Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. penting komponen itu, akan makin positif sikap yang terbentuk. Sebaliknya makin banyak segi negatif dari komponen pengetahuan makin negatif sikapnya. Menurut Annanto 1993 proses pembentukan sikap berlangsung melalui proses belajar sosial. Proses pembentukan sikap yang positif karena adanya interaksi sosial yang dialami individu. Diketahui pula bahwa 10 responden yang bersikap setuju sebanyak 4 pekerja 40,0 pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bersikap setuju mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena pekerja tersebut ada yang tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan, ada yang berpengetahuan kurang, dan ada yang bertindakan salah saat bekerja. Menurut Notoatmodjo 2003 pengetahuan seseorang akan menentukan sikap yang terwujud dalam tindakan nyata akan tetapi tidak selamanya demikian bahkan bisa terjadi sebaliknya, perilaku negatif tetapi sikap dan pengetahuan positif karena sikap juga dipengaruhi oleh situasi, pengalaman, dan nilai. Pembentukan sikap juga dipengaruhi oleh pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau lembaga tertentu, dan faktor emosi dalam diri individu yang bersangkutan.

5.4. Hubungan Tindakan dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja

Hasil uji statistik dengan Chi-Square pada CI 95 menunjukkan bahwa ada hubungan tindakan pekerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di Laboratorium Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh tahun 2009. Diketahui bahwa dari 12 pekerja yang bertindakan salah 11 pekerja pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 91,7, sedangkan dari 11 pekerja yang bertindakan benar 6 pekerja tidak pernah mengalami kecelakaan kerja yaitu sebesar 54,5, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bertindakan salah saat bekerja di Laboratorium Patologi Klinik mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi dari pada yang bertindakan benar oleh karena masih ada pekerja yang bekerja tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, tidak menggunakan jas lab, memakai hand scund bekas, tidak menggunakan hand scund, jarum suntik yang telah digunakan tidak dibuang pada tempat yang telah disediakan, dan tidak menyimpan bahan kimia dengan benar. Penelitian Hendria dan Fitri 2006 yang menyatakan bahwa dari 18 pekerja Laboratorium Patologi Klinik RSUZA Banda Aceh yang tidak menggunakan APD saat bekerja sebesar 55,6 mengalami kecelakaan kerja. Menurut Hartati 2006 pekerja tahu akan peraturan tetapi tidak melaksanakannya karena menganggap kurang leluasa, misalnya ketika menggunakan sarung tangan karet dan baju pelindung. Diketahui pula bahwa 11 responden yang bertindakan benar sebanyak 5 pekerja 45,5 pernah mengalami kecelakaan kerja, hal ini menunjukkan bahwa pekerja yang bertindakan benar mengalami juga kecelakaan kerja oleh karena pekerja tersebut ada yang tidak memperoleh promosi K3 yang baik, ada yang tidak pernah mengikuti pelatihan, ada yang berpengetahuan kurang, dan ada yang bersikap tidak setuju. Liza Salawati : Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja Di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009, 2009. Hasil penelitian ini sesuai dengan Pusat Kesehatan Kerja 2003 yang menyatakan bahwa kecelakaan kerja di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan menunjukkan kecenderungan peningkatan prevalensi, sebagai faktor penyebab sering terjadi kecelakaan kerja oleh karena kurang kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Tresnaningsih 2007 menyatakan bahwa tidak mungkin menghilangkan kecelakaan kerja hanya dengan mengurangi keadaan yang tidak aman, karena pelaku kecelakaan kerja adalah manusia. Para ahli belum dapat menemukan cara yang benar- benar jitu untuk menghilangkan tindakan karyawan yang tidak aman.

5.5. Hubungan Promosi K3 dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja