Prinsip-Prinsip Pengadaan Tanah PENGATURAN PENGADAAN TANAH

38 memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak, sarana untuk menampung keluhan dan menyelesaikan sekadar mengganti Keppres. Pelaksanaan di lapangan perlu dibuat pedoman oleh provinsi, kabupatenkota. Pihak swasta dapat menggunakan peraturan yang lebih memberikan keadilan yang mereka yang tergusur. 33 Dengan demikian, masalah pokok yang menjadi sorotan atau perhatian dalam pelaksanaan pengadaan hak atas tanah adalah menyangkut hak-hak atas tanah yang status dari hak atas tanah itu akan dicabut atau dibebaskan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa unsur yang paling pokok dalam pengadaan hak atas tanah adalah ganti rugi yang diberikan sebagai pengganti atas hak yang telah dicabut atau dibebaskan. 34 Eks pemegang hak atas tanah boleh jadi ditelantarkan demi pembangunan untuk kepentingan umum. Sebaliknya hak-hak mereka harus dipenuhi serta memberikan perlindungan hukum secara proporsional kepada mereka. Sehingga, pada prinsipnya, acuan dalam pengadaan tanah sebagaimana tersirat dalam pasal 18 UUPA adalah sebagai berikut: 35

D. Prinsip-Prinsip Pengadaan Tanah

a kepentingan umum, b hak atas tanah dapat dicabut, c dengan memberikan ganti kerugian yang layak, serta d diatur dengan suatu undang-undang. Implementasi pengadaan tanah perlu memerhatikan beberapa prinsip asas sebagaimana tersirat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan terkait 33 Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit, hlm 92 34 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, 1983, hlm 23 35 A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria, Cetakan II, Bandung: Penerbit CV. Mandar Maju, 1994, hlm 80 Universitas Sumatera Utara 39 yang mengaturnya. Adapun prinsip-prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut: 36 1 Penguasa dan penggunaan tanah oleh siapa pun dan untuk keperluan apa pun harus ada landasan haknya. 2 Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa. 3 Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorangbadan hukum harus melalui kata sepakat antarpribadi yang bersangkutan dan 4 Dalam keadaan yang memaksa, artinya jalan lain yang ditempuh gagal maka presiden memiliki kewenangan untuk melaksanakan pencabutan hak, tanpa persetujuan subjek hak menurut UU Nomor 20 tahun 1961. Dalam proses pengadaan tanah terdapat prinsip-prinsip yang diharapkan melalui peraturan perundang-undangan. Hal ini ditegaskan dalam Perpres Nomor 65 tahun 2006 pasal 4 ayat 1-3. Pertama, pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah, yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan lebih dahulu. 37 Kedua, bagi daerah yang belum menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah, pengadaan tanah dilakukan berdasarkan perencanaan wilayah atau kota yang telah ada. 38 Ketiga, apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat keputusan penetapkan lokasi yang ditetapkan oleh bupatiwalikota atau gubernur maka bagi siapa yang 36 Bernhard Limbong, Op.Cit, hlm 134 37 Perpres RI No.65 Tahun 2006, pasal 4 ayat 1 38 Ibid, pasal 4 ayat 2 Universitas Sumatera Utara 40 ingin melakukan pembelian tanah di atas tanah tersebut, terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan tertulis dari bupatiwalikota atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. 39 Disamping itu, dalam Hukum Tanah Nasional dikemukakan mengenai asas- asas yang berlaku dalam penguasaan tanah dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah, yaitu: 40 1 Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk keperluan siapapun dan untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak pihak penguasa sekalipun, jika gangguan atas tanah yang disediakan oleh hukum tanah Nasional. 2 Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya ilegal tidak dibenarkan dan diancam dengan sanksi pidana. 3 Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak yang disediakan oleh hukum tanah nasional, dilindungi oleh hukum terhadap ganguan dari pihak manapun, baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada landasan hukumnya. 4 Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada, yaitu: a Gangguan oleh sesama anggota masyarakat: gugatan perdata melalui pengadilan negeri atau meminta perlindungan kepada BupatiWalikotamadya menurut UU Nomor 51 Prp Tahun 1960. 39 Ibid, pasal 4 ayat 3 40 Arie S. Hutagalung, Op.Cit, hlm 377 Universitas Sumatera Utara 41 b Ganguan oleh penguasa: gugatan melalui pengadilan tata usaha negara. 5 Bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun juga untuk proyek kepentingan umum perolehan tanah yang dihaki seseorang harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanahnya kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas tanah yang bersangkutan untuk menerimanya. 6 Bahwa hubungan dengan apa yang tersebut diatas, dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuinya, termasuk juga penggunaannya lembaga “penawaran pembayaran diikuti dengan konsinyasi pada pengadilan negeri” seperti yang diatur dalam pasal 1404 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 7 Bahwa dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk penyelenggaraan kepentingan umum, dan tidak mungkin digunakan tanah lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara “pencabutan hak” yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961. 8 Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi Universitas Sumatera Utara 42 tanahnya, bangunan dan tanaman pemegang hak, melainkan juga kerugian- kerugian lain yang diderita sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan. 9 Bahwa bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

E. Mekanisme Pengadaan Tanah