Bagi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Bagi Ilmu Pengetahuan

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.

1.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan antara perilaku pengetahuan, sikap, tindakan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh. 2. Terdapat hubungan antara manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pengawasan, promosi K3, pelatihan, investigasi, pelaporan dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan bagi instansi terkait dalam meningkatkan perlindungan bagi tenaga kerja terutama bagi pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh dari risiko kecelakaan akibat kerja.

2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan bagi peneliti-peneliti lainnya yang hendak meneliti masalah ini di masa yang akan datang. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. B AB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat Pusat Kesehatan Kerja, 2008. Menurut OHSAS 18001, 1999 dalam Shariff 2007, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu. Definisi Kecelakaan akibat kerja menurut Suma`mur 1987 adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia dan faktor fisik. Faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan misalnya kelengahan, kecerobohan, mengantuk, kelelahan, dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya Notoadmodjo, 1997. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.

2.2. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional ILO, 1962 dalam Suma`mur 1987 adalah sebagai berikut: 1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh. b. Tertimpa benda jatuh. c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda. e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi. g. Terkena arus listrik. h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi. i. Jenis-jenis lain termasuk kecelakaan yang belum masuk klasifikasi tersebut. 2. Klasifikasi menurut penyebab a. Mesin. 1 Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. 2 Mesin penyalur. 3 Mesin-mesin untuk mengerjakan logam. 4 Mesin-mesin pengolah kayu. 5 Mesin-mesin pertanian. 6 Mesin-mesin pertambangan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. 7 Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkat dan angkut 1 Mesin angkat dan peralatannya. 2 Alat angkutan di atas rel. 3 Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api. 4 Alat angkutan udara. 5 Alat angkutan air. 6 Alat-alat angkutan lain. c. Peralatan lain 1 Bejana bertekanan. 2 Dapur pembakar dan pemanas. 3 Instalasi pendingin. 4 Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik tangan. 5 Alat-alat listrik tangan. 6 Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik. 7 Tangga. 8 Perancah. 9 Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut. d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi 5 Bahan peledak. 6 Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. 7 Benda-benda melayang. 8 Radiasi. 9 Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja 1 Di luar bangunan. 2 Di bangunan. 3 Di bawah tanah. f. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut 1 Hewan. 2 Penyebab lain. g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tidak memadai. 3. Kasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang. b. Dislokasi. c. Renggang ototurat. d. Memar dan luka dalam yang lain. e. Amputasi. f. Luka-luka lain. g. Gegar dan remuk. h. Luka baker. i. Luka dipermukaan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. j. Keracunan akut. k. Akibat cuaca dan lain-lain. l. Mati lemas. m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi. o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. p. Lain-lain. 4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh a. Kepala. b. Leher. c. Badan. d. Anggota gerak atas. e. Anggota gerak bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum. h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan kedalam klasifikasi tersebut. Jenis pekerjaan mempunyai peranan besar dalam menentukan jumlah dan macam kecelakaan, demikian pula jumlah dan macam kecelakaan diberbagai kesatuan operasi dalam suatu proses, seterusnya pada berbagai pekerjaan yang tergolong kepada suatu kesatuan operasi Suma`mur, 1996. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.

2.3 Sebab Kecelakaan Kerja

Menurut Matondang 2007 penyebab kecelakaan kerja di berbagai negara tidak sama, namun ada kesamaan umum yaitu kecelakaan kerja disebabkan oleh: 1. Kondisi berbahaya unsafe condition a. Mesin, peralatan, bahan, dan lain-lain. b. Lingkungan kerja. c. Proses kerja. d. Sifat pekerjaan. e. Cara Kerja. 2. Perbuatan berbahaya unsafe action dari manusia a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik. b. Kurang pengetahuan dan ketrampilan. c. Cacat tubuh yang tidak terlihat.

d. Keletihan dan kelesuan.

Tresnaningsih 2007 mengemukakan beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium: 1. Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium. Terpeleset biasanya karena lantai licin, akibat: ringan memar, berat fraktura, dislokasi, memar otak, dll. Pencegahan: a. Pakai sepatu anti slip. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. b. Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar. c. Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel basah dan licin atau tidak rata konstruksinya. d. Pemeliharaan lantai dan tangga. 2. Cedera pada punggung oleh karena mengangkat beban yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi. Pencegahan: a. Beban jangan terlalu berat. b. Jangan berdiri terlalu jauh dari beban. c. Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok. d. Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat. 3. Tertusuk jarum suntik saat mengambil sampel darahcairan tubuh lainnya. Akibatnya tertular virus HIV, Hepatitis B. Pencegahan: a. Gunakan alat suntik sekali pakai. b. Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan sebaiknya gunakan destruction clip. c. Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup. 4. Terjadi kebakaran yang bersumber dari bahan kimia, kompor, bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala flammable dan beracun. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas. Akibat: luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian dan timbul keracunan akibat kurang hati-hati. Pencegahan: a. Konstruksi bangunan yang tahan api. b. Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar. c. Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran. d. Sistem tanda kebakaran: 1 Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera. 2 Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis. 3 Jalan untuk menyelamatkan diri. 4 Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran. 5 Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas Depkes RI, 2008. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009.

2.3. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk membudayakan K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja di RS Rumah Sakit. Upaya K3RS menyangkut tenaga kerja, carametode kerja, alat kerja, proses kerja dan lingkungan kerja. Upaya ini meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Kinerja setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen K3 yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja Kepmenkes RI, 2007. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23 dinyatakan bahwa upaya K3 harus diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa rumah sakit termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di rumah sakit, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung rumah sakit. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola rumah sakit menerapkan upaya-upaya K3RS Kepmenkes RI, 2007. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Menurut Kepmenkes RI 2007 agar penyelenggaraan K3RS lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3RS, baik bagi pengelola maupun karyawan RS, yang bertujuan terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan rumah sakit. Adapun manfaat K3RS adalah sebagai berikut: 1. Bagi rumah sakit a. Meningkatkan mutu pelayanan. b. Mempertahankan kelangsungan operasional rumah sakit. c. Meningkatkan citra rumah sakit. 2. Bagi karyawan rumah sakit a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja PAK. b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja KAK. 3. Bagi pasien dan pengunjung a. Mutu layanan yang baik. b. Kepuasan pasien dan pengunjung.

2.4.1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 tidak dapat diselesaikan dengan pengawasan saja. Rumah sakit perlu berpartisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan perencanaan yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. SMK3. SMK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan lebih produktif Kepmenkes RI, 2007. UU Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 1996 Pasal 3 mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi, untuk mengembangkan SMK3 dan menerapkannya di tempat kerja. SMK3 perlu dikembangkan sebagai bagian dari sistem manajemen suatu perusahaan secara keseluruhan. SMK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif Kepmenkes RI, 2007. Kementrian Tenaga Kerja juga menunjuk tenaga-tenaga inspektorpengawas untuk memeriksa perusahaan-perusahaan dalam menerapkan aturan mengenai SMK3. Para tenaga pengawas perlu melalukan audit paling tidak satu kali dalam tiga tahun Wirahadikesumah, 2007.

2.4.2. Komitmen dan Kebijakan

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Menurut Kepmenkes RI 2007 komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan policy tertulis, jelas dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Manajemen rumah sakit mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3RS. Kebijakan K3RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3RS dalam struktur organisasi rumah sakit. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3RS, perlu disusun strategi antara lain: a. Advokasi sosialisasi program K3RS. b. Menetapkan tujuan yang jelas. c. Organisasi dan penugasan yang jelas. d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3RS pada setiap unit kerja di lingkungan rumah sakit. e. Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak. f. Kajian risiko secara kualitatif dan kuantitatif. g. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan pencegahan. h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2.4.3. Perencanaan

Rumah sakit harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan K3RS dapat mengacu pada standar Sistem Manajemen K3RS diantaranya self assesment akreditasi K3RS dan SMK3 Kepmenkes RI, 2007. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Perencanaan meliputi: a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko Identifikasi sumber bahaya dapat dilakukan dengan mempertimbangkan: 1 Kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya. 2 Jenis kecelakaan dan PAK yang mungkin dapat terjadi. Sumber bahaya yang ada di RS harus diidentifikasi dan dinilai untuk menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK. Penilaian faktor risiko adalah proses untuk menentukan ada tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan. Pengendalian faktor risiko dilaksanakan melalui 4 tingkatan pengendalian risiko yakni: 1 menghilangkan bahaya, 2 menggantikan sumber risiko dengan saranaperalatan lain yang tingkat risikonya lebih rendahtidak ada engineeringrekayasa, 3 administrasi, 4 alat pelindung diri APD.

b. Membuat peraturan

Rumah sakit harus membuat, menetapkan dan melaksanakan standar operasional prosedur SOP sesuai dengan peraturan, perundangan dan ketentuan mengenai K3 lainnya yang berlaku. SOP ini harus dievaluasi, diperbaharui dan harus dikomunikasikan serta disosialisasikan pada karyawan dan pihak yang terkait.

c. Tujuan dan sasaran

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Rumah sakit harus mempertimbangkan peraturan perundang-undangan, bahaya potensial dan risiko K3 yang bisa diukur, satuanindikator pengukuran, sasaran pencapaian dan jangka waktu pencapaian.

d. Indikator kinerja

Indikator harus dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 rumah sakit.

e. Program K3

Rumah sakit harus menetapkan dan melaksanakan program K3RS, untuk mencapai sasaran harus ada monitoring, evaluasi dan dicatat serta dilaporkan.

2.4.4. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakan disiplin. Ketua organisasisatuan pelaksana K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauhmana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya Kepmenkes RI, 2007. Tugas dan fungsi organisasiunit pelaksana K3RS menurut Kepmenkes RI 2007 adalah sebagai berikut: 1. Tugas pokok a. Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur rumah sakit mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3. b. Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur. c. Membuat program K3RS. 2. Fungsi a. Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3. b. Membantu direktur rumah sakit mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3. c. Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3. d. Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif. e. Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS. f. Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan. g. Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. h. Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses. Menurut Kepmenkes RI 2007 Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap. Model organisasi K3RS adalah sebagai berikut: a. Model 1 Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada direktur rumah sakit, bentuk organisasi K3RS merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi kelas masing masing RS, misalnya Komite MedisNosokomial. b. Model 2 Merupakan unit organisasi fungsional non struktural, bertanggung jawab langsung ke direktur rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di rumah sakit. Keanggotaan: 1. Organisasiunit pelaksana K3RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi RS. 2. Organisasiunit pelaksana K3RS terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan anggota. Organisasiunit pelaksana K3RS dipimpin oleh ketua. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. 3. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota. 4. Ketua organisasiunit pelaksana K3RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di rumah sakit atau sekurang-kurangnya manajemen di bawah langsung direktur rumah sakit. 5. Sedang sekretaris organisasiunit pelaksana K3RS adalah seorang tenaga profesional K3RS, yaitu manajer K3RS atau ahli K3. Ketua organisasiunit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan organisasiunit pelaksana K3RS. Sekretaris organisasiunit pelaksana K3RS memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasiunit pelaksana K3RS. Anggota organisasiunit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasiunit pelaksana K3RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasiunit pelaksana K3RS Kepmenkes RI, 2007. Organisasiunit pelaksana K3RS agar dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3RS. Sumber data antara lain: 1 dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan rumah sakit khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan; 2 dari tempat pengobatan rumah sakit sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke rumah sakit bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan dan lama berobat; 3 dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan; 4 dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. kerja rumah sakit, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya; 5 dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya Kepmenkes RI, 2007. Data dan informasi dibahas dalam organisasiunit pelaksana K3RS, untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasisatuan pelaksana K3RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasilkonsekuensi setiap pilihan Kepmenkes RI, 2007. Organisasiunit pelaksana K3RS membantu melakukan upaya promosi di lingkungan rumah sakit baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di rumah sakit. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja rumah sakit, dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur rumah sakit Kepmenkes RI, 2007.

2.4.5. Langkah-langkah Penyelenggaraan

Menurut Kepmenkes RI 2007 untuk memudahkan penyelenggaraan K3RS, maka perlu langkah-langkah penerapannya, yaitu:

a. Tahap persiapan

1 Menyatakan komitmen Komitmen harus dimulai dari direktur utamadirektur rumah sakit manajemen puncak. Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya dalam kata- Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas rumah sakit. 2 Menetapkan cara penerapan K3RS Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa meggunakan jasa konsultan jika rumah sakit memiliki personil yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang. 3 Pembentukan organisasiunit pelaksana K3RS 4 Membentuk kelompok kerja penerapan K3 Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit. 5 Menetapkan sumber daya yang diperlukan Sumber daya di sini mencakup orang mempunyai tenaga K3, sarana, waktu dan dana.

b. Tahap Pelaksanaan 1

Penyuluhan K3 ke semua petugas rumah sakit 2 Pelatihan K3 Pelatihan disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam organisasi rumah sakit. Fungsinya memproses individu dengan perilaku tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir dari pelatihan. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. 3 Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya a. Pemeriksaan kesehatan petugas prakarya, berkala dan khusus. b. Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja. c. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat. d. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan. e. Pengobatan pekerja yang menderita sakit. f. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada. g. Melaksanakan biological monitoring. h. Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja. c. Tahap pemantauan dan Evaluasi Menurut UU Ketenagakerjaan dalam Wirahadikesumah 2007 aspek pengawasan ketenagakerjaan termasuk masalah K3 dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang harus memiliki kompetensi dan independensi. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyusun pedoman dan petunjuk teknis penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan dan perlindungan tenaga kerja, melaksanakan pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja, norma keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan kerja dan jaminan sosial tenaga kerja. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai fungsi: Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. a. Pembinaan dan pengawasan norma kerja, penyelenggaraan fasilitas dan lembaga kesejahteraan pekerja serta norma jaminan sosial tenaga kerja. b. Pembinaan dan pengawasan norma keselamatan kerja. c. Pembinaan dan pengawasan norma kesehatan dan lingkungan kerja. Subdinas Pengawasan Ketenagakerjaan terdiri dari: a. Seksi Pengawasan Norma Kerja. b. Seksi Pengawasan Kesehatan dan Keselamatan Kerja. c. Seksi Pengawasan Lingkungan Kerja. Pegawai pengawas perlu merasa bebas dari pengaruh berbagai pihak dalam mengambil keputusan, di samping itu unit kerja pengawasan ketenagakerjaan baik pada pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupatenkota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan kepada Menteri Tenaga Kerja. Pegawai pengawasan ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya wajib merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalah gunakan kewenangannya Wirahadikesumah, 2007. Menurut Kepmenkes RI 2007 pemantauan dan evaluasi K3RS adalah salah satu fungsi manajemen K3RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan menilai sampai sejauhmana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi: Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. a. Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan rumah sakit 1 Pencatatan dan pelaporan K3. 2 Pencatatan semua kegiatan K3. 3 Pencatatan dan pelaporan KAK. 4 Pencatatan dan pelaporan PAK. b. Inspeksi dan pengujian Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam. Inspeksi K3RS dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3RS sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring pemantauan secara biologis. c. Melaksanakan audit K3 Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan, karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur, pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian. Tujuan audit K3: 1 Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan. 2 Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai ketentuan. 3 Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta pengembangan mutu. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. puncak. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

2.5. Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar Notoatmodjo, 2003.

2.5.1. Perilaku Kesehatan

Menurut Notoatmodjo 2003 perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang organisme terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok.: 1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan Health Maintenance Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. untuk memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek: a. Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. 2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan Perilaku ini sering disebut perilaku pencarian pengobatan health seeking behavior yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri self treatment sampai mecari pengobatan keluar negeri.

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan