64
i. Penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan tugas pemerintah pusat yang
pelaksanaannya di daerah berdasarkan dekosentrasi atau medebewind. Konsep hak milik eigendom lahir dalam sistuasi liberalisme. Oleh sebab
itu maka hak milik akan mencerminkan karakter dari masyarakatnya. Problematik eigendom antara lain mengenai seberapa luas kebebasan seseorang menggunakan
haknya. Hal ini berbeda dengan sistem hukum yang satu dengan sistem hukum yang lainnya. Bagi masyarakat yang mengikuti paham liberal tentu berlainan
dengan masyarakat yang mengikuti paham sosialis. Pembatasan terhadap penggunaan hak milik itu merupakan pembatasan terhadap kebebasan seseorang
dalam melaksanakan haknya hubungannya dengan perlindungan kepentingan orang lain yang kesemuannya hendak ditentukan dalam hukum. Artinya, bukan
kebebasan tanpa batas, namun suatu kebebasan dalam cukupan itu.
70
70
Achmad Sodiki, Politik Hukum Agraria, Cetakan pertama, Jakarta: Konstitusi Press, 2013, hlm 178
2. Alih Fungsi Tanah
Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
seperti yang direncanakan menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif masalah terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga
dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor- faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
65
Alih fungsi tanah merupakan kegiatan perubahan penggunaan tanah dari suatu kegiatan yang menjadi kegiatan lainnya. Alih fungsi tanah muncul sebagai
akibat pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk.
71
Lima fungsi utama tanah adalah: 1 tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman, 2 penyedia kebutuhan primer tanaman air, udara, dan unsur-
unsur hara, 3 penyedia kebutuhan sekunder tanaman zat-zat pemacu tumbuh, hormon, vitamin, asam-asam organik, antibiotik, toksin anti hama, dan enzim yang
dapat meningkatkan ketersediaan hara dan siklus hara, dan 4 sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak langsung
dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama dan penyakit tanaman, 5 lokasi
pembangunan berbagai infrastruktur, seperti bangunan rumah, kantor, supermarket, jalan, terminal, stasiun dan bandara.
72
Alih fungsi lahan pertanian sebagian besar dipergunakan untuk pemukiman, penyediaan industri, jalan raya maupun fasilitas umum lainnya. Dimana semua
peruntukan dari usaha alih fungsi lahan tersebut adalah disebabkan karena adanya pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi. Banyak peraturan perundang-
undangan maupun kebijakan yang terkait dengan pemanfaatan lahan maupun upaya untuk mengendalikan konversi lahan pertanian, namun melihat apa
fenomena perkembangan dari alih fungsi tanah konversi lahan pertanian yang sudah sedemikian cepat, menunjukkan bahwa peraturan tersebut kurang efektif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peraturan
71
Adi Sasono, Ekonomi Politik Penguasa Tanah, Jakarta: Sinar Harapan, 1995, hlm 13
72
http:cintageografi84.blogspot.com201309bab-iii-fungsi-tanah-soil-3.html diakses tgl 1 Juli 2014
Universitas Sumatera Utara
66
perundang-undangan yang terkait dengan alih fungsi pertanian di Indonesia; dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kurang efektifnya peraturan-
peraturan tersebut dalam memproteksi lahan pertanian. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa dari sisi regulasi peraturan perundang-undangan terkait
dengan alih fungsi lahan pertanian sudah cukup komprehensif. Namun, keberadaannya dipandang kurang cukup efektif. Kurang efektifnya pelaksanaan
peraturan tersebut nampak terlihat jelas pada masa-masa otonomi daerah, karena sangat dimungkinkan peraturan-peraturan yang umumnya diterbitkan oleh
pemerintah pusat menjadi semakin kurang efektif, disebabkan adanya kemandirian pemerintah kabupatenkota untuk dapat merumuskan kebijakan pembangunannya
sendiri.
73
Akibatnya alih fungsi penggunaan tanah tidak dapat dicegah, dimana sawah-sawah pertanian subur dan sawah beririgasi teknis disekitarnya semakin
lama semakin luas dialihgunakan menjadi tempat-tempat kegiatan ekonomi dan pemukiman. Dengan meningkatnya pembangunan dalam beberapa dasawarsa ini
terdapat gejala adanya akumulasi penguasaan sumber daya agraria, khususnya tanah secara berlebihan terutama di kotakota. Sementara itu dalam waktu yang
bersamaan, di pedesaan terus terjadi fragmentasi pemilikan tanah pertanian yang mengakibatkan ketimpangan struktur penguasaan tanah, disamping adanya
pengurangan tanah pertanian sebagai akibat dari alih fungsi penggunaan tanah untuk pembangunan non pertanian. Gejala tersebut merupakan perkembangan ke
73
http:journal.unnes.ac.idnjuindex.phppandectaarticleview2325 diakses tgl 1 Juli 2014
Universitas Sumatera Utara
67
arah penguasaan tanah yang tidak adil dan tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional yang tertuang dalam UUPA.
Adapun yang menjadi penyebab alih fungsi atau tumpang tindih dalam penggunaan lahan adalah:
74
1. Pola pemanfaatan lahan masih sektoral
Ada kecenderungan setiap sektor mempunyai perwilayahan komoditas masing-masing tanpa mempertimbangkan sektor lain. Ego sektoral
sangat kuat melandasi konsep perwilayahan komoditas tersebut. Jika konsep perwilayahan masing-masing sektor dipadukan maka akan
terlihat adanya tumpang tindih dalam penggunaan lahan. Kalau bentukan perwilayahan sudah terjadi, maka masing sektor tetap
mempertahankan konsepnya.
2. Delinesiasi antar kawasan belum jelas
Kriteria setiap kawasan dalam peta TGHK belum jelas. Misalnya kriteria detail tentang kawasan hutan produksi dan kawasan lainnya
masih transparan, sehingga sering menimbulkan penafsiran.
3. Koordinasi pemanfaatan ruang yang masih lemah
Koordinasi merupakan kata paling mudah diucapkan tapi sulit dalam penerapannya. Siapa yang berhak mengalokasikan lahan tertentu untuk
pertanian, tambak, industri dan untuk pemanfaatan lahan lainnya. Apakah lokasi suatu usaha tertentu sudah sesuai dengan tata ruangnya.
Masih sering dijumpai adanya kelembagaan pemerintah yang merasa lebih berwenang dalam memberikan izin usaha tertentu, sehingga
sering terjadi tumpang tindih atau konflik.
4. Pelaksanaan UUPA masih lemah
Undang-undang Pokok Agraria masih belum dilaksanakan dengan optimal, dan masih ada hal-hal yang belum diatur dalam perundang-
undangan. Badan pertanahan nasional sudah dibentuk tetapi tugas badan ini hanya mengelola dan mengembangkan administrasi
pertanahan, belum melakukan pengkoordinasian dan pengawasan terhadap instansi-instansi terkait.
5. Penegakan hukum masih lemah
Masih lemahnya sanksi hukum bagi pihak-pihak tertentu yang melakukan penyimpangan pemanfaatan ruang. Sebagai contoh lokasi
peembangunan perkantoran yang tumpang tindih dengan pemukiman masih tetap diizinkan.
Terjadi perubahan alih fungsi lahan, akan mengakibatkan proses
pembangunan menjadi terkendala. Oleh sebab itu peranan land use planning sangat
74
Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Edisi revisi, Cetakan ketiga, Medan: Pustaka Bangsa Pers, 2010, hlm 173
Universitas Sumatera Utara
68
penting untuk kelancaran pembangunan. Untuk saat ini landasan hukum dari land use planning masih tetap mengacu kepada pasal 14 UUPA. Ketentuan pasal ini
menghendaki tanah untuk pertanian, perkantoran, industri dan sebagainya, akan tetapi sekalipun juga hendaknya bertujuan untuk memajukannya.
75
D. Perencanaan Penggunaan Lahan untuk perkantoran