persamaan 2-8. Sehingga dengan menghubungkan kondisi Onset
Nucleat boiling ini kedalam persamaan 2-11 dan menyusun ulang kembali persamaan, maka dapat diketahui posisi Onset Nucleat boiling
NB
z menurut
persamaan 2-15. Untuk pipa yang dipanaskan dengan flux panas
φ konstan dengan kecepatan massa G, Panjang pipa sampai timbulnya gelembung uap dihitung
dengan persamaan 2-15 dibawah ini.
−
∆ +
∆ =
fo ONB
SAT i
SUB pf
NB
h T
T D
c G
z 1
4 φ
[ Lit. 2. hal:146]
2- 15 Dimana :
i SUB
T ∆
= Beda temperatur saturasi dengan temperatur fluida masuk pipa
ONB SAT
T ∆
= Beda temperatur dinding pipa saat Onset Nucleat boiling dengan Temperatur Saturasi
fo
h
= koefisien konveksi fluida
NB
z = panjang pipa sampai terjadinya nucleat boiling
pf
c
= koefisien panas konveksi pada fasa cair φ
= Flux panas permukaan Pembentukan gelembung uap pada pusat pipa akan terjadi saat temperatur
fluida pada pusat pipa sama dengan temperatur saturasi fluida
z T
f
=
SAT
T .
Posisi ini adalah batas daerah subcooled boiling sehingga sering disebut dengan panjang subcooled boiling
sc
z . Dengan menyusun ulang persamaan 2-8 diatas untuk menghitung jarak dari ujung masuk fluida sampai temperatur fluida sama
dengan temperatur saturasi fluida, didapatkan persamaan 2-16 berikut ini. 4
fi SAT
pf sc
T T
D c
G z
− =
φ
[ Lit. 2. hal:145]
2- 16
23 Sehingga daerah subcooled boiling adalah mulai dari terbentuknya
gelembung pada dinding pipa z
NB
sampai terbentuknya gelembung pada pusat pipa z
SC
. Panjang daerah ini dihitung dengan persamaan 2-17 .
∆
− =
− φ
ONB SAT
fo pf
NB SC
T h
D c
G z
z 1
4
[ Lit. 2. hal:146]
2- 17 Distribusi temperatur dari dinding pipa sampai pusat pipa dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan 2-18 berikut ini.
f W
f
k y
T y
T φ
− =
[ Lit. 2. hal:150]
2- 18 Besar harga penambahan temperatur dari temperatur saturasi pada saat
Onset Nucleat boiling
ONB SAT
T ∆
belum diketahui. Untuk mengetahui harga
ONB SAT
T ∆
harus terlebih dahulu diketahui koefisien perpindahan panas ke fluida cair Single Phase Liquid dan koefisien perpindahan panas ke gelembung
gelembung uap Subcooled Boiling. Besar flux panas permukaan yang dibutuhkan pada daerah subcooled
boiling adalah seperti gambar 2-16. Daerah ini dibagi dalam dua jenis yaitu daerah Penguapan terpisah Partial Boiling dan daerah penguapan berkembang
penuh Fully Development Boiling. Pada daerah penguapan terpisah flux panas dibagi menjadi dua bagian
yaitu flux panas ke fluida cair
SPL
φ dan flux panas ke gelembung gelembung uap
SCB
φ menurut persamaan 2-19 .
SCB SPL
φ φ
φ +
=
[ Lit. 2. hal:156]
2- 19 Dimana seiring dengan bertambahnya kwalitas uap mulai saat fluida
mencapai temperatur saturasi,
SPL
φ akan berkurang karena berkurangnya fluida cair dan
SCB
φ akan bertambah. Namun pengurangan
SPL
φ masih sebanding dengan penambahan
SCB
φ , sehingga flux panas φ masih belum berubah, dan masih
dianggap hanya flux
SPL
φ , sampai tercapai temperatur D’. Pada gambar 2.16, pada saat temperatur dinding mencapai titik D’ temperatur akan turun menjadi
temperatur titik D. Hal ini karena terjadinya pembentukan uap pada dinding. Dan pada posisi inilah Onset Nucleat boiling terjadi.
24 Pada daerah penguapan berkembang penuh fully development boiling
flux panas ke fluida cair
SPL
φ adalah nol, sehingga flux panas seluruhnya adalah ke gelembung gelembung uap
SCB
φ .
Gambar 2. 16 Grafik Flux panas permukaan dan Temperatur permukaan pada daerah subcooled boiling
Menurut Bowring, grafik rasio flux panas permukaan dengan perbedaan temperatur saturasi dengan temperatur fluida
z T
SUB
∆
adalah seperti gambar 2.17 berikut.
25
Gambar 2. 17 Diagram Rasio flux panas permukaan vs
z T
SUB
∆
[ Lit. 2. hal:158 ]
Untuk mencari beda temperatur saturasi dengan temperatur bulk fluida pada saat timbulnya gelembung pada dinding pipa Nucleat boiling
NB SUB
z T
∆ , menurut Bowring digunakan Persamaan 2-20 berikut ini.
Ψ −
= ∆
n fo
NB SUB
h z
T φ
φ
[ Lit. 2. hal:149]
2- 20 Sedangkan untuk mencari beda temperatur saturasi dengan temperatur
bulk fluida pada saat gelembung berkembang penuh Fully Development BoilingFDB, menurut Bowring digunakan Persamaan 2-21 berikut ini.
n fo
FDB SUB
h z
T
−
= 4
. 1
4 .
1 φ
ψ φ
[ Lit. 2. hal:158]
2- 21 Persamaan umum untuk
SAT
T ∆
adalah
n SAT
T
φ
Ψ =
∆
[ Lit. 2. hal:148]
2- 22 Menurut Jens dan Lottes untuk air, besar harga
62
25
p
e
−
= Ψ
dan harga
25 .
= n
, sehingga persamaan 2-22 untuk daerah subcooled boiling menjadi persamaan 2-
23 berikut ini.
62 25
.
25
p SAT
e T
−
= ∆
φ
[ Lit. 2. hal:165]
2- 23
Point Subcooled,
z T
SUB
∆
T
W=
T
SAT
FDB
1
ONB
Rasio flux panas permukaan
φ φ
SPL
26 Dimana :
φ = flux panas permukaan [MWm
2
] p = Tekanan fluida [bar]
2.5.2.3. Saturated Boiling
Setelah melewati daerah daerah berkembang penuh pada subcooled boiling, perpindahan panas yang terjadi adalah perpindahan panas dua fasa, yaitu
fasa uap dan air. Seiring dengan itu kwalitas uap bertambah. Besarnya penambahan kwalitas uap tersebut setelah melewati daerah berkembang penuh
berbeda dengan sebelum berkembang penuh. Hal ini karena dalam daerah berkembang penuh perpindahan panas kepada aliran dua fasa, sedangkan sebelum
daerah berkembang penuh sebagian ke fasa cair, dan sebagian ke gelembung uap. kwalitas uap mulai memiliki harga setelah gelembung terpisah dari dinding pipa
z
d
. Grafik kwalitas uap dapat dilihat pada gambar 2.18.
Gambar 2. 18 Kwalitas Uap pada derah Subcooled dan Saturated boiling [ Lit. 2. hal:179 ]
Z
SC
Z
Z
NB
Z
D
27 Persamaan 2-24 berikut ini digunakan untuk menghitung kwalitas uap setelah
melewati daerah berkembang penuh fully development region atau z z .
4
SC fg
z z
i G
D z
x −
= φ
[ Lit. 2. hal:207]
2- 24 Sedangkan kwalitas uap sebelum melewati daerah berkembang penuh fully
development region z z di hitung dengan menggunakan persamaan 2-24
berikut ini. 1
4
d fg
z z
i G
D z
x −
+ =
ε φ
[ Lit. 2. hal:207]
2- 25 Dimana :
d
z = Panjang pipa sehingga uap lepas dari dinding pipa
− ∆
=
f i
SUB pf
d
Gv T
D c
G z
η φ
4 z = panjang pipa sehingga fluida mengalami penguapan berkembang
penuh
+ ∆
=
f i
SUB pf
v G
T D
c G
z ε
η φ
4
] [
10 ]
1 .
14 [
3 6
J m
C p
−
× +
= η
Untuk tekanan 1-9.5 bar
+
= +
fg pf
g f
i c
ρ ρ
ε 2
. 3
1 1
Untuk tekanan 9.5-50 bar 3
. 2
1 =
+ ε
Untuk tekanan diatas 50 bar 6
. 2
1 =
+ ε
Seiring dengan bertambahnya kwalitas uap, fluida akan mengalami titik kritis atau sering disebut Dryout dan Departure Nucleat boiling DNB. Istilah
Dryout digunakan untuk flux panas rendah dan kwalitas uap tinggi saat melewati titik kritis. Departure Nucleat boiling DNB digunakan untuk flux panas tinggi
dan kwalitas uap rendah saat melewati titik kritis. Pada Dryout, Fluida cair sudah tidak kelihatan secara fisik, tetapi berbentuk butir-butir air diantara uap, dan aliran
28 setelah melewati titik kritis adalah aliran fasa uap dan sebelum melewati titik
kritis alirannya adalah aliran cincin Gambar 2.19.
Gambar 2. 19 Dryout
Pada DNB, dapat terjadi saat subcooled boiling dan saturasi sebelum kwalitas uap mencapai kurang lebih 50, umumnya aliran setelah titik kritis
adalah aliran wispy annular Gambar 2.20
Gambar 2. 20 Departure Nucleat boiling DNB
Peta untuk melihat proses penguapan dapat dilihat pada gambar 2.21. Untuk flux panas konstan garis i, ii, iii, iv, v, vi dan vi. Untuk flux panas
permukaan rendah i, ii, garis penguapan melewati perpindahan panas fasa cair, lalu daerah subcooled boiling, saturated boiling, perpindahan panas dua fasa dan
melewati titik dryout. Namun untuk flux panas menengah iii, iv, v garis melewati perpindahan panas fasa cair dengan singkat, lalu subcooled boiling agak
panjang dan melewati saturasi namun tidak melewati perpindahan panas dua fasa dan langsung melewati titk kritis dengan kondisi DNB pada saturasi. Dan untuk
flux panas tinggi vi, vii tidak melewati perpindahan panas fasa cair tetapi langsung ke subcooled dan melewati titik kritis dalam kondisi DNB subcooled
dengan subcooled film boiling.
29
Gambar 2. 21 Pengaruh Fluks panas pada sifat aliran dua fasa [ Lit. 9. hal:2.7.3-4]
Setelah melewati titik kritis temperatur akan naik secara dratis, karena koefisien perpindahan panas turun secara drastis akibat dinding pipa dipenuhi oleh
uap Single Phasa Vapor.
Gambar 2. 22 Grafik Temperatur Fluida dan Dinding pipa setelah melewati Flux panas Kritis Critical Heat Flux [ Lit. 10. hal:5-3]
Panjang Pipa z T
em p
erat u
r T
30 Untuk flux panas yang tinggi, DNB atau dryout ini bisa mengakibatkan
kerusakan pipa karena menerima panas yang berlebihan overheating, bahkan dapat mengakibatkan pipa meleleh Gambar 2.22, atau jika pipa melewati
temperatur kritis materialnya, akan mempengaruhi sifat-sifat material pipa tersebut, dan bahkan bagian dalam pipa bisa mengalami korosi. Oleh karena itu,
analisa titik kritis sangat penting dalam perencanaan pipa ketel. Untuk pipa yang dipanasi dengan flux panas permukaan konstan, flux
panas kritisnya adalah flux panas permukaan tersebut. Sehingga untuk mengetahui titik kritisnya adalah dengan menghitung kwalitas uap pada saat titik kritis
tersebut. Dengan menggunakan korelasi Barnett dan Macbeth seperti pada persamaan 2-26 berikut ini.
fg CRIT
i G
D C
A x
4 ×
− =
φ
[ Lit. 2. hal:265]
2- 26 Dimana :
G D
F F
DGi A
fg 5
. 2
1
0143 .
1 4
317 .
2 +
=
n
G F
DG F
C 1356
347 .
1 077
.
4 3
+ =
p n
00725 .
. 2
− =
p=Tekanan [bar] D=diameter pipa [m]
φ =Flux panas permukaan G=Kecepatan Massa [kgm
2
s] i
fg
= Panas Laten untuk penguapan F
1
, F
2
, F
3
, F
4
didapat dari tabel 2-1 tergantung kepada tekanan.
31
Tabel 2.1. Konstanta F
1
, F
2
, F
3
dan F
4
untuk korelasi flux panas kritis menurut Bowring [Lit. 2. hal:215 ]
Tekanan [bar]
F
1
F
2
F
3
F
4
1 0.478
1.782 0.400
0.0004 5
0.478 1.019
0.400 0.0053
10 0.478
0.662 0.400
0.0166 15
0.478 0.514
0.400 0.0324
20 0.478
0.441 0.400
0.0521 25
0.480 0.403
0.401 0.0753
30 0.488
0.390 0.405
0.1029 35
0.519 0.406
0.422 0.1380
40 0.590
0.462 0.462
0.1885 45
0.707 0.564
0.538 0.2663
50 0.848
0.698 0.647
0.3812 60
1.043 0.934
0.890 0.7084
68.9 1.000
1.000 1.000
1.000 70
0.984 0.995
1.003 1.030
80 0.853
0.948 1.033
1.322 90
0.743 0.903
1.060 1.647
100 0.651
0.859 1.085
2.005 110
0.572 0.816
1.108 2.396
120 0.504
0.775 1.129
2.819 130
0.446 0.736
1.149 3.274
140 0.395
0.698 1.168
3.760 150
0.350 0.662
1.186 4.227
160 0.311
0.628 1.203
4.825 170
0.277 0.595
1.219 5.404
180 0.247
0.564 1.234
6.013 190
0.220 0.534
1.249 6.651
200 0.197
0.506 1.263
7.320
2.5.2.4. Perpindahan Panas pada daerah postdryout
Daerah postdryout dimulai dari posisi dryout sampai kepada uap superheat hingga keluar pipa penguap. Dalam daerah ini umumnya aliran fluida adalah
annular atau wispy annular. Seiring dengan bertambahnya kwalitas uap, pada titik tertentu akan mencapai kwalitas uap 100 secara teoritis, panjang pipa hingga
fluida mencapai kwalitas uap 100 atau posisi equalibrium
EQ
z
dihitung dengan persamaan 2-27 berikut ini.
32
DO DO
fg EQ
z x
i DG
z +
− =
1 4
φ
[ Lit. 2. hal:233]
2- 27 Dimana :
EQ
z
= Panjang pipa hingga mencapai kwalitas uap 100 atau posisi equalibrium [m]
φ = flux panas permukaan [Wm
2
]
DO
z = Panjang pipa hingga fluida mencapai titik Dryoutkritis [m]
DO
x = kwalitas uap pada posisi dryout
G
= Kecepatan massa [kgm
2
s] D
= Diameter pipa [m]
fg
i
= Panas laten pengupan Distribusi kwalitas uap pada daerah postdryout dihitung dengan persamaan 2-28
− +
= 4
DO fg
DO
z z
i DG
x z
x εφ
[ Lit. 2. hal:233]
2- 28 Dimana :
z x
= Kwalitas uap pada posisi z pada pipa z
= Posisi pada pipa. Yaitu daerah antara posisi dryout hingga kwalitas uap mencapai 100
ε = Rasio
a
φ
c
φ Namun panjang pipa hingga fluida mencapai kwalitas uap 100 secara aktual
z dihitung dengan persamaan 2-29 berikut ini.
DO DO
fg
z x
i DG
z +
− =
1 4
εφ
[ Lit. 2. hal:234]
2- 29 Distribusi temperatur fluida pada pipa untuk z z
, dihitung dengan persamaan 2-30, untuk z z
, dihitung dengan persamaan 2-31.
−
− +
= D
c G
z z
T z
T
pg DO
SAT g
1 4
φ ε
[ Lit. 2. hal:235]
2- 30
− +
= D
c G
z z
T z
T
pg EQ
SAT g
4 φ
[ Lit. 2. hal:235]
2- 31
33
2.6. Sirkulasi Alami